Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR ERA MODERN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Tarbawi

Dosen Pengampu: H. Ahmad Ansorudin, M.A

Disusun Oleh:

Andi Ariadi : 221310081

Muhammad Amir Faisal : 221310099

Naufal Nurfahmi : 221310112

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Segala bagi Allah SWT yang telah memberi kita ilmu pengetahuan dan yang telah
menunjukkan ketahqiqan berupa Al Qur’an dan As sunnah. Shalawat serta Salam selalu
tercurahkan atas Nabi Muhammad SAW kepada umatnya, semoga kita semua diakui sebagai
umatnya dan mendapatkan syafaatnya kelak nanti.

Alhamdulillah, atas ma’unahnya pemakalah mampu menyelesaikan tugas makalah ini


guna memenuhi tugas Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah Hadits Tarbawi. Dalam
penyusunan tugas ini pemakalah menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi tidak
lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen pengampu, sehingga kendala-kendala
yang pemakalah hadapi dapat teratasi. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas dan ilmu yang bermanfaat bagi pembaca khususnya Mahasiswa dan Mahasiswi
Universitas PTIQ Jakarta.

Pemakalah sadar bahwasanya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Untuk itu, kepada dosen pengampu pemakalah meminta masukan dan koreksiannya demi
perbaikan dalam pembuatan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi. Dan pemakalah juga
meminta kritik dan saran dari para pembaca.

Jakarta, 22 November 2023

Kelompok 12

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................4
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
A. Pengertian Tafsir Manhaji................................................................................................................6
B. Pengertian Tafsir Adabi dan Ijtima`i.................................................................................................8
C. Pengertian Tafsir Ilmi.....................................................................................................................10
BAB III........................................................................................................................................................12
PENUTUP...................................................................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu tafsir Al-Qur'an, dalam bahasa sederhana, adalah kunci untuk memahami pesan
ilahi yang terkandung dalam kitab suci Islam, Al-Qur'an. Sebagai dasar utama bagi kehidupan
dan ajaran umat Muslim, Al-Qur'an menjadi pedoman yang tak ternilai harganya.
Namun, teks ini kadang-kadang memerlukan lebih dari sekadar pemahaman permukaan;
itulah sebabnya ilmu tafsir Al-Qur'an hadir sebagai jendela yang mengarah pada
pemahaman yang lebih mendalam.
Ilmu tafsir Al-Qur'an tidak hanya berbicara tentang memahami kata-kata, tetapi
juga tentang mengeksplorasi makna yangtersembunyi, menjelajahi lapisan-lapisan konteks
historis, sosial, budaya, dan spiritual yang menjadi latar belakang wahyu-wahyu Al-Qur'an.
Dalam makalah ini, kita akan merinci pengertian dan pentingnya ilmu tafsir Al-Qur'an dalam
membuka harta karun pengetahuan dan kebijaksanaan yang terkandung dalam Al-Qur'an.
Tafsir merupakan ilmu syari’at yang paling agung dan tinggi kedudukannya. Ia
merupakan ilmu yang paling mulia objek pembahasannya dan tujuannya, serta sangat
dibutuhkan bagi umat Islam dalam mengetahui makna dari Al-Qur’an sepanjang zaman.
Tanpa tafsir seorang muslim tidak dapat menangkap mutiara-mutiara berharga dari ajaran
Ilahi yang kandung dalam Al-Qur’an.
Tafsir adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan maksud,
mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Upaya ini telah dilakukan sejak masa
Rasulullah SAW, sebagai utusan-Nya yang ditugaskan agar menyampaikan ayat-ayat tersebut
sekaligus menandainya sebagai mufassir awwal (penafsir pertama). Sepeninggalan nabi
hingga saat ini, tafsir telah mengalami banyak perkembangan yang sangat bervariatif
dengan tidak melepas kategori masanya. Dan tak lepas keanekaragaman secara metode
(manhaj thariqah), corak (laun’) maupun pendekatan-pendekatan (alwan) yang digunakan
merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam sebuah karya tafsir hasil manusia yang tak
pernah sempurna.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia tentu
memberikan andil yang besar terhadap perkembangan studi Islam, termasuk dalam studi Al-
Qur’an. Dalam studi Al-Qur’an Indonesia banyak melahirkan karya-karya dalam tafsir Al-
Qur’an. Lahirnya suatu tafsir dengan berbagai metodologi dan coraknya
mengindikasikan bahwa setiap tafsir memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Corak penafsiran Al-Qur’an tidak lepas dari perbedaan, kecenderungan, interest,
motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan kedalaman (capacity) dan
ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa, lingkungan serta perbedaan situasi dan
kondisi, dan sebagainya. Kesemuanya menimbulkan berbagai corak penafsiran yang
berkembang menjadi aliran yang bermacam-macam dengan metode-metode yang berbeda-
beda

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai
berikut:

1. Apa itu Tafsir Manhaji ?


2. Apa itu Tafsir Adabi dan Ijtima`i ?
3. Apa itu Tafsir Ilmi ?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan masalah yang diajukan adalah sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari Tafsir Manhaji.


2. Untuk mengetahui pengertian dari Tafsir Adabi dan Tafsir Ijtima`i.
3. Untuk Mengetahui Pengertian dari Tafsir Ilmi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir Manhaji
Metode Manhaji adalah suatu metode memahami Al-Qur’an secara betahap dan
berjenjang mulai dari juz I, II, III, dan akhirnya jus IV. Muatannya, Juz I adalah
mengenalkan arti kata perkata, Juz II mengenalkan cara perubahan kata-katanya, Juz III
mengenalkan kaidah bahasanya dan Juz IV mengenalkan gaya bahasanya. Dalam Juz 1 saja,
ada sebanyak kuang lebih 3666 kata dan 70%nya adalah pengulangan. Maka di Juz II, III,
dan seterusnya akan bertemu lagi. Karena itu Metode Manhaji hanya mengajak belajar
empat juz saja selebihnya merupakan pengulangan.

Pada tingkat dasar yaitu separuh Juz 1 yang pertama, dimula dari ayat pertama Surat
Al-baqarah sampai ayat 66 berisikan makna kata demi kata dengan kata lain mengartikan
kata demi kata saja. Dalam tahap mengartikan ini diketahui ciri masing-masing kata, tata
tulis dan artinya. Sedikitnya 1700 an kata telah dikuasai beserta ciri dan artinya. Juz I yang
kedua, yaitu mulai ayat 67 sampai dengan 141 mengartikan kata demi kata, ditambah
dengan mengenalkan jenis dan ciri kata-katanya yang berupa isim atau kata benada, kata
keja atau fiil meliputi bentuk lampau, sekarang dan perintah, serta huruf atau harf. Dalam
tahap ini sudah dapat menguasai sebanyak kurang lebih 3680 kata dan sudah dapat pula
membedakan jenis dan ciri kata yang ada.

Tingkat menengah yaitu separuh Juz II yang pertama, dimulai dari ayat 143 sampai
ayat 202 mengartikan dengan memahami dan memilah-milah seperti pada Juz I tidak
diperlukan lagi akan tetapi teks ayatnya masih tetap dipotong kata demi kata kemudian
dikembangkan dengan mengenalkan bentuk-bentuk fi’il yang tidak berubah (jamid) dan
yang berubah (mutashorrif) dan mengenalkan isim yang tetap (jamid) dan yang tidak tetap
(musytaq).

Tingkat atas yaitu dimulai dari ayat 203 sampai dengan ayat 252. Ayat ditulis utuh
sebagaimana mestinya, ditambah dengan mengenalkan mana yang tetap (jamid) dan mana

6
yang tidak tetap (musytaq) ditambah dengan fi’il -fi’il yang berubah (mutashorrif) dan fi’il -
fi’il yang tidak berubah (jamid). Pada tingkatan ini juga disediakan buku tashrif sebagai
pedoman.

Tingkat atas yaitu separuh Juz III yang pertama, dimulai dari ayat 253 sampai 286
atau akhir suat Al-Baqarah, ayatnya ditulis utuh sebagaimana mestinyadengan ditambah
mengenalkan mana kata (kalimah) yang tetap berubah harakat terakhirnya yang disebut
Mabni dan mana yang berubah yang disebut Mu’rab baik isim maupun fi’ilnya.1

Juz III yang kedua yaitu mulai dari surat Ali Imran ayat pertama sampai pada ayat 91
melanjutkan menjelaskan mana yang menjadi pokok kalimat ditambah dengan pelengkapan
atau penyempurna yang disebut takmilah yang berupa semua jabatan kalimat yang biasanya
diberikan dalam pelajaran Bahasa Arab. Jabatan kalimat dalam Bahasa Al-Qur’an sangat
sederhana dan mudah diingat, karena jabatannya itu sendiri sejalan dengan maknanya,
tambahan lagi jabatan kalimatnya selalu berpasang-pasangan dan tata tulis serta tata bacanya
pun mudah diamati, tidak perlu setiap jabatannya dirinci mendetail karena tujuan pokoknya
adalah memahami ayat bukan mendalami pelajaran bahasanya.

Tingkat tinggi yaitu Juz IV mengkaji gaya bahasa yang disebut Balaghoh, dengan
rincian:

1. Memahami Ilmu Al-Ma’ani


2. Memahami Ilmu Al-Bayan
3. Memahami Ilmu Al-Badi’

Pengertian diatas dapat dipahami bahwa metode manhaji merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk memahami Al-Qur’an. Metode ini memiliki empat tahapan.
Pada tahap pertama, memahami ayat dari maknanya kata perkata. Tahap kedua memahami
arti atau maksud dai ayat tersebut dengan perubahan katakatanya. Tahap ketiga memahami
ayat dengan mengenalkan kaidah bahasanya. Tahap yang keempat yaitu tahap terakhir
memahami kedudukan kalimat dalam ayat serta gaya bahasanya. 2 Adapun langkah-langkah
metode manhaji yaitu sebagai berikut:

1
Alfani Syuhudi, Implementasi Metode Manhaji dalam Pembelajaran Tafhimul Qur’an Siswa Boarding School Kelas
VIII A di MTS Muhammadiyah 1 Klaten. Hal. 4
2
Ibid., hal. 5

7
1. Menyiapkan kelas Idealnya maskmial 15 orang dalam satu kelas yang baik dikelompokkan
berdasarkan usianya, sebaiknya peseta didik sudah berusia 15 tahun atau sudah baligh,
karena Al-Qu’an menggunakan bahasa orang dewasa. Atau bisa dikelompokkan
berdasarkan latar belakang pendidikannya. Peserta didik membawa AlQur’an dan alat tulis.
2. Landasan Teori Dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), pertama-tama peserta
didik diajak membaca satu ayat satu ayat kemudian guru pemandunya mengajak
mengartikan kata demi kata ayat tersebut. Praktik ini dilakukan secara klasikal atau
individu. Kemudian guru mengajak memahami terjemahannya dan sebelumnya jika ada.
Bila perlu dilengkapi juga dengan Asbabunnuzul atau sebab turunnya ayat.
3. Landasan Praktek Praktek dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
a. Tahahap Analitik, yang terdiri dari:
1) Tahap Membaca Guru memulai dengan membacakan satu ayat, peseta
didik secara klasikal menirukannya setiap guru selesai membacakannya.
Setelah itu peserta didik membaca ulang secara bergantian sampai seluruh
peserta didik selasai membaca. Apaila peserta didik sudah pandai
membaca, maka tidak perlu dibimbing lagi.
2) Tahap Mengartikan Kata Demi Kata Guru mengartikan kata demi kata,
peserta didik menirukannya secara klasikal, sampai selesai satu ayat.
Kemudian peserta didik diberi kesempatan mengulanginya secara
bergantian. Jika kemampuan peserta didik sudah diketahui, maka yang
paling pandai diberi kesempatan terlebih dahulu untuk mengartikan dan
yang paling rendah daya serapnya diberi kesempatan terakhir.
b. Tahap Sintetik Sesudah memahami setiap ayat, dilanjutkan dengan merangkaikan
antara ayat tersebut dengan ayat sebelumnya. Apabila ada hubungannya, maka
peserta didik akan memperoleh pengertian keterkaitan ayat-ayat tersebut.
Sebaliknya jika tidak ada, maka peserta akan mengerti eksistensi masig-masing
ayat.
4. Tahap Evaluasi Guru mengevaluasi secara klasikal atau individual, secara spontanitas dari
awal hingga akhir materi dalam satu tatap muka tersebut. (Anas Adnan, 2014:2). Demikian
seterusnya, metode ini diterapkan sesuai dengan jenjangnya, yang setiap tingkat pelu
menyelesaikan satu Juz, setelah satu Juz selesai baru bisa naik ke tingkat juz selanjutnya.

8
B. Pengertian Tafsir Adabi dan Ijtima`i
Kalimat al-adabi al-ijtima’i merupakan kata majemuk dari dua suku kata, yaitu adabi
dan ijtima’i. Secara etimologi, adabi berarti kesusasteraan yang merupakan bagian dari
kajian ilmu gramatika bahasa arab, seperti nahwu, sharaf, luqhah, dan balaghah. Dengan
demikian, adabi berkaitan dengan keindahan bahasa yang digunakan oleh seorang penafsir.
Sedangkan pengertian ijtima’i adalah sosial kemasyarakatan. Kedua terma itu kemudian
menjadi hakikat ‘urfiyyah dikalangan ulama tafsir dan memiliki makna tersendiri yang
mengacu kepada suatu karateristik dalam penafsiran al-Qur’an.

Sedangkan makna terminologi al-adabi al-ijtima’i adalah tafsir yamg berorientasi


pada sastra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa disebut dengan tafsir sosio-kultural.

Menurut Manna` Khallil Al-Qattan tafsir adabi al-ijtima`i ialah tafsir yang diperkaya
dengan riwayat dari salaf dan dengan uraian tentang sunatullah yang berlaku dalam
kehidupan sosial, menungkapkan gaya ungkapan Al-Qur`an yang musykil dengan
menyingkapkan maknanya, dengan istilah-istilah yang mudah dipahami.

Sementara itu, menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, terma al-adabi al-ijtima’i


mengandung pengertian sebagai suatu penafsiran al-Qur’an dengan pertama-tama
menunjukkan kecermatan ungkapan bahasanya, dilanjutkan dengan merajut makna-makna
yang dimaksudkannya dengan cara yang menarik, kemudian dieksplorasikan penerapan nash
kitab suci itu dengan realitas sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat
dan pembangunan dunia.3

Mufasir kenamaan Indonesia, Quraish Shihab, - seorang yang mengagumi


Muhammad Abduh - merinci dengan memberikan tiga poin sentral karakteristik corak tafsir
adabi ijtima’i, yakni : (1) segi ketelitian redaksinya, (2) kemudian menyusun kandungan ayat
– ayat tersebut dalam suatu redaksi dengan tujuan utama memaparkan tujuan-tujuan al-
Qur’an, aksentuasi yang menonjol pada tujuan utama yang di uraikan al-Qur’an, dan (3)
penafsiran ayat dikaitkan dengan sunnatullah yang berkalu dalam masyarakat.4

3
Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, op cit,. h. 487
4
Quraish Shihab, “Metode Penyusunan Tafsir yang berorientasi pada Sastra, Budaya dan Masyarakat”,
Makalah, 1984. H. 1

9
Dari pengertian seperti yang dikemukakan di atas, maka tafsir aladabi al-ijtima’i
memiliki dua karateristik, yaitu, pertama, penafsiran al-Qur’an dengan rumusan redaksi
yang indah dan menarik dengan tujuan untuk menarik jiwa manusia dan menuntunnya untuk
lebih giat beramal serta melaksanakan petunjuk al-Qur’an. Kedua, menghubungkan ayat-
ayat al-Qur’an dengan sunnatullah yang berlaku dalam masyarakat agar tafsir al-Qur’an
dapat diterima dan dipahami dengan mudah oleh masyarakat, karena adanya kaitan apa yang
terkandung dalam ayat al-Qur’an dengan realitas hidup yang mereka alami.5

Sebagaimana dapat dilihat dalam contoh penafsiran juz Amma oleh Muhammad
Abduh dalam QS. Al-Fiil: 3-4.

“Dan Dia kirimkan kepada mereka, burung-burung yang berbondong-bondong”.


Kata ‫ أبابيل‬ialah kawanan burung atau kuda dan sebagainya yang masing-masing kelompok
mengikuti kelompok lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan ‫يرا‬PP‫ط‬ialah hewan yang
terbang di langit, baik yang bertubuh kecil ataupun besar; tampak oleh penglihatan mata
ataupun tidak. “yang melempari mereka dengan batu-batu dari tanah yang membatu”. Kata
‫ سجيل‬berasal dari bahasa Persia yang bercampur dengan bahasa Arab, yang berarti tanah
yang membatu.

Di dalam tafsir tersebut, Abduh menjelaskan bahwa lafadh ‫ طيرا‬tersebut merupakan


dari jenis nyamuk atau lalat yang membawa benih penyakit tertentu. Dan bahwa lafadh
‫ بحجارة‬itu berasal dari tanah kering yang bercampur dengan racun, dibawa oleh angin lalu
menempel di kaki-kaki binatang tersebut. Dan apabila tanah bercampur racun itu menyentuh
tubuh seseorang, racun itu masuk ke dalamnya melalui pori-pori, dan menimbulkan bisul-
bisul yang pada akhirnya menyebabkan rusaknya tubuh serta berjatuhannya daging dari
tubuh itu.

Dengan begitu, dapat dilihat bahwa penafsiran Abduh ini, lebih bersifat sosial
masyarakat modern. Dalam artian bahwa beliau lebih menonjolkan ketelitian redaksi ayat-
ayat tersebut, kemudian menguraikan makna yang dikandung dalam ayat tersebut dengan
redaksi yang menarik hati, dan adanya upaya untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an
dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat.

5
Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 111-112

10
C. Pengertian Tafsir Ilmi
Tafsir ilmi terdiri atas dua kata yaitu tafsir yang secara bahasa mengikuti wazan
“taf‟il”, artinya menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna makna rasional. 6 Ilmi
yang secara bahasa ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan tafsir ilmi adalah sebuah
penafsiran tentang ayat-ayat al-Qur‟an melalui pendekatan ilmu pengetahuan, seperti
Sains, ilmu bahasa/sastra, ilmu sosial, ilmu politik, dan ilmu pengetahuan yang lainnya.
Jadi, dapat didefinisikan sebagai penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan pendekatan
ilmiah. Ayat-ayat yang ditafsirkan adalah ayat kauniyah , mendalami tentang teori-teori
hukum alam yang ada dalam al-Qur‟an, teori-teori pengetahuan umum dan sebagainya.
Husain Adz-Dzahabi memberikan pengertian tafsir ilmi yaitu: “Tafsir yang
menetapkan istilah ilmu-ilmu pengetahuan dalam penuturan al-Qur‟an. Tafsir ilmi
berusaha menggali dimensi ilmu yang dikandung al-Qur‟an dan berusaha mengungkap
berbagai pendapat keilmuan yang bersifat falsafi”.7
Sedangkan „Abd Al-Majid „Abd As-Salam Al-Mahrasi juga memberikan batasan
sama terhadap tafsir ilmi, yaitu:“Tafsir yang mufasirnya mencoba menyingkap ibarat-
ibarat dalam al-Qur‟an yaitu mengenai beberapa pandangan ilmiah dan istilahnya serta
mengerahkan segala kemampuan dalam menggali berbagai problem ilmu pengetahuan
dan pandangan-pandangan yang bersifat falsafi”
Kata imam al-Ghazali “Segala macam ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu (masih
ada atau telah punah) maupun yang kemudian yang telah diketahui maupun belum,
semua bersumber dari Al-qur`an Al-karim.
Dijelaskan pula mengenai tafsir ilmi yaitu penafsiran corak yang berusaha untuk
mengungkap hubungan ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur‟an dengan bidang ilmu
pengetahuan untuk menunjukkan kebenaran mukjizat al-Qur‟an. Meskipun al-Qur‟an
bukan kumpulan ilmu pengetahuan, namun di dalamnya banyak terdapat isyarat yang
berkaitan erat dengan ilmu pengetahuan, serta motivasi manusia mendalaminya.8
Jadi dapat disimpulkan bahwa tafsir ilmi adalah corak pendekatan Al-Qur`an yang
mengguankan teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-ayat dalam Al-Qur`an.
Dimaksudkan untuk menggali teori-teori ilmiah dan pemikiran filososfis dari ayat-ayat
Al-Qur`an.

6
Manna‟ al-Qaththan, Mabahits Fi „Ulũm Al-Qur‟an, terj. Aunur Rafiq el-mazni (Jakarta:pustaka al-
kautsar,2004), 407-408.
7
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an, (Pustaka Setia: Bandung 2004), 109.
8
Mohamad Gufron & Rahmawati, Ulumul Qur‟an: Praktis dan Mudah, 195.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari pembahasan di atas yakni tafsir mera modern terbagi menjadi
tiga, ada tafsir manhaji adalah suatu metode memahami Al-Qur’an secara betahap dan
berjenjang mulai dari juz I, II, III, dan akhirnya jus IV, dan ada empat tingkatan yaitu
tingkatan dasar,tingkatan menengah, tingkatan atas, dan tingkatan tinggi.
Kemudian ada tafsir adabi dan ijtima`i adalah adalah tafsir yamg berorientasi pada
sastra budaya dan kemasyarakatan, atau bisa disebut dengan tafsir sosio-kultural. Menurut
Manna` Khallil Al-Qattan tafsir adabi al-ijtima`i ialah tafsir yang diperkaya dengan riwayat
dari salaf dan dengan uraian tentang sunatullah yang berlaku dalam kehidupan sosial,
menungkapkan gaya ungkapan Al-Qur`an yang musykil dengan menyingkapkan maknanya,
dengan istilah-istilah yang mudah dipahami.

Dan terakhir ada tafsir ilmi yaitu tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah, karena
tafsir ilmi ini mengkaji ayat-ayat yang berhubungan dengan alam atau ayat kauniyah,
sehngga menggunakan pendekatan ilmiah untuk menjelaskan atau menguatkan pembuktian
dari ayat-ayat kauniyah.

12
DAFTAR PUSTAKA

Syuhudi, Alfani, Implementasi Metode Manhaji dalam Pembelajaran Tafhimul Qur’an Siswa Boarding School Kelas
VIII A di MTS Muhammadiyah 1 Klaten. Hal. 4

Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, op cit,. h. 487

Quraish Shihab, “Metode Penyusunan Tafsir yang berorientasi pada Sastra, Budaya dan Masyarakat”, Makalah,
1984. H. 1

Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 111-112

Manna‟ al-Qaththan, Mabahits Fi „Ulũm Al-Qur‟an, terj. Aunur Rafiq el-mazni (Jakarta:pustaka al-
kautsar,2004), 407-408
Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur‟an, (Pustaka Setia: Bandung 2004), 109.

Mohamad Gufron & Rahmawati, Ulumul Qur‟an: Praktis dan Mudah, 195.

13

Anda mungkin juga menyukai