Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TAFSIR, TAK’WIL DAN TERJEMAH


“Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Ilmu Tafsir ”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1
1. ALHUDA MUKHTAR (2521123)
2. ANANDA SUBLISTIO PASARIBU

DOSEN PENGAMPU : Dr. TAUFIK HIDAYAT, MA

PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
TA : 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah swt, yang telah memberikan kepada kita
nikmat dan hidayahnya kepada kita semua, alhamdulilah dengan hidayahnya tersebut kami sebagai
penulis makalah ini dapat menyelesaikan malalah ini dengan baik. Pada dasarnya makalah ini kami
buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tafsir, selain itu pada makalah ini kami juga
menuturkan isi-isi pokok yang ada pada silabus sebagaimana mestinya nantinya akan kami bahas
bersama teman- teman dan bapak dosen yang kami muliakan.
Disamping itu kami juga sebagai penulis yang namanya manusia tak luput dari kesalahan
kami memohon kepada rekan-rekan untuk berpartisipasi dalam makalah yang kami sajikan nanti
serta memberitahukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan juga kami sebagai
penulis makalah ini sangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah di berikan kepada kami.
Karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari teman-
teman demi kelancaran dan kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi 9 september 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. ii


BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................................. 1
C. Tujuan Penyusunan ............................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 2
A. TAFSIR ................................................................................................................................................... 2
B. TAQWIL ................................................................................................................................................. 6
C. TERJEMAH ......................................................................................................................................... 15
BAB III................................................................................................................................................... 19
PENUTUP .............................................................................................................................................. 19
A. Kesimpulan ........................................................................................................................................... 19
B. Saran...................................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan pedoman bagi ummat islam. Oleh karena itu Al-Qur’an itu
berbahasa arab tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang bersifat Global.
Sehingga kita sebagai manusia awam tidak bisa memahami secara tekstual, untuk itu
perlu penerjemahan dan penafsiran sehingga Al-Qur’an bisa kita pahami dengan baik
dan bisa pula kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Didalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur;an tidak boleh sembarang menafsirkan
sesuka hati kita, karena ada undang-undang dan tata cara dalam menafsirkan Al-
Qur’an.
Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh ummat manusia. Disamping itu dalam
ayat dan surat yang sama, diiforasikan bahwa Al-Qur’an sekaligus penjelasan dari
petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda antara yang baik dan
benar.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammada saw.
Dengan perantara malaikat Jibril as. Al-Qur’an di turunkan kepada nabi muhammad
saw dengan berbahasa arab, dan penurunan Al-Qur’an diturunkkan secara berkala.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tafsir


2. Apa pengertian takwil
3. Apa pengertian terjemah

C. Tujuan Penyusunan

1. Untuk menyelesaikan tugas makalah yang di berikan dosen pengajar


2. Untuk memperluas wawasan mahasiswa dan khususnya bagi penulis sendiri
3. Untuk mengetahui apa itu tafsir, ta’wil dan terjemah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TAFSIR

1. Pengertian Tafsir
Menurut bahasa, tafsir besasal dari kata al-fasr yang berarti menjelaskan atau
mengetahui maksud suatu kata yang sulit. Istilah tafsir di dalam al Qur‟an dapat dilihat
pada surat al Furqan (25): 33 yang berbunyi:‫سنَ ت َۡفس ِۡير‬ ِ ‫َو ََل يَ ۡات ُ ۡونَكَ بِ َمثَ ٍل ا اَِل ِج ۡئ ٰنكَ بِ ۡال َح‬
َ ‫ـق َواَ ۡح‬
dan mereka (orang-orang kafir) tidaklah dapat datang kepadamu (dengan penjelasan)
seperti yang Kami telah datangkan kepadamu dengan (penjelasan) yang benar dan
penjelasan yang terbaik.1
Dari ayat di atas dapat dikatakan bahwa pengertian tafsir ialah upaya untuk
mengungkap makna yang musykil dari suatu kosakata. Sementara itu, ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa tafsir bersal dari kata safara yang artinya membuka2.
Sehubungan dengan itu, sebagian ulama menambahkan pengertian tafsir menjadi ilmu
halal, haram, janji, kecaman, perintah, larangan, pelajaran, dan perumpamaan yang
terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟an3.
Dengan demikian, seorang mufasir tidak pantas mengungkapkan pendapat hanya
dengan berdasaarkan ra‟yu dan tidak dilandasi dengan dalil yang kuat.Menurut Abu
Shuhbah, sebagaimana yang disampaikan oleh Az-Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan,
menyatakan pengertian tentang tafsir dengan lebih mudah, lebih jelas, serta menunjukkan
tujuan dari interpretasi Al-Quran.
Dinyatakan lebih jelas karena pengertian itu lebih sesuai dengan tujuan diturunkannya
Alquran, yaitu pertama, sebagai kitab hidayah yang menjelaskan suatu petunjuk sehingga
apabila manusia mengikutinya, akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat;

1
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 9.
2
Ibid., hlm. 9.
3
Ibid., hlm. 11.

2
kedua, sebagai kitab samawi yang bernilai mukjizat karena ayat-ayatnya kekal sepanjang
masa.
Sementara itu, menurut Abdullah Syahatah berpendapat bahwa tafsir ilah ilmu yang
membahas tentang Al-Quran Al-Karim yang melihat sudut dalalahnya untuk mengetahui
maksud Allah SWT dalam firman-Nya sesuai dengan kemampua yang dimiliki oleh
manusia4.
Ilmiah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan al Qur‟an ; kedua,
ilmu-ilmu (pengetahuan) yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut ; ketiga, ilmu
(pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. Ketiga konsep diatas tidak
dapat dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil yang ingin di capai dalam tafsir5.

2. Pembagian Tafsir
Adapun tujuan di kelompokkan nya tafsir adalah agar manusia mudah
mempelajarinya karena di sesuaikan dengan kemampuan masing masing. Tafsir dapat di
bagi menjadi beberapa golongan.
a. Pembagian Menurut Pengetahuan Manusia
Berikut pembagian tafsir berdasarkan pengetahuan manusia. Ada empat ada empat
macam yang tergabung di dalam nya.
1) Tafsir yang diketahui dari kalam orang-orang Arab.
Tafsir ini mencakup kosakata Alquran dan uslub. Hal itu karena Alquran
diturunkan dengan menggunakan bahasa dan dialeg mereka. Meskipun demikian,
setiap muslim tidak harus mengetahui seluruh makna uslub yang terdapat dalam
Alquran.
2) Tafsir yang wajib diketahui semua orang
Tafsir ini menyankut perintah, larangan, pokok-pokok, etika, dan kaidah, QS.
AlBaqarah (2): 3, QS. Al-Baqarah (2): 183, dan QS. Ali Imran (3): 97 merupakan
ayat-ayat yang tidak seorangpun diberi peluang untuk tidak mengetahuinya.
3) Tafsir yang hanya diketahui oleh ulamaTafsir

4
Ibid., hlm. 16.
5
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2005), hlm. 29

3
ini meliputi hal-hal samar dan sulit dibedakan oleh kebanyakan manusia. Dari hal-
hal samar itu dihasilakan sejumlah manfaat hukum . hukum mempelajari tafsir ini
adalah fardhu kifayah.
4) Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah
Tafsir ini mencakup hakikat ghaib dan waktu terjadinya . tafsir ini tidak wajib
bagi siapapun, bahkan orang yang engaku mengetahuinya berarti telah berbuat
dosa dan berdusta terhadaAllah.

b. Pembagian Menurut Cara Penafsiran


Berikut ini pembagian tafsir menurut cara penafsiran. Ada 2 kelompok yang
tergabung di dalamnya.
1) Meengikuti atsar dan riwayat.
Cara ini disebut tafsir bi alma‟tsur. Adalah tafsir yang menggunakan ayat atau
riwayat sebagai alat bantu dengan berpedoman penjelasan sahabat. Meskipun
demikian tidak jarang mufasir mengikut sertakan pendapatnya.
2) Mengikuti ijtihad.
Cara ini disebut tafsir bi ar-ra‟yi Adalah tafsir yang menggunakan ijtihad untuk
memahami Alquran dn menjadikan literatur yang ada sebagai bahan rujukan.
Dengan demikian, musafir memahami kandungan ayat sesuai dengan pengetahuan.

c. Pembagian Menurut Metodologi Penafsiran


Metodologi adalah disiplin ilmu yang membahas tentang cara-cara yang digunakan
untuk mengkaji sesuatu. Sementara itu metodologi tafsir ialah disiplin ilmu yang
membahas tentang cara yang digunakan mufasir dalam menafsirkan Alquran. Adapun
pembagian tafsir menurut metodologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
empat.

1) Tafsir al-ijmali (global)


Tafsir yang bersifat umum dan singkat. Mufasir tidak menjelaskan ayat secara
mendetail. Metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan acra

4
mengemukakan makna global. Dalam uraiannya penafsir membahas secara runtut
berdasarkan urutan mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang di
maksud oleh ayat tersebut.
2) Tafsir at-tahlili (analitis)
Tafsir yang memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat. Tafsir ini
adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat Al-
Qur‟an dari seluruh aspeknya. Ditinjau dari kecenderungan penafsir metode tahlili
dapat berupa : d) Tafsir bi al-ma‟tsur
e) Tafsir bi al-ra‟y
f) Tafsir al-Shufi
g) Tafsir al-fiqhi
h) Tafsir al-Falsafi
i) Tafsir al-„ilmi
j) Tafsir al-adab al-ijtima‟i
3) Tafsir al-muqaran (komparatif)
Tafsir yang membandingkan ayat dengan ayat lain atau membandingkan ayat
dengan hadits. Hal-hal yang dibandingkan adalah segi redaksi dan isi. Disamping
iyu, mufasir juga membandingkan pendapat mufasir yang satu dengan pendapat
mufasir yang lainnya.
4) Tafsir al-maudhu‟i (tematik)
Tafsir yang mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki tema sama. Tafsir yang
disebut juga metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema
tertentu yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Ada dua cara dalam tata kerja metode
tafsir mawadu‟i :
a) Dengan cara menghimpun ayat Al-Qur‟an yang berbicara tentang suatu masalah
(mawdhu‟/tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama sekalipun
turunnya berbeda dan tersebar dalam berbagai surah dalam Al-Qur‟an.
b) Penafsiran yang dilakukan berdasarkan surah Al-Qur‟an.

d. Pembagian Menurut Tujuan Mufasir

5
Tujuan mufasir dan tafsirnya dapat dilihat dari apa yang mendominasi. Berdasarkan
hal itu, tujuan mufasir dibedakan menjadi dua.
1. Tujuan yang mengacu kepada mazhab yang diyakini mufasir sehingga karya
tafsirannya sesuai mazhab tersebut.
Berikut ini contoh-contohnya.
a. Tafsir As-Salaf (ulama salaf), seperti Tafsir Ath-Thabari, Tafsir ibn Katsir, dan
Tafsir Asy-Syanqithi
b. Tafsir Al-Mu‟tazili (Mu‟tazilah), seperti Tafsir Az-Zamakhsyari dan Tafsir
Tanzih Al-Qur‟an „an Al-Matha‟in.
c. Tafsir Al-Asy‟ari (Asy‟ariyah), seperti Tafsir Al-Maturidi dan Tafsir Ar-Razi.
d. Tafsir Asy-Syi‟i (Syiah), seperti Tafsir At-Tibyan fi At-Tafsir Al-Qur‟an dan
Tafsir Ash-Shafi.
e. Tafsir Ash-Shufi (tasawuf), seperti Tafsir Latha‟if Al-Isyarat dan Tafsir
Haqa‟iq At-Tafsir.
2. Tafsir yang didominasi oleh suatu disiplin ilmu yang digeluti mufasir sehingga
karya tafsirannya dapat disebut dengan disiplin ilmu tersebut. Berikut ini contoh
contohnya1
a. Tafsir Al-Lughawi, yaitu tafsir yang menekankan kepada segi bahasa, seperti
Tafsir Ma‟ani Al-Qur‟an karya Imam Al-Farra‟ dan Majaz Al-Qur‟an Karya
Abu Ubaidah.
b. Tafsir An-Nahwi, yaitu tafsir yang menekankan kepada ilmu nahwu, seperti
Tafsir I‟rab Al-Qur‟an karya An-Nuhasi.
c. Tafsir Al-Balaghi, yaitu tafsir yang menekankan kepada balaghah, seperti Tafsir
Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari.

B. TAQWIL

1. Pengertian Ta’wil
Kata ta‟wil terdapat dalam surat Ali Imran (3) : 7 , yang berbunyi sebagai berikut:

ٌ ‫ت ه ُ ان أ ُمُّ ال ْ ِك ت َا بِ َو أ ُ َخ ُر ُم ت َشَا ب ِ هَ ا‬
ۖ‫ت‬ ٌ ‫ت ُم ْح ك َ َم ا‬ ٌ ‫ب ِم ن ْ ه ُ آ ي َ ا‬ َ ‫ك ال ْ ِك ت َا‬َ ْ ‫ه َُو ال ا ِذ ي أ َن ْ َز َل عَ ل َ ي‬
ۗ ‫ف َ أ َ ام ا ال ا ِذ ي َن ف ِ ي ق ُ ل ُ و ب ِ ِه ْم َز ي ْ ٌغ ف َ ي َ ت اب ِ ع ُ و َن َم ا ت َشَا ب َ ه َ ِم ن ْ ه ُ ا ب ْ ت ِ غ َا َء ال ْ ف ِ ت ْ ن َ ِة َو ا ب ْ ت ِ غ َا َء ت َأ ْ ِو ي ل ِ ِه‬

6
ُ ‫ي َ ع ْ ل َ مُ ت َأ ْ ِو ي ل َ ه ُ إ ِ اَل َّللاا ُ ۗ َو ال ار ا ِس‬
ۗ ‫خ و َن ف ِ ي ال ْ ِع ل ْ ِم ي َ ق ُ و ل ُ و َن آ َم ن ا ا ب ِ ِه ك ُ ٌّل ِم ْن ِع ن ْ ِد َر ب ِ ن َا‬ ‫َو َم ا‬
ْ ‫ي َ ذ اك ا ُر إ ِ اَل أ ُو ل ُ و‬
ِ ‫اْل َل ْ ب َ ا ب‬ ‫َو َم ا‬

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami".
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali-Imran (3) : 7)
Menurut Dr. Abdullah Syabatah dalam Ulum At-Tafsir, takwil berasal dari kata
awala-ya‟ulu-ta‟wilan yang bermakna merenungkan, memperkirakan, atau menjelaskan.
Akan tetapi, jika berasal dari kata ala-aulan-ma‟alan (ilaihi), artinya kembali darinya.
Sementara itu, secara istilah takwil ialah menjelaskan makna yang dimaksud suatu
pembicaraan sehingga artinya hampir sama dengan arti tafsir.6
Ta‟wil secara bahasa berasal dari kata „ail‟ yang berarti ke asal, ada juga yang
mengatakan bahwa ta‟wil berasal dari kata „aul‟ yang berarti memalingkan,
memalingkan ayat dari makna yang dhahir kepada suatu makna yang dapat diterima
olehnya. Ta‟wil pada istilah mempunyai dua makna; pertama, takwil dengan pengertian
suatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataanya, atau
suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya‟
dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya‟ adalah amr (kata perintah).7
Adapun menurut Adz-Dzahibi, takwil ialah menguatkan salah satu kemungkinan
makna dengan menggunakan dalil lalu menarjihnya dengan di dukung oleh pengetahuan
mengenai kosakata dan maknanya, konteks serta gaya bahasa. Dengan kata lain, takwil
ialah memilih makna kata atau kalimat dengan menggunakan ijtihad.8

6
Ibid., hlm. 32.
7
Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 211.
8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 33.

7
Ta‟wil dalam arti secara istilah adalah sebagai berikut:
a. Menurut Al-Jurzani: Ta‟wil ialah memalingkan lafazh dari maknanya yang dzohir
kepada makna lain yang dipunyai lafazh itu, jika makna lain yang dilihat itu sesuai
dengan al-Qur‟an dan Sunnah.
b. Ta‟wil ialah mengembailkan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni
menerangkan apa yang dimaksudkannya.
c. Menurut ulama khalaf ta‟wil ialah mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang
rajih kepada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.9

Karena fungsi keduanya sama-sama menjelaskan makna suatu ayat yang samar,
maka ada kalangan ulama yang menyamakan maksud tafsir dengan ta‟wil. Di samping
itu, terdapat pula ulama yang membedakannya, seperti al-Raghib al-Ashfahani, Ibn
Manshur, al-Maturidi dan Abu Thalib al-Taghlibi. Mereka berpendapat bahwa tafsir
lebih umum dibanding ta‟wil, sebab tafsir umumnya berfungsi menerangkan maksud
yang terkandung dalam susunan kalimat. Ta‟wil digunakan untuk menjelaskan
pengertian kitab-kitab suci, sedangkan tafsir selain fungsi demikian juga berfungsi
demikian juga berfungsi menerangkan hal-hal yang lainnya.10

Takwil Al-Qur’an
Takwil Al-quran ialah membawa makna tekstual ayat kepada makna lain yang
tidk bertentangan. Hal yang masuk dalam pengertian ini adalah mengadaptasikan teks
Al-quran ke dalam situasi kontemporer. Dengan demikian, disamping untuk memenuhi
kebutuhan teoretis, yaitu memahami pesan-pesan Al-quran, takwil juga digunakan untuk
memahami kebutuhan praktis, yaitu mengaplikasikan ayat-ayat Al-quran dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:11

9
Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 211
10
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu..., hlm. 29
11
Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 32.

8
a) Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang harus disertai penjelasan dari Nabi. Alasanya
sebagai berikut:
i. Ayat-ayat tersebut mengandung perintah, baik wajib maupun sunah, petunjuk,
serta anjuran Nabi.
ii. Ayat-ayat tersebut mengandung larangan, kewajiban, hak, dan hudud. Penjelasan
tentang itu semua hanya didapat dari Nabi.
iii. Ada sebagian dari kandungan Al-quran yang takwilnya hanya diketahui oleh
Allah, seperti datangnya ajal dan hari kiamat.
iv. Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang takwilnya dapat diketahui oleh orang yang
berilmu, seperti ilmu i‟rab sehingga dapat memahami ayat tersebut.

‫) أََل ِإنا ُه ْم ُه ُم‬11( َ‫ص ِل ُحون‬


ْ ‫ض قَالُوا ِإنا َما نَحْ ُن ُم‬ ْ ‫َو ِإذَا ِقي َل لَ ُه ْم ََل ت ُ ْف ِسدُوا ِفي‬
ِ ‫اْلر‬
َ‫( ْال ُم ْف ِسدُونَ َو َل ِك ْن ََل َي ْشعُ ُرون‬12)
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di
bumi!”Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan
perbaikan.”Ingantlah, sesungguhnya merekalah yang membuat kerusakan, tetapi
mereka tidak menyadari.” (QS. Al-Baqarah (2): 11-12)

Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa al-ifsad adalah sesuatu yang
sepantasnya tidak dilakukan karena memiliki mudharat, sedangkan as-shalah adalah
sesuatu yang sepantasnya dilakukan arena memiliki nilai manfaat.
Jika dilihat dari kacamata takwil, ayat yang dapat dijadikan media berijtihad
adalah ayat yang takwilnya diketahui oleh orang-orang yang berilmu. Sementara itu
untuk ayat-ayat Al-Quran yang takwilnya yang takwilnya hanya diketahui oleh Allah dan
harus menggunakan penjelasan dari Nabi, mufasir harus berijtihad.12

2. Perbedaan Tafsir dengan Takwil


Sebagian mufasir ada yang menilai bahwa antara tafsir dan takwil adalah sama.
Akan tetapi, sebagian yan lain menyatakan keduanya berbeda. Sehubungan dengan itu
mufasir salaf, Ath-Thabiri, menggunakan kata takwil untuk tafsir ayat serta penjelasan

12
Ibid., hlm. 33.

9
maknanya, baik sesuai dengan zhahir ayat maupun tidak. Sementara itu, menurut Abu
Zaid, tafsir adalah upaya memahami teks dari sisi batin. Berikut ini adalah perbedaan
antara tafsir dan takwil menurut ulama tafsir.13
No. Tafsir Takwil
1. Menjelaskan objek kosakata, Menjelaskan dan
baik hakiki maupun majas, menginformasikan hakikat yang di maksud,
menjelaskan dan menjaga dan menghindarkan dari penghinaan
menginformasikan dalil yang di terhadap perintah Allah.
maksud.
2. Menjelaskan makna yang Menjelaskan makna yang
dihasilkan dari ungkapan. dihasilkan melalui isyarat.
3. Hal-hal yang berhubungan Hal-hal yang berhubungan dengan dirayah
dengan riwayat. (kepandaian) yang kemudian dikenal dengan
medan ijtihad.

4. Menerangkan maksud Allah Melihat dan menarjih makna


dengan berpegang pada kosakata dengan berpegang pada ijtihad.
perkataan Nabi.
5. Bersifat khusus karena hanya Bersifat umum karena berlaku
berlaku untuk kalam Allah. untuk semua kalam.
6. Menjelaskan objek topik suatu Menjelaskan makna yang
kosakata. dikehendaki kosakata.
7. Ar-Raghif Al-Ashfahani: lebih Ar-Raghif Al-Ashfahani: lebih banyak
umum dan lebih banyak dipergunakan makna dan kalimat dalam kitab-
digunakan untuk lafazh dan kitab yang diturunkan Allah saja
kosakata dalam kitab-kitab yang
diturunkan Allah dan kitab-kitab
lainnya.

13
ibid., hlm. 34.

10
8. Menerangkan makna lafazh yang Menetapkan makna yang dikehendaki suatu
tak menerima selain dari satu arti. lafazh yang dapat menerima banyak makna
karena didukung oleh dalil.

9. Al-Maturidi: menetapkan apa Menyeleksi salah satu makna yang mungkin


yang dikehendaki ayat dan diterima oleh suatu ayat tanpa meyakinkan
menetapkan seperti yang bahwa itulah yang dikehendaki
dikehendaki Allah. Allah.
10. Abu Thalib Ats-Tsa‟labi: Abu Thalib Ats-Tsa‟labi: menafsirkan bathin
menerangkan makna lafazh baik lafazh.
berupa hakikat atu majaz.

Sementara itu, perbedaan antara tafsir dan takwil menurut ulama ushul fiqih adalah
sebagai berikut.14

No. Tafsir Takwil


1. Berdasarkan pada dalil yang Berdasarkan pada dalil yang zhanni.
qath‟i.
2. Makna kata jelas dan tidak ada Apabila suatu makna didasarkan
celah untuk menakwilkan. pada dalil zhanni, makna yang dimaksud adalah
takwil.

Kesimpulannya tafsir adalah pengertian lahiriyah dari ayat Al-Qur‟an yang


pengertiannya secara tegas mengatakan maksud yang dikehendaki Allah Azza wa jala.
Sedangkan takwil adalah pengertian-pengertian tersirat yang diistimbatkan (diproses) dari
ayat-ayat Al-Qur‟an yang memerlukan perenungan dan perkiraan, serta merupakan sarana
pembuka tabir.15

14
Ibid., hlm. 35.
15
Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 214.

11
Menurut At-Thabari mengklasifikasikan takwil menjadi tiga golongan. Berikut
penjelasanya.

a. Ta‟wil yang hanya diketahui oleh Allah.


b. Ta‟wil yang dijhususkan untuk Nabi dan berkaitan dengan hal-hal taklif, baik perintah
maupun larangan.

c. Takwil yang dapat diketahui oleh orang yang memiliki ilmu.

3. Syarat-syarat Takwil Menurut Ulama Ushul Tafsir


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa takwil ialah menemukan makna ayat Alquran
melalui ijtihad. Oleh sebab itu, untuk menerima atau menolak hasil ijtihad tersebut perlu
adanya syarat. Menurut Raudhah An-Nazhir wa Jannah Al-Munazhir. Takwil yang benar
arus mememenuhi syarat berikut.16
a. Makna yang digunakan sebagai takwil merupakan makna yang mungkin dimiliki oleh
teks tersebut serta didukung dengan adanya dalil-dalil yang memadai, baik dari segi
manthuq (makna yang dibicarakan oleh teks) maupun mafthum (makna yang dipahami
dari teks yang dikaji).
b. Takwil yang di pilih memiliki dalil yang shahih dan menunjukkan adanya pengalihan
kata dari bentuk zhahir menuju bentuk lain.

Kalam Allah yang dikomunikasikan kepada manusia adalah dalam bentuk zhahir
sehingga ada dalil-dalil yang mendukung untuk melakukan takwil makna di balik teks. Oleh
sebab itu, teks yang mutlak harus dilakukan apa adanya sehingga ada dalil kuat yang
membatasi dan harus dilakukan secara muqayyad (makna yang dibatasi dan digunakan
untuk sesuatu secara khusus), kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa makna itu harus
di taqyid.

Zhahir perintah adalah wajib. Oleh sebab itu, wajib melakukan zhahir perintah
sehingga tidak boleh mengubahnya menjadi sunnah tanpa adanya dalil yang kuat. Begitu
pula dengan larangan.

16
Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 36.

12
Sementara itu, Imam Al-Juwaini mengklasifikasikan tahapan takwil sebagai berikut.

a. At-ta‟wil al-maqbul, yaitu takwil yang didukung oleh dalil-dalil yang kuat.
b. At-ta‟wil ghair as-sa‟igh, yaitu takwil yang tidak diperbolehkan. Apabila takwil tidak
didukung oleh dali-dalil yang kuat, tidak diperbolehkan memilih makna yang zhanni.
c. At-ta‟arudh, yaitu apabila terjadi tarik-menarik antara zhahir dan makna yang ditakwil.
Keduanya memiliki indikator yang kuat dan harus ditarjih. 17

Menurut Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum Al-Qur‟an, antara makna denotasi (makna
asli teks) dan makna konotasi (makna teks setelah di takwil) harus diperhitungkan. Apabila
makna denotasi lebih kuat daripada makna konotasi, maka takwil ditolak. Sementara itu,
apabila makna konotasi lebih kuat karena adanya indikator, maka takwil dapat diterima.
Akan tetapi apabila antara makna denotasi dan makna konotasi sama-sama, maka harus
dibandingkan. Jika makna denotasi lebih kuat, kama teks tidak boleh ditakwilkan.

Syarat-syarat yang sudah dijelaskan merupakan manhaj yang umum dalam menafsirkan dan
ber-istinbath agar dalam menemukan makna tidak dilakukan secara serampangan.18

4. Jenis-jenis Takwil
Telah di jelaskan bahwa dalil yang digunakan untuk takwil harus berupa dalil rajah (dalil
kuat) yang melebihi zhahir kata untuk menunjukkan makna. Oleh sebab itu, makna
terkadang memiliki takwil dekat dan terkadang memiliki takwil jauh.19

a. Takwil Dekat
Takwil dekat ialah pengambilan salah satu makna yang mungkin ditunjuk oleh suatu teks
dengan menggunakan sedikit tarjih karena makna itu mudah dipahami dan adanya
indikator.20 Misalnya, firman Allah berikut ini.

‫ َو ََل ي ُبْ ِد ي َن ِز ي ن َ ت َهُ ان إ ِ اَل َم ا ظَ َه َر ِم نْ َه ا‬...

17
Ibid., hlm. 37.
18
Ibid., hlm. 36-37.
19
Ibid., hlm. 37.
20
Ibid., hlm. 38.

13
“ Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa)
terlihat.(QS. An-Nur “ (24): 31)

Kecuali yang (biasa) terlihat ditakwilkan dengan wajah dan kedua telapak tangan. Imam
Asy-Syafi‟i berpendapat yang sama dan dikuatkan dengan riwayat dari Aisyah, “Sesuatu
ketika Asma‟ binti Abu Bakar masuk kedalam rumah Rasulullah SAW dengan
menggunakan pakaian yang menutup tetapi tipis. Beliau memalingkan pandangannya
sambil bersabda, „Apa (pakaian) ini, wahai Asma‟? Sesungguhnya wanita yang telah
baligh, tidak pantas terlihat selain ini (telapak tangan) dan ini (wajah).‟Nabi menunjuk
telapak tangan dan wajahnya.” (HR. Al-Baihaqi).

a. Takwil Jauh
Takwil jauh ialah pengambilan salah satu makna yang mungkin ditunjuk oleh suatu
teks dengan menggunakan sejumlah tarjih untuk mengalahkan makna zhahir teks, tetapi
makna tersebut tidak di dukung oleh dalil. Misalnya, firman Allah berikut ini.

ِ ِ ‫ج و ه َ كُ ْم َو أ َيْ ِد ي َ كُ ْم إ ِ ل َ ى الْ َم َر ا ف‬
‫ق‬ ُ ‫غ ِس ل ُوا ُو‬
ْ ‫إ ِ ذ َا ق ُ ْم ت ُ ْم إ ِ ل َ ى ال صا ََل ة ِ ف َ ا‬
‫ح وا‬ ُ َ‫و ا ْم س‬.. َ .. ‫ج ل َ كُ ْم إ ِ ل َ ى الْ كَ عْ ب َ يْ ِن‬
ُ ‫ب ِ ُر ُء و ِس كُ ْم َو أ َ ْر‬
Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu
sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.
(QS. Al-Maidah (5): 6)

Ada yang berpendapat bahwa ketika berwudhu wwajib mengusap kedua kaki, bukan
membasuhnya. Mereka berdalil dengan kata arjulakum yang dibaca majrur karena di-
„athaf-kan dengan kata bi ru‟usikum. Sementara itu bacaan majrur tersebut merupakan
bacaan mutawatir diantara qira‟ah sab‟ah. Dengan demikian, menurut mereka cukup
dengan mengusap kaki ketika berwudhu.

Adapun yang perlu disadari bahwa hadits atau atsar yang lebih kuat menjadikan
penakwilan tersebut jauh dari benar. Hal itu karena dalam hadits-hadits shahih dijelaskan
bahwa Rasulullah selalu membasuh kaki ketika berwudhu dan tidak dinemukan riwayat
yang menjelaskan bahwa beliau mengusap, kecuali mengusap sepatu.21

21
Ibid., hlm. 39.

14
C. TERJEMAH

1. Pengertian Terjemah

Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain
atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan terjemah al-qur‟an adalah seperti yang
dikemukakan oleh ash-shabuni; memindahkan al-qur‟an ke bahasa lain yang
bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam beberapa naskah untuk dibaca
orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah.
Kata terjemah dapat dipergunakan pada dua arti:

a. Terjemah Maknawiyyah atau Tafsiriyyah, yaitu menerangkan makna atau


kalimat pembicaraaan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata
bahasa asal atau memperhatikan susunan klimatnya, melainkan oleh makna dan
tujuan aslinya.

b. Terjemah Harfiyyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz dari satu bahasa ke


dalam lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga
susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa
pertama.

Terjemah harfiyyah dibagi menjadi dua:

1) Terjemah Harfiyyah bil-misli, yaitu menyalin atau mengganti kata-kata dari


bahasa asli dengan sinonimnya (murodifnya) ke dalam bahasa baru dan
terikat bahasa aslinya.

2) Terjemah harfiyyah bi dzuni al-mitsli, yaitu menyalin atau mengganti kata-


kata bahasa asli ke dalam beberapa bahasa lain dengan memperhaitkan
urutan makna dan segi sastranya, menurut kemampuan bahasa baru serta
kemampuan penerjemahnya.

Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu


mengetahui bahwa terjemah harfiyyah dengan pengertian sebagaimana di atas

15
tidak mungkin dicapai dengan baik. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda
satu dengan fi‟il kemudian fa‟il, baik dalam kalimat tanya maupun yang
lainnya, mudlaf didahulukan atas mudhof ilaihi, dan mausuf atau sifat, kecuali
dengan idhofah tasybih. Yang mana hal itu tidak dimilki oleh bahasa
lain.dengan yang lain dalam hal tertib bagian kalimat-kalimatnya. Contoh,
jumlah fi‟liyyah dalam bahasa arab dimulai.

Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah,


baik tarjamah harfiyah maupun tarjamah tafsiriyah adalah:

a. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik


bahasa pertama maupun bahasa terjemahnya;

b. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau


karakteristik dari kedua bahasa tersebut;

c. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud


yang dikehendaki oleh bahasa pertama;

d. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama


(ashl). Seolah-olah tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam
bahasa terjemah tersebut

Menurut beberapa pandangan ulama, adapun fungsi dari terjemah


itu sendiri dapat di jabarkan sebagai beriku:

a. Menyampaikan berita kepada yang terhalang menerima berita. Ini


berarti bahwa tindakan menyampaikan berita yang dilakukan oleh
penerjemah terhadap orang yang sudah berusia 80-an tahun (mungkin
karena orang tersebut sudah tuli), disebut terjemahan, dan orangnya
dinamakan turjuman (penerjemah).

b. Menjelaskan maksud kalimat dengan cara menggunakan bahasa aslinya.


Dari pengertian ini, Ibn Abbas (w. 78 H.) yang mempunyai keahlian
menafsirkan Al-Qur‟an dapat turjuman (penerjemah), Sehubungan dengan
16
pengertian ini pula, Zamakhsyari (w. 538 H.) mengatakan bahwa
penerjemah tentang sesuatu sama dengan penafsiran tentang sesuatu
tersebut. Menurut pemahaman ini berarti mutarjim sama dengan mufassir
(pemberi keterangan tentang maksud sesuatu kalimat).

c. Menjelaskan maksud suatu kalimat dengan perantaraan bahasa di luar


bahasa sumber. Bila bahasa sumbernya adalah bahasa Arab maka bahasa
yang menjelaskannya harus bahasa lain. Untuk itu, dalam buku Mukhtar
as-Sihhah dikatakan bahwa menerjemahkan artinya sama dengan
memberikan penjelasan dengan cara memakai. bahasa di luar bahasa
sumbernya. Ini berarti bahwa unsur penjelasan merupakan unsur yang
dominan dalam kandungan makna terjemahan. Bahkan, kalau dilihat di
dalam Tafsir Ibn Kasir tentang Abdullah bin Abbas yang mendapat julukan
sebagai penerjemah, dapat dikatakan bahwa terjemahan menurut asal-usul
kata bahasa Arab, mutlak mengandung arti menjelaskan tanpa
mempersoalkan bahasa yang digunakan dalam memberikan penjelasan
tersebut. Apabila ditinjau dari sudut pandang bahasa yang digunakan
dalam memberikan penjelasan, pendapat Ibn Kasir (705 – 774 H.) lebih
bersifat umum di bandingkan dengan pendapat ketiga ini, sebab dalam hal
memberikan penjelasan dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa
sumber atau bahasa lain.

d. Alih bahasa, yaitu pengalihan makna atau amanat dari bahasa tertentu
ke bahasa lain. Pelaku pekerjaan mengalihkan mkana atau amanat tersebut
di beri nama penerjemah. Ibn Manzur menamakannya dengan tarjuman
atau turjuman, yakni orang yang mengalihbahasakan; juru terjemah.

2. Terjemah Menurut Paham Umum Paham umum

dalam pernyataan ini ialah pendapat orang pada galibnya;


kebanyakan bukan menurut sekelompok orang atau bangsa atau suku
tertentu. Jadi, terjemahan menurut paham umum ialah ungkapan makna
dari bahasa tertentu ke bahasa lain sesuai dengan maksud yang terkandung

17
dalam bahasa tertentu tersebut. Yang dimaksud dengan makna dalam
definisi ini bukan sekedar arti permukaan dari kata atau kalimat itu sendiri.
Untuk itu seorang penerjemah perlu memperhatikan teks yang akan di
terjemahkan, baik dari segi isi teks maupun ragam bahasanya.3 3. Syarat-
Syarat Penerjemahan Baik untuk penerjemahan secara hafiah maupun
maknawiah/tafsiriah diperlukan tiga persyaratan :

a) Penerjemahan harus sesuai dengan konteks bahasa sumber dan konteks


bahasa penerjemah.

b) Penerjemahan harus sesuai dengan gaya bahasa sumber dan gaya


bahasa penerima

c) Penerjemahan harus sesuai dengan ciri khas bahasa sumber dan ciri
khas bahasa penerima

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain atau
mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan yang
dimaksud dengan terjemah al-qur‟an adalah seperti yang dikemukakan oleh ash-shabuni;
memindahkan al-qur‟an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam
beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat
memahami kitab Allah. Menurut Abu Shuhbah, sebagaimana yang disampaikan oleh Az-
Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan, menyatakan pengertian tentang tafsir dengan lebih
mudah, lebih jelas, serta menunjukkan tujuan dari interpretasi Al-Quran. Dinyatakan lebih jelas
karena pengertian itu lebih sesuai dengan tujuan diturunkannya Alquran, yaitu pertama, sebagai
kitab hidayah yang menjelaskan suatu petunjuk sehingga apabila manusia mengikutinya, akan
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat; kedua, sebagai kitab samawi yang bernilai
mukjizat karena ayat-ayatnya kekal sepanjang masa.
Ta‟wil secara bahasa berasal dari kata „ail‟ yang berarti ke asal, ada juga yang
mengatakan bahwa ta‟wil berasal dari kata „aul‟ yang berarti memalingkan, memalingkan ayat
dari makna yang dhahir kepada suatu makna yang dapat diterima olehnya. Ta‟wil pada istilah
mempunyai dua makna; pertama, takwil dengan pengertian suatu makna yang kepadanya
mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataanya, atau suatu makna yang kepadanya suatu
kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya‟ dan ikhbar. Salah satu yang termasuk
insya‟ adalah amr (kata perintah).

B. Saran

Penyusun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangan, dan jauh
dari kata sempurna. Dan dengan adanya makalah ini pemakalah berharap pembaca dapat
memahami apa itu terjemah, tafsir dan ta‟wil serta dapat mengambil kesimpulan atau
mengklasifikasi secara rinci dan mudah dipahami.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 2010. Ulum Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia.


Lubis, Ismail. 2001. Falsifikasi Terjemahan Al-Qur‟an: Depag Edisi 1990. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana Yogya.
Samsurrohman. 2014. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Amzah.
Suryadilaga, M. Alfatih. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: TERAS.

20

Anda mungkin juga menyukai