Anda di halaman 1dari 16

Corak Tafsir : At-tafsir as-sufi, al- fiqh, al-falsafi, al- ilmi, dan al-adabi wa al-

ijtima’i
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tafsir (ayat-ayat
pendidikan).
Dosen pengampu: Dr. Saiman Sholeh, M.Pd

Di susun oleh:
1. Nandi Saepulloh :1986208043
2. Wafa Ajeng Mawaddah :1986208081
3. Maula Huzzaifa :1986208195
4. Wally Siti Ambarwati : 1986208098
Kelas : 5 B Malam
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JL. Printis Kemerdekaan 1 Babakan No. 33 Cikokol Kec. Tangerang (021)
5573198
Kota Tangerang, Banten 15118
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan
makalah Inovasi Kurikulum dengan judul “Corak Tafsir : At-tafsir as-sufi, al-
fiqh, al-falsafi, al- ilmi, dan al-adabi wa al-ijtima’i” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya.
Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam merampungkan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi
para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.

Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana


ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-
makalah selanjutnya.

Tangerang, 21 rabiul awal 1443


Tangerang, 27 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Pengertian Corak Tafsir...................................................................3
B. Macam-Macam Corak Tafsir...........................................................3
C. Literatur Tafsir Al-Qur'an Di Indonesia...........................................9
BAB III PENUTUP..........................................................................................10
KESIMPULAN.................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan penafsiran Al-Qur’an di Indonesia agak berbeda,


dengna perkembangan yang terjadi di dunia Arab yang merupakan tempat
turunnya Al-Qur’an dan sekaligus tempat kelaharian tafsir Al-Quran.
Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan latar belakang,
budaya dan bahasa. Karena bahasa Arab adalah bahasa mereka, maka
mereka tidak mengalami kesulitan berarti untuk memahami bahasa Al-
Qur’an sehingga proses penafsiran juga lumayan cepat dan pesat. Hal ini
berbeda dengan bangsa Indonesia yang proses pemahaman Al-Qur’an
terlebih dahulu dimulai dengan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa
Indonesia baru kemudian di lanjutkan dengan pemberian penafsiran yang
lebih luas dan rinci. Oleh karena itu pula, maka dapat dipahami jika
penafsiran Al-Qur’an di indonesia melalui proses yang lebih lama jika
dibandingkan dengan yang berlaku di tempat asalnya.
Redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana setiap redaksi yang
diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti,
kecuali oleh pemilik redaksi itu sendiri. Hal inilah yang kemudian
menimbulkan keanekaragaman penafsiran. Dalam memahami Al-Qur’an,
sahabat Nabi sekalipun, yaitu yang secara umum menyaksikan turunnya
wahyu, mengetahui konteksnya, serta memahami secara alamiah
struktur  bahasa dan arti kosa katanya, tidak jarang berbeda pendapat, atau
bahkan keliru dalam pemahaman mereka tentang maksud firman-firman
Allah yang mereka dengar atau mereka baca itu. Oleh karena itu
perbedaan tersebut memunculkan permasalahan yang sering dibahas yaitu
masalah corak-corak penafsiran.

Berikut ini penulis akan berusaha menjelaskan dan membahas


maksud dan latar belakang dari perkembangan  corak-corak penafsiran yang
mana itu mempengaruhi lahirnya macam-macam kitab tafsir.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian corak tafsir?
2.  Apa sajakah corak penafsiran itu?
3.  Bagaimana letak perbedaan penafsiran masing-masing corak tafsir
ilmi, corak tafsir Fiqh, corak Falsafi, corak Shufi, corak Adabi dan
Ijtima’i?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian corak tafsir.
2. Untuk mengetahui macam-macam corak penafsiran.
3. Untuk mengetahui letak perbedaan penafsiran masing-masing corak tafsir ilmi,
corak tafsir Fiqh, corak Falsafi, corak Shufi, corak Adabi dan Ijtima’i.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Corak Tafsir


Dalam kamus bahasa Indonesia kata corak mempunyai beberapa
makna. Di antaranya Corak berarti bunga atau gambar (ada yang berwarna
-warna) pada kain (tenunan, anyaman dsb), Juga bermakna berjenis jenis
warna pada warna dasar, juga berarti sifat (faham, macam, bentuk)
tertentu1. Tafsir adalah Ilmu untuk memahami kitabullah yang di turunkan
kepada nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan makna-maknanya,
menyimpulkan hukum –hukumnya dan hikmah-hikmahnya
Menurut Nashruddin Baidan corak tafsir adalah suatu warna, arah,
atau kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah
karya tafsir.2 Dari sini disimpulkan bahwa corak tafsir adalah ragam, jenis
dan kekhasan suatu tafsir. Dalam pengertian yang lebih luas adalah nuansa
atau sifat khusus yang mewarnai sebuah penafsiran dan merupakan salah
satu bentuk ekspresi intelektual seseorang mufassir, ketika menjelaskan
maksud-maksud dari al-Qur‟an. Penggolongan suatu tafsir pada suatu
corak tertentu bukan berarti hanya memiliki satu ciri khas saja, melainkan
setiap mufassir menulis sebuah kitab tafsir sebenarnya telah banyak
menggunakan corak dalam hasil karyanya, namun tetap saja ada corak
yang dominan dari kitab tafsirnya, sehingga corak yang dominan inilah
yang menj1adi dasar penggolongan tafsir tersebut.

B. Macam-macam Corak Tafsir.


1. At-tafsir as-sufi
a.    Pengertian Tafsir Sufi
Tafsir sufi adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi. Dan Sufisme
atau Tasawwuf adalah ajaran-ajaran yang mempunyai tujuan
memperoleh hubungan secara langsung dengan tingkat kedekatan yang
tinggi kepada Allah SWT, karenanya pemahaman seseorang dalam
memahami makna Al-Qur’an dipengaruhi derajat dan kualitas
keruhaniannya sehingga hasil penafsiran para sufi mempunyai corak
atau karakter yang kental dengan penafsir.3

11 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai pustaka :,Jakarta, 2005), hal-
220
2.
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, op.cit., h. 388

3
Tafsîr al-Shufiyah, yakni tafsir yang didasarkan atas olah sufistik,
dan ini terbagi dalam dua bagian; tafsîr shûfi nadzary dan tafsîr
shûfi  isyary. Tafsir sufi nadzary adalah tafsir yang didasarkan atas
perenungan pikiran sang sufi (penulis) seperti renungan filsafat dan ini
tertolak. Tafsir sufi isyary adalah tafsir yang didasarkan atas
pengalaman pribadi (kasyaf) si penulis seperti tafsîr al-Qur`an al-
`Adzîm karya al-Tustari, Haqâiq al-Tafsîr karya al-Sulami dan `Arâis
al-Bayân fî Haqâiq al-Qur`ankarya al-Syairazi.
Tafsir sufi isyari ini bisa diterima (diakui) dengan beberapa syarat,
(1) ada dalil syar`i yang menguatkan, (2) tidak bertentangan dengan
syari’at/rasio, (3) tidak menafikan makna zahir teks. Jika tidak
memenuhi syarat ini, maka ditolak. Corak penafsiran Sufi ini
didasarkan pada argumen bahwa setiap ayat al-Qur’an secara potensial
mengandung 4 tingkatan makna: Zhahir, Batin, Hadd, dan matla’.

b.   Karakteristik Tafsir Sufi


1)      Tafsir Sufi Nazari
 Tafsir Sufi al-Nazari  adalah tafsir sufi yang  dibangun untuk
mempromosikan  dan memperkuat teori-teori mistik yang dianut
mufassir.  Dalam menafsirkannya itu mufassir membawa al-Qur’an
melenceng jauh dari tujuan utamanya yaitu untuk kemaslahatan
manusia, tetapi yang ada adalah penafsiran pra konsepsi untuk
menetapkan teori mereka. Al-Zahabi mengatakan bahwa tafsir sufi
nazari dalam praktiknya adalah pensyarahan al-Qur’an yang tidak
memperhatikan segi bahasa  serta apa yang dimaksudkan oleh syara’.  
 Ulama yang dianggap kompeten dalam tafsir al-Nazari yaitu
Muhyiddin Ibn al-‘Arabi. Beliau dianggap sebagai ulama tafsir sufi
nazari yang meyandarkan bebarapa teori-teori tasawufnya dengan al-
Qur’an. Karya tafsir Ibn al-‘Arabi di antaranya al-Futuhat al-
Makiyat dan al-Fushush.  Ibn al-‘Arabi adalah seorang sufi yang
dikenal dengan paham wahdatul wujud-nya. Wahdat al-wujud dalam
teori sufi adalah paham adanya persatuan antara manusia dengan
Tuhan.
2
  Contoh Dalil al-Qur’an tentang paham ini adalah Al-Qur’an surat
al-Baqarah ayat 186: “Jika hamba-hambaku bertanya padamu tentang
aku, aku adalah dekat. Aku mengabulkan seruan orang memanggil
jika dia panggil Aku”.
Kata do’a yang terdapat dalam ayat tersebut oleh sufi diartikan bukan
berdo’a dalam arti lazim dipakai. Kata itu bagi mereka adalah

23. Moh Quraish Shihab, Sejarah & Ulum al- Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). hal.180

4
mengandung arti berseru atau memanggil. Tuhan mereka panggil dan
Tuhan melihat dirinya kepada mereka.  Dengan perkataan lain, mereka
berseru agar Tuhan membuka hijab dan menampakkan dirinya kepada
mereka. 

2)      Tafsir Sufi Isyari


  Tafsir sufi Isyari adalah pentakwilan ayat-ayat al-Qur’an yang
berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus yang
diterima para tokoh sufisme tetapi di antara kedua makna tersebut
dapat dikompromikan.  Yang menjadi asumsi dasar mereka dengan
menggunakan tafsir isyari adalah bahwa al-Qur’an mencakup apa yang
zhahir dan batin. Makna zhahir dari al-Qur’an adalah teks ayat
sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik
makna tersebut.
Contoh tafsir ini adalah:

ْ‫فَ َم ْن َشا َء فَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َء فَ ْليَ ْكفُر‬


Barang siapa yang ingin beriman, beirmanlah dan barangsiapa yang
ingin kafir,kafirlah!
Menurut al-Alusi, ayat ini tidak menunjukkan adanya free will dan
free act sebagaimana yang diklaim oleh kaum Mu’tazilah. Hal ini,
karena free will dan free act bertentangan dengan dua hal; Pertama,
bila untuk berbuat manusia perlu berkehendak, maka untuk membuat
kehendak manusia juga perlu berkehendak, begitu seterusnya,
sehingga akan terjadi proses teologis yang tidak ada ujung pangkalnya.
3
Allah SWT telah berfirman:
‫إن هللا كان عليما حكيما‬  ‫وما تشآءون اال أن يشاء هللا‬
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila
dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana”.
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak
Allah.Demikianlah menurut al-Alusi.4
2. al- fiqh
a.    Pengertian Corak Tafsir Fiqhi
 Corak Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang menitikberatkan
kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-
cabangnya serta membahas perdebatan atau perbedaan pendapat
34. Abu al Fadl Mahmud al Alusi, Ruh al Ma’ani fi Tafsir al-Qur'an‘Azim wa Sab’I al Matsani,
(Beirut:Dar Ihya' al Turats al’A'rabi,),hal.266

5
seputar pendapat-pendapat imam madzhab. Tafsir fiqhi inijuga dikenal
dengan tafsir ahkam, yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-
ayat hukum dalam al-Qur’an (ayat-ayat ahkam). Tafsir fiqhi lebih
populer dengan sebutan tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada
ayat-ayat hukum dalam Al Qur’an. Orang yang pertama berhak
menyandang predikat mufassir adalah Rasulullah SAW, kemudian
para shahabat.
Setelah ini periode mufassir tabi’in, kemudian periode mufassir
tabi’it tabi’in dan orang-orang yang setelahnya, yang pada periode
mereka ini dinamakan periode tadwin (pengodifikasian). Seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan cabang-cabangnya
tafsirpun terus berkembang sampai periode mutakhirin.
Di antara kitab-kitab yang tergolong tafsir fiqh  adalah Ahkam al-
Quran karya al-Jassas (w. 370 H); Ahkam al-Quran karya Ibn
al-‘Arabi (w. 543 H); dan Al-Jami‘ li ahkam al-Quran karya al-Qurtub
(w. 671 H).
b.   Sistematika Tafsir Fiqhi
Dalam sistematika penulisan kitab tafsir dikenal adanya 3 sistematika:
1)   Mushafi  yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada
susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf dengan memulai dari
surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai surat al-Nas.
2)   Nuzuli yaitu dalam menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kronologis
turunnya surat-surat Al-Qur’an.
3)   Maudhu’i yaitu menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan topik-topik
tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya
dengan topik tertentu kemudian ditafsirkan.
Al Qurtuby sebagai representasi dari tafsir fiqhi dalam menulis kitab
tafsirnya memulai dari surat al-Fatihah  dan diakhiri dengan surat al-
Nas. Dengan demikian ia memakai sistematika Mushafi, yaitu dalam
menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat dan surat  yang
terdapat dalam mushaf.
c.   Contoh tafsir fiqhi
…‫واقيموالصّالة وأتواال ّزكاة واركعوامع الرّاكعين‬
(Surat Al Baqarah 43)
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al Qurtubi membagi pembahasan
ayat ini menjadi 34 masalah. Di antara pembahasan yang menarik adalah
masalah ke 16. Dia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak
kecil yang menjadi imam shalat. Di antara tokoh yang mengatakan tidak
boleh adalah al Thawri, Malik dan Ashab Al Ra’yi. Dalam masalah ini al-

6
Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya, menurutnya
anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik.

3. al-falsafi

Tafsîr al-Falâsifah, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an


berdasarkan pemikiran atau pandangan falsafi, seperti tafsir bi al-ra`y.
Dalam hal ini ayat lebih berfungsi sebagai justifikasi pemikiran yang
ditulis, bukan pemikiran yang menjustifikasi ayat. Seperti tafsir yang
dilakukan al-Farabi, ibn Sina, dan ikhwan al-Shafa. Menurut Dhahabi,
tafsir mereka ini di tolak dan di anggap merusak agama dari dalam.
 Corak penafsiran ini akan sangat bermanfaat nantinya untuk
membuka khazanah keislaman kita, sehingga kita nantinya akan
mampu mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai aspek,5
terutama aspek filsafat. Metode berfikir yang digunakan filsafat yang
bebas, radikal dan berada dalam dataran makna tentunya akan
memperoleh hasil penafsiran yang lebih valid walaupun keberannya
masih tetap relatif.

4. al- ilmi

Tafsri ‘Ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat al qur’an berdasarkan


pendekatan Ilmiyah atau menggali kandungan al qur’an berdasarkan
teori-teori ilmu pengetahuan. Alasan yang melahirkan penafsiran
ilmiah adalah karena seruan4 al-Quran pada dasarnya adalah sebuah
seruan ilmiah. Yaitu seruan yang didasarkan pada kebebasan akal dari
keragu-raguan dan prasangka buruk, bahkan al-Quran mengajak untuk
merenungkan fenomena alam semesta, atau seperti juga banyak kita
jumpai ayat-ayat al-Quran ditutup dengan ungkapan-ungkapan, “Telah
kami terangkan ayat-ayat ini bagi mereka yang miliki ilmu”, atau
dengan ungkapan, “bagi kaum yang memiliki pemahaman”, atau
dengan ungkapan, “bagi kaum yang berfikir.”.
 Karya yang bisa digolongkan dalam kelompok tafsir ilmi
adalah Tafsir al-Kabir karya Imam Fakh al-Razî dan Tafsir al-
Jawahir karya Tantawi Jauhari. Sebagian ulama ada juga yang
memasukkan beberapa karya seperti Ihya’ ‘ulum al-din, dan Jawahir
al-Qurankarya Imam al-Ghazali; serta al-Itqan karya al-Suyuti sebagai
karya yang mencerminkan corak tafsir ilmi ini. Ada beberapa ulama
yang menolak adanya penafsiran al-Qur’an secara ilmiah, terutama

45. Moh Quraish Shihab, Sejarah & Ulum al- Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). hal.180

7
penafsiran model al-Fakhr al-Raziy dan Thanthawi Jawhari karena
dianggap terlalu berlebihan dalam penafsiran ilmiah dan terkesan
memaksakan diri membuat kaitan antara ayat-ayat al-Qur’an dan ilmu
pengetahuan.6
Contoh Q.S al-Baqarah [02]: 61 yang bercerita tentang kaum
Nabi Musa yang tidak puas dengan makan satu jenis makanan di
pegunungan
‫ت اأْل َرْ ضُ ِمن بَ ْقلِهَا‬
ُ ِ‫ك ي ُْخ ِرجْ لَنَا ِم َّما تُ ْنب‬ ُ ‫َو إِ ْذ قُ ْلتُ ْم يَا ُموْ َسى لَن نَّصْ بِ َر َعلَ َى طَ َع ٍام َوا ِح ٍد فَا ْد‬
َ َّ‫ع لَنَا َرب‬
‫صلِهَا قَا َل أَتَ ْستَ ْب ِدلُوْ نَ الَّ ِذيْ هُ َو أَ ْدنَى بِالَّ ِذيْ ه َُو خَ ْي ٌر‬
َ َ‫َوقِثَّآئِهَا َوفُوْ ِمهَا َو َع َد ِسهَا َوب‬
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak
bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu
mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan
bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang
merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah
sebagai pengganti yang lebih baik?
Thantowi Jauhari (w. 1940 M) mengomentari ayat ini dengan
mengambil teori ilmiah Eropa, yakni bahwa model kehidupan Baduwi
di pedesaan atau pegunungan, yang biasanya orang mengkonsumsi
makanan manna wa salwa (jenis makanan yang tanpa efek samping)
dengan kondisi udara yang bersih, jauh lebih baik daripada model
kehidupan di perkotaan yang biasanya orang suka mengkonsumsi
makanan siap saji, daging-daging, dan berbagai ragam makanan
lainnya, ditambah lagi polusi udara yang sangat membahayakan
kesehatan.

5. al-adabi wa al-ijtima’i
a.    Pengertian Adabi Ijtima’i
Tafsir adabi Ijtima’i sebagaimana disebutkan oleh al Farmawi
adalah Corak tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat al
Qur’an pada Aspek ketelitian redaksinya lalu menyusun kandungannya
dalam redaksi yang indah dengan penonjolan aspek-aspek petunjuk al
Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan pengertian ayat tersebut
dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan
pembangunan dunia.7
b.   Tokoh-tokoh Adabi Ijtima’i 
Tokoh utama corak adabi ijtima’i ini adalah Muhammad Abduh
sebagai peletak dasarnya,85 dilanjutkan oleh muridnya Rasyid Ridha, di

56 Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007),
hlm. 94

8
era selanjutnya adalah Fazlurrahman, Muhammad Arkoun. Selanjutnya
yang masih menjadi bagian dari para mufassir dengan corak ini akan
disebutkan berikut ini bersama karya-karya tafsirnya.
1)        Tafsir Al-Manar, oleh Rasyid Ridha (w. 1345 H).
2)        Tafsir Al-Maraghi, oleh Syekh Muhammad Al-Maraghi (w.
1945 M).
3)        Tafsir Al-Qur'an Al-Karim, karya Al-Syekh Mahmud
Syaltut .
4)        Tafsir Al-Wadhih, karya Muhammad Mahmud Baht Al-
Hijazi. 

C.    Literatur Tafsir Al-Qur'an Di Indonesia


1)   Tafsir bi al-Ma’tsur Pesan Moral Al-Qur'an, Karya Jalaluddin
Rahmat.
2)   Tafsir Juz ‘Amma disertai Asbab al-Nuzul, Karya Rafi’uddin
dan Edham Syifa’i.
3)   Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.
4)   Menyelami Kebebasan Manusia, Telaah Kritis Terhadap
Konsepsi Al-Qur'an, karya Mahasin.
5)   Konsep Kufr Dalam Al-Qur'an, karya Harifudin Cawidu.
6)   Konsep Perbuatan Manusia Menurut Al-Qur'an, Karya
Jalaludin Rahman.
7)   Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur'an, Karya
Musa Asy’ari.
8)   Jiwa Dalam Al-Qur'an, karya Achmad Mubarok dll.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
7.
Quraish Syihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007), ctk. I, hlm. 108.

8. Quraish Syihab, Studi Kritis Tafsir al-Manar ,(Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 11.

9
Corak diartikan oleh para mufassir sebagai kecenderungan atau spesifik
seorang mufassir. Hal ini dilatar belakangi oleh pendidikan, lingkungan
dan akidahnya (keyakinannya). Diantara macam-macam corak tafsir yaitu;
corak ‘Ilmi, corak Fiqhi, corak Falsafi, corak Shufi, corak Adabi Ijtima’i.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.makalah.my.id/2016/07/makalah-ulumul-tafsir-corak-
tafsir.html

10
https://ashrafvancho.blogspot.com/2016/12/corak-corak-penafsiran-al-
quran.html

http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/6961/3/BAB%20II.pdf

https://makalahratih.blogspot.com/2013/02/macam-macam-corak-
tafsir.html

M. Husein al-Dzahabi, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Dar al-Fikr,


Beirut, 1995, Jilid I, hlm. 419

Nama – nama siswa yang bertanya beserta jawabanya :

1. Choirul Mukhlisin(penanya) : apa maksud dari al’ilmi ?

11
wally (penjawab) : Tafsri ‘Ilmi adalah menafsirkan ayat-
ayat al qur’an berdasarkan pendekatan Ilmiyah atau menggali
kandungan al qur’an berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan

2. Putrida (penanya) : apa contoh dalil dari tafsir sufi nazari ?


nandi (penjawab) : Contoh Dalil al-Qur’an tentang paham ini
adalah Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 186: “Jika hamba-hambaku
bertanya padamu tentang aku, aku adalah dekat. Aku mengabulkan
seruan orang memanggil jika dia panggil Aku”.

3. Septiana (penanya) : apa pengertian dari tafsir as’sufi ?


Maula (penjawab) :Tafsir sufi adalah tafsir yang ditulis oleh para
sufi. Dan Sufisme atau Tasawwuf adalah ajaran-ajaran yang
mempunyai tujuan memperoleh hubungan secara langsung dengan
tingkat kedekatan yang tinggi kepada Allah SWT.

4. Puji Santoso (Penanya) : apa pengertian dari corak tafsir fiqhi ?


Wafa (penjawab) :Corak Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang
menitikberatkan kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan
cabang-cabangnya serta membahas perdebatan atau perbedaan
pendapat seputar pendapat-pendapat imam madzhab.

12

Anda mungkin juga menyukai