DISUSUN OLEH :
MUH.RICKY RAFIUDDIN
RAGHIB AT-TANZIL
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah , karena dengan rahmat, dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah ini, meskipun terdapat banyak kekurangan didalamnya dan juga kami
berterima kasih kepada Bapak Hidayatullah, MA . selaku dosen Ilmu Tafsir dalam yang telah
memberi tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai ilmu tafsir. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah
ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan dating, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenang, kami
mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang
PENYUSUN
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 3
C. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 4
BAB III
PENUTUP......................................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................................... 14
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi umat manusia, dengan kata lain, siapa saja
yang ingin hidupnya benar dan sesuai keinginan Tuhan (Allah), maka harus menerapkan
ajaran-ajaran yang ada di dalam al-Qur’an. Namun, menerapkan semua ajaran al-Qur’an
dalam kehidupan kita sehari-hari tidaklah mudah, kita harus melalui beberapa proses untuk
menuju ke sana, di antaranya yang pertama dan yang paling utama adalah memahami
kandungan al-Qur’an. Dalam rangka memahami kandungan al-Qur’an ini, banyak
cendekiawan muslim yang menawarkan metode-metode tafsir, demi memudahkan kita untuk
mendapatkan pemahaman kandungan alQur’an, dengan pemahaman yang paling mendekati
kebenaran.
C. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
Kesimpulan dari pengertian di atas, metode merupakan salah satu sarana untuk
mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Pengertian tafsir secara bahasa mengikuti
wazan taf’il, berasal dari akar kata al-fasr (fa, sin dan ra) yang berarti menjelaskan,
menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya
mengikuti wazan daraba – yadribu dan nasara – yansuru. Dikatakan fasara (al-shai’a) yafsiru
dan yafsuru, fasran,
1
Muhammad Bagir al-Sadr, al-Tafsir al-Maudu'i, wa al-Tafsir al-Tajzi'i fi al-Qur'an al-Karim, (Bairut:
Dar al-Ta’aruf li al-Mat}bu'ah, 1980), Hal. 10
4
dengan cara memuat semua hal yang terkait di dalamnya, dan membeberkan
semua tujuan dari semua ayat tersebut. Hal itu dilakukan oleh mufassir dengan
menjelaskan ayat per-ayat dan surat per-surat sesuai yang ada dalam mushaf
Usmani, disertai penjelasan makna perkata dan makna global, serta tujuan dari
susunan per-ayat dan per-kalimat tersebut yang diikuti dengan penjelasan
munasabat antar ayat. Di samping itu, mufassir juga melengkapi penafsirannya
dengan beberapa perangkat pendukung seperti menyebutkan asbab al-nuzul-
nya, keterangan dari Nabi saw., para sahabat, dan para tabi’in mengenai hal
itu, yang kadang terkontaminasi dengan kondisi, tradisi dan bahasa yang
berlaku ketika itu2.
2
Abdul Hay al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’i, (Kairo: Dar Matabi’ wa al-Nashr al-
Islamiyah, 2005), Cet. 7, Hal. 19
3
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdar, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, tt.), Hal. 31
4
Abdul Hay al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’i, (Kairo: Dar Matabi’ wa al-Nashr al-
Islamiyah, 2005), Cet. 7, Hal. 34.
5
3. Metode Tafsir Muqaran
Secara bahasa, tafsir muqaran berarti tafsir perbandingan. Sedangkan secara
istilah, tafsir muqaran adalah metode penafsiran yang membandingkan ayat
Al-Qur'an yang satu dengan ayat AlQur'an yang lain yang sama redaksinya,
tetapi berbeda masalahnya, atau membandingkan ayat Al-Qur'an dengan
hadis-hadis Nabi Muhammad saw, yang tampaknya bertentangan dengan ayat-
ayat tersebut, atau membandingkan pendapat ulama tafsir yang lain tentang
penafsiran ayat yang sama.5 Sementara menurut al-Farmawi, tafsir muqaran
adalah tafsir yang menjelaskan tentang ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan
yang ditulis oleh para mufassir, yang hal itu dilakukan dengan cara
mengumpulkan beberapa ayat al-Qur’an dalam satu bingkai pembahasan,
kemudian mencari pendapat-pendapat para mufassir mengenai ayat-ayat
tersebut, berikut tafsirnya, baik dari para mufassir klasik maupun modern, baik
tafsir mereka berupa tafsir bi al-ma’sur atau bi al-ra’yi, setelah itu
dibandingkan antar metode, sumber dan pendapat yang berbeda-beda, yang
ditempuh oleh para.
Corak Tafsir
A. Pengertian Corak Tafsir
Dalam Bahasa arab corak berasal dari kata alwan yang merupakan bentuk plural dari
kata launun yang berarti warna, dalam lisan Bahasa arab, Ibnu Manzur menyebutkan :
5
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. 20, Hal. 118.
6
Warna setiap sesuatu merupakan pembeda antara sesuatu dengan yang lain. Jadi
menurut Ibnu Manzur warna adalah sama dengaan jenis dan jika dinisbatkan kepada orang
seperti Fulan(lak-laki tersebut) memiliki karakter yang berubah-ubah6.
Wilson Munawwir menyebutkan kata laun dalam al-munawwir Arab Indonesia sebgai
singular dari prular alwan yang berarti warna, kata laun juga bisa berarti an-nau’ wa al-sinfu
yang berarti macam dan jenis 7.
Sementara pengertian tafsir secara etimologi di atas maka tafsir memiliki makna
membuka tabir, sedangkan at-tafsir,artinya menyibak makna dari kata-kata yang tidak
dimengerti.
B. Corak-corak Tafsir
Tafsir Lughowi
Tafsir lughawi terdiri dari dua kata yaitu tafsir dan lughawi. Tafsir yang akar katanya
berasal dari فسرbermakna keterangan dan penjelasan. 8
Manusia yang gemar dan menetapi atau menekuti kata-kata yang digunakannya,
maka katakata tersebut disebut lughah. Dengan demikian, yang dimaksud dengan lughawi
adalah kata- kata yang digunakan, baik secara lisan maupun tulisan.
Dari penjelasan diatas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud
dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an
dengan menggunakan kaidah- kaidah kebahasaan atau lebih simpelnya tafsir lughawi adalah
menjelaskan al-Qur’an al-Karim melaluiinterpretasi semiotik dan semantikyang meliputi
etimologis, morfologis, leksikal, gramatikal, dan retorikal
6
Muhammad bin Makram bin Manzur al-Ifriki al-Masri, Lisan al-‘Arab, Vol. 13, (Bairut: Dar Sadir, Cet.
Ke- I, t.t), 393.
7
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir; Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,
Cet. Ke-14,1997), 1299.
8
bu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-Lughah, ( Beirut : Dar al-Fikr ) jld 4, h. 504
9
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis…jld. 5 , h. 255
7
Sedangkan Quraish Shihab dalam bukunya membumikan alQur’an mendefenisikan
tafsir lughawidengan pernyataan sebagai berikut;Penafsiran lughawiyah adalah penafsiran
yang mendekatkan kepada aspek kebahasaan yang mencakup disana uslub-uslub dan kaedah
bahasa arab
a. Kitab At-Tibyan fi I’rab al- Qur’an karya Abdullah bin Husain al- Akbary
(w.616 H)
b. Kitab al Kassyafkarangan Imam al-Zamakhsyary
c. Kitab Tafsir al-Bayan al- Qur’an karangan Aisyah Abd Rahman bint al-
Syathi’
d. Dll
Contoh penafsiran lughawi ini adalah penafsiran dikemukakan oleh al- Zamakhsari
dalam surat al- An’am :137 :
َعلَيهم َول َيلبسوا ليردوهم ش َر َكآؤهم أَو َٰلَدهم قَت َل ٱلمشركينَ منَ ل َكثير زَ يَّنَ َك َٰذَلك
َ َشا ٓ َء َولَو ْ دينَهم
َّ ْفَذَرهم َو َما َيفتَرونَ فَ َعلوه َما
ٱّلل
Ayat ini ditafsirkan menurut Qira’at Hafs, kata kerja fi’ilnya di baca dalam
bentuk aktif atau Mabni li al-Ma’lum dan pelakunya atau Failnya Syuraka’uhum10
Tafsir Fiqhi
Pengertian Tafsir Fiqhiy Fiqhiy berasal dari kata فقهsecara bahasa, fikih berarti
paham, dalam pengertian pemahaman yang mendalam yang menghendaki pengerahan potensi
10
Muhammad Husein al-Dzahabiy, al-Ittijah al-Munharifah if Tafsir alQur’an al-Karim Dawa’if’uha wa
Da’fuha ( Kairo : Dar al-I’tisham, 1978) , h. 41
8
akal. Para ulama usul fiqh mendefenisikan fiqihsebagai cara mengetahui hukum-hukum Islam
(syara’) yang bersifat amali (amalan) melalui dalilnya terperinci. Sedangkan ulama-ulama
fiqih mendefenisikan sekumpulan hukum amaliyah (yang sifatnya diamalkan) yang
disyari’atkan dalam Islam. Pengertian fiqih secara bahasa yang berarti paham, antara lain
dapat dilihat dalam surat Hud ayat: 91
يرا نَفقَه َما َٰيَشعَيب قَالوا َ ْ ْ َل َر َجم َٰنَكَ َرهطكَ َو َلو َل
ً ضعي ًفا فينَا لَن ََر َٰىكَ َوإنَّا تَقول م َّما َكث
ٓ علَينَا أَنتَ َو َما
َ بعَزيز
“Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang
kamu katakan itu dan Sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang
yang lemah di antara Kami; kalau tidaklah Karena keluargamu tentulah kami
Telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di
sisi kami.”
Dari defenisi ulama ushul fiqih terlihat bahwa fiqih itu sendiri melakukan Ijtihat
karena hukum-hukumnya tersebut diistinbatkan dari dalil-dalilnya yang terperinci dan
khusus, baik melalui nash maupun melalui dalalah (indikasi) nash. Semua itu tidak dapat
dilakukan kecuali melalui Ijtihat. Sedangkan defenisi dari para ulama fiqih terlihat bahwa
fiqih merupakan syara’ itu sendiri. Baik hukum itu qath’i (jelas, pasti) atau zhanni (masih
bersifat dugaan, belum pasti), dam memelihara hukum furu’ (hukum kewajiban agama yang
tidak pokok) itu sendiri secara keseluruhan atau sebahagian
d. Dll
Tafsir Shufi
Sebelum membahas mengenai tafsir sufi, sebaiknya terlebih dahulu membahas
tentang kata sufi, menurut Ibnu Khaldun, kata tasawuf memiliki beberapa versi pengertian,
salah satunya ialah mushtaq dari kata suf, karena para sufi memakai pakaian yang berbeda
9
dengan masyarakat umum yang memakai pakaian mewah, mereka menggunakan kain suf
(tenunan dari bulu domba atau yang disebut dengan wol), sebagai praktek gaya hidup
sederhana dan kezuhudan. Ada pula yang mengatakan, kata sufi diambil dari kata safa’, yang
berarti suci, hal ini karena kesucian hati para sufi, dan kesucian kondisi batin dan lahir
mereka dari menentang Allah. Ada juga yang mengatakan diambil dari suffah yang
dinisbatkan pada sahabat-sahabat Nabi dari golongan yang tidak mampu yang kemudian
mereka dikenal dengan ahli suffah. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa kata ini bukan
mushtaq tapi merupakan laqab (sebutan) bagi mereka11 .
Tafsir sufi dibagi menjadi dua, tafsir sufi nazari dan tafsir sufi ishari. Tafsir sufi
nazari adalah tafsir sufi yang berlandaskan pada teori-teori dan ilmu-ilmu filsafat12 .
Sedangkan tafsir sufi ishari adalah menafsirkan ayatayat al-Qur’an tidak sama dengan makna
lahir dari ayat-ayat tersebut, karena disesuaikan dengan isyarat-isyarat tersembunyi yang
nampak pada para pelaku ritual sufistik, dan bisa jadi penafsiran mereka sesuai dengan
makna lahir sebagaimana yang dimaksud dalam tiap-tiap ayat tersebut.
Contoh dari tafsir sufi nazari adalah penafsiran Ibnu ‘Arabi terhadap ayat 115 dari
Surah al-Baqarah:
Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah (kiblat) Allah. Ibnu ‘Arabi
menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, ini merupakan hakikat, wajhullah ada di setiap
arah dimanapun setiap orang menghadapnya, meski demikian jika ada orang salat menghadap
pada selain Kakbah sedangkan dia tahu arah kiblat, maka salatnya batal, sebab ibadah yang
khusus ini tidak disyariatkan kecuali dengan menghadap pada kiblat yang juga khusus seperti
ini, apabila dia dalam ibadah yang tidak membutuhkan penentuan seperti ini, maka Allah
menerima cara menghadap orang tersebut.
Contoh lain dari penafsir yang sama adalah ketika menafsirkan ayat 57 dari Surah
Maryam. ‘Ibnu Arabi menafsirkan ayat di atas dengan menyebut dunia planet dan pada
kesimpulan dari penafsirannya ia menjelaskan bahwa kita (umat Muhammad) akan berada di
planet yang paling tinggi.
11
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, (Kairo: Maktabah at-Taufiqiyah, t.th.), 522.
12
Al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Da>r al-Hadith, 2005), 297.
10
Sementara contoh dari tafsir sufi ishari adalah penafsiran al-Tustari terhadap Surah
asy-Shu’ara’ ayat 78-81:
٧٨:ين ﴿الشعراء َْ َ َُ ِ ََ َ َّ
ِ ال ِذى خلق ِن فهو يه ِد
Tafsir Ilmi
Pengertian Tafsir Ilmiy Ajakan al- Qur’an adalah ajakan ilmiah, yang berdiri diatas
prinsip pembebasan akal dari tahayul dan kemerdekaan berfikir. AlQur’an menyuruh kita
untuk memperhatikan wahyuNya yang tertulis, sekaligus menganjurkan kita agar
memperhatikan wahyuNya yang tampak, yaitu alam. Karena inilah, kita menemukan banyak
ayat al- Qur’an yang diakhiri dengan kalimat, seperti di dalam firman Allah ta’ala قد فصلنااليات
) )لقوم يفقهون) ( لقموم يعلمونdan( )لقوم يتفكرونmeskipun ayat-ayat kawniyah itu secara tegas dan
khusus tidak ditujukan kepada para ilmuan, namun pada hakikatnya mereka itulah yang
diharapkan untuk meneliti dan memahami ayat-ayat kauniyyah tersebut13 .
Ilmi berasa dari bahasa Arab ‘Ilm yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata
dari jahl yang berarti kebodohan. Kata ilmu bisa disepadankan dengan kata Arab lainnya,
13
Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maughu’iy,…h. 22
11
yaitu ma’rifah (pengetahuan), fiqih (pemahaman), hikmah (kebijaksanaan) dan Sy’ur
(perasaan). Ma’rifah adalah padanan kata yang sering digunakan.
َ سنريهم َءا َٰيَتنَا فى ٱل َءا َفاق َوف ٓى أَنفسهم َحت َّ َٰى يَتَبَيَّنَ لَهم أَنَّه ٱل َح ُّق ۗ أ َ َو َلم يَكف ب َربكَ أَنَّهۥ
ٌ علَ َٰى كل شَىء شَهيد َ
Akan Kami tunjukkan kepada mereka bukti-bukti kebenaran Kami di segenap ufuk
(penjuru) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas kepada mereka bahwa al-Qur’an itu
benar.
Dalam kitab tafsir al-Qur’an al-‘Azim, al-Imam Ibnu Katsir menyebutkan : Allah
akan tunjukkan bukti-bukti serta dalil-dalil di alam ini yang menunjukkan bahwa al-Qur’an
ini adalah benar-benar datang dari Allah, ia diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. bukti-
bukti tersebut berasal dari luar diri manusia berupa alam semesta, penaklukan-penaklukan
Islam atas berbagai wilayah dan beberapa agama, atau bahkan bisa juga berarti kemukjizatan
tentang manusia itu sendiri, dari apa ia terbuat, bagaimana struktur tubuhnya, bagaimana bisa
berbentuk sangat menakjubkan seperti ini, dan bagaimana bisa berbeda antara satu sama lain
dari segi akhlak, ada yang baik dan ada yang tidak baik. 14
Tafsir Ijtima’i
Pada masa kini, muncul corak penafsiran baru, yaitu tafsir adabi ijtima’i yang fokus
bahasannya adalah mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti, selanjutnya
menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur'an tersebut dengan gaya bahasa yang
indah dan menarik, kemudian berusaha menghubungkan nas-nas al-Qur'an yang tengah dikaji
dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada. 15
14
Kitab Tafsir al-Qur’an al-‘Azim Karya Ibnu Katsir
15
Al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Dar al-Hadith, 2005), 478.
12
Dari pengertian seperti ini, maka ilmuan yang mengartikan tafsir adabi ijtima’i
dengan tafsir sosio-kultural penulis anggap kurang lengkap, karena tafsir adabi ijtima’I juga
mencakup sisi balaghah dan kemukjizatan al-Qur’an, sebagaimana diungkap oleh al-Dhahabi,
tafsir adabi ijtima’i mengungkap sisi balaghah dan kemukjizatan al-Qur’an, mengungkap
makna dan tujuan al-Qur’an, menyingkap hukum-hukum alam raya dan norma- norma sosial
masyarakat, memuat solusi bagi kehidupan masyarakat muslim secara khusus dan masyarakat
luas secara umum.16
٢١:يد ﴿الحج َ ْ ُ ٰ َّ ُ َ َ
ٍ ولهم مق ِمع ِمن ح ِد
٢٢:يق ﴿الحج َ ْ َ َ َ ۟ ُ ُ َ َ ۟ ُ ُ ٍّ َ ْ َ ْ ۟ ُ ُ ْ َ َ ۟ ٓ ُ َ َ َ َّ ُ
ِ كلمآ أرادوا أن يخرجوا ِمنها ِمن غم أ ِعيدوا ِفيها وذوقوا عذاب الح ِر
ُ اْل ْن ٰه ُر ُي َح َّل ْو َن ف َيها م ْن َأ َساو َر من َذ َهب َو ُل ْؤ ُل ًؤا ۖ َول َب
اس ُه ْم ِف َيها
َْ َ ْ َ َ ّٰ
الص ِل ٰح ِت َجن ٍت ت ْج ِرى ِمن تح ِتها
۟ ُ َ َ ۟ ُ َ َ َ َّ ُ ْ ُ َ َّ
ّٰ وا ِإن هللا يد ِخل ال ِذين ءامنوا وع ِمل
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
٢٣:َح ِر ٌير ﴿الحج
َ ْ َ ۟ٓ ُ ُ َ ْ َْ َ َّ َ ۟ ٓ ُ ُ َ
٢٤:يد ﴿الحج ٰ ِ وهدوا ِإَل الط ِّي ِب ِمن القو ِل وهدوا ِإ َٰل
ِ ِص ِط الح ِم
ْ ُ ْ ْ ُ َ َ َْ َ ُ ْٰ ً َ َ َّ ُ ٰ ْ َ َ َّ َ َ ْ ْ َ ْ َ ِ ون َعن َسبيل
َ ُّ ُ َ َ ۟ ُ َ َ َ َّ َّ
يه ِب ِإل َح ٍاد ِبظل ٍم
ِ يه والب ِاد ۚ ومن ي ِرد ِف
ِ اس سوآء الع ِكف ِف
ِ هللا والمس ِج ِد الحر ِام ال ِذى جعلنه ِللن ِ ِ ِإن ال ِذين كفروا َويصد
َ َ ْ ُ ْ ُّ
٢٥:اب أ ِل ٍيم ﴿الحج
ٍ ن ِذقه ِمن عذ
Ketika menafsirkan ayat di atas, Muhammad Abduh menolak kisah algharanik dan
mengkritisinya dengan berlandaskan pada kemaksuman Nabi Saw. dan pada janji Allah untuk
selalu menjaga kemurnian wahyu
BAB III
PENUTUP
16
Ibid. 480
13
A. Kesimpulan
Al-Qur’an kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai penerang atau
petunjuk bagi manusia, untuk memahami kandungan yang terdapat dalam kalam Allah,
membutuh kan penafsiran sebagai penjelas, karena tanpa penafsiran tentulah banyak
kandungan al- Qur’an yang tidak akan bisa di fahami apalagi di amalkan. Oleh Karena
kebutuhan tersebut muncullah kitab tafsir dengan berbagai corak penafsiran dari
pengarangnya. Di antara corak yang di dalami oleh ulama seperti corak lughawinya. Dengan
memahami kandungan makna al- Qur’an dengan merujuk kembali kepada bahasa al- Qur’an
tersebut diturunkan yaitu dengan bahasa Arab, dengan cara menggunakan kaidah-kaidah
bahasa Arab tersebut, seperti Qawaid, balaghah, juga satranya. Namun ada juga di antara
mufassir yang mendalami al- Qur’an dari hukum Fiqhinya, dengan maksud mengeluarkan
hukum syar’i yang terkandung dalam ayat-ayat al- Qur’an. Namun juga ada corak tafsir dari
segi ke ilmiahan yang terkadung dalam al- Qur’an. Dengan menggali al- Qur’an dengan
menggunakan teori-teori ilmiah yang berhubungan dengan ayat-ayat kauniyyah. Semua ini
tentu boleh saja, selagi tidak menyalahi subtansi dari al- Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia, dalam arti kata penafsiran itu tidak memiliki kandungan yang bertolak belakang
dengan al- Qur’an itu sendiri.
B. Saran
Penulis berpesan jika terdapat beberapa hal yang salah dalam penulisan ataupun materi,
diharapkan untuk memberikan beberapa saran kepada penulis, agar kedepannya bisa menjadi
lebih baik lagi dalam menulis, dan juga penulis berpesan kepada mahasiswa Indonesia
khususnya mahasiswa Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an Jakarta, kita tekunkan
budaya menulis, membaca, dan memahami, supaya kita menjadi orang-orang yang berguna
bagi bangsa dan agama di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
14
Abdul Hay al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’i, (Kairo: Dar Matabi’ wa al-Nashr al-
Islamiyah, 2005
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdar, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, tt.),
Abdul Hay al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudu’i, (Kairo: Dar Matabi’ wa al-Nashr al-
Islamiyah, 2005),
Muhammad bin Makram bin Manzur al-Ifriki al-Masri, Lisan al-‘Arab, Vol. 13,
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-Lughah, ( Beirut : Dar al-Fikr
15