Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

METODE TAHLILI

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas kelompok Mata Kuliah

Metodologi Tafsir Al-Qur’an

Dosen Pengampu : Dr.Sofian Effendi,M.A

Disusun Oleh:

Siti Luthfi Sopariah ( 21211802 )

Tirazul Hidayah ( 21211820 )

Siti Luthfiatul Arifah (21211850 )

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN & TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ) JAKARTA

1443 H / 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 3

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan Makalah..................................................................................................................... 4

BAB II............................................................................................................................................. 5

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5

A.Pengertian Metode Tahlili ....................................................................................................... 5

B.Sejarah Perkembangan Tafsir Tahlili ...................................................................................... 7

C.Langkah Operasional Metode Tahlili .................................................................................... 10

D.Karya Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili ................................................................ 12

E.Aplikasi Metode Tahlili ......................................................................................................... 15

BAB III ......................................................................................................................................... 18

PENUTUP..................................................................................................................................... 18

1.4 KESIMPULAN .............................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 19


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Metode Tahlili” dengan
baik. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an semester II Tahun Akademik 2021/2022 Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr.Sofian
Effendi,M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Metodologi Tafsir Al-Qur’an yang telah
mendukung dalam pembuatan makalah baik yang bersifat material maupun non material.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan serta pengalaman yang kami miliki. Untuk itu, dengan rendah hati
kami mengharapkan kepada pembaca adanya kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Aamiin ya rabbal ‘alamin

Pamulang,29 Januari 2022

Tim Pemakalah
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah tafsir Al-Quran selalu berkembang sejak Al-Quran diturunkan hingga sekarang.
Munculnya berbagai kitab tafsir dengan berbagai macam metode maupun pendekatan merupakan
bukti nyata bahwa upaya untuk menafsirkan Al-Quran tidak pernah berhenti. Hal ini merupakan
keniscayaan sejarah, karena umat Islam pada umumnya ingin selalu menjadikan Al-Quran
sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan dan mengembangkan peradaban. Proses dia-
lektika antara teks yang terbatas dan konteks yang tidak terbatas itulah sebenarnya yang menjadi
pemicu bagi perkembangan tafsir. Metode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam
penelitian tafsir. Metode tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an
secara keseluruhan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Metode Tahlili?


2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Metode Tahlili ?
3. Bagaimana Langkah Operasional Metode Tahlili ?
4. Apa Saja Karya Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili ?
5. Bagaimana Aplikasi dan Contoh Metode Tahlili ?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui Pengertian Metode Tahlili


2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Metode Tahlili
3. Mengetahui Langkah Operasional Metode Tahlili
4. Mengetahui Karya Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili
5. Mengetahui Cara Pengaplikasian dan Contoh Metode Tahlili
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Tahlili

Tafsir tahliliy ialah metode tafsir dengan peninjauan berbagai aspek secara komprehensif,
ayat demi ayat, surat demi surat, dengan mengikuti susunan dan tertib surat-surat dan ayat-ayat
sebagaimana tertib Mushaf 'Uśmāniy, dari permulaan hingga akhir al-Qur'ān, yaitu dari surat al-
Fātihah (1) hingga surat an-Nās (114).

Di antara mufassir yang menggunakan metode tahliliy, ialah Ibnu Jarir at-Tabariy, wafat tahun
310 H. dalam kitabnya: al-Bayān fi Tafsir al-Qur'ān, al-Fakhr ar-Rāziy, wafat tahun 606 H.
dalam kitabnya: Mafātiḥ al-Gaib dan Ahmad Mustafa al-Maragiy, dalam kitabnya: Tafsii al-
Maragiy, Al-Maragiy wafat pada tahun 1952 M.1

Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu berasal dari kata methodos. Kata methodos
berasal dari akar kata metadan hodos. Meta berarti „menuju, melalui, mengikuti, sesudah,
sedangkan hodos berarti „jalan, cara, dan arah. Sedangkan kata metode atau dalam bahasa
inggris methode berarti prosedur atau proses untuk mencapai apa yang diinginkan. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, kata metode berarti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Kata tafsir berarti Al-Tawdih (penjelasan) dan Al-bayan (penegasan) serta menyikapi sesuatu
yang tertutup. Ini seperti kata tafsir yang disebutkan dalam firman Allah swt surat Al-Furqan
ayat ke 33 yang bermakna penjelasan. Adapun kata tafsir secara istilah keilmuan adalah ilmu
yang membahas tentang Al Qur’an dari segi dilalah (petunjuk)nya yang diinginkan oleh Allah
sesuai kemampuan manusia. Imam Al-Zarkasyi mengatakan bahwa ilmu untuk memahami
kitabullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad saw, untuk menjelaskan makna-
maknanya, untuk mengeluarkan hukum dan hikmah didalamnya. Hal itu akan membutuhkan

1
Wahid,Saad Abdul, Studi Ulang Ilmu Al-Quran & Ilmu Tafsir Jilid 2 (Dua), (Yogyakarta, Suara Muhammadiyah:
2012) Hlm.113.
ilmu bahasa, nahwu (grammer), sharaf, ushul fiqih, qiraat dan lainnya. Dan membutuhkan juga
pengetahuan Asbab Nuzul, nasikh dan mansukh. Imam Abu Hayyan juga menjelaskan bahwa
tafsir adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana mengucapkan lafadz Al-Qur’an,
membahas petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, dan membahas makna-makna yang
terkandung dalam susunan ayat alQur’an. Sedangkan kata tahlili bentuk kata arab ‫‟ حم‬contoh
„‫ ‟انعقدة حم‬yang bermakna membuka ikatan menjadi terurai. Secara umum tahlili bermaksud
menjelaskan sesuatu pada unsur-unsurnya secara terperinci. Adapun definisi tafsir tahlili secara
istilah adalah metode yang digunakan seorang mufasir dalam menyingkap ayat sampai pada
kataperkatanya, dan mufasir melihat petunjuk ayat dari berbagai segi serta menjelaskan
keterkaitan kata dengan kata lainnya dalam satu ayat atau beberapa ayat.Tidak ditemukan
definisi pada ulama terdahulu, dikarenakan metode ini dikenalkan setelahnya.2

Menurut Musaid al Thayyar, tafsir tahlili adalah mufasir bertumpu penafsiran ayat sesuai
urutan dalam surat, kemudian menyebutkan kandungannya, baik makna, pendapat ulama, I’rab,
balaghah, hukum, dan lainnya yang diperhatikan oleh mufasir. Jadi,tafsir tahlili dapat kita
katakan bahwa mufassir meneliti ayat al Qur’an sesuai dengan tartib dalam mushaf baik
pengambilan pada sejumlah ayat atau satu surat, atau satu mushaf semuanya, kemudian
dijelaskan penafsirannya yang berkaitan dengan makna kata dalam ayat, balagahnya, I’rabnya,
sebab turun ayat, dan hal yang berkaitan dengan hukum atau hikmahnya.

Metode tafsis tahlili yang juga disebut dengan metode tajzi’I merupakan metode tafsir yang
paling tua usianya. Adalah suatu metode tafsir yang Mufasirnya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat AlQur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan urutan ayat-ayat
Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum didalam mushaf. 3

Metode tafsir tahlili, Tegas M. Qurish Shihab, lahir jauh sebelum maudhu’i. Ia dikenal
sejak tafsir Al-farra (W.206 H/821 M) atau Ibnu Majjah (W. 237 H/851 M), atau paling lambat
Al-Thabari (W. 310 H/933 M). Ketiga kitab-kitab tafsir Al-Qur’an yang ditulis para mufasir
masa-masa awal pembukuan hampir semuanya menggunakan metode tahlili. Metode tafsir tahlili
cara pendekatan dan tafsirnya mengandalkan nalar, sehingga akan sangat luas pembahasan

2
Syaeful Rokim, “Mengenal Metode Tafsir Tahlili,” t.t., hlm. 43. Diakses pada tanggal 29 Januari 2022 http://e-
journal.metrouniv.ac.id/
3
apabila kita bermaksud menelusuri satu demi satu segala segi yang dianggap perlu oleh seorang
mufasir akan menguraikan bermula kosa kata, asbab al-nuzul, munasabah, dan lain-lain yang
berkenaan dengan teks atau kandungan ayat.

Pada bagian lain H. Ahmad Syadali, MA memberikan arti metode tafsir tahlili. Yaitu,
metode tafsir Al-Qur’an yang dalam menafsirkan Al-Qur’an dilakukan dengan cara urut dan
tertib ayat dan surat sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf, yakni dimulai dari surat
Al-Fatihah, Al-Baqarah, Ali Imran dan seterusnya hingga An-nas.4

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Tahlili

Adanya metode tafsir tahlili tidak secara tiba-tiba muncul. Akan tetapi metode ini muncul
dengan melalui beberapa tahapan periode penafsiran. Penelitian tentang sejarah dan periode yang
dilalui ilmu tafsir ini, kita dapati bahwa tafsir melalui periode yang banyak, sampai pada zaman
sekarang ini. Secara global penjelasannya sebagai berikut;

Periode pertama, pada masa Nabi saw, tafsir waktu itu terbatas pada penjelasan pada kata-
kata yang samar atau asing. Analisa tafsir secara kebahasaan kata dalam ayat di masa Nabi
sangat jarang sekali, dikarenakan waktu itu masyarakat tidak membutuhkan corak tafsir seperti
ini. Mereka sangat paham dengan bahasanya dan belum banyak tercampur dengan orang-orang
asing ‫أعجم‬. Pada zaman Nabi SAW, tafsir terfokus pada asbab nuzul. Yakni sebab diturunkannya
ayat al Qur’an kepada Nabi SAW. Sahabat yang menyaksikan turunnya ayat meriwayatkan
kepada sahabat yang tidak sempat hadir menyaksikan turunnya ayat. Masa itu juga, ada
penjelasan langsung dari Nabi SAW, yaitu menyelaskan Al-Qur’an dengan Al Qur’an,
penjelasan istilah tertentu dalam ayat, penjelasan hukum halal dan haram, atau penegasan tentang
hukum yang terdapat pada ayat. Sehingga banyak hadits yang memiliki keterkaitan dengan tafsir
ayat baik secara langsung atau tidak. Pada zaman Nabi SAW, tersisa banyak ayat yang tidak
ditafsirkan oleh Nabi SAW. Dikarenakan masyarakat waktu itu tidak membutuhkannya, atau
dibiarkan agar manusia setelahnya mendalami ilmu tafsir itu dan menggunakan pemahaman
mereka untuk ber-istinbat makna, hukum atau hikmah yang terkandung dalam ayat.

4
Helman Elhany, “Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i,” t.t.
Periode kedua, terjadi perluasan penafsiran secara besarbesaran.Hal itu menjadi kebutuhan
primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung
turunnya wahyu.Muailah adanya kebutuhan tafsir secara bahasa setahap-setahap. Hingga islam
menyebar di timur dan barat. Sebagaimanadinukil bahwan Umar bin Khattab memberikan
perhatian khusus pada segi bahasa. Begitu pula Ibnu Abbas rda merupakan sahabat Nabi saw
yang berandil besar dalam menafsirkan al qur‟an al karim. Periode ini, keseriusan para sahabat
dan tabi’in memiliki pengaruh besar dalam perkembangan tafsir. Mereka berusaha dalam
menafsirkan Al-Qur’an berlandaskan kaidah-kaidah syariat dan bahasa. Mereka memiliki
pendapat-pendapat tafsir yang diriwayatkan dan terjaga dalam buku-buku tafsir dan hadits.
Hanya saja sebagian besarnya berkaitan tentang kebahasaan, atau hukum fiqih. Maka pergerakan
penafsiran didaerah islam tumbuh subur seperti madrasah Makkah, Madinah, Bashrah, Kufah
dan Yaman. Oleh karena itu perkataan sahabat dan tabiin yang berkaitan dengan penafsiran ayat
menjadi pilar penafsiran bil-Ma’tsur. Adapun perbedaan pendapat diantara mereka pada periode
ini sangat sedikit, dan itu terjadi dalam masalah hukum fiqih.Walaupun terjadi perkembangan
tafsir pada periode ini, Al-Qur’an secara rincinya belum ditafsirkan seluruhnya. Baik pada masa
sahabat nabi atau masa tabiin.

Periode ketiga, periode tafsir tahlili muncul setelah ilmu-ilmu keislaman dibukukan. Dan
muncul ilmu baru yang berkhidmat pada Al-Qur’an. Mulai analisa nash ayat Al-Qur’an dengan
bentuk yang lebih luas. Pada periode ini, kamus bahasa banyak dibukukan dan ilmu bahasa
menjadi lebih luas, seperti nahwu, sharaf dan balaghah. Oleh karena itu terjadi peluasan
penjelasan nash ayat Al-Qur’an dalam ilmu bahasa arab dalam rangka menjelaskan kata-kata
gharib (asing) dalam al-Qur‟an. Maka ditulislah buku secara khusus yang menjelaskan makna
kata dalam al-Qur‟an.Seperti buku Majaz al-Qur’an yang ditulis oleh Abi Ubaidah W 210 H. Dia
menafsirkan petunjuk kata Al-Qur’an, menjelaskan bacaaan ayat dan berbicara tafsirnya secara
keilmuan bahasa secara murni. Selain dari majaz Al-Qur’an, ada buku yang bernama kutub
ma’ani, seperti tafsir, Ma’ani Al-Qur’an‟ karangan Abi Zakaria al-Fara‟. Beliau lebih fokus pada
kata-kata seputar bacaannya, I’rabnya dan kata turunannya. Ada juga buku ma’ani Al-Qur’an
karangan Al-Akhfasy W 215, dia lebih perhatian pada suara, sifat dan tempat keluarnya huruf.
Secara umum beliau menjelaskan tafsirnya secara bahasa, sharaf, nahwu dan balaghah. Dengan
meluasnya ruang analisa bahasa dalam tafsir kata-kata dalam Al-Qur’an, maka perkembangan
selanjutnya terjadi keluasan ruang analisa dalam istinbat (penetapan) hukum fiqih, hal ini sesuai
dengan perkembangan yang maju pada madrasah-madrasah fiqih di dunia Islam. Mereka mulai
mempelajari nash Al-Qur’an dari segi fiqihnya saja. Oleh karena itu munculah buku Ahkam Al-
Qur’an karangan imam Syafi’i w 204 H. Selain itu, pengikut madzhab Maliki juga menulis hal
yang sama seperti Ismail bin Ishaq Al-Qadhi W 282 H. begitu juga madzhab Hanafi seperti
imam Al-Thahawi w 321 H. Pada periode ini juga, mucul pembukuan-pembukuan cabang ilmu-
ilmu Al-Qur’an seperti buku-buku tentang asbab nuzul, salahsatunya yang ditulis oleh guru
imam bukhari, Ali bin Al-Madini w 234. Terbukukan juga ilmu Qira’at seperti buku Abi Ubaid
bin Salam w 224. Ahmad bin Zubair Al-Kufi dan Ismail bin Ishaq Al-Qadhi 282 H. Dibukukan
juga ilmu naskh wa mansukh, yang buat oleh Qatadah Al-Sadusi, Ibnu Syihab Al-Zuhri, dan
Muqatil bin Sulaiman.

Periode keempat, periode penggabungan dari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir. Buku
yang paling lama dengan metode tahlili adalah buku yang ditulim oleh imam Muhammad bin
Jarir Al-Tabari w 310. Beliau menulis kitab tafsirnya dengan metode yang komprehensif dalam
mempelajari nash Al-Qur’an. Imam Suyuti mengatakan,kitab tafsir Al-tabari adalalah kitab tafsir
yang paling agung lagi mulia, karena didalamnya dipaparkan perkataan-perkataan sahabat,
tabi’in dan ulama dan merajihkannya. Terdapat juga I’rab dan instinbat dari Altabari. Dengan itu,
tafsir ini lebih dalam dan luas dari tafsir-tafsir terdahulu. Imam Al-Nawawi mengatakan juga
tentang tafsir Al-Tabari, umat sepakat bahwa belum terdapat kitab yang disusun seperti tafsir Al-
Tabari. Dengan demikian, imam Al-tabari adalah orang pertama yang meniti jalan tafsir tahlili
dan ditulis dalam buku. Terkandung di dalamnya kaidah-kaidah ilmu ini dan langkah-
langkahnya. Imam Al-Zarkasyi mengatakan bahwa sesungguhnya Muhammad bin Jarir Al-
Tabari mengabarkan kepada seluruh manusia tentang penafsiran yang beragam, dan
mendekatkan sesuatu yang jauh. Jadi dapat kita katakan bahwa tafsir Ibnu Jarir Al-Tabari
memiliki keutamaan tersendiri dari kitab-kitab tafsir lainnya baik dari segi waktu, segi faniyah,
dan segi pembuatannya. Setelah imam Al-Tabari, imam Al-Tsa’labi al-Naisaburi (w 427 H)
membuat kitab tafsir al-Qur’an.Dalam penafsiranyya, beliau terpengaruh dengan metode yang
digunakan oleh imam Al-tabari. Al-Tsa’labi mengatakan didalam pengantar kitab tafsirnya,
bahwa beliau menyebutkan pendapat 14 ahli nahwu dalam tafsirnya. Setelahnya juga muncul
kitab tafsir Ma’alim Al-Tanzil karangan imam Al-Bagawi (w 516). Tafsir yang lebih jelas dan
dalam lagi dalam penggunaan metode tahlili adalah tafsir Ibnu Hayyan al-Andalusi (w 745),
beliau menulis tafsir yang bernama Al-Bahr Al-Muhith. Ibnu Hayyan dalam pengantar bukunya
menjelaskan langkah-langkahnya dalam menafsirkan Al-Qur’an secara terperinci dan berurutan.
Beliau mengawali penafsiran ayat dengan menjelaskan mufradat ayat, yakni kata-perkata
dijelaskan makna bahasa dan nahwunya.Kemudian beliau menjelaskan tafsir ayat dengan
menyebutkan sebab nuzul ayat, jika memiliki asbab nuzul. Kemudian beliau menjelaskan nasakh
atau tidaknya ayat yang dibahas, dan menyebutkan keterkaitan ayat dengan ayat sebelumnya,
atau surat sebelumnya. Beliau juga menjelaskan macam-macam qiraat yang mutawatir dan
syad,dll.

C. Langkah Operasional Metode Tahlili

Tidak terhenti perjalanan tafsir tahlili sampai pada ulama terdahulu saja. Metode tafsir tahlili
sampai saat ini masih relevan dan dapat digunakan dalam penafsiran Al-Qur’an sebagaimana
perkembangan kehidupan manusia secara umum. Berikut ini ada beberapa langkah yang
digunakan para ulama terdahulu dalam penafsiran Al-Qur’an dengan metode tahlili; Pertama,
penjelasan makna kata dalam Al-Qur’an. Kedua, penjelasan asbab nuzul ayat. Ketiga, penjelasan
munasabah antar ayat dan surat sebelumnya. Keempat, penjelasan I’rab ayat dan macam-macam
qiraat ayat. Kelima, penjelasan kandungan balagahnya dan keindahan susunan kalimatnya.
Keenam, penjelasan hukum fiqih yang diambil dari ayat. Ketujuh, penjelasan makna umum dari
ayat dan petunjuk petunjuknya.

Tujuh point inilah yang merupakan inti dalam metode tafsir tahlili, yang digunakan oleh para
ahli tafsir terdahulu dalam buku tafsir mereka. Hanya saja langkah-langkah di atas bukan berarti
harus berurutan seperti urutan di atas, tetapi itu adalah langkah secara umum para ahli tafsir
dalam metode tahlili. Terkadang sebagian ahli tafsir tidak menggunakan salah satu langkah yang
di atas.Atau sebagian mufasir mengedepankan makna umum dari pada penjelasan I’rab, sesuai
yang dipandang penting oleh ahli tafsir dalam tafsirnya. Sebagaimana juga ada mufassir yang
tidak mengelompokkan tafsirnya seperti di atas, akan tetapi mufassir menjelaskan tafsirnya
secara natsryakni campur dan menyatu antara penjelasan makna dan penjelasan lainnya.

Pada zaman kontemporer sekarang ini, Nampak jelas ada perhatian serius ada metode ini.
Yakni ada tambahan langkah-langkah baru dari sebelumnya, atau ada pembagian bab yang jelas
secara berurutan, sehingga dapat dipahami dengan mudah. Perkembangan ini banyak terjadi pada
dunia akademisi, terkhusus pada akademisi jurusan tafsir, baik tafsir surat tertentu ataupun tafsir
al-Qur’an secara keseluruhan.

Diantara tema bab yang ditawarkan dalam metode tafsir tahlili ini sebagai berikut: pertama,
Apa faidah dari nash ayat. Kedua, Hikmah pensyariatan dalam ayat. Ketiga, I’jaz keilmuan
dalam nash Al-Qur’an. Keempat, penjelasan historis masyarakat saat ayat turun, kelima,
kandungan pengetahuan individu dan sosial kontemporer.5

1. Apa faidah dari nash ayat

Nash al-Qur’an mengandung banyak petunjuk, makna, dan isyarat. Hal ini menunjukkan
tingkatan tertinggi kefasihan bahasa dan balagah. Selain itu juga, ada faidah yang diambil dari
nash ayat dan ruhnya, tetapi faidah ini mengantarkan pada faidah dalam kehidupan ilmiah.
Adanya langkah ini akan menjadi mengingat bagi pembacanya, atau memberikan ringkasan
baginya.

2. Hikmah pensyariatan dalam ayat

Ini mungkin yang dibutuhkan dalam di masa sekarang ini. Sebagian besar masyarakat mencari
penjelasan hikmah pensyariatan, agar hati mereka Thuma’ninah. Mereka menyadari bahwa apa
yang dibawa islam (dalam Al-Qur’an) selaras dengan akal, ilmu dan realita. Hal ini akan kita
temukan dalam kitab-kitab tafsir modern seperti Rawa’i Al-bayan dan al-Tafsir al-Munir.

3. I’jaz keilmuan dalam nash Al-Qur’an

Ada beberapa ayat yang mengandung petunjuk pada bidang keilmuan dan penemuan ilmiah
modern,seperti ilmu falak (astronomi). ilmu kedokteran dan lain-lain.Walaupun Al-Qur’an bukan
buku ilmu astronomi, kimia, kedokteran, hanya saja Al-Qur’an mengobati manusia dan
membentuk psikologi, akhlak, dan pemikiran.Manusia diberikan ruang untuk meneliti dan
eksperimen pada bidang ilmiah (kauniyah). Para ulama kaum muslimin juga memandang baik
dalam mengambil manfaat dari hasil penelitian tentang alam, kehidupan, dan manusia untuk
memahami Al-Qur’an.Hal itu dapat memperdalam pemahaman mengenai nash Al-Qur’an.

5
Rokim, “Mengenal Metode Tafsir Tahlili,” hlm. 51-53. Diakses pada tanggal 29 Januari 2022
http://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/
Hanya saja tidak boleh untuk memperkuat pendapat perorangan sedangkan tidak ada korinah
yang kuat.

4. Penjelasan historis masyarakat (sosiologis) saat ayat turun

Kondisi masyarakat atau kejadian yang terjadi sebelum turunya ayat Al-Qur’an atau apa yang
terjadi dimasa Nabi Muhammad SAW sangat membutuhkan perincian dan penjelasan yang
cukup. Sehingga pembaca dapat memahami petunjuk ayat secara hakiki.Terkadang ada isyarat
pada beberapa kejadian yang membutuhkan pengetahuan yang syamil (komprehensif),
dikarenakan ayat turun berkenaan tentang kejadian itu.Seperti ayat-ayat permulaan pada surat
Al-Mujadilah juz 28. Kandungan pengetahuan insani dan sosial kontemporer seperti ilmu
psikologi, ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu pendidikan dan lainnya. Tidak diragukan lagi, bahwa
sebagian besar dari ilmu-ilmu yang ada di zaman sekarang ini memiliki dasar dan akar di dalam
A-Qur’an. Imam Al-Suyuti mengatakan bahwa Al-Qur’an mencakup segala sesuatu Ilmu.
Adapun berbagai beragam ilmu yang ada itu ada petunjuknya didalam Al-Qur’an. Pada
kesempatan yang lain imam Suyuti mengatakan bahwa Al-Qur’an berisikan juga ilmu-ilmu
selain ilmu terdahulu, seperti kedokteran, arsitek, dan lainnya. Para ulama tafsir tidak melarang
untuk mengambil pengetahuan manusia dalam bidang ilmu apapun dan menjadikannya sebagai
khidmah pada Al-Qur’an, bukan sebagai alat untuk menghukumi al-Qur’an.6

D. Karya Tafsir Yang Menggunakan Metode Tahlili

Tafsir Al-Tabari

1. Sejarah Penulisannya

Semasa hidup Al-Tabari, kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu
pengetahuan, pemikiran keagamaan dan heterogenitas kebudayaan dan peradaban. Secara
langsung maupun tidak langsung, telah terjadi interaksi kultur dengan ragam muatannya,
perubahan dan dinamika masyarakat terus bergulir, tentu saja hal ini mewarnai cara pandang dan
cara berpikir kaum muslimin sebagai konsekuensi logis yang tak terhindarkan. Di bidang
keilmuan tafsir telah menjadi disiplin ilmu keislaman tersendiri, tafsir mengalami perkembangan
secara metodologis dan substansial. Kemunculan aliran tafsir Bi Al-ma’tsur dan bi Al-Ra’yi turut

6
Rokim, hlm. 52.
memberikan warna bagi pemikiran muslim. Di sisi lain ada persoalan yang cukup serius di tubuh
tafsir bi Al-ma’tsur dengan munculnya varian riwayat, dari riwayat yang shahih dan valid hingga
riwayat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan menurut parameter sanad dan rijal al-hadis
dalam disiplin ulumul hadis. Itulah sebabnya pada waktu yang bersamaan tafsir bi Al-ma’tsur
menghadapi masalah yang serius karena telah terjadi pembauran berbagai riwayat. Di samping
itu orientasi kajian tafsir yang tidak mono material, tetapi telah berinteraksi dengan disiplin ilmu
yang lain seperti fiqh, kalam, balagah sejarah dan filsafat. Al-Tabari pada saat munculnya aliran
tradsional Asy’ariyah yang disebut sunni di samping sekte-sekte yang lain turut menyemarakkan
bursa pemikiran di panggung sejarah umat Islam. Kompleksitas yang dilihat dan dialami Al-
Tabari, menggugah sensivitas keilmuannya khususnya bidang pemikiran Islam dengan jalan
melakukan respon dan dialog ilmiah lewat karya tulis. Pergulatan mazhab yang dialami al-Tabari
menyisa- kan dampak bagi dirinya. Popularitasnya di negeri sendiri dan kota sekitarnya tak
terbantahkan, sampai pada mazhab yang diikutinya. Kitab tafsir ini ditulis pada paruh abad III H
dan disosialisasikan pada murid-muridnya selama kurang lebih 8 tahun, sekitar 282-290 H.

2. Bentuk, Corak dan Metode Penafsiran Tafsir al-Tabari

Untuk melihat karakteristik sebuah tafsir dapat dilihat pada aspek-asek yang saling berkaitan
dengan gaya bahasa, corak penafsiran, sumber penafsiran, metodologi, sistimatika, daya kritis,
kecenderungan mazhab yang diikuti dan obyektivitas penafsirannya. Tiga ilmu yang tidak lepas
dari Al-Tabary yaitu tafsir, tarikh dan fiqh. Ketiga ilmu inilah yang pada dasarnya mewarnai
tafsirnya. Dari sisi liguistik Ibnu Jarir Al-Tabary sangat memperhatikan penggunaan bahasa Arab
sebagai pega-ngan dengan bertumpu pada syair-syair Arab kuno, dalam menjelaskan makna kosa
kata. Di samping itu al- Tabary sangat kental dengan riwayat- riwayat sebagai sumber
penafsiran, yang disan-darkan pada pendapat dan pandangan para sahabat, tabi’in dan tabi ’ Al-
tabiin melalui hadis yang mereka riwayatkan (Bi Al-ma’tsur). Semua itu diharapkan menjadi
detektor bagi ketepatan pemahamannya mengenai suatu kata atau kalimat. Di sisi lain Al-Tabari
sebagai ilmuan, tidak terjebak dalam belenggu taqlid , terutama dalam persoalan-persoalan fiqh,
ia selalu berusaha menjelaskan ajaran Islam tanpa melibatkan diri dalam perselisihan dan
perbedaan paham yang dapat menimbulkan perpecahan. Secara tidak langsung ia telah
berpartisipasi dalam upaya menciptakan iklim akademik yang sehat di tengah-tengah masyarakat
dimana ia berada dan bagi generasi berikutnya. Tafsir Al-Tabary dikenal sebagai tafsir bi Al-
ma’sur , yang berdasarkan penafsirannya pada riwayat-riwayat yang bersumber dari Nabi saw,
para sahabat tabiin dan tabiit tabiin.

Dalam periwayatan biasanya tidak memeriksa rantai periwayatan, meskipun kerap


memberikan kritik sanad dengan melakukan ta’dil dan tarjih tentang hadis-hadis itu. Sekalipun
demikian untuk menentukan makna yang paling tepat terhadap sebuah lafaz, ia juga
menggunakan ra’yu . Dalam tafsir ini Al-Tabary menggunakan metode tahlili , yaitu suatu
metode tafsir yang menjelaskan kan- dungan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai aspeknya dengan
memperhatikan urutan ayat-ayat Al-Qur’an yang tercantum dalam mushaf, atau penafsiran
berdasarkan urutan ayat atau surah, dalam kaitan ini, secara runtut yang pertama dilakukan
adalah menjelaskan makna- makna kata dalam terminologis bahasa Arab disertai struktur
linguistiknya. Dalam metode ini segala sesuatu yang dianggap perlu oleh seorang mufasir
diuraiakan, baik dari penjelasan makna lafaz-lafaz tertentu, ayat perayat atau surah persurah,
persesuaian kalimat yang satu dengan yang lain (munasabah), asbab nuzul, dan hadis yang
berkenaan dengan ayat-ayat yang ditafsirkan. Pada saat tidak menemukan rujukan riwayat dari
hadis, maka ia melakukan pemaknaan kalimat, dan dikuatkan dengan syair kuno. Disamping itu
ketika berhadapan dengan ayat-ayat yang saling berhubungan, maka harus menggunakan logika
(mantiq). Karena Al-Tabari merupakan seorang fuqaha , maka tafsirnya bercorak hukum (fiqh).

3. Pengaruh Tafsir al-Tabary

Jami Al -Bayan fi Tafsir Al-Qur’an , tafsir ini dinilai sebagai tafsir yang paling lengkap dan
populer di kalangan ulama dan para pencari ilmu. Tak heran bila kitab tafsir ini dijadikan rujukan
para ahli tafsir yang mengedepankan nas atau logika dalam menapsirkan ayat-ayat Al-Qur’an di
jamannya. Tafsir al-Tabari memuat isti n bat (pengambilan Hukum), menyampaikan perbedaan
yang ada di kalangan ulama, dan memilih pendapat yang lebih kuat di antara pendapat itu dengan
sisi pandang yang didasarkan pada logika dan pembahasan ilmiah yang diteliti. Kalau melihat
komentar dan pujian ulama terhadap tafsir ini mereka menganggap tafsir ini sebagai tafsir yang
sangat tinggi kualitasnya dan sebuah tafsir yang harus dijadikan rujukan bagi para mufasir.
Misalnya Imam al-Suyuthi mengatakan tafsir Al-Tabari merupakan tafsir yang paling agung,
memuat pendapat para ulama sekaligus menguatkan dari pendapat itu, memuat urain nahwu serta
istin bat hukum, maka dengan ke- lebihannya, ia menempati kualitas teratas.
Dari kitab tafsir sebelumnya. Menurut Ibnu Taimiyah adapun tafsir-tafsir yang ada di tangan
manusia yang paling baik atau shahih adalah Tafsir Al-Tabari. Hal ini karena menyebutkan
ucapan salaf dengan sanad yang kokoh, tidak menukil kebid’ahan dan tidak menukil dari orang-
orang yang diragukan agamanya pendusta. Demikian berbagai komentar yang bernada pujian
terhadap Tafsir Al-Tabary, baik dari sarjana barat maupun dari timur, sehingga Al-Tabari
dijuluki sebagai Imam Mufassir.7

E. Aplikasi Metode Tahlili

Dalam contoh pengaplikasian metode ini ,diambil contoh satu ayat yaitu ayat 115 dari surat
Al-Baqarah;1

‫عل ّۡيم‬
َ ‫ّللا َواسّع‬ ّ ٰ ‫لِل ۡال َم ۡش ّرق َو ۡال َم ۡغ ّرب ۚ فَا َ ۡينَ َما ت َولُّ ۡوا فَثَم َوجۡ ه‬
َ ٰ ‫ّللا اّن‬ ّ ٰ ّ ‫َو‬

Artinya : “Milik Allah Timur dan Barat, maka kearah mana saja kamu menghadap, disana ada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Lapang. (memberikan toleransi untuk menghadap kepada-Nya
dimana saja) lagi Maha Tahu.”

Yang dimaksud oleh Allah dalam firmannya ‫لِل ۡال َم ۡش ّرق َو ۡال َم ۡغ ّرب‬
ّ ٰ ّ ‫ ۚ َو‬ialah, Allah berwenang penuh
atas pemilikan dan pengaturan keduanya seperti dikatakan ‘’Rumah ini kepunyaan si fulan’’.
Artinya dia berwenang atas pemilik rumah itu. Dengan demikian firman tersebut bermakna
bahwa keduanya adalah milik dan makhlukNya. Kata ( ‫ ) المشرق‬sama artinya dengan ‫ طلع‬yaitu
menunjukkan kepada ‘’tempat matahari terbit’’. Jika ada yang bertanya betapa gerangan Allah
menyebut Timur secara khusus dan Barat secara khusus, bahwa dia memiliki keduanya bukan
yang lain? Para pakar tafsir berbeda pendapat dalam menjelaskan latar belakang penyebutan
kedua tempat itu secara khusus. Kami akan menjelaskan pendapat yang terbaik dalam
menafsirkan ayat itu telah mengemukakan pendapat-pendapat mereka. Ada yang berkata, Allah
sengaja menyebut kedua tempat itu secara khusus karena kaum yahudi dalam shalat menghadap
kebaitul maqdis dan Rasulullah pernah melakukan hal yang sama pada suatu periode, kemudian
mereka berpaling menghadap ke ka’bah. Dikarenakan itu kaum yahudi menyangkal perbuatan
Nabi tersebut dan berkata ‘’apa gerangan yang memalingkan mereka dari kiblat yang pernah

7
Ratnah Umar, “Jami’Albayan Anta’wil Ayi al-Qur’an,” t.t., hlm. 17-20. Diakses pada tanggal 29 Januari 2022
http://ejournal.iainpalopo.ac.id/
mereka jadikan arah shalat?’’ Allah menjelaskan kepada mereka, ‘’ Barat dan Timur semua
milik-Ku, Aku memalingkan muka hamba-hambaku (dalam shalat) sesuai keinginan-Ku, maka
kearah mana kamu menghadap niscaya disana ada Aku (Allah). Dalam hal ini Mustani telah
menceritakan kepadaku katanya, Abu shalih telah bercerita kepadanya, kata Abu Shalih
Mu’awiyah bin Shalihtelah bercerita kepadanya berasal dari Ali dari Ibnu Abbas, katanya :
‘’yang pertama kali nasihahkan adalah ayat tentang kiblat’’. Ketika Rasulullah hijrah ke
Madinah, mayoritas penduduknya adalah kaum yahudi, maka Allah memerintahkan menghadap
Baitul Maqdis itu lebih dari 10 tahun. Tapi Rasul tetap menginginkan menghadap kiblat Nabi
Ibrahim (Ka’bah). Dari itu dia selalu berdoa sambil melihat langit:

‫ب َوج ّهكَ فّى الس َم ۤا ۚ ّء فَلَن َو ّليَنكَ قّبلَة ت َرضٰ ى َها ۖ فَ َو ّل َوج َهكَ شَط َر‬
َ ُّ‫قَد ن َٰرى تَقَل‬

(sungguh kami memperhatikan wajahmu sering menghadap ke langit).(maka sekarang)


hadapkanlah wajahmu (dalam shalat ke arah masjidil haram (Ka’bah). Dengan demikian, timbul
keraguan dikalangan kaum yahudi lalu mereka berkata : ‘’mengapa dia memalingkan mereka
dari kiblat yang pernah mereka jadikan arah shalat’’. Untuk menjawab pertanyaan itu Allah
menurunkan( ‫ )والمغرب المشرق هلال قل‬Katakanlah milik Allah Timur dan Barat) dan ditegaskan-Nya
pula ‘’ke arah mana saja kamu menghadap, disana ada Allah.’’ Menurut ulama lain, ayat ini
turun kepada Nabi sebagai dispensasi dari Allah tentang kebolehan menghadap kemana saja
dalam shalat sunnah ketika sedang dalam perjalanan, atau menemui kesukaraan dalam shalat
wajib. Dengan demikian, diberitahukan kepada Nabi kemana saja mereka menghadap maka
disitu ada Allah sesuai dengan firman-Nya tadi ‫ّللا َواسّع‬ ّ ٰ ‫لِل ۡال َم ۡش ّرق َو ۡال َم ۡغ ّرب ۚ فَا َ ۡينَ َما ت َولُّ ۡوا فَثَم َوجۡ ه‬
َ ٰ ‫ّللا اّن‬ ّ ٰ ّ ‫َو‬
‫عل ّۡيم‬
َ . Jadi makna itu adalah milik Allah penguasa semua makhluk yang berada diantara Timur
dan Barat dan dialah yang membuat mereka beribadah sesuai dengan kehendak-Nya, maka
hadapkanlah mukamu sekalian hai mukminun kea rah Ku, kea rah mana saja kamu menghadap
disana ada Aku. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa didalam ayat terjadi nasikh mansukh,
maka pendapat yang betul ialah, ayat ini berkonotasi umum tapi yang dimaksud adalah khusus,
dengan demikian firmanNya :

‫ هلال وجه تولوا فاينما‬boleh jadi keizinan untuk melakukan shalat dengan menghadap kearah mana
saja ketika dalam perjalanan, dalam peperangan dan lain sebagainya, baik dalam shalat ataupun
wajib sebagainya ditegaskan oleh Umar Al-Makhai dan yang sepaham dengan mereka. Adapun
firman-Nya ‫ ينما فا‬artinya dimana, kearah mana ‫ تولوا‬Penafsirannya terbaik adalah kamu
menghadap kearah-Nya, kepadaNya seperti seorang berkata : saya menghadapkan muka kearah-
Nya, artinya saya menghadapinya. Kiat katakana ini penafsiran terbaik karena argumennya telah
disepakati dan aneh sekali bila ada yangmengartikan itu dengan membelakangimu sedangkan
‫ هلال وجه‬yang mereka hadapi itu berarti ‫ هلال قبلة‬kata ‫ فثم‬Artinya disana. Para ulama berbeda
pendapat dalam menafsirkan kata ‫ فشم‬Ada yang berkata disana kiblat Allah . yang dimaksud
wajah Allah yang mereka menghadap kepada-Nya. Tampak dengan jelas dalam penafsiran di
atas suatu analisis yang lebih memadai bila dibandingkan dengan tafsir yang menggunakan
metode global seperti dalam contohyang telah dikemukakan. Mufasir menjelaskan penafsiran
ayat 115 dari surat Al-Baqarah dengan mengemukakan berbagai riwayat dan pendapat para
ulama. Begitu juga dijelaskan latar belakang asbabun nuzul, juga tidak ketinggalan penjelasan
tentang kosakata yang terdapat didalamnya.8

8
Rokim, “Mengenal Metode Tafsir Tahlili.”
BAB III

PENUTUP

1.4 KESIMPULAN

Tafsir Tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat Al-qur’an melalui pendeskripsian


(menguraikan) kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh sisinya,sesuai dengan urutan ayat di
dalam suatu surat.Adapun langkah-langkah yang digunakan oleh para ulama dalam menafsirkan
Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlili yaitu:

• Penjelasan makna dalam Al-Qur’an


• Penjelasan asbabun nuzul
• Penjelasan munasabah antar ayat
• Penjelasan I’rob ayat dan macam-macam qiraat ayat
• Penjelasan kandungan ayat dan keindahan susunan kalimatnya
• Penjelasan makna umum dari ayat yang ditunjuk

Selain itu,Metode Tahlili juga merupakan Metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an dan
perkembangan Metode Tahlili berperan besar pada perkembangan ilmu tafsir,dimana para ahli
tafsir mampu menghasilkan banyak karya-karyanya salah satunya imam Al-Tabhari.Al-Tabari
dipandang sebagai tokoh penting dalam jajaran mufasir, karena lewat karya monumentalnya
Jami alBayan ‘an Ta’wil Ayi al-Qur’an mampu memberikan inspirasi bagi para mufasir
sesudahnya. Tafsir ini sangat kental dengan riwayat-riwayat sebagai sumber penaf-siran (al-
ma’tsur) yang disandarkan pada pendapat para sahabat.
DAFTAR PUSTAKA

Wahid,Saad Abdul, Studi Ulang Ilmu Al-Quran & Ilmu Tafsir Jilid 2 (Dua), (Yogyakarta, Suara
Muhammadiyah: 2012) Hlm.113.

Helman Elhany. “Metode Tafsir Tahlili dan Maudhu’i,” t.t. Diakses pada tanggal 29 Januari 2022
http://e-journal.metrouniv.ac.id/

Rokim, Syaeful. “Mengenal Metode Tafsir Tahlili,” t.t., 43. Diakses pada tanggal 29 Januari 2022
http://e-journal.metrouniv.ac.id/

Umar, Ratnah. “Jami’Albayan Anta’wil Ayi al-Qur’an,” t.t. Diakses pada tanggal 29 Januari 2022
http://ejournal.iainpalopo.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai