Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TAFSIR AL-MAUDU’I

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Al-Qur’an dan Hadits

Dosen Pengampu: Dr. KH. Amirudin, M.Pd

Disusun Oleh:
Kelompok 7

1. Syamsiatul Fadilah NPM. 231220074


2. Sugiyanti NPM. 231220071
3. Dede Muhammad Hidayat NPM. 231220025
4. Sahel Sadullah NPM. 231220068

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG
1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Al-Qur’an dan Hadits yang berjudul “Tafsir Al-
Maudhu’i” ini.
Adapun makalah ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses
pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis juga ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca. Makalah ini tentunya masih terdapat kekurangan. Untuk itu,
penyusun membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Metro, 03 November 2023


Penulis,

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3


A. Definisi Tafsir Maudhu’i ........................................................... 3
B. Sejarah Pertumbuhan Tafsir Maudhu’i...................................... 4
C. Macam-macam Tafsir Maudhu’i. .............................................. 6
D. Urgensi Tafsir Maudhu’i dan Metode-Metodenya .................... 9

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 10


A. Kesimpulan ............................................................................... 10
B. Saran ......................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad melalui malaikat Jibril, untuk disampaikan kepada umat Islam,
dan al-Qur’an adalah sebagai pedoman aturan kehidupan bagi umat Islam
yang bersifat historis dan normatif.
Ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat historis dan normatif tidak semua
dapat dipahami secara tekstual saja, karena banyak dari ayat-ayat al-Quran
yang masih mempunyai makna yang luas (abstrak) dan perlu untuk ditafsirkan
lebih dalam, agar dapat diambil sebuah hukum ataupun hikamah yang dapat
dipahami dan diamalkan oleh seluruh Manusia secara umum dan umat Islam
secara khusus.
Al-Qur’an juga sebagai aturan yang menjadi penentu dasar sikap hidup
manusia, dan membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih mendetail,
karena pada zaman sekarang banyak permasalahan-permasalahan yang
komplek, dan tentunya tidak sama dengan permasalahan-permasalahan yang
ada pada zaman nabi Muhammad SAW.
Tafsir al-Qur’an yang dianggap mampu menjadi solusi dari kondisi di
atas mengalami perkembangan yang luar biasa. Ahli tafsir dengan berbekalkan
keilmuannya mengembangkan metode tafsir al-Qur’an secara
berkesinambungan untuk melengkapi kekurangan atau mengantisipasi
penyelewengan ataupun menganalisa lebih mendalam tafsir yang sudah ada
(tentunya tanpa mengesampingkan asbab al-nuzul, nasikh wa mansukh,
qira’at, muhkamat mutashabihat, ‘am wa khash, makkiyat madaniyat, dan
lain-lain).
Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai dengan
tuntutan dan kontek zaman, dimulai dari tafsir bi al-ma’tsur atau tafsir riwayat
berkembang ke arah tafsir bi al-ra’yi. Tafsir bi al-ma’tsur menggunakan nash

1
dalam menafsirkan Al-Qur’an, sementara tafsir bi al-ra’yi lebih
mengandalkan ijtihad dengan akal. Sedangkan berdasarkan metode terbagi
menjadi: tafsir tahlili, tafsir maudhu’i, tafsir ijmali dan tafsir muqaran.
Tafsir maudhu’i atau tematik adalah tafsir berperan sangat penting
khususnya pada zaman sekarang, karena tafsir maudhu’i dirasa sangat sesuai
dengan kebutuhan manusia dan mampu menjawab permasalahan yang
ada.Tafsir maudhu’i atau tematik ada berdasar surah al-Qur’an ada berdasar
subjek atau topik. Dengan adanya pemaparan di atas, penulis menganggap
tafsir tematik adalah topik yang menarik untuk dibahas, maka dari itu penulis
menjadikan tafsir maudhu’i sebagai topik pembahasan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat penulis rumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi tafsir maudhu’i?
2. Bagaimana sejarah pertumbuhan tafsir maudhu’i?
3. Apa saja macam-macam tafsir maudhu’i?
4. Bagaimana urgensi tafsir maudhu’i dan metode-metodenya?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini yaitu:
1. Untuk memahami definisi tafsir maudhu’i.
2. Untuk memahami sejarah pertumbuhan tafsir maudhu’i.
3. Untuk memahami macam-macam tafsir maudhu’i.
4. Untuk memahami urgensi tafsir maudhu’i dan metode-metodenya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir Maudhu’i


Tafsir maudhu’i yaitu, mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan
dengan satu maudu’ (tema) tertentu dengan memperhatikan masa dan sebab
turunnya. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dengan memerhatikan
nisbat (korelasi) satu dengan yang lainnya dalam peranannya untuk menunjuk
pada permasalahan yang dibicarakan.1
Menurut Quraish Shihab, metode ini adalah suatu metode yang
megarahkan pandangan kepada satu tema tertentu, lalu mencari pandangan al-
Quran tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang
membicarakannya, menganalisis dan memahaminya ayat demi ayat, lalu
menghimpunnya dalam benak ayat yang bersifat umum dikaitkan yang
khusus, yang mutlak digandengkan dengan muqayyad, dan lain-lain, sambil
memperkaya urian-uraian dengan hadis-hadis yang berkaitan untuk kemudian
disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh dan tuntas menyangkut
tema yang dibahas itu.2
Ali Hasan al-‘Aridh juga menyebutkan bahwa metode maudhu’i
ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat
al-Quran yang berbicara tentang satu masalah serta mengarah kepada satu
pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar
pada berbagai surat dalam al-Quran dan berbeda pula waktu dan tempat
turunnya. Kemudian menentukan urutan ayat-ayat itu sesuai dengan masa
turunnya, mengemukakan sebab turunnya, menguraikannya dengan sempurna,
menjelaskan makna dan tujuannya, mengkaji terhadap seluruh segi dan apa
yang diistinbathkan darinya, segi i’rabnya, unsur-unsur balaghahnya, segi-segi

1
Rachmat Syafi’i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 293
2
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Ciputat: Lentera Hati, 2013), Cet. II, 385

3
i’jaznya, dan lain-lain, sehingga satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas
berdasarkan seluruh ayat al-Quran itu.3
Tafsir maudhu’i bertujuan menyelesaikan permasalahan yang diangkat
secara tuntas sehingga diproleh suatu kesimpulan yang dapat dijadikan
pegangan; baik bagi mufassir sendiri, maupun bagi pembaca dan pendengar
bahkan oleh umat secara keseluruhan. Karena tujuannya untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang sedang dialami oleh umat itu, maka diabad
modern ini para ulama lebih gandrung menggunakan metode tematik dari pada
metode-metode yang lain.4
Ciri metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik pembahasan,
sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga disebut metode
topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik yang ada di tengah
masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, atau dari lain-lain.
Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara tuntas dan
menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas atau petunjuk
yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut. Jadi penafsiranyang
diberikan tidak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat al-Qur’an agar tidak
terkesan penafsiran tersebut berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala (al-
ra’y al-mahdh). Oleh karena itu dalam pemakainnya, metode ini tetap
menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku secara umum di dalam ilmu tafsir.

B. Sejarah Pertumbuhan Tafsir Maudhu’i


Tafsir maudhu’i sebenarnya telah ada sejak zaman dulu, bisa juga
disebut sejak zaman Rasulullah, hal ini bisa kita lihat dari sejarah tentang
penafsiran Rasulullah terhadap kata ‫ ظالم‬yang dihubungkan dengan
kata syirik karena adanya kesamaan makna. Ali Khalil dalam komentarnya
tentang riwayat ini menegaskan bahwa dengan penafsiran ini Rasulullah telah
memberikan pelajaran kepada para sahabat bahwa tindakan menghimpun

3
Ali Hasan al-Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir terj. Ahmad Arkom, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. II, 78
4
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
383

4
sejumlah ayat dapat memperjelas pokok masalah dan akan melenyapkan
keraguan menurut beliau, hal tersebut menunjukkan bahwa
tafsir maudhu’i telah dikenal sejak zaman Rasulullah, akan tetapi belum
memiliki karakter metodologis yang mampu berdiri sendiri.
Tafsir maudhu’i dalam bentuk pertama ini sebenarnya sudah lama
dirintis oleh ulama-ulama tafsir periode klasik, seperti Fakhr al-Din al-Razi.
Namun, pada masa belakangan bebrapa ulama tafsir lebih menekuninya secara
serius. Contoh kitab tafisr bentuk ini adalah Al-Tafsir Al-Wadhih (Tafsir yang
Terang) karya Muhammad Mahmud al-Hijazi dan Nahw Tafsir Mawdhu’i li
Suwar Al-qur’an Al-Karim (sekitar tafsir tematis bagi surah surah alqur’an al-
karim) karya Muhammad al-Ghazali.5
Dalam catatan Abdul Hayy al-Farmawi, selaku pencetus dari metode
tafsir ini adalah Muhammad Abduh, kemudian ide pokoknya diberikan oleh
Mahmud Syaltut, yang kemudian dikenalkan secara konkret oleh Sayyid
Ahmad Kamal al-Kumy, yang ditulis dalam karangannya yang berjudul al-
Tafsir al Maudhu’i. Pada tahun 1977, Abdul Hayy al-Farmawi yang posisinya
sedang menjabat sebagai guru besar pada fakultas Ushuluddin al Azhar.6
Selain al-Farmawi, dalam referensi lain disebutkan bahwa pelopor dari
metode tafsir maudhu’i adalah Muhammad Baqir al-Shadr. Dia merupakan
tokoh intelektual Syi‟ah dalam kehidupan Islam Kontemporer yang juga
memberikan tawaran metodologis dalam dunia penafsiran al-Qur‟an.
Kemudian di Indonesia sendiri metode maudhu’i dikembangkan oleh
M. Quraish Shihab. Buah dari tafsir model ini menurut M. Quraish Shihab di
antaranya adalah karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad, al-Insan fī al-
Qur’an, al-Mar’ah fī al-Qur’an, dan karya Abul A‟la Al-Maududi, al-Riba
fī al-Qur’an.7

5
M. Quraish Shihab,dkk, Sejarah dan Ulumu Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013),
cet V, 193-195
6
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmiy, Memahami Al Qur’an melalui Pendekatan Sains
Modern, (Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), 122.
7
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Edisi ke-2 Cet. I, (Bandung: Mizan,
2013), 175-176.

5
C. Macam-macam Tafsir Maudhu’i.
Dalam perkembangannya, metode maudhu’i memiliki dua bagian:
1. Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang di
dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan
antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip
seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi. Contoh:
‫ََ ح‬ َ‫ح‬ َ َ َ ‫ه‬ َ َ ‫حَ ح ه ه‬
َُ‫ۡل حمدُ ُِف ُٱٓأۡلخ ََرُة َُ َوهو‬
َ ُ َ ‫اُِف ُٱۡل‬
‫ۡرض ُول ُٱ‬ َ َٰ َٰ
َ َ ‫ت ُوم‬ َُ ‫اُِف ُٱلسمو‬ َ ‫لۥ ُم‬ ُ ُ ‫ٱۡلمدُ ُ َّلِلَُٱَّلَي‬
‫َ َ َح‬
َ ‫َُيرج ُم حَن َها‬ َ ‫ح‬ َ‫َح‬ َ ‫ح‬ ‫ح‬
َُ‫ُو َما ُيَزنل ُمَن‬ ُ َ ‫ُِف ُٱۡل‬
‫ۡرض ُوما‬ َ َ َ
َ َ ‫ ُيعلمُ ُما ُيل َج‬١ُ ُ‫ٱۡلكَيمُ ُٱۡلبَي‬
َ‫ح‬ َ ‫لس َمآءَُُ َو َم‬
َ ‫اُي حعرجُف‬ ‫ٱ ه‬
(٢-١,‫ُ)سورةُسبإ‬٢ُُ‫َيها ُۚ َوه َوُٱ هلرحَيمُُٱلغفور‬
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa
yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan
Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui Dia
mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar
daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepadanya. Dan Dia-lah Yang Maha Penyayang lagi Maha
Pengampun. (Q.S Saba [34] :1-2)
Pada Al-Qur’an surat saba’: 1-2 ini diawali pujian bagi Allah
dengan menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan
pengetahuan-Nya yang universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada
kehendak-Nya yang bijak.
2. Menghimpun seluruh ayat Al-qur’an yang berbicara tentang tema yang
sama. Semuanya diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan
metode maudhu’i.
Contohnya: Allah SWT, berfirman:
‫َ َ َٰ َ َ َ َ َ ه‬ َ َ ‫َََه ى‬
ُ‫ ُ)سورة‬٣٧ُ ُ‫ُعل حيهَ ُإَنهُۥ ُه َو ُٱ هتل هوابُ ُٱ هلرحَيم‬ ‫ت ُفتاب‬ ‫ه‬
ٖ ‫ّق ُءادم ُمَنُرب َ ُهَۦ َُك َم‬
ُ ‫فتل‬
(٧٣,‫ابلقرة‬
Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dan tuhannya,
maka Allah menerima tibatnya, sesungguhnya Allah maha
penerima tobat lagi maha penyayang.” (Q.S Al-Baqarah [2] : 37)

6
Untuk menjelaskan kata ‘kalimat’ pada firman Allah Ta’ala di atas
nabi mengemukakan ayat.
َ ‫ه ح َ ح ح ََ ََح َحَ ََ َ ه َ ح‬ َ َ َ َٓ‫َ َ َهَ َ َح‬
َ
ُ٢٣ُ ‫ين‬
ُ ‫ِس‬ َٰ
َ َ ‫ال ُربناُظلمنا ُأنفسناُِإَونُلم ُتغفَر َُلاُوترَحناَُلكونن ُمَن ُٱلخ‬
ُ ‫ق‬
(٢٧,‫)سورةُاۡلعراف‬
Artinya: “Keduanya berkata: ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni rahmat kepada
kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang merugi.” (Q.S
Al-A’raaf [7] : 23)
Langkah-langkah metode tafsir maudhu’i baru dimunculkan pada akhir
tahun 1960 oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur'an yang akan dikaji secara
maudhu’i (tematik).
2. Menghimpun seluruh ayat al-quran yang terdapat pada seluruh surat al-
Qur'an yang berkaitan dan berbicara tentang tema yang hendak dikaji, baik
surat makkiyyat atau surat madaniyyat.
3. Menentukan urutan ayat-ayat yang dihimpun itu sesuai dengan masa
turunnya dan mengemukakan sebab-sebab turunnya jika hal itu
dimungkinkan (artinya, jika ayat-ayat itu turun karena sebab-sebab
tertentu).
4. Menjelaskan munasabah (relevansi) antara ayat-ayat itu pada masing-
masing suratnya dan kaitan antara ayat-ayat itu dengan ayat-ayat sebelum
dan sesudahnya pada masing-masing suratnya (dianjurkan untuk melihat
kembali pada tafsir tahlily).
5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis,
sempurna, dan utuh (outline) yang mencakup semua segi dari tema kajian.
6. Mengemukakan hadith-hadith Rasulullah SAW yang berbicara tentang
tema kajian serta men-takhrij dan menerangkan derajat hadith-hadith itu
untuk lebih meyakinkan kepada orang lain yang mempelajari tema itu.
Dikemukakan pula riwayat-riwayat (athar) dari para sahabat dantabi’in.

7
7. Merujuk kepada kalam (ungkapan-ungkapan bangsa) Arab dan shair-shair
mereka dalam menjelaskan lafaz-lafaz yang terdapat pada ayat-ayat yang
berbicara tentang tema kajian dan dalam menjelaskan makna-maknanya.
8. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara maudu’i dan menyeluruh dengan
cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa,
mengkompromikan pengertian antara yang ‘am dan khas, antara yang
mutlaq dan muqayyad, mengsinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak
kontradiktif, menjelaskan ayat yang nasikh danmansukh, sehingga semua
ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi
atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna
yang sebenarnya tidak tepat.
Sedangkan yang melakukan tafsir maudu’i dengan surat persurat
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengambil satu surat dan menjelaskan masalah-masalah yang
berhubungan dengan surat tersebut, sebab-sebab turunnya dan bagaimana
surat itu diturunkan (permulaan, pertengahan ataupun akhir, madaniyat
atau makkiyat, dan hadith-hadith yang menerangkan keistimewaanya).
2. Menyampaikan pengertian dari tujuan mendasar dalam surat dan
membahas mengenai terjadinya nama surat itu.
3. Membagi surat (khusus untuk surat yang panjang) kepada bagian-bagian
yang lebih kecil, menerangkan unsur-unsurnya (meliputi ‘am khas-nya,
nasikh mansukh-nya, lafaz-nya dalam bahasa Arab dan lain-lain) dan
tujuan masing-masing bagian serta menetapkan kesimpulan dari bagian
tersebut.
4. Menghubungkan keterangan atau kesimpulan dari masing-masing bagian
kecil tersebut dan menerangkan pokok tujuannya.8

8
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), 75.

8
D. Urgensi Tafsir Maudhu’i dan Metode-Metodenya
1. Dengan tafsir maduhu’i, hidayah Al-Qur’an dapat digali secara lebih
mudah dan hasilnya ialah permasalahan hidup prakstis dapat dipecahkan
dengan baik. Oleh karena itu, tafsir memberikan jawaban secara langsung
terhadap sementara dugaan bahwa Al-Qur’an hanya berisi teori-teori
spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata, baik kehidupan pribadi
maupun kehidupan masyarakat.
2. Dapat menumbuhkan kembali rasa bangga umat Islam, setelah sebagian
mereka sempat terpengarauh oleh aturan-aturan produk manusia, bahkan
kini merasa bahwa Al-Qur’an dapat menjawab tantangan hidup yang
senantiasa berubah.
3. Merupakan jalan terpendek dan termudah untuk memproleh hidayah Al-
Qur’an dibanding tafsir tahlili, sebab tafsir tahlili tidak menghimpun ayat-
ayat yang letaknya terpencar-pencar didalam Al-Qur’an dalam satu
maudhu’i.
4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an sebagaimana diutamakan oleh
tafsir maudhu’i adalah cara terbaik yang telah disepakati.
5. Kemungkinan yang lebih terbuka ntuk mengetahui satu permasalahan
secara lebih sempurna dan mendalam.9

9
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir., 299

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tafsir
dengan metode maudu’i adalah mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan
dengan satu maudu’ (tema) tertentu dengan memperhatikan masa dan sebab
turunnya. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara cermat dengan memerhatikan
nisbat (korelasi) satu dengan yang lainnya dalam peranannya untuk menunjuk
pada permasalahan yang dibicarakan. Sehingga dengan tafsir ini hidayah al-
Qur’an dapat digali secara lebih mudah dan hasilnya ialah permasalahan hidup
praktis dapat dipecahkan dengan baik.
Tafsir maudhu’i sebenarnya telah ada sejak zaman dulu, bisa juga
disebut sejak zaman Rasulullah. Dalam catatan Abdul Hayy al-Farmawi,
selaku pencetus dari metode tafsir ini adalah Muhammad Abduh, kemudian
ide pokoknya diberikan oleh Mahmud Syaltut, yang kemudian dikenalkan
secara konkret oleh Sayyid Ahmad Kamal al-Kumy, yang ditulis dalam
karangannya yang berjudul al-Tafsir al Maudhu’i. Pada tahun 1977, Abdul
Hayy al-Farmawi yang posisinya sedang menjabat sebagai guru besar pada
fakultas Ushuluddin al Azhar.
Dalam perkembangannya, metode maudhu’i memiliki dua bagian:
yaitu: 1) Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang
di dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan
antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip seperti
bentuk yang sempurna dan saling melengkapi, dan 2) Menghimpun seluruh
ayat Al-qur’an yang berbicara tentang tema yang sama.
Urgensi tafsir maudhu’i yaitu: 1) dengan tafsir maduhu’i, hidayah Al-
Qur’an dapat digali secara lebih mudah. 1) dapat menumbuhkan kembali rasa
bangga umat Islam. 3) Metode tafsir maudhu’i juga merupakan jalan
terpendek dan termudah untuk memproleh hidayah Al-Qur’an, 4) Menafsirkan

10
Al-Qur’an dengan Al-Qur’an sebagaimana diutamakan oleh tafsir maudhu’i
adalah cara terbaik yang telah disepakati. 5) Kemungkinan yang lebih terbuka
ntuk mengetahui satu permasalahan secara lebih sempurna dan mendalam

B. Saran
Penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
perbaikan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
wawasan kita tentang Tafsir Al-Maudu’i. Atas kritik dan saran yang diberikan
diucapkan terima kasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Aridh,Ali Hasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir terj. Ahmad Arkom. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 1994. Cet. II.

Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2005.

Ichwan, Mohammad Nor. Tafsir Ilmiy. Memahami Al Qur’an melalui Pendekatan


Sains Modern. Jogjakarta: Menara Kudus Jogja, 2004.

Rohimin. Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2007.

Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir. Ciputat: Lentera Hati, 2013. Cet. II.

. Membumikan Al-Qur’an. Edisi ke-2 Cet. I. Bandung: Mizan, 2013.

. Sejarah dan Ulumu Al-Quran. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013. cet V.

Syafi’i, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Anda mungkin juga menyukai