Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAFSIR MAUDHUI

“CONTOH TAFSIR MAUDHUI ISRAF WA AT-TABZIR”

Disusun oleh :

(Kelompok 13)

Khoirul Baria (2020304021)


Ledia Rosepa (2020304034)

Dosen Pengampu :

Lili Kaina, M.Ag

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur atas kehadirat allah yang maha kuasa atas segala limpahan
rahmat, inayah, taufik, dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana,
sehingga makalah ini insyaallah dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengetahui bagaimana contoh tafsir
maudhui israf wa at-tabzir itu.

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah tafsir maudhui dan harapan penulis semoga makalah ini membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya dapat menjadi lebih
baik. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada ibu Lili Kaina, M.Ag. selaku
dosen mata kuliah tafsir maudhui yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan, karena


pengalaman dan pengetahuan penulis masih sangat kurang. Oleh karena itu penulis
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Palembang, 07 Juni 2022

Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
2.1 Pengertian Tafsir Maudhu’i .........................................................................................2
2.2 Pengertian Israf Dan Tabzir...........................................................................................3
2.3 Ayat Al-Qur’an Kata Israf Dan Tabzir..........................................................................5
2.4 Penafsiran Ayat Tentang Israf Dan Tabzir.................................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-qur’an adalah kitab suci islam yang merupakan kumpulan firman-firman allah
yang diturunkan kepada nabi muhammad saw. Diantara tujuan utama diturunkannya
al-qur’an adalah untuk menjadi pedoman manusia dalam menata kehidupan mereka
agar memperoleh kebahagiaan d dunia dan diakhirat. Agar tujuan itu dapat
direalisasikan, maka al-qur’an datang dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-
keterangan, prinsip-prinsip, dan konsep baik yang bersifat global maupun terperinci,
yang eksplisit maupun yang implisist, dalam berbagai persoalan dan bidang
kehidupan. Jadi, meskipun alqur’an pada dasarnya adalah kitab keagamaan namun
pembicaraan-pembicaraqaqnnya dan kandungan isinya tidak terbatas pada bidang
keagamaan semata. Salah satu masalah pokok yang banyak dibicarakan oleh al-qur’an
adalah tabzir dan israf.
Al-qur’an menyebut dirinya sebaga mukjizat terbesar yaitu petunjuk bagi
segenap umat manusia. Akan tetapi petunjuk al-qur’an tersebut tidaklah dapat
ditangkap maknanya bila tanpa adanya penafsiran. Itulah sebabnya sejak al-qur’an
diwahyukan hingga dewasa ini gerakan penafsiran yang dilakukan para ulamatidak
pernah ada henti-hentinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya-karya para ulama
yang dipersembahkan guna menyingkap serta menguak rahasia-rahasia yang
terkandung di dalamnya dengan menggunakan metode dan sudut pandangan yang
berlarian. Tafsir bisa diartikan dengan menjelaskan dan menerangkan, atau lebih
lengkapnya adalah suatu ilmu yang dengannya kitab allah dapat dipahami,
menerangkan makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah-
hikmahnya. Dapat juga diartikan dengan ilmu yang membahas al-qur’an al-karim dari
segi petunjuk, sejalan dengan apa yang dikehendaki allah dalam batas kemampuan
manusia. Dengan demikian tafsir secara sederhana dapat dipahami sebagai usaha
manusia dalam memahami al-qur’an1.
Tafsir al-qur’an dianggap mampu menjadi solusi dari kondsi yang mengalami
perkembangan yang luar biasa. Ahli tafsir dengan berbekalkan keilmuannya
mengembangkan metode tafsir al-qur’an secara berkesinabungan untuk melengkapi
kekurangan atau mengantisipasi penyelewengan ataupun menganalisa lebih
mendalam tafsir yang sudah ada (tentunya tanpa mengesampingkan asbab an-nuzul,
nasikh wa mansukh, qira’at, muhkamat muthasabihat, ‘am wa khash, makkiyat
madaniyat, dan lain-lain). Tafsir maudhu’i ada berdasarkan surah al-qur’an, ada
berdasar subjek atau topik. Dengan adanya pemaparan diatas, penulis menganggap
tafsir maudhu’I adalah topik yang menarik untuk dibahas, maka dari itu penulis
menjadikan tafsir ini sebagai topik pembahasan pada makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tafsir maudhu’I?
2. Apa pengertian israf dan tabzir?
3. Berikan contoh ayat al-qur’an tentang israf dan tabzir!
4. Bagaimana penafsiran ayat al-qur’an tentang israf dan tabzir?
1
Hamim ilyas, stud kitab tafsir (yogyakarta: teras 2004), h, 63-64.
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tafsir Maudhu'i


Tafsir maudhui merupakan sebuah metode tafsir yang
dicetuskan oleh para ulama’ untuk memahami makna-makna dalam ayat-
ayat al-qur’an. Sebelum kita mengetahui secara mendalam tentang
metode tafsir ini, maka akan peneliti paparkan pengertian metode tafsir
ini.
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il, berasal dari
kata al-fasr yang berarti menjelaskan, menyingkap dan menampakkan
atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti wazan
“dharaba-yadhribu” dan nashara yanshuru”. dikatakan, “fasara (asy-syai’a)
yafsiru” dan yafsuru, fasran, dan fasarahu artinya, abanahu (menjelaskan).
kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap
yang tertutup2.
Kata tafsir diambil dari ungkapan orang arab: fassartu al-
faras, yang berarti saya melepaskan kuda. Hal ini dianalogikan kepada
seorang penafsir yang melepaskan seluruh kemampuan berfikirnya untuk
bisa mengurai makna ayat al-qur’an yang tersembunyi dibalik teks dan
sulit dipahami3.
Dalam ayat al-qur’an juga dijelaskan, surah al-furqon ayat 33
yang artinya tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang ganjil, melankan kami datangkan kepadamu suatu yang
benar dan yang paling baik penjelasannya.4 jika kita lihat dari semua
pengertian diatas, maka tafsir secara bahasa memiliki arti menyingkap
sebuah makna ayat al-qur’an. Sedangkan tafsir secara terminologi atau
istilah para ulama dalam mendefinisikan berbeda pendapat dalam sisi
redaksinya, namun jika dilihat dari segi makna dan tujuannya memiliki
pengertian yang sama. Pengertian tafsir memiliki dua sudut pandang, ada
yang memaknai tafsir sebagai disiplin ilmu ada yang memaknai tafsir
sebagai kegiatan atau aktifitas. Namun, menurut peneliti lebih sepakat
ke4pada pendapat pertama, yakni tafsir sebagai sebuah ilmu5. berikut
beberapa pengertian tafsir secara terminologinya :
2
Manna khalil al qattan, studi ilmu ilmu al-qur’an, terj. Mudakir as, (bogor: pustaka litera antar nusa, 2001), h.
455.
3
Tim forum kerja ilmiah raden (refleksi anak muda pesantren). al-qur’an kitab stud ilmu, sejarah dan tafsir
kalamullah, (kediri lirboyo press,2013)h, 188
4
Muhammad rai, dkk, the noble al qur’an karim, (depok: nejla, 2012), h. 363.
5
Tafsir memiliki aturan-aturan tersendiri didalamnya seperti kaidah-kaidah penafsiran, metode penafsiran,
syarat syarat mufassir, langkah-langkah menafsirkan, dan masih banyak lagi tentang kajian keilmuannya. Supiana,
dkk, ulumul qur’an, (bandung pustaka islamika, 2002) cet. 1 h 273
2
1. Menurut az-zarkasy yang dikutip oleh al-suyuri, tafsir berarti ilmu
untuk memahami kitab allah. Yang diturunkan kepada nabi muhammad,
menjelaskan maknanya serta mengeluarkan hukum-hukum dan
hikmahnya6.
2. Menurut abu hayyan yang diikuti al-alusi, tafsir adalah disiplin ilmu
yang mengkaji tentang cara mengucapan hukumnya, baik yang partikular
(juz’I) maupun yang global, serta makna-makna yang ter5kandung
didalamnya.
3. Tafsir merupakan ilmu yang mengkaji tentang aspek-aspek yang
meliputi al-qur’an yang dikonsentrasikan terhadap maksud-maksud allah.
Yang tertuang di dalam al-qur’an dengan kadar kemampuan manusia.
Secara umum kalau kita melihat kemampuan diatas, bahwa
tafsir merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk mengkaji al-qur’an
secara komprehensif, tafsir juga merupakan kegiatan ilmiah yang
berfungsi memahami dan menjelaskan kandungan alqur’an dengan ilmu-
ilmu pengetahuan yang digunakan7.
Kata maudhui dinisbatkan kepada kata al-maudhui yang
berarti topik atau materi suatu pembicaraan atau pembahaan. Dalam
bahasa arab kata maudhui berasal dari bahasa arab yang merupakan isim
maf’ul dan fi’il madzi yang berarti meletakkan, menjadikan, menghina,
mendustakan, dan membuat-buat8. secara semantik, tafsir ,audhui berarti
menafsirkan alqur’an menurut tema atau topik tertentu. Dalam bahasa
indonesia biasa disebut dengan tafsir tematik9. tafsir maudhui menurut
pendapat mayoritas ulama adalah “menghimpun seluruh ayat al-qur’an
yang memiliki tujuan dan tema yang sama10.

2.2 Pengertian Israf Dan Tabzir


Ishraf/Israf secara bahasa adalah bersuka ria sampai
melewati batas. Sedangkan secara istilah adalah perilaku berlebihan yang
dilakukan seseorang di luar batas kewajaran atau kepatutan. Dalam KBBI,
melampau batas (berlebihan) dapat diartikan sebagai melakukan tindakan
di luar wewenang yang tidak ditentukan berdasarkan aturan atau nilai
tertentu yang berlaku.

6
Hasbiy asshidiqiy juga berpendapat serupa bahwa tafsir berarti memahami makna-makna alqur’an, hikmah-
hikmahnya, hukum-hukumnya, akhlak-akhlaknya dan petunjuk petunjuknya yang lain untuk memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat.
7
Tim forum karya ilmiah raden (refleksi anak muda pesantren) puna siswa 2011 mhm lirboyo kota kediri,
alqur’an kitab studi ilmu, sejarah dan tafsir kalamullah, h. 190
8
A warson munawir, kamus al-munawir arab-indonesia terlengkap, (surabaya pustaka progresif, 1997) h, 1564-
1565).
9
Usman, ilmu tafsir (yogyakarta teras 2009, h. 311)
10
Abdul hayy al-farmawi, al-bidayah fi at-tafsir al maudhui (mesir dirasat manhajiyyah maudhui, 1997) h, 41
3
Allah sendiri dengan tegas membenci orang-orang yang berperilaku
Ishraf. Sebagaimana firman-Nya,

“...Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-


lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Ishraf atau sikap berlebihan merupakan penyakit yang sangat merugikan.


Tidak hanya dalam makanan, berlebihan terhadap apapun juga akan
berdampak negatif. Misalnya berlebihan dalam beribadah kepada Allah
sehingga lupa menafkahi keluarga dan anak-anaknya, berlebihan dalam
bersedekah sampai-sampai harus mengorbankan uang belanja kebutuhan
pokoknya sendiri, atau mungkin berlebihan dalam menjamu tamu
sehingga membuat tidak nyaman orang yang bertamu.

Rasulullah Saw. pernah bersabda dalam riwayat Umat bin Syuaib,


“Makan dan minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah tanpa berlebih-
lebihan dan tidak sombong.” (Al-Hadis)

Diceritakan dalam sebuah hadis riwayat Abdullah bin Amr, Rasulullah


pernah melihat sahabat Sa’ad sedang berwudhu, kemudian Rasulullah
berkata, “Alangkah borosnya wudhumu wahai Sa’ad!” Kemudian Sa’ad
bertanya, “Apakah dalam wudhu ada pemborosan?” Rasulullah
menjawab, “Tentu, walaupun kamu berada di sungai yang mengalir
(sekalipun).” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Tidak hanya dalam pemanfaatan harta, berwudhu pun ternyata juga tidak
diperbolehkan apabila dilakukan secara berlebihan. Hal ini tentu akan
berkaitan dengan poin pembahasan berikutnya, yaitu tentang Tabadzir.

Dan adapun Pengertian Tabzir


Secara bahasa, Tabadzir/Tabzir diartikan sebagai “boros”, “pemborosan”,
atau “menghambur-hamburkan”. Secara istilah, Tabadzir adalah perilaku
boros atau perbuatan menghambur-hamburkan uang ataupun barang,
karena kesenangan atau kebiasaan.

Perbuatan boros merupakan perilaku tercela, perilaku setan yang dilarang


dalam Islam. Allah berfirman,

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan


setan adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isra’: 27)
Adapun contoh-contoh perilaku boros dalam kehidupan sehari-hari
adalah:
4
 Membeli sesuatu yang tidak terlalu penting;

 Memanfaatkan harta benda secara berlebihan untuk keperluan-


keperluan duniawi semata;

 Seseorang yang berlebihan dalam memuja-muja pola pikir


konsumtif dan hedonisme. Dan masih banyak lagi

2.3 Ayat Al-Qur'an Tentang Israf Dan Tabzir

Berikut contoh ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan kata Israf dan
tabzir.

Israf :

Q.S Furqan ayat 67

‫وَاِل لَِيَو الٰواا ا و يَْوْر يَا ِو يْ َرْ ليُُر يَا وَِو يْ َو يُْ ر رُ يَا وَ وَاَو َوْيَو ذِٰلَو َو وَا مًا‬

Ali Imran ayat 147.

‫ََوى‬
‫ُ يُْوا و‬ ‫لَ ا و يَ َواِر يَا ورَلَوا ا يْ لَ يُ ِوَوا ٰرْر يََوَوا وَالْ ويُاُوَوا ُل يآ ا و يً لُْوا وََ و لِّ ي‬
‫ْ ا و يََوا وًَوا وَا يْ ر‬ ‫وَ وًا وَاَو َو يَِو رُ يْ ا ل ا‬
‫ياِْو يَ لِ ياِ ذٰ لَ لَُيَو‬

Q.S Al A’raf ayat 31.

۞ ‫ࣖ ذَِوَل يآ ذاَو وِ رُِر يَا لِ يََوُ و رٰ يْ لَ يََو رَ لِّ وًْ ليِ دَ لَ رََر يَا وَا يْ وَُ يرَا وَ وَ ُرْ ليُُر يَ اا الْلٗه وَ َ لرحّب ياِ رُْ ليُُلْيَو‬

Tabzir :
Q.S Al isra : 26

‫وَ ذا ل‬
‫ِ ٰوا ياِْر يُ ذَى وحْلٗه وَ ياِ لُ يْ لْٰيَو وَاَيَو اِ ل‬
‫ْ لِ يْ لِ وَ وَ ُرِوِّ يلر ُ و يِ لَِ ميُا‬

Q.S Al isra : 27

‫اَ لِ وُ لَّ لٗ وََرَرا م‬


‫َ ر‬‫َ يْ و‬
‫َْ وَ وَاَو اِ ل‬
‫اِ ل‬ ‫لِ لَ ياِ رُِو لِّ لرََو وَاْرَاي لِ يُ وَاَو اِ ل‬
‫َْو ل‬

5
2.4 Penafsiran Ayat Tentang Israf Dan Tabzir

Tafsiran Q.S Furqon : 67

‫وَاِل لَِيَو الٰواا ا و يَْوْر يَا ِو يْ َرْ ليُُر يَا وَِو يْ َو يُْ ر رُ يَا وَ وَاَو َوْيَو ذِٰلَو َو وَا مًا‬
Artinya :
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.

Sifat baik lainnya dari orang-orang mukmin adalah mereka dalam


menafkahkan harta tidak boros dan tidak pula kikir, tetapi tetap
memelihara keseimbangan antara kedua sifat yang buruk itu. Sifat boros
pasti akan membawa kemusnahan harta benda dan kerusakan masyarakat.

Seseorang yang boros walaupun kebutuhan pribadi dan keluarganya telah


terpenuhi dengan hidup secara mewah, tetap akan menghambur-
hamburkan kekayaannya pada kesenangan lain, seperti main judi, main
perempuan, minum-minuman keras, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, dia merusak diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya.


Padahal, kekayaan yang dititipkan Allah kepadanya harus dipelihara
sebaik-baiknya sehingga dapat bermanfaat untuk dirinya, keluarga, dan
masyarakat.

Sifat kikir dan bakhil pun akan membawa kepada kerugian dan kerusakan.
Orang yang bakhil selalu berusaha menumpuk kekayaan walaupun dia
sendiri hidup sebagai seorang miskin dan dia tidak mau mengeluarkan
uangnya untuk kepentingan masyarakat. Demikianlah sifat orang mukmin
dalam menafkahkan hartanya. Dia tidak bersifat boros sehingga tidak
memikirkan hari esok dan tidak pula bersifat kikir sehingga menyiksa
dirinya sendiri karena hendak mengumpulkan kekayaan.

Keseimbangan antara kedua macam sifat yang tercela itulah yang selalu
dipelihara dan dijaga. Kalau kaya, dia dapat membantu masyarakatnya
sesuai dengan kekayaannya, dan kalau miskin, dia dapat menguasai hawa
nafsu dirinya dengan hidup secara sederhana.

Yazid bin Abi Habib berkata, “Demikianlah sifat para sahabat Nabi
Muhammad saw. Mereka bukan makan untuk bermewah-mewah dan
6
menikmati makanan yang enak-enak, mereka berpakaian bukan untuk
bermegah-megah dengan keindahan. Akan tetapi, mereka makan sekadar
untuk menutup rasa lapar dan untuk menguatkan jasmani karena hendak
beribadah melaksanakan perintah Allah. Mereka berpakaian sekadar
untuk menutup aurat dan memelihara tubuh mereka terhadap angin dan
panas.

‘Abdul Malik bin Marwan, pada waktu mengawinkan Fatimah (putrinya)


dengan Umar bin Abdul Aziz, bertanya kepada calon menantunya,
“Bagaimana engkau memberi nafkah kepada anakku?” Umar menjawab,
“Aku memilih yang baik di antara dua sifat yang buruk” (maksudnya sifat
yang baik di antara dua sifat yang buruk yaitu boros dan kikir). Kemudian
dia membacakan ayat ini.

Tafsiran Q.S Al Imran : 147

‫ََوى‬ ‫ُ يُْوا و‬ ‫لَ ا و يَ َواِر يَا ورَلَوا ا يْ لَ يُ ِوَوا ٰرْر يََوَوا وَالْ ويُاُوَوا ُل يآ ا و يً لُْوا وََ و لِّ ي‬
‫ْ ا و يََوا وًَوا وَا يْ ر‬ ‫وَ وًا وَاَو َو يَِو رُ يْ ا ل ا‬
‫ي‬ ‫ي‬
‫اِْو يَ لِ اِ ذٰ لَ لَُيَو‬
Artinya :
Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-
dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir”.

Dalam ayat ini dia menjelaskan situasi batin mereka yang tercermin pada
ungkapan mereka. Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, ya tuhan
kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebihan dan melampaui batas hukum yang ditetapkan Allah dalam
urusan kami berkaitan dengan persiapan perang, dan tetapkanlah
pendirian kami supaya tidak berubah niat dan tujuan kami, dan tolonglah,
anugerahkan kemenangan kepada kami atas orang-orang kafir. Maka
Allah mengabulkan doa mereka dan memberi mereka pahala di dunia
berupa kemenangan, memperoleh harta rampasan perang, nama baik dan
kehormatan, dan pahala yang baik di akhirat, yaitu surga dan keridaan
Allah. Dan Allah mencintai, memberi anugrah.

Tafsiran Q.S Al-A’raf : 31

‫ࣖ ذَِوَل يآ ذاَو وِ رُِر يَا لِ يََوُ و رٰ يْ لَ يََو رَ لِّ وًْ ليِ دَ لَ رََر يَا وَا يْ وَُ يرَا وَ وَ ُرْ ليُُر يَ اا الْلٗه وَ َ لرحّب ياِ رُْ ليُُلْيَو‬
Artinya :

7
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Ayat yang mulia ini merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik,


yakni tradisi melakukan tawaf dengan telanjang bulat yang biasa mereka
lakukan. Seperti yang disebutkan di dalam riwayat Imam Muslim, Imam
Nasai, dan Ibnu Jarir. Sedangkan lafaznya berdasarkan apa yang ada pada
Ibnu Jarir, diriwayatkan melalui hadis Syu’bah, dari Salamah ibnu Kahil,
dari Muslim Al-Batin, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa dahulu kaum pria dan wanita melakukan tawafnya di
Baitullah dalam keadaan telanjang bulat. Kaum pria melakukannya di
siang hari, sedangkan kaum wanita pada malam harinya. Salah seorang
wanita dari mereka mengatakan dalam tawafnya: Pada hari ini tampaklah
sebagiannya atau seluruhnya, dan apa yang tampak darinya, maka tidak
akan saya halalkan. Maka Allah Swt. Berfirman:
…pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki)
masjid. (Al A’raf:31), hingga akhir ayat. Bahwa dahulu (di masa Jahiliah)
kaum lelaki biasa tawaf sambil telanjang. Maka Allah memerintahkan
mereka untuk memakai pakaian yang indah-indah (setelah masa Islam).

Yang dimaksud dengan istilah ‫اََِِوُر‬


ّ ‫ ل‬dalam ayat ini ialah pakaian, yaitu
pakaian yang menutupi aurat, terbuat dari kain yang baik dan bahan
lainnya yang dapat dijadikan pakaian. Mereka diperintahkan untuk
memakai pakaiannya yang indah di setiap memasuki masjid.

Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ata, Ibrahim An-Nakha’I, Sa’id
ibnu Jubair, Ojatadah, As-Saddi, Ad-Dahhak, Malik, Az-Zuhri, dan lain-
lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam ulama Salaf
sehubungan dengan tafsir ayat ini.

Bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan tawaf orang-orang


musyrik di Ka’bah dalam keadaan telanjang bulat.
Al-Hafiz ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Sa’id ibnu Basyir
dan Al-Auza’I, dari Qatadah, dari Anas secara marfu’, bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan masalah mengerjakan salat dengan
memakai terompah. Tetapi kesahihannya masih perlu dipertimbangkan.
Berdasarkan ayat ini dan hadis yang mengutarakan masalah yang semisal,
8
disunatkan memakai pakaian yang indah di saat hendak melaku-kan salat,
terlebih lagi salat Jumat dan salat hari raya. Disunatkan pula memakai
wewangian, karena wewangian termasuk ke dalam pengertian perhiasan.
Juga disunatkan bersiwak, mengingat siwak merupakan kesempurnaan
bagi hal tersebut.

Pakaian yang paling utama ialah yang berwarna putih, seperti yang telah
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang dinilai sahih oleh Imam Ahmad
sampai kepada Ibnu Abbas dengan predikat marfu’:

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari
Sa’id ibnu Jubair, bahwa Rasulullah Saw. Telah bersabda, Pakailah
pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguh-nya pakaian putih
adalah pakaian terbaik kalian, dan kafankanlah dengannya orang-orang
mati kalian. Dan sesungguhnya sebaik-baik celak kalian memakai ismid,
karena sesungguhnya ismid itu dapat mencerahkan pandangan mata dan
menumbuhkan rambut.
Hadis ini jayyid sanadnya, semua perawinya dengan syarat Muslim.
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah
meriwayatkan-nya melalui hadis Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam
dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini
hasan sahih.

Imam Ahmad dan para pemilik kitab sunnah telah meriwayatkan dengan
sanad yang jayyid melalui Samurah ibnu Jundub yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. Pernah bersabda:
Berpakaian putihlah kalian, kenakanlah ia selalu, karena sesungguhnya
pakaian putih itu lebih cerah dan lebih baik: dan kafankanlah dengannya
orang-orang mati kalian.

Imam Tabrani meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Qatadah, dari
Muhammad ibnu Sirin, bahwa Tamim Ad-Dari pernah membeli sebuah
kain selendang (putih) dengan harga seribu (dirham), lalu ia pakai dalam
salat-salatnya.

Firman Allah Swt.:


…makan dan minumlah kalian., hingga akhir ayat.
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa Allah menghimpun semua
9
kebaikan dalam separo ayat ini,
yaitu firman-Nya:
…makan dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan.

Imam Bukhari mengatakan, Ibnu Abbas berkata bahwa makna yang


dimaksud ialah makanlah sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi
engkau hindari dua pekerti, yaitu berlebih-lebihan dan sombong.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu


Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Saur, dari
Ma’mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan, “Allah menghalalkan makan dan minum selagi dilakukan
dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak untuk kesombongan.” Sanad asar
ini berpredikat sahih.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah
menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Amr ibnu
Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. Pernah
bersabda: Makan, minum, berpakaian, dan bersedekahlah kalian tanpa
dengan kesombongan dan berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah
suka bila melihat nikmat-Nya digunakan oleh hamba-Nya.
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis
Qatadah, dari Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi
Saw. Yang telah bersabda: Makan, bersedekah, dan berpakaianlah kamu
sekalian tanpa berlebih-lebihan dan tanpa kesombongan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul
Mugirah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Salim Al-Kalbi,
telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Jabir At-Tai, ia telah
mendengar Al-Miqdam ibnu Ma’di Kariba Al-Kindi bercerita bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: Tiada suatu wadah pun
engatakan oleh anak Adam yang lebih jahat daripada perutnya. Cukuplah
bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang
sulbinya. Dan jika ia terpaksa melakukannya, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk
napasnya.Imam Nasai dan Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Yahya
ibnu Jabir dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa
hadis ini hasan, sedangkan menurut salinan lainnya disebutkan hasan
sahih.
As-Saddi mengatakan, dahulu (di masa Jahiliah) orang-orang yang
melakukan tawaf di Baitullah sambil telanjang bulat mengharamkan
wadak (minyak samin) atas diri mereka sendiri selama mereka berada di
musim haji. Maka Allah Swt. Berfirman terhadap mereka: makan dan
minumlah kalian. (Al A’raf:31), hingga akhir ayat. Artinya, janganlah
10
kalian berlebih-lebihan dalam mengharamkan.

Mujahid mengatakan, makna ayat mengandung perintah kepada mereka


agar mereka makan dan minum dari segala sesuatu yang direzekikan oleh
Allah buat mereka.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan


makna firman-Nya: dan janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al A’raf:31)
Yakni janganlah kalian memakan yang diharamkan, karena memakan
yang diharamkan merupakan perbuatan berlebih-lebihan.

Ata Al-Khurrasani telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan


dengan makna firman-Nya: makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. (Al A’raf:31) Yaitu dalam hal makanan dan minuman.

Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Dan firman Allah Swt.:Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang


yang melampaui batas. (Al-Miidah: 87), Yakni yang melampaui batasan
Allah dalam masalah halal atau haram, yang berlebih-lebihan terhadap
apa yang dihalalkan-Nya, yaitu dengan menghalalkan yang diharamkan-
Nya atau mengharamkan yang dihalalkan-Nya. Tetapi Allah menyukai
sikap yang menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan
apa yang diharamkan-Nya, karena yang demikian itulah sifat pertengahan
yang diperintahkan oleh-Nya.

Tafsiran Q.S Al-Isra : 26

‫وَ ذا ل‬
‫ِ ٰوا ياِْر يُ ذَى وحْلٗه وَ ياِ لُ يْ لْٰيَو وَاَيَو اِ ل‬
‫ِْل يْ لِ وَ وَ ُرِوِّ يلر ُ و يِ لَِ ميُا‬
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”

Dalam QS. Al-Isra’ ayat 26 dijelaskan bahwa Allah memerintahkan


kepada kaum muslimin untuk menunaikan kewajibannya, yaitu
memenuhi hak-hak keluarga dekat, orang-orang miskin, dan orang-orang
dalam perjalanan.

Memenuhi kewajiban yang dimaksud pada ayat di atas adalah


11
menyantuni mereka dengan membantu memenuhi kebutuhan pokok yang
diperlukan mereka. Bukan memberi segala kemauan mereka yang tidak
menjadi kebutuhan mereka. Mengingat, kebutuhan dan keinginan adalah
dua hal yang sangat berbeda.

Berdasarkan ini pula, Islam memacu umatnya untuk menegakkan


kepedulian sosial sebagai dasar terciptanya ketenteraman dan kedamaian
masyarakat.

Dengan memberi bantuan kepada orang yang sungguh-sungguh


memerlukan bantun berarti meringankan beban penderitaannya, baik
keluarga dekat, orang-orang miskin, atau orang-orang yang sedang
melakukan perjalanan (musafir) dengan tujuan yang dibenarkan oleh
agama.

Di akhir ayat QS. Al-Isra’ ayat 26 juga dijelaskan bahwa Allah melarang
kaum muslimin membelanjakan hartanya secara boros dan berlebihan.
Larangan ini bertujuan agar kaum muslimin dapat mengatur pengeluaran
hartanya dengan perhitungan yang cermat sesuai dengan keperluannya
tetap mengenai sasaran yang dituju sebagaimana ketentuan agama.

Tidak boleh membelanjakan hartanya melebihi dari yang seharusnya.


Dengan kata lain, dilarang berlaku boros.

Tafsiran Q.S Al Isra : 27

‫اَ لِ وُ لَّ لٗ وََرَرا م‬


‫َ ر‬‫َ يْ و‬
‫َْ وَ وَاَو اِ ل‬
‫اِ ل‬ ‫لَ ياِ رُِو لِّ لرََو وَاْرَاي لِ يُ وَاَو اِ ل‬
‫َْو ل‬
Artinya :
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu adalah sangat ingkar kepada tuhannya.”

Pada QS. Al-Isra’ ayat 27 dijelaskan bahwa orang-orang yang boros itu
adalah saudara-saudara setan. Ungkapan ini berupa celaan terhadap para
pemboros.

Yang dimaksud para pemboros di dalam ayat ini adalah orang-orang yang
menghambur-hamburkan harta kekayaannya dalam perbuatan maksiat
dan perbuatan-perbuatan lainnya di luar perintah Allah.

Mereka layak disebut saudara-saudara setan. Orang-orang yang berhasil


tergoda oleh setan kelak di akhirat akan dimasukkan ke dalam Neraka
Jahanam bersama setan itu pula.
12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, maka dapat ditarik


sejumlah kesimpulan sebagai berikut, Israf dan tabdzir merupakan konsep
etika-religius yang berkonotaasi negatif, destruktif bagi kemanusiaan,
sehingga harus dihindari oleh manusia.
Adapun perbedaan antara keduanya adalah al-tabdzîr hanya Terbatas
dalam membelanjakan harta secara berlebih-lebihan pada Jalan
kemaksiatan. Sedangkan al-isrâf merupakan segala bentuk Perbuatan
berlebih-lebihan yang melampaui batas ketentuan baik Sedikit ataupun
banyak, tidak hanya terbatas dalam membelanjakan Harta saja dan tidak
pula pada jalan kemaksiatan saja. Oleh karena Itu, at-tabdzîr sebenarnya
merupakan bagian dari al-isrâf .
Dengan berdasarkan hasil penelitian tentang ayat-ayat tabdzîr Dan isrâf
dalam Al-Qur`an dapat diketahui bahwa ayat-ayat tabdzîr Didalam Al-
Qur`an hanya 2 ayat di dalam 1surat dan kata tabdzîr
Hanya disebutkan sebanyak 3 kali.

13
DAFTAR PUSTAKA

Munawwir Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia.


PT.Pustaka Progresif. Surabaya 1997

Al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’I, (Jakarta : Raja


Grafindo Persada) 1994.

Al Qur’an Al Kariim.

Abdul Baqi, Muhammad Fuad. 1982. Al Mu’jam Al Mufahras li Alfaazhi


Al Qur’an Al Kariim. Istambul: Al Maktabah Al Islamiyah.

14

Anda mungkin juga menyukai