DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. ALHUDA MUKHTAR (2521123)
2. ANANDA SUBLISTIO PASARIBU
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah swt, yang telah memberikan kepada kita
nikmat dan hidayahnya kepada kita semua, alhamdulilah dengan hidayahnya tersebut kami sebagai
penulis makalah ini dapat menyelesaikan malalah ini dengan baik. Pada dasarnya makalah ini kami
buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tafsir, selain itu pada makalah ini kami juga
menuturkan isi-isi pokok yang ada pada silabus sebagaimana mestinya nantinya akan kami bahas
bersama teman- teman dan bapak dosen yang kami muliakan.
Disamping itu kami juga sebagai penulis yang namanya manusia tak luput dari kesalahan
kami memohon kepada rekan-rekan untuk berpartisipasi dalam makalah yang kami sajikan nanti
serta memberitahukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan juga kami sebagai
penulis makalah ini sangat berterimakasih kepada teman-teman yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah di berikan kepada kami.
Karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dari teman-
teman demi kelancaran dan kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan pedoman bagi ummat islam. Oleh karena itu Al-Qur’an itu
berbahasa arab tidak dipungkiri dari ayat-ayatnya masih banyak yang bersifat Global.
Sehingga kita sebagai manusia awam tidak bisa memahami secara tekstual, untuk itu
perlu penerjemahan dan penafsiran sehingga Al-Qur’an bisa kita pahami dengan baik
dan bisa pula kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Didalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur;an tidak boleh sembarang menafsirkan
sesuka hati kita, karena ada undang-undang dan tata cara dalam menafsirkan Al-
Qur’an.
Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh ummat manusia. Disamping itu dalam
ayat dan surat yang sama, diiforasikan bahwa Al-Qur’an sekaligus penjelasan dari
petunjuk tersebut sehingga kemudian mampu menjadi pembeda antara yang baik dan
benar.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammada saw.
Dengan perantara malaikat Jibril as. Al-Qur’an di turunkan kepada nabi muhammad
saw dengan berbahasa arab, dan penurunan Al-Qur’an diturunkkan secara berkala.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penyusunan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. TAFSIR
1. Pengertian Tafsir
Menurut bahasa, tafsir besasal dari kata al-fasr yang berarti menjelaskan atau
mengetahui maksud suatu kata yang sulit. Istilah tafsir di dalam al Qur‟an dapat dilihat
pada surat al Furqan (25): 33 yang berbunyi:سنَ ت َۡفس ِۡير ِ َو ََل يَ ۡات ُ ۡونَكَ بِ َمثَ ٍل ا اَِل ِج ۡئ ٰنكَ بِ ۡال َح
َ ـق َواَ ۡح
dan mereka (orang-orang kafir) tidaklah dapat datang kepadamu (dengan penjelasan)
seperti yang Kami telah datangkan kepadamu dengan (penjelasan) yang benar dan
penjelasan yang terbaik.1
Dari ayat di atas dapat dikatakan bahwa pengertian tafsir ialah upaya untuk
mengungkap makna yang musykil dari suatu kosakata. Sementara itu, ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa tafsir bersal dari kata safara yang artinya membuka2.
Sehubungan dengan itu, sebagian ulama menambahkan pengertian tafsir menjadi ilmu
halal, haram, janji, kecaman, perintah, larangan, pelajaran, dan perumpamaan yang
terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟an3.
Dengan demikian, seorang mufasir tidak pantas mengungkapkan pendapat hanya
dengan berdasaarkan ra‟yu dan tidak dilandasi dengan dalil yang kuat.Menurut Abu
Shuhbah, sebagaimana yang disampaikan oleh Az-Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan,
menyatakan pengertian tentang tafsir dengan lebih mudah, lebih jelas, serta menunjukkan
tujuan dari interpretasi Al-Quran.
Dinyatakan lebih jelas karena pengertian itu lebih sesuai dengan tujuan diturunkannya
Alquran, yaitu pertama, sebagai kitab hidayah yang menjelaskan suatu petunjuk sehingga
apabila manusia mengikutinya, akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat;
1
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 9.
2
Ibid., hlm. 9.
3
Ibid., hlm. 11.
2
kedua, sebagai kitab samawi yang bernilai mukjizat karena ayat-ayatnya kekal sepanjang
masa.
Sementara itu, menurut Abdullah Syahatah berpendapat bahwa tafsir ilah ilmu yang
membahas tentang Al-Quran Al-Karim yang melihat sudut dalalahnya untuk mengetahui
maksud Allah SWT dalam firman-Nya sesuai dengan kemampua yang dimiliki oleh
manusia4.
Ilmiah yang berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan al Qur‟an ; kedua,
ilmu-ilmu (pengetahuan) yang dipergunakan dalam kegiatan tersebut ; ketiga, ilmu
(pengetahuan) yang merupakan hasil kegiatan ilmiah tersebut. Ketiga konsep diatas tidak
dapat dipisahkan sebagai proses, alat dan hasil yang ingin di capai dalam tafsir5.
2. Pembagian Tafsir
Adapun tujuan di kelompokkan nya tafsir adalah agar manusia mudah
mempelajarinya karena di sesuaikan dengan kemampuan masing masing. Tafsir dapat di
bagi menjadi beberapa golongan.
a. Pembagian Menurut Pengetahuan Manusia
Berikut pembagian tafsir berdasarkan pengetahuan manusia. Ada empat ada empat
macam yang tergabung di dalam nya.
1) Tafsir yang diketahui dari kalam orang-orang Arab.
Tafsir ini mencakup kosakata Alquran dan uslub. Hal itu karena Alquran
diturunkan dengan menggunakan bahasa dan dialeg mereka. Meskipun demikian,
setiap muslim tidak harus mengetahui seluruh makna uslub yang terdapat dalam
Alquran.
2) Tafsir yang wajib diketahui semua orang
Tafsir ini menyankut perintah, larangan, pokok-pokok, etika, dan kaidah, QS.
AlBaqarah (2): 3, QS. Al-Baqarah (2): 183, dan QS. Ali Imran (3): 97 merupakan
ayat-ayat yang tidak seorangpun diberi peluang untuk tidak mengetahuinya.
3) Tafsir yang hanya diketahui oleh ulamaTafsir
4
Ibid., hlm. 16.
5
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2005), hlm. 29
3
ini meliputi hal-hal samar dan sulit dibedakan oleh kebanyakan manusia. Dari hal-
hal samar itu dihasilakan sejumlah manfaat hukum . hukum mempelajari tafsir ini
adalah fardhu kifayah.
4) Tafsir yang hanya diketahui oleh Allah
Tafsir ini mencakup hakikat ghaib dan waktu terjadinya . tafsir ini tidak wajib
bagi siapapun, bahkan orang yang engaku mengetahuinya berarti telah berbuat
dosa dan berdusta terhadaAllah.
4
mengemukakan makna global. Dalam uraiannya penafsir membahas secara runtut
berdasarkan urutan mushaf, kemudian mengemukakan makna global yang di
maksud oleh ayat tersebut.
2) Tafsir at-tahlili (analitis)
Tafsir yang memaparkan segala aspek yang terkandung dalam ayat. Tafsir ini
adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat Al-
Qur‟an dari seluruh aspeknya. Ditinjau dari kecenderungan penafsir metode tahlili
dapat berupa : d) Tafsir bi al-ma‟tsur
e) Tafsir bi al-ra‟y
f) Tafsir al-Shufi
g) Tafsir al-fiqhi
h) Tafsir al-Falsafi
i) Tafsir al-„ilmi
j) Tafsir al-adab al-ijtima‟i
3) Tafsir al-muqaran (komparatif)
Tafsir yang membandingkan ayat dengan ayat lain atau membandingkan ayat
dengan hadits. Hal-hal yang dibandingkan adalah segi redaksi dan isi. Disamping
iyu, mufasir juga membandingkan pendapat mufasir yang satu dengan pendapat
mufasir yang lainnya.
4) Tafsir al-maudhu‟i (tematik)
Tafsir yang mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki tema sama. Tafsir yang
disebut juga metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema
tertentu yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Ada dua cara dalam tata kerja metode
tafsir mawadu‟i :
a) Dengan cara menghimpun ayat Al-Qur‟an yang berbicara tentang suatu masalah
(mawdhu‟/tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama sekalipun
turunnya berbeda dan tersebar dalam berbagai surah dalam Al-Qur‟an.
b) Penafsiran yang dilakukan berdasarkan surah Al-Qur‟an.
5
Tujuan mufasir dan tafsirnya dapat dilihat dari apa yang mendominasi. Berdasarkan
hal itu, tujuan mufasir dibedakan menjadi dua.
1. Tujuan yang mengacu kepada mazhab yang diyakini mufasir sehingga karya
tafsirannya sesuai mazhab tersebut.
Berikut ini contoh-contohnya.
a. Tafsir As-Salaf (ulama salaf), seperti Tafsir Ath-Thabari, Tafsir ibn Katsir, dan
Tafsir Asy-Syanqithi
b. Tafsir Al-Mu‟tazili (Mu‟tazilah), seperti Tafsir Az-Zamakhsyari dan Tafsir
Tanzih Al-Qur‟an „an Al-Matha‟in.
c. Tafsir Al-Asy‟ari (Asy‟ariyah), seperti Tafsir Al-Maturidi dan Tafsir Ar-Razi.
d. Tafsir Asy-Syi‟i (Syiah), seperti Tafsir At-Tibyan fi At-Tafsir Al-Qur‟an dan
Tafsir Ash-Shafi.
e. Tafsir Ash-Shufi (tasawuf), seperti Tafsir Latha‟if Al-Isyarat dan Tafsir
Haqa‟iq At-Tafsir.
2. Tafsir yang didominasi oleh suatu disiplin ilmu yang digeluti mufasir sehingga
karya tafsirannya dapat disebut dengan disiplin ilmu tersebut. Berikut ini contoh
contohnya1
a. Tafsir Al-Lughawi, yaitu tafsir yang menekankan kepada segi bahasa, seperti
Tafsir Ma‟ani Al-Qur‟an karya Imam Al-Farra‟ dan Majaz Al-Qur‟an Karya
Abu Ubaidah.
b. Tafsir An-Nahwi, yaitu tafsir yang menekankan kepada ilmu nahwu, seperti
Tafsir I‟rab Al-Qur‟an karya An-Nuhasi.
c. Tafsir Al-Balaghi, yaitu tafsir yang menekankan kepada balaghah, seperti Tafsir
Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari.
B. TAQWIL
1. Pengertian Ta’wil
Kata ta‟wil terdapat dalam surat Ali Imran (3) : 7 , yang berbunyi sebagai berikut:
ٌ ت ه ُ ان أ ُمُّ ال ْ ِك ت َا بِ َو أ ُ َخ ُر ُم ت َشَا ب ِ هَ ا
ۖت ٌ ت ُم ْح ك َ َم ا ٌ ب ِم ن ْ ه ُ آ ي َ ا َ ك ال ْ ِك ت َاَ ْ ه َُو ال ا ِذ ي أ َن ْ َز َل عَ ل َ ي
ۗ ف َ أ َ ام ا ال ا ِذ ي َن ف ِ ي ق ُ ل ُ و ب ِ ِه ْم َز ي ْ ٌغ ف َ ي َ ت اب ِ ع ُ و َن َم ا ت َشَا ب َ ه َ ِم ن ْ ه ُ ا ب ْ ت ِ غ َا َء ال ْ ف ِ ت ْ ن َ ِة َو ا ب ْ ت ِ غ َا َء ت َأ ْ ِو ي ل ِ ِه
6
ُ ي َ ع ْ ل َ مُ ت َأ ْ ِو ي ل َ ه ُ إ ِ اَل َّللاا ُ ۗ َو ال ار ا ِس
ۗ خ و َن ف ِ ي ال ْ ِع ل ْ ِم ي َ ق ُ و ل ُ و َن آ َم ن ا ا ب ِ ِه ك ُ ٌّل ِم ْن ِع ن ْ ِد َر ب ِ ن َا َو َم ا
ْ ي َ ذ اك ا ُر إ ِ اَل أ ُو ل ُ و
ِ اْل َل ْ ب َ ا ب َو َم ا
“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami".
Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali-Imran (3) : 7)
Menurut Dr. Abdullah Syabatah dalam Ulum At-Tafsir, takwil berasal dari kata
awala-ya‟ulu-ta‟wilan yang bermakna merenungkan, memperkirakan, atau menjelaskan.
Akan tetapi, jika berasal dari kata ala-aulan-ma‟alan (ilaihi), artinya kembali darinya.
Sementara itu, secara istilah takwil ialah menjelaskan makna yang dimaksud suatu
pembicaraan sehingga artinya hampir sama dengan arti tafsir.6
Ta‟wil secara bahasa berasal dari kata „ail‟ yang berarti ke asal, ada juga yang
mengatakan bahwa ta‟wil berasal dari kata „aul‟ yang berarti memalingkan,
memalingkan ayat dari makna yang dhahir kepada suatu makna yang dapat diterima
olehnya. Ta‟wil pada istilah mempunyai dua makna; pertama, takwil dengan pengertian
suatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataanya, atau
suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya‟
dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya‟ adalah amr (kata perintah).7
Adapun menurut Adz-Dzahibi, takwil ialah menguatkan salah satu kemungkinan
makna dengan menggunakan dalil lalu menarjihnya dengan di dukung oleh pengetahuan
mengenai kosakata dan maknanya, konteks serta gaya bahasa. Dengan kata lain, takwil
ialah memilih makna kata atau kalimat dengan menggunakan ijtihad.8
6
Ibid., hlm. 32.
7
Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 211.
8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 33.
7
Ta‟wil dalam arti secara istilah adalah sebagai berikut:
a. Menurut Al-Jurzani: Ta‟wil ialah memalingkan lafazh dari maknanya yang dzohir
kepada makna lain yang dipunyai lafazh itu, jika makna lain yang dilihat itu sesuai
dengan al-Qur‟an dan Sunnah.
b. Ta‟wil ialah mengembailkan sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni
menerangkan apa yang dimaksudkannya.
c. Menurut ulama khalaf ta‟wil ialah mengalihkan suatu lafazh dari maknanya yang
rajih kepada makna yang marjuh karena ada indikasi untuk itu.9
Karena fungsi keduanya sama-sama menjelaskan makna suatu ayat yang samar,
maka ada kalangan ulama yang menyamakan maksud tafsir dengan ta‟wil. Di samping
itu, terdapat pula ulama yang membedakannya, seperti al-Raghib al-Ashfahani, Ibn
Manshur, al-Maturidi dan Abu Thalib al-Taghlibi. Mereka berpendapat bahwa tafsir
lebih umum dibanding ta‟wil, sebab tafsir umumnya berfungsi menerangkan maksud
yang terkandung dalam susunan kalimat. Ta‟wil digunakan untuk menjelaskan
pengertian kitab-kitab suci, sedangkan tafsir selain fungsi demikian juga berfungsi
demikian juga berfungsi menerangkan hal-hal yang lainnya.10
Takwil Al-Qur’an
Takwil Al-quran ialah membawa makna tekstual ayat kepada makna lain yang
tidk bertentangan. Hal yang masuk dalam pengertian ini adalah mengadaptasikan teks
Al-quran ke dalam situasi kontemporer. Dengan demikian, disamping untuk memenuhi
kebutuhan teoretis, yaitu memahami pesan-pesan Al-quran, takwil juga digunakan untuk
memahami kebutuhan praktis, yaitu mengaplikasikan ayat-ayat Al-quran dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:11
9
Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 211
10
M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu..., hlm. 29
11
Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 32.
8
a) Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang harus disertai penjelasan dari Nabi. Alasanya
sebagai berikut:
i. Ayat-ayat tersebut mengandung perintah, baik wajib maupun sunah, petunjuk,
serta anjuran Nabi.
ii. Ayat-ayat tersebut mengandung larangan, kewajiban, hak, dan hudud. Penjelasan
tentang itu semua hanya didapat dari Nabi.
iii. Ada sebagian dari kandungan Al-quran yang takwilnya hanya diketahui oleh
Allah, seperti datangnya ajal dan hari kiamat.
iv. Ada sebagian ayat-ayat Al-quran yang takwilnya dapat diketahui oleh orang yang
berilmu, seperti ilmu i‟rab sehingga dapat memahami ayat tersebut.
Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa al-ifsad adalah sesuatu yang
sepantasnya tidak dilakukan karena memiliki mudharat, sedangkan as-shalah adalah
sesuatu yang sepantasnya dilakukan arena memiliki nilai manfaat.
Jika dilihat dari kacamata takwil, ayat yang dapat dijadikan media berijtihad
adalah ayat yang takwilnya diketahui oleh orang-orang yang berilmu. Sementara itu
untuk ayat-ayat Al-Quran yang takwilnya yang takwilnya hanya diketahui oleh Allah dan
harus menggunakan penjelasan dari Nabi, mufasir harus berijtihad.12
12
Ibid., hlm. 33.
9
maknanya, baik sesuai dengan zhahir ayat maupun tidak. Sementara itu, menurut Abu
Zaid, tafsir adalah upaya memahami teks dari sisi batin. Berikut ini adalah perbedaan
antara tafsir dan takwil menurut ulama tafsir.13
No. Tafsir Takwil
1. Menjelaskan objek kosakata, Menjelaskan dan
baik hakiki maupun majas, menginformasikan hakikat yang di maksud,
menjelaskan dan menjaga dan menghindarkan dari penghinaan
menginformasikan dalil yang di terhadap perintah Allah.
maksud.
2. Menjelaskan makna yang Menjelaskan makna yang
dihasilkan dari ungkapan. dihasilkan melalui isyarat.
3. Hal-hal yang berhubungan Hal-hal yang berhubungan dengan dirayah
dengan riwayat. (kepandaian) yang kemudian dikenal dengan
medan ijtihad.
13
ibid., hlm. 34.
10
8. Menerangkan makna lafazh yang Menetapkan makna yang dikehendaki suatu
tak menerima selain dari satu arti. lafazh yang dapat menerima banyak makna
karena didukung oleh dalil.
Sementara itu, perbedaan antara tafsir dan takwil menurut ulama ushul fiqih adalah
sebagai berikut.14
14
Ibid., hlm. 35.
15
Rosihan Anwar, Ulum Qur‟an..., hlm. 214.
11
Menurut At-Thabari mengklasifikasikan takwil menjadi tiga golongan. Berikut
penjelasanya.
Kalam Allah yang dikomunikasikan kepada manusia adalah dalam bentuk zhahir
sehingga ada dalil-dalil yang mendukung untuk melakukan takwil makna di balik teks. Oleh
sebab itu, teks yang mutlak harus dilakukan apa adanya sehingga ada dalil kuat yang
membatasi dan harus dilakukan secara muqayyad (makna yang dibatasi dan digunakan
untuk sesuatu secara khusus), kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa makna itu harus
di taqyid.
Zhahir perintah adalah wajib. Oleh sebab itu, wajib melakukan zhahir perintah
sehingga tidak boleh mengubahnya menjadi sunnah tanpa adanya dalil yang kuat. Begitu
pula dengan larangan.
16
Samsurrohman, Pengantar Ilmu..., hlm. 36.
12
Sementara itu, Imam Al-Juwaini mengklasifikasikan tahapan takwil sebagai berikut.
a. At-ta‟wil al-maqbul, yaitu takwil yang didukung oleh dalil-dalil yang kuat.
b. At-ta‟wil ghair as-sa‟igh, yaitu takwil yang tidak diperbolehkan. Apabila takwil tidak
didukung oleh dali-dalil yang kuat, tidak diperbolehkan memilih makna yang zhanni.
c. At-ta‟arudh, yaitu apabila terjadi tarik-menarik antara zhahir dan makna yang ditakwil.
Keduanya memiliki indikator yang kuat dan harus ditarjih. 17
Menurut Az-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum Al-Qur‟an, antara makna denotasi (makna
asli teks) dan makna konotasi (makna teks setelah di takwil) harus diperhitungkan. Apabila
makna denotasi lebih kuat daripada makna konotasi, maka takwil ditolak. Sementara itu,
apabila makna konotasi lebih kuat karena adanya indikator, maka takwil dapat diterima.
Akan tetapi apabila antara makna denotasi dan makna konotasi sama-sama, maka harus
dibandingkan. Jika makna denotasi lebih kuat, kama teks tidak boleh ditakwilkan.
Syarat-syarat yang sudah dijelaskan merupakan manhaj yang umum dalam menafsirkan dan
ber-istinbath agar dalam menemukan makna tidak dilakukan secara serampangan.18
4. Jenis-jenis Takwil
Telah di jelaskan bahwa dalil yang digunakan untuk takwil harus berupa dalil rajah (dalil
kuat) yang melebihi zhahir kata untuk menunjukkan makna. Oleh sebab itu, makna
terkadang memiliki takwil dekat dan terkadang memiliki takwil jauh.19
a. Takwil Dekat
Takwil dekat ialah pengambilan salah satu makna yang mungkin ditunjuk oleh suatu teks
dengan menggunakan sedikit tarjih karena makna itu mudah dipahami dan adanya
indikator.20 Misalnya, firman Allah berikut ini.
17
Ibid., hlm. 37.
18
Ibid., hlm. 36-37.
19
Ibid., hlm. 37.
20
Ibid., hlm. 38.
13
“ Dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa)
terlihat.(QS. An-Nur “ (24): 31)
Kecuali yang (biasa) terlihat ditakwilkan dengan wajah dan kedua telapak tangan. Imam
Asy-Syafi‟i berpendapat yang sama dan dikuatkan dengan riwayat dari Aisyah, “Sesuatu
ketika Asma‟ binti Abu Bakar masuk kedalam rumah Rasulullah SAW dengan
menggunakan pakaian yang menutup tetapi tipis. Beliau memalingkan pandangannya
sambil bersabda, „Apa (pakaian) ini, wahai Asma‟? Sesungguhnya wanita yang telah
baligh, tidak pantas terlihat selain ini (telapak tangan) dan ini (wajah).‟Nabi menunjuk
telapak tangan dan wajahnya.” (HR. Al-Baihaqi).
a. Takwil Jauh
Takwil jauh ialah pengambilan salah satu makna yang mungkin ditunjuk oleh suatu
teks dengan menggunakan sejumlah tarjih untuk mengalahkan makna zhahir teks, tetapi
makna tersebut tidak di dukung oleh dalil. Misalnya, firman Allah berikut ini.
ِ ِ ج و ه َ كُ ْم َو أ َيْ ِد ي َ كُ ْم إ ِ ل َ ى الْ َم َر ا ف
ق ُ غ ِس ل ُوا ُو
ْ إ ِ ذ َا ق ُ ْم ت ُ ْم إ ِ ل َ ى ال صا ََل ة ِ ف َ ا
ح وا ُ َو ا ْم س.. َ .. ج ل َ كُ ْم إ ِ ل َ ى الْ كَ عْ ب َ يْ ِن
ُ ب ِ ُر ُء و ِس كُ ْم َو أ َ ْر
Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu
sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.
(QS. Al-Maidah (5): 6)
Ada yang berpendapat bahwa ketika berwudhu wwajib mengusap kedua kaki, bukan
membasuhnya. Mereka berdalil dengan kata arjulakum yang dibaca majrur karena di-
„athaf-kan dengan kata bi ru‟usikum. Sementara itu bacaan majrur tersebut merupakan
bacaan mutawatir diantara qira‟ah sab‟ah. Dengan demikian, menurut mereka cukup
dengan mengusap kaki ketika berwudhu.
Adapun yang perlu disadari bahwa hadits atau atsar yang lebih kuat menjadikan
penakwilan tersebut jauh dari benar. Hal itu karena dalam hadits-hadits shahih dijelaskan
bahwa Rasulullah selalu membasuh kaki ketika berwudhu dan tidak dinemukan riwayat
yang menjelaskan bahwa beliau mengusap, kecuali mengusap sepatu.21
21
Ibid., hlm. 39.
14
C. TERJEMAH
1. Pengertian Terjemah
Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain
atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan terjemah al-qur‟an adalah seperti yang
dikemukakan oleh ash-shabuni; memindahkan al-qur‟an ke bahasa lain yang
bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam beberapa naskah untuk dibaca
orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat memahami kitab Allah.
Kata terjemah dapat dipergunakan pada dua arti:
15
tidak mungkin dicapai dengan baik. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda
satu dengan fi‟il kemudian fa‟il, baik dalam kalimat tanya maupun yang
lainnya, mudlaf didahulukan atas mudhof ilaihi, dan mausuf atau sifat, kecuali
dengan idhofah tasybih. Yang mana hal itu tidak dimilki oleh bahasa
lain.dengan yang lain dalam hal tertib bagian kalimat-kalimatnya. Contoh,
jumlah fi‟liyyah dalam bahasa arab dimulai.
d. Alih bahasa, yaitu pengalihan makna atau amanat dari bahasa tertentu
ke bahasa lain. Pelaku pekerjaan mengalihkan mkana atau amanat tersebut
di beri nama penerjemah. Ibn Manzur menamakannya dengan tarjuman
atau turjuman, yakni orang yang mengalihbahasakan; juru terjemah.
17
dalam bahasa tertentu tersebut. Yang dimaksud dengan makna dalam
definisi ini bukan sekedar arti permukaan dari kata atau kalimat itu sendiri.
Untuk itu seorang penerjemah perlu memperhatikan teks yang akan di
terjemahkan, baik dari segi isi teks maupun ragam bahasanya.3 3. Syarat-
Syarat Penerjemahan Baik untuk penerjemahan secara hafiah maupun
maknawiah/tafsiriah diperlukan tiga persyaratan :
c) Penerjemahan harus sesuai dengan ciri khas bahasa sumber dan ciri
khas bahasa penerima
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terjemah menurut bahasa adalah salinan dari suatu bahasa ke bahasa lain atau
mengganti, menyalin, memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain. Sedangkan yang
dimaksud dengan terjemah al-qur‟an adalah seperti yang dikemukakan oleh ash-shabuni;
memindahkan al-qur‟an ke bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak terjemah dalam
beberapa naskah untuk dibaca orang yang tidak mengerti bahasa arab, sehingga ia dapat
memahami kitab Allah. Menurut Abu Shuhbah, sebagaimana yang disampaikan oleh Az-
Zarkasyi dalam kitabnya, Al-Burhan, menyatakan pengertian tentang tafsir dengan lebih
mudah, lebih jelas, serta menunjukkan tujuan dari interpretasi Al-Quran. Dinyatakan lebih jelas
karena pengertian itu lebih sesuai dengan tujuan diturunkannya Alquran, yaitu pertama, sebagai
kitab hidayah yang menjelaskan suatu petunjuk sehingga apabila manusia mengikutinya, akan
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat; kedua, sebagai kitab samawi yang bernilai
mukjizat karena ayat-ayatnya kekal sepanjang masa.
Ta‟wil secara bahasa berasal dari kata „ail‟ yang berarti ke asal, ada juga yang
mengatakan bahwa ta‟wil berasal dari kata „aul‟ yang berarti memalingkan, memalingkan ayat
dari makna yang dhahir kepada suatu makna yang dapat diterima olehnya. Ta‟wil pada istilah
mempunyai dua makna; pertama, takwil dengan pengertian suatu makna yang kepadanya
mutakallim (pembicara) mengembalikan perkataanya, atau suatu makna yang kepadanya suatu
kalam dikembalikan. Kalam ada dua macam, insya‟ dan ikhbar. Salah satu yang termasuk
insya‟ adalah amr (kata perintah).
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangan, dan jauh
dari kata sempurna. Dan dengan adanya makalah ini pemakalah berharap pembaca dapat
memahami apa itu terjemah, tafsir dan ta‟wil serta dapat mengambil kesimpulan atau
mengklasifikasi secara rinci dan mudah dipahami.
19
DAFTAR PUSTAKA
20