Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MACAM-MACAM METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an yang


Dibimbing Ibu Dr.Hj.Masruroh, MPd

Disusun oleh:

KELOMPOK

Vera Novianty
Yayu Indriyani

INSTITUT AGAMA ISLAM BOGOR


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman
dankesehatan serta kesempatan, sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul “Media Pembelajaran” tepat pada waktunya. Sholawat dan salah
senantiasa Kami sampaikan kepada Nabi Akhirul Zaman, Nabi Muhammad SAW yang
karena ataskecintaannya pada umatnya, maka hingga kini Kita bisa berdisi tegak
dibawah naungancahaya ilmu pengetahuan dalam nikmat Islam.

Proses pembelajaran yang dilakukan di kelas oleh guru sebagai penyalur


informasi kepada siswa selaku penerima disadari atau tidak dipengaruhi oleh
menggunaan media pembelajaran yang memadai. Proses pembelajaran haruslah
berorientasi kepada peningkatanmutu belajar dan siswa, yang untuk itu dapat dicapai
dan ditingkatkan dengan caramenggunakan berbagai macam alat peraga atau media
pembelajaran. Seiring berkembangnyazaman, media pembelajaran pun mengalami
perkembangannya mengikuti kemajuan dankecanggihan teknologi.Semua hal tersebut
pada akhirnya tetaplah bertujuan untukmeningkatkan kualitas siswa yang nantinya
dihasilkan menjadi lebih baik dan siap bersaingsecara global.

Akhirnya, ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada semua pihak


yangmembantu dan mendukung hingga terselesaikannya makalah ini. Disadari bahwa
tulisan inimasih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif sangatdiperlukan dalam rangka perbaikan dimasa yang akan datang.

Terima kasih

Kelompok 14
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian Metode ........................................................................................... 3
B. Pengertian Tafsir ............................................................................................... 4
C. Metodologi Tafsir............................................................................................... 5
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
A. Kesimpulan .......................................................................................................11
B. Saran .................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-quran adalah sumber hukum pertama bagi umat Muhammad,
kemampuan setiap orang dalam memahami tafsir dan ungkapan al-quran tidaklah
sama. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak
dipertentangkan lagi.Kalangan awam hanya dapat memahami makna-makna yang
dzahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global. Sedang kalangan cendekia dan
terpelajar akan dapat menyimpulkan makna yang terkandung dibalik ayatnya.
Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa tafsir al-quran sangat berguna bagi
kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang membaca al-quran tapi banyak juga yang
hanya sekedar membaca tanpa bias memahami setiap ayat yang di bacanya. Ilmu
tafsir sangat berguna untuk memahami makna al-quran. Oleh karena itu mempelajari
tafsir al-quran merupakan sesuatu yang urgen untuk mengetahui maksut Allah
(dalam al-quran). Tentu saja dengan batas kemampuan yang tidak dimiliki
menyangkut perintah dan larangan yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-
hambanya agar menjalani kehidupan dunia yang lurus dan dapat mempersiapkan
bekal yang cukup untuk akhirat. Juga untuk memahami petunjuk Allah, yang
menyangkut akidah, ibadah, akhlak, dengan harapan memperoleh kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode ?
2. Apa yang dimaksud dengan tafsir ?
3. apa saja metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan al-quran ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan metode.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tafsir
3. Untuk mengetahui apa saja metode-metode yang digunakan dalam
menafsirkan al-quran.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode
Kata „metode‟ berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti “cara atau
jalan. Di dalam bahasa Arab kata ini ditulis “Thoriqot” dan “manhaj”. Di dalam
pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya);
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan. Pengertian „metode‟ yang umum itu dapat
digunakan pada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran
akal, atau menyangkut pekerjaan fisik. Jadi dapat dikatakan metode adalah salah satu
sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kaitan
ini maka studi tafsir Al-Qur‟an tidak lepas dari metode, yakni ”suatu cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al–Qur’an yang diturunkan-Nya kepada Nabi
Muhammad saw.
Definisi itu memberikan gambaran kepada kita bahwa metode tafsir Al-Qur‟an
tersebut berisi seperangkat tatanan dan aturan yang harus diindahkan ketika
menafsirkan Al-Qur‟an tanpa menempuh alur-alur yang telah ditetapkan dalam
metode tafsir, maka tidak mustahil penafsirannya akan keliru. Tafsir serupa ini disebut
bi al-ra’y al-mahdh (tafsir berdasarkan pemikiran semata) yang dilarang oleh Nabi;
bahkan Ibn Taymiyat menegaskan bahwa penafsiran serupa itu adalah haram.

B. Pengertian Tafsir
Tafsir menurut bahasa (etimologi) adalah merupakan (al-iddah) dan
menjelaskan (at-Tabyin). ia merupakan bentuk taf‟il yang diambil dari kata “al- fasr”,
yang bararti ; menyatakan (al-ibanah) „membuka‟ (al-kasyfu), dan menjelaskan (al-
idharu. Sedang tafsir Al-Quran Al-Karim adalah merupakan penjelasan kalam Allah
“azzawajalla”, dengan memaparkan pemahaman kalimat-kalimat serta semua ibarat
yang terdapat di dalam al-qur‟an. Hal itu senada dengan firman-Nya di dalam firman
Allah, Q.S. Al-Furqan (25): 33:

2

Artinya: ”Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
ganjil, melainkan kami datangkan kepada-mu sesuatu yang benar dan yang paling baik
penjelasanya.
Definisi Tafsir yang panjang adalah:
1. Imam Jalaludin As-suyuthi berpendapat demikian:
“Tafsir ialah ilmu yang menerangkan tentang nuzul (turunnya) ayat-ayat, hal ihwalya,
sebab-sebab yang terjadi dalam nuzulnya, tarikh makki dan madaniyahnya, muhkam
dan mutasyabihnya, halal dan haramnya, wa’ad dan wa’idnya, nasikh dan
mansyukhnya, khas dan amnya, mutlaq dan muqayadnya, perintah serta laranganya,
ungkapan tamtsilnya, dan lain sebagainya”.

2. Hasbi Ash-shiddieqy mengutif salah satu pendapat dari Abu Hayyan demikian:
“Tafsir adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas tentang cara-cara menyebut Al
Quran, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik secara ifrad, maupun secara
tarkib lain-lain dari pada itu,seperti mengetahui nasakh, sebab nuzul yang menjelaskan
pengertian, seperti kisah dan matsalnya.

C. Metodologi Tafsir

Pada pembahasan diatas kita telah mengenal arti tafsir sampai pada
permasalahan-permasalahan lain termasuk di dalamnya bermacam-macam aliran tafsir.
maka bab yang kedua ini akan memmbahas tentang metode-metode tasawuf .
Para ulama, seperti al-farmawy, telah melakukan pembagian tentang kitab- kitab tafsir
yang metode dan madzhab penulisannya berbeda-beda menjadi empat macam
metode, yaitu:
1. Metode Tafsir Tahlily (Analisis)
2. Metode Tafsir ijmaly (Global)
3. Metode Tafsir Muqaran (Komparatif/Perbandingan)
4. Metode Tafsir Maudhu‟y (Tematik)10

3
Adapun penjelasannya secara lebih luas sebagai berikut
1. Metode Tafsir Tahlily
Metode tafsir tahlily adalah mengkaji ayat-ayat al-qura dari segala segi dan
maknanya. seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat al-quran, ayat
demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan mushaf utsmani. Dengan
demikian ia menguraikan kosa kata lafadz arti sasaranya dan kandungan ayat yaitu unsu
I‟jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistimbatkan
dari ayat, yaitu hukum fiqih, dalil syar‟i, unsur linguistik, akhlak, tauhid, perinah,
larangan, janji, ancaman serta menerangkan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya
dengan surat sebelum dan sesudahnya. Kesemuanya itu senantiasa mengacu pada
asbab nuzul ayat, hadist Rasulullah, riwayat sahabat dan tabi‟in. Para ulama‟ membagi
wujud tafsir al-quran dengan metode tahlily kepada tujuh macam, sebagai berikut:
a. Al-Tafsir bi al-Ma’tsur.
Al-Tafsir bi al-Ma‟tsur menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Alquran
yang dalam operasional penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Alquran sendiri dan
apa-apa yang dikutip dari hadits Nabi, pendapat sahabat dan tabi‟in. namun, bagi
sebagian mufasir lainnya, tidak memasukkan pendapat tabi‟in kepada tafsir bi al-
Ma’tsur, tetapi sebagai tafsir bi al-ra’y. hal ini mungkin, dikarenakan mendapat tabi‟in
sudah banyak terkooptasi akal. Atau karena mufasirnya dalam menafsirkan Alquran
lebih memprioritaskan kaidah-kaidah bahasa tanpa mengintegritaskan dan
kemungkinan besar untuk mengetahui penafsiran suatu ayat berdasarkan petunjuk
Nabi. Bahkan, penafsiran sahabat yang menyaksikan nuzul wahyu, dihukumi marfû’
kepada Nabi.
Di antara kitab-kitab yang tafsir yang termasuk dalam tafsir bi al-Ma’tsur adalah Jami’
al-Bayan fi Tafsi Alquran karya Ibn Jarir al-Thabariy, Ma’allim al- Tanzil karya Imam al-
Baghawiy, al-Durar al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur karya Jalal al-Din al-Suyuthiy dan lain-
lain.
b. Al-Tafsir bi al-Ra’y
Kata al-Ra’y, secara etimologis, berarti keyakinan, qiyas dan ijtihad. Jadi, Al-Tafsir
bi al-Ra’y adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijtihad, yakni rasio yang
dijadikan titik tolak penafsiran , setelah mufasir terlebih dahulu memahami bahasa
Arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian)nya. Dan mufasir juga menggunakan syair-

4
syair Arab jahili sebagai pendukung, disamping memperhatikan asbab al-nuzul, nasikh
dan mansukh, qiraat dan lain-lain.

Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan ini didasarkan atas hasil pemikiran
mufasir sendiri, maka sering terjadi perbedaan di antara seorang mufasir dengan
mufasir lainnya, disbanding Tafsir bi al-Ma’tsur. Ayat-ayat yang mendukung yang
mendukung kebolehannya , sebagai dikutip al-Subhi Shalih, diantaranya ayat ke-24 dari
surat Muhammad dan ayat ke-29 dari surat Shad.

c. Al-Tafsir Fiqh (al-Tafsir al-Fiqhiy/ al-Tafsir al-Ahkam)


Al-Tafsir Fiqh (al-Tafsir al-Fiqhiy) atau al-Tafsir al-Ahkam adalah corak tafsir tafsir yang
berorientasi kepada hokum Islam (Fiqh). Biasanya, para mufasirnya adalah orang –
orang yang termasuk tokoh dalam bidang hukum Islam yang menafsirkan Alquran
terhadap ayat-ayat yang berhubungan dengan persoalan- persoalan hukum Islam. Oleh
karena itu, penafsiran mereka, terkadang hanya ayat- ayat Alquran yang berhubungan
dengan soal hukum fiqh saja, sedangkan ayat-ayat lain yang tidak memuat hukum-
hukum fiqh tidak ditafsirkan, bahkan cenderung tidak dimuat sama sekali. al-Tafsir al-
Ahkam ini muncul bersamaan dengan munculnya al-Tafsir bi al- Ma’tsur, karena dalam
membina masyarakat Islam di Madinah, Nabi banyak ditanya oleh para sahabat tentang
hal-hal yang berhubungan dengan hukum. Jawaban-jawaban Nabi tersebut kemudian
disampaikan secara lisan dari satu generasi kegenerasi berikutnya hingga era
pengkodifikasian pada abad ke-2 H. di antara kitab-kitab tafsir yang bercorak fiqh ini
adalah Ahkam Alquran karya al-Jashshash (w. 370 H.), Ahkam Alquran karya Ibn al-
Arabiy (w. 543 H), al-Jami li Ahkam Alquran karya al-Qurtubiy (w. 671 H).

d. Tafsir Tasawuf (al-Tafsir al-Shufiy)

al-Tafsir al-Shufiy adalah corak penafsiran Alquran yang beraliran tasawuf. Sebagai
halnya dalam pembagian tasawuf, maka corak tafsir shufiy ini dibagi dua bagian, yaitu:
1). Al-Tafsir al-Shufiy al-Nazhariy (Teoritis)
Al-Tafsir al-Shufiy al-Nazhariy adalah tafsir yang disusun oleh ulama-ulama
yang dalam menafsirkan Alquran berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka
anut dan kembangkan. Salah satu contoh penafsiran mereka adalah terhadap ayat 29
dan 30 dari surat al- Fajr.

5
2) Al-Tafsir al-Shufiy al-Isyariy (Praktis)
Al-Tafsir al-Shufiy al-Isyariy adalah tafsir yang berusaha menakwilkan ayat- ayat Alquran
berdasarkan isyarat-isyarat (symbol-simbol) tersembunyi, yang menurut para sufi,
hanya diketahui oleh mereka ketika mereka melakukan suluk. Karena tafsir ini sejalan
dengan tasawuf „amaliy, maka corak tafsir ini mengacu kepada amalan praktis kaum
sufi, seperti hidup sederhana, zuhud, lapar, tidak tidur malam hari, hidup menyendiri,
menjaga diri dari segala kenikmatan, memusatkan jiwa dari segala macam syahwat dan
menghancurkan diri dalaam taat kepada Allah. Salah satu contoh penafsiran dengan
corak ini adalah penafsiran al-Tustariy terhadap ayat 36 dari surat al-Nisa‟:

e. Tafsir Filsafat (al-Tafsir al-falsafiy)


al-Tafsir al-falsafiy atau al-tafsir al-rumaziy atau al-tafsir al-‘aqliy adalah tafsir Alquran
yang beraliran filsafat, yang pada umumnya difokuskan kepada bidang filsafat dan
menyesuaikan paham filsafat melalui petunjuk yang berupa rumus-rumus. Salah satu
penafsiran filosuf adalah apa yang dilakukan al-Farabiy terhadapayat 3 dari surat al-
Hadid:
  
f. Tafdsir Ilmu Pengetahuan (al-Tafsir al-Ilmiy)
Tafsir ‘Ilmiy adalah menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan pendekatan ilmiah atau
menggali kandungan Alquran berdasarkan teori-teori ilmu pengetahuan. Ayat-ayat
Alquran yang ditafsirkan dalam corak tafsir ini adalah ayat-ayat kawniyyah (kealaman).
Dalam penafsiran ayat-ayat tersebut mufasir melengkapinya dengan teori-teori sains.
Contoh-contoh kitab dengan corak ini adalah Tafsir Mafatih al-Ghayh karya al-Raziy (w.
666 H), al-Islam Yatahadda karya Wahid al-Din Khan, al-Islam fi ‘Ashr ‘Ilmiy karya
Muhammad Ahmad al-Gharmawiy, al-Gidzha wa al-Dawa karya Jamal al-Din al-Fandi
dan sebagainya Diantara contoh penafsiran ilmiah adalah, penafsiran QS. Al-Mursalat
ayat 30 oleh al-Marasi:

g. Tafsir al-Adabiy al-Ijtima’iy
Kata al-Adabiy, dilihat dari bentuknya termasuk mashdar (infinitif) dari kata kerja
aduba, yang berarti sopan santun, tata karma dan sastera. Secara leksikal, kata tersebut
bermakna norma-norma yang dijadikan pegangan bagi seseorang dalam

6
bertingkah laku dalam kehidupannya dan dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh
karena itu, istilah al-Adabiy bias diterjemahkan sastera budaya. Sedangkan kata al-
Ijtima’iy, yang berakar pada huruf Jim, mim, dan ‘ain, jama’a, bermakna menyatukan
sesuatu. Kata ini menjadi bentuk Ijtama’a, yang melahirkan infinitif Ijtima’, yang berarti
banyak bergaul dengan masyarakat, atau biasa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi,
secara etimologis, tafsir al-adabiy al-ijtima’iy adalah tafsir yang berorientasi pada
sastera budaya dan kemasyarakatan, yang oleh Mu‟in Salim disebut tafsir dengan
pendekatan sosio-kultural.
Secara terminilogis, tafsir al-adabiy al-ijtima’iy sebagai disebutkan oleh al- Farmawiy
adalah corak tafsir yang menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Alquran pada aspek
ketelitian redaksinya, lalu menyusun kandungannya dalam redaksi yang indah dengan
penonjolan aspek-aspek petunjuk Alquran bagi kehidupan, serta menghubungkan
pengertian ayat tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan
pembangunan dunia. Muhammad, sebagai peletak corak tafsir ini menjelaskan bahwa
tafsir ini dikatakan al-adabiy karena keindahan ayat-ayat Alquran yang dapat dibuktikan
langsung dengan ayat-ayat lainnya tanpa harus menggunakan fan (disiplin) ilmu
balaghah. Ringkasnya, Abduh menjelaskan keindahan ayat Alquran tersebut dengan
apa yang ada di dalam Alquran. Inilah salah satu alas an kenapa tafsir al-adabiy al-
ijtim’iy disebut sebagai tafsir modern. Salah satu contoh penafsiran ini dapat dilihat
dalam ayat al-Nisa ayat 43 yang menjelaskan tayammum:
2. Metode Tafsir Ijmaliy
Metode tafsir ijmaliy adalah metode menafsirkan al-quran dengan secara singkat serta
global, tanpa uraian panjang lebar. Dengan metode ini seorang mufassir menjelaskan
arti dan maksut ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya
tanpa menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki. Hal ini dilakukan terhadap al-quran
ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf, setelah ia
mengemukakan arti-arti itu dalam kerangka uraian yang mudah dipahami oleh semua
kalangan, baik orang berilmu (alim, learned) orang pertengahan (mutawasith,
intermediate ), dan orang bodoh (jahil). Mufassir dengan metode ini berbicara kepada
pembaca dengan cara yang termudah dan menjelaskan arti ayat , sehingga mudah bagi
mereka untuk mengetahui hubungan al-quran yaitu nur dan petunjuk, dengan tidak
berbelit-belit dan tidak jauh dari sasaran maksud al-quran. kadang kala mufassir dengan

7
metode ini menafsirka menjelaskan arti dan maksut ayat dengan uraian singkat yang
dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain yang dikehendaki.
Hal ini dilakukan terhadap al-quran ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan
urutan dalam mushhaf, setelah ia mengemukakan arti-arti itu dalam kerangka uraian
yang muda dipahami oleh semua kalangan, baik orang berilmu (alim, learned) orang
pertengahan (mutawasith, intermediate ), dan orang bodoh (jahil). Mufassir dengan
metode ini berbicara kepada pembaca dengan cara yang termudah dan menjelaskan
arti ayat , sehingga mudah bagi mereka untuk mengetahui hubungan al-quran yaitu nur
dan petunjuk, dengan tidak berbelit-belit dan tidak jauh dari sasaran maksud al-quran.
kadang kala mufassir dengan metode ini menafsirkan al-quran dengan al-quran,
sehingga para pembaca merasa bahwa uraian tafsirnya tidak jauh dari konteks al-quran
dan cara penyajiannya yang mudah dan indah. kadang kala pada ayat tertentu ia
menerangkan asbab nuzul ayat, peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat,
mengemukakan hadits Rosululloh SAW atau pendapat ulama‟ salaf yang soheh,
sehingga pembaca merasa jauh dari metode lain yang telah dikenal, sehingga
menghubungkannya dengan hadits Rosulillah SAW dan hikmah dengan cara demikian
dapatlah diperoleh pengetahuan yang diharapkan dengan sempurna sehingga sampai
pada tujuan yang dimaksudnya

3. Metode Tafsir Maudhu’iy


Metode tafsir maudhu‟iy , atau metode integral atau topikal, atau tematik yaitu
metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara menghimpun seluruh ayat-
ayat al-quran yang berbicara tentang satu masalah (thema) serta mengarah pada satu
pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar pada
beberapa surat demikian juga waktu turunnya, seterusnya dicarilah kaitan antara
berbagaai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan, baru akhirnya ditarik

kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling


terkait itu. kesemuanya itu dikaji baik mengenai segi I’robnya, unsur balaghohnya,
kei’jazahannya, dan lain-lain sehingga satu tema itu dapat dipecahkan secara tuntas
berdasarkan selueuh ayat al-quran itu dan oleh karenanya tidak diperlukan ayat-ayat
lain. Selain itu, ada cara lain dari metode tafsir maudhu‟iy dan cara ini memang kurang
penting dibandingkan dengan cara pertama diatas, yaitu penafiran yang dilakukan

8
seorang mufassir dengan cara mengambil satu surat dari surat-surat al-quran. surat itu
dikaji secara keseluruhan, dari awal sampai akhir surat, kemudian ia menjelaskan
tujuan-tujuan khusus dan umum dari surat itu serta menghubungkan antara masalah-
masalah (tema-tema ) yang dikemukakan pada ayat-ayat dari surat itu, sehingga jelas
surat itu merupakan satu kesatuan dan ia seakan-akan merupakan suatu rantai emas
yang setiap gelang-gelang darinya bersambung satu dengan lainnya , sehingga ia
menjadi satu kesatuan yang sangat kokoh.
Adapun yang berhubungan dengan metode tematik ini, diantaranya Kitab Min
Huda Alquran karya Mahmud Syaltut, al-Mar’ah fi Alquran karya Mahmud al- Aqqad
dan lain-lain
4. Metode Tafsir Muqarin
AL-tafsir Al-muqarin atau Al-manhaj Al-muqarin atau metode tafsir muqaran adalah
sejenis metode tafsir yang menggunakan cara perbandingan (komparatif atau
komparasi). Sebagaimana namanya metode ini bermaksud menemukan dan mengkaji
perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur yang diperbandngkan, baik untuk tujuan
menemukan unsur yang benar diantara yang kurang benar, ataupun untuk tujuan
memeroleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang dibahas dengan jalan
penggabungan (sintesis) unsur-unsur yan berbeda itu. Al-Tafsir Al-muqarin adalah suatu
metode tafsir al-quran yang membandingkan ayat al-quran satu dengan lainya, yaitu
ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus yang
berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama
atau diduga sama, atau membandingkan ayat-ayat al-quran dengan hadist nabi
Muhammad Saw yang tampak bertentangan, serta membandingkan pendapat-
pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran al-Quran..
Berdasarkan pengertian di atas maka bias kita simak contoh-contoh berikut:
a. Membandingkan ayat Alquran dengan ayat Alquran yang lain, contoh dari surat al-
An‟am ayat 151 dan surat al-Isra ayat 31 Kendati menggunakan redaksi yang berbeda,
namun membicarakan hal yang sama, yakni larangan membunuh anak-anak.
Perbedaannya tampak pada penggunaan Mukhattab (kum); pada ayat pertama
didahulukan, sedang pada ayat keduam diakhirkan.

9
b. Membandingkan ayat Alquran dengan matan hadits
Perbandingan ini dilakukan karena, secara lahir, antara teks Alquran dan matan hadits
tampak bertentangan, misalnya penafsiran terhadap QS. Al-Maidah ayat 67

 Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan senantiasa memelihara keselamatan
Nabi Muhammad dari kejaran musuh-musuhnya. Namun, ditemukan sebuah riwayat
yang menyatakan bahwa Nabi pernah mendapat luka ketika beliau ikut dalam perang
Uhud. Dari dua informasi ini, secara lahir, tampak kontradiksi. Untuk
mengkompromikan dua informasi berbeda ini, maka ditmukan dua alternatf
pemecahan, Pertama, peristiwa Uhud terjadi sebelum ayat 67 surat al- Maidah
diturunkan , karena terjadi di tahun III hijrah, sedangkan surat al_Maidah dikenal
sebagai ayat yang terakhir dinuzulkan. Kedua, penafsiran dari ayat di atas harus
dilakukan dengan menakdirkan keselamatan jiwa Nabi yang terakhir (keselamatan dari
pembunuhan), bukan melukai.
c. Membandingkan antar pendapat mufasir
Contoh penafsiran ini di antaranya penafsiran beberapa mufasir terhadap ayat 103 dari
surat al-An‟am.

Ayat ini berbicara konteks orang-orang mukmin melihat Allah di akhirat, suatu
diskursus teologis yang melibatkan banyak orang dalam perdebatan, khususnya
kelompok Salaf dan kaum Rasionalis. Menurut kaum Salaf, kendati di dunia Allah tidak
bias dilihat, namun di akhirat nanti bisa. Tetapi menurut Mu‟tazilah baik di dunia
maupun di akhirat Allah tidak bisa dilihat oleh kasat mata.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari diatas, setiap metode mempunyai efektifitas masing-masing. Dan karena al-
Qur‟an merupakan kitab untuk semua bangsa serta semua tingkatan, maka kajian
terhadap al-Qur‟an perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dan proporsional.Al-Qur‟an
berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk. Agar fungsi ideal itu dapat
teraplikasikan maka al-Qur‟an harus dipelajari dan diupayakan penafsirannya. Untuk
kebutuhan penafsiran dimaksud diperlukan adanya kerangka dasar yang relevan yaitu
sebuah metode. Jadi, keberadaan sebuah metode dalam penafsiran mutlak diperlukan.
Tafsir al-Qur‟an ditulis dengan metode dan pendekatan yang bervariasi. Ini suatu
bukti dari kesungguhan para ulama untuk terus berusaha memahami al-Qur‟an dari
berbagai aspek dan kemampuan yang dimiliki, maka perlu disambut dengan antusias
dari setiap upaya untuk terus meningkatkan pemahaman terhadap al-Qur‟an. Untuk itu
perlu dicari metode alternatif yang kiranya memiliki kesamaan dengan zaman sekarang,
dan menjadikannya menyentuh pada realitas kehidupan. Kita semua berkewajiban
melihat al-Qur‟an dan salah satu bentuk pemeliharaannya adalah memfungsikan dalam
kehidupan kontemporer, yakni dengan memberinya interpretasi yang sesuai tanpa
mengorbankan teks sekaligus tanpa mengorbankan kepribadian, budaya bangsa
dengan perkembangan positifnya.
B. Saran

Pemakalah menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna dan tidak ada
gunanya jika tanpa kritian dan masukan dari teman-teman semua. Mohon dipelajari
dan tolong berikan masukan berupan saran kepada pemakalah jika ada kekeliruan
dalam penulisan maupun isinya

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranul Karim, Q.S. Al-Furqan (25): 33, (Bandung: CV. Diponegoro, 2010.
Al-Farmawi Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’I dan Cara Penerapannya,
Bandung: CV Pustaka Setia, 2002.
Hasan Fuad dan Kuntjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia, 1977.
Mu‟min Ma‟mun, Ilmu Tafsir (Dari ilmu Tafsir Konvesional sampai Kontroversial).
Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. 2009.
Supiana, M. Karman, Ulumul Qur’an,Pustaka Islamika, 2002
       

      
    

12

Anda mungkin juga menyukai