Anda di halaman 1dari 10

TAFSIR LUGHAWI

Syafrijal
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang
e-mail: syafrijal_buya@ymail.com

Abstract: Lughawi Tafsir (Quranic Interpretation) explains the Holy Qur’an through semiotic and semantic
including language, morphology, lexical, grammatical, and rhetoric. This kind of interpretation has been used by
Mufassir (experts in Quranic Interpretastion) to explain the verses of the Quran. Since the Quran was written in
a very high style of language, the mufassirs who applied this method should have capability with certain
criteria.The Lughawi Tafsir appeared in 2nd and 3rd H, along with the integration of the Arabs and non-Arabians.
The fact that Arabic was no longer superior language of that time and the decrease of zaug ‘arabi (sense of
Arabic), necessitated the Mufassirs to strengthen the language so that they could figure out the meanings of the
Qur’an. The operational concept in explaining Lughawi Tafsir is done by presenting topics in the fields of nahu,
sharaf, and balaghah together with their types and branches.

Key words: quranic interpretation, semiotic and semantic

Abstrak: Tafsir lughawi menjelaskan kitab suci Alquran melalui interpretasi semiotic dan semantic yang
meliputi etimologis, morfologis,leksikal, gramatikal, dan retorikal. Tafsir lughawi ini merupakan salah satu
corak yang dilakukan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat-ayat Alquran. Karen Alquran mempunyai gaya
bahasa yang sangat tinggi, maka mufassir yang akan menafsirkan Alquran dengan corak ini harus memiliki
kapasitas dan criteria tertentu. Tafsir lughawi ini sudah mulai muncul pada abad kedua dan ketiga hijriyah.
Muncul cara menafsirkan Alquran dengan bahasan corak kebahasaan ini disebabkan karena trjadi integrasi
antara bangsa Arab dan non bangsa Arab, dan semakin hilangnya zauq Arabi, maka mufassir merasa
memerlukan ilmu-ilmu mengenai bahasa Arab untuk menggambarkan makna-makna dan memahami maksud
Alquran. Kerangka operasional untuk menjelaskan tafsir lughawi ini adalah dengan mengemukakan pembahasan
di bidang ilmu nahu, sharaf, dan balaghah dengan macam-macam dan bagian masing-masing.

Kata kunci: lughawi tafsir, interpretasi semiotic dan semantic

PENDAHULUAN cara dan beberapa metode dan corak


penyajiannya. Melihat kepada metode yang
Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk digunakan ulama dalam menafsirkan Alqur an,
untuk memperdalam pemahaman dan penghaya- ada dalam bentuk ijmali atau mengungkap
tan tentang Islam. Bahasanya yang mempesona makna Alqur an secara global saja, ada yang
dan pesan-pesannya yang begitu agung telah menafsirkan secara rinci dan runtut, dan ada
meluluhkan hati orang-orang yang membacanya juga yang menafsirkan berdasarkan topik
dan membuat mereka kagum. Namun, penulis tertentu, dan bahkan ada yang membandingkan
melihat banyak orang yang hanya terpesona pendapat ulama tentang pemahaman ayat yang
dengan Alqur an , seolah-olah Alqur an itu kitab sama, membandingkan antara ayat yang mirip
suci diturunkan hanya untuk dibaca. atau ayat dengan hadis. Begitu juga corak yang
digunakan mufassir dalam menafsirkan Alqur
Karena itu ulama bertanggung jawab dan
an, mufassir menyampaikan pesan Alqur an itu
berkewajiban untuk memperkenalkan Alqur’an
sesuai dengan kapasitas ilmu yang mereka
dan menyuguhkan pesan-pesan yang tersimpan
miliki. Maka muncullah buku- buku tafsir
di balik setiap untaian mutiara kata sejalan
dengan berbagai corak sesuai dengan perkem-
dengan perkembangan masyarakat, sehingga
bangan ilmu pengetahuan dan bidang ilmu yang
Alqur’an benar-benar berfungsi sesuai menurut
mereka tekuni. Contohnya adalah tafsir ayat
semestinya. Untuk menyampaikan pesan-pesan
ahkam, tafsir al-adabi al-ijtima’i, tafsir isyari,
Alqur’an tersebut, ulama menempuh berbagai
tafsir kauni, dan lain-lain.

421
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 422

Salah satu metode pendekatan yang sangat ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, syaraf,
signifikan adalah dengan menggunakan etimologi, balaghah dan qiraat) sebagai syarat
pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal utama bagi seorang mufassir. Abu hayyan (1992:
dengan istilah tafsir lughawi. Tafsir lughawi 14–17) mengatakan bahwa seorang mufassir
sangat diperlukan dalam memahami Alqur’an, harus mempersiapkan beberapa hal sebagai
karena Alqur’an menggunakan bahasa Arab berikut:
yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah,
bayan, tamsil dan retorika, dan al-Qur’an juga 1. Mengetahui ilmu lughah, baik yang
diturunkan pada masa kejayaan syair dan menyangkut isim, fi’il, maupun huruf.
linguistik. Bahkan pada awal Islam , sebagian
2. Megetahui tata aturan bahasa Arab, baik
orang masuk Islam hanya karena kekaguman ketika belum tersusun dalam suatu kalimat
linguistik dan kefashihan al-Qur’an.
maupun setelah tersusun dalam bentuk
PENGERTIAN TAFSIR LUGHAWI kalimat.

Tafsir lughawi terdiri dari dua kata, yaitu 3. Mengetahui adanya kata-kata atau kalimat
tafsir dan lughawi. Tafsir yag akar katanya yang baligh atau fashih (ditinjau dari ilmu
berasal dari ‫ ﻓﺴﺮ‬bermakna keterangan dan ma’any, bayan , dan badi’).
penjelasan (Abu al-Husain, t.t.: 504). Kemudian
4. Mengetahui hal-hal yang ijmali, tabyin,
lafal itu diikutkan wazan ‫ ﻓﻌﻞ‬yang bererti
umum, khusus, ithlaq, taqyid, dan
menjelaskan atau menampakkan sesuatu.
mengetahui pula dilalah amar dan nahi.
Lughawi berasal dari kata ‫ ﻟﻐﻰ‬yang berarti
gemar dan menetapi sesuatu (Abu Al-Husain, 5. Mengetahui perbedaan kata-kata dalam
t.t.: 255). Manusia yang gemar dan menetapi bahasa Arab, baik ketika adanya penam-
atau menekuni kata-kata yang digunakannya bahan huruf maupun pengurangan-nya, dan
maka kata – kata itu disebut lughah. adanya perubahan harakat dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik Dengan demikin, berarti seseorang belum
sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud layak dan tidak pantas menafsirkan al-Qur’an
dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang sebelum mengantongi ilmu-ilmu yang disebut-
mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an kan di atas dan tidak akan mendapatkan hasil
dengan menggunakan kaedah-kaedah kebaha- yang dalam karya tafsirnya, bahkan akan
saan, atau lebih simpelnya tafsir lughawi adalah menyesatkan umat dalam memahami al-Qur’an
menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi apabila tidak menguasai ilmu bahasa Arab. Al-
semiotik dan semantik yang meliputi etimo- Zahabi (t.t.: 266) mengatakan bahwa tidak
logis, morfologis, leksikal, gramatikal dan sepantasnya orang yang beriman kepda Allah
retorikal (Abd Muin Salim, 1999: 34 ). Dengan mendiskusikan kitab Allah (al-Qur’an) jika
demikian, maka tafsir lughawi itu merupakan tidak pandai bahasa Arab. Lebih lanjut ia
tafsir al-Qur’an yang menjelaskan ayat-ayat suci mengatakan bahwa seorang mufassir harus
al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada mendalam bahasa Arab. Pengetahuan yang
bidang bahasa. Maksudnya tafsir yang meng- sempit tentang baha Arab tidak cukup dipakai
kaji Alqur’an dari segi nahwu, sharaf, balaghah sebagai alat untuk menafsirkan al-Qur’an,
(ma’any, bayan dan badi’) dan lain sebagainya karena kadang-kadang suatu kata itu memiliki
yang notabenenya adalah memahami ayat-ayat makna ganda (musytarak), sehingga seorang
Alqur’an dengan pendekatan ilmu bahasa, maka mufassir yang demikan itu hanya mengetahui
seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an salah satu maknanya saja, sementara ada
dengan pendekatan bahasa harus mengetahui kemungkinan makna yang dikehendaki dalam
bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa Al-Qur’an adalah makna lain yang belum
arab dengan segala seluk-beluknya, yang terkait diketahuinya.
dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Bahkan
Ahmad Syurbasyi (1999: 31) menempatkan
423 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430

hijrah (Musa’id Muslim Abdullah Ali Ja’far,


1984: 77-86).
SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR
LUGHAWI Syeikh Hasan Husain dalam suatu
pendapatnya tentang sejarah ilmu tafsir
Menurut Hasan ali al-Aridhi (1994: 23- mengatakan bahwa para sahabat dan tabi ‘in
24), terdapat perbedaan antara tafsir pada abad tidak menaruh perhatian kepada ilmu tafsir,
pertama, kedua dan ketiga hijrah (mutaqaddimin) I’rab dan majaz pada masa permulaan
dengan tafsir pada abad sesudahnya (muta pembukuan tafsir, bahkan, metode yang mereka
‘akhkhirin). Tafsir pada abad pertama, kedua gunakan sama dengan metode ahli hadis dalam
dan ketiga hijrah hanya mengacu kepada inti meriwayatkan makna-makna Al-Qur’an. Kemu-
dan kandungan al-Qur’an serta penjelasan dian kondisi yang demikian itu berubah pada
makna yang dikehendaki oleh ayat al-Qur’an. masa berikutnya disebabkan semakin bertambah
Belum ada perhatian terhadap bahasa, yaitu meluasnya interaksi bangsa Arab dan non Arab
dari segi nahwu dan I’rab, dan tidak ada pula dan hilangnya zouq Araby. Maka para mufassir
kajian tentang kata, susunan- susunan kalimat, merasa sangat memerlukan ilmu-ilmu tentang
majaz, ijaz, ithnab, taqdim, ta’khir, wasl, qath’ bahasa Arab yang telah dibukukan, yaitu nahwu,
serta nida dan istisna. Apa yang dilakukan oleh sharaf, ma’any, bayan badi’, dan lain-lain untuk
ulama tafsir pada abad ketiga yang kemudian menggambarkan makna-makna dan
mereka tuangkan dalam kitab-kitab karangan menjelaskan maksud-maksud Al-Qur’an yang
mereka, sekaligus mereka mengelompokkannya mulia, sehingga sampailah pada kondisi
menjadi bab-bab dan bagiannya adalah karena sebagaimana sekarang (Al-‘Aridhi, 1994: 25–
melihat terjadinya perkembangan ilmiah 26).
tentang tafsir pada saat itu.
Kitab-kitab tafsir yang terkenal dengan
Apa yang dikatakan al-Aridhi itu, prediket tafsir lughawi antara lain adalah kitab
menurut hemat penulis, tidak semuanya benar, Anwar al-Tanzil, Wa Asrar al-Ta’wil karya
karena telah muncul mufassir-mufassir yang Imam Al-Baidhawi, Al-Bahr al-Muhith Fi al-
mencoba membahas al-Qur’an dari sudut Tafsir karya Abu Hayyan al-Andalusy, Irsyad
bahasa, tapi jumlahnya sangat sedikit. Bahkan, al-‘Aql al-Salim Ila Mazaya al-Kitab al-Karim
pada masa sahabat sudah ada mufassir yang karya Abu Su’ud, Al-Kasysyaf karya Imam
mencoba mengkaji dari segi bahasa itu. Sahabat Zamakhsyari dan kitab-kitab tafsir yang
yang banyak ditanya tentang makna dan sejenisnya.
sinonim kalimat al-Qur’an dan paling banyak
menafsirkan al-Qur’an melalui pendekatan KERANGKA OPERASIONAL TAFSIR
bahasa atau syair-syair Arab klasik adalah LUGHAWI
Abdullah bin Abbas. Oleh karena itu, beliau
dianggap sebagai Abu al-Tafsir (bapak tafsir) A. Nahwu
(Manahij fi al-Tafsir : 23 ).
Nahwu merupakan ilmu yang mem-
Penafsiran Abdullah bin Abbas yang pelajari kaedah untuk mengenal fungsi-
cenderung menjadikan syair sebagai salah satu fungsi kata yang masuk pada kalimat,
sumber penafsirannya merupakan cikal bikal mengenal hukum akhir kata dan untuk
munculnya madrasah lughah. Hal itu terjadi mengenal cara mengi’rab. Mengenal fungsi
ketika menjadi pengajar dan pembimbing di kata yang masuk pada kalimat, seperti
madrasah tafsir di Mekah, yaitu pada abad fungsinya sebagai subjek (fa’il), objek
pertama hijrah dan kemudian dilanjutkan oleh (maf’ulun bihi) dan lain-lain, seperti ‫اﺣﻤﺪ‬
murid-muridnya, seperti Sa’id bin Jabir, (Ahmadu) yang harakat akhirnya dammah
Mujahid bin Jabar, Ikrimah, Thawus bin Kaisan karena diakhiri dengan “u”. Mengenal cara
dan Atha’ bin Abi Rabah hingga abad kedua mengi’rab seperti rafa’, nashab, khafadh
dan jazm.
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 424

Dalam masail nahwiyah, para mufassir Balaghah secara etimologi adalah


tidak sedikit memaparkan perbedaan tercapai tujuan melalui sebuah ucapan yang
pendapat di kalangan ulama-ulama nahwu, indah dan fasih. Seseorang dikatakan
bahkan mereka memaparkan kata atau mempunyai ucapan baligh dalam ilmu
kalimat yang dibicarakan itu sampai pada balaghah adalah orang yang telah tercapai
masalah yang detail, seperti mauqi’ al-I’rab, tujuannya karena fasih dan indah bicaranya
artinya mereka tidak hanya berbicara tentang yang ungkapan bicaranya itu mampu
I’rab saja tetapi juga sudah melebar kepada mencapai hati orang yang ditujunya. Alqur
hal-hal yang lebih dari itu. Contohnya dalam an mempunyai ungkapan kata balaghah
surat Al-baqarah, ayat 25: ‫اْن ﻟﮭﻢ ﺟﻨﺎت ﺗﺠﺮي ﻣﻦ‬ karena kata-kata yang digunakan mempunyai
‫ﺗﺤﺘﮭﺎ اﻟْﻨﮭﺎر‬. Ayat tersebut , apabila dilihat dari makna yang jelas dan sempurna yang sampai
segi mauqi’ al-i’rab, maka kalimat ‫ﺗﺠﺮي ﻣﻦ‬ ke dalam hati pembaca atau pendengar.
‫ ﺗﺤﺘﮭﺎ اﻻﻧﮭﺎر‬berkedudukan sebagai nasab, Ungkapan kata dalam al-Qur’an adalah
karena kalimat tersebut sebagai sifat dari sangat indah. Kata- katanya mampu
kata” ‫ ﺟﻨﺎت‬yang berkedudukan nasab juga menceritakan kegembiraan yang dahsyat atau
(Abu Suud, Juz I : 120). kekaguman dan ketakutan yang dikemas
dengan indah .
B. Sharaf
Ilmu balaghah itu terdiri dari 3 cabang,
Sharaf adalah salah satu nama cabang yaitu: ilmu ma’any, bayan, dan badi’. Dalam
ilmu dalam bahasa Arab yang khusus Alquran dapat ditemukan ketiga cabang
membahas tentang perubahan bentuk kata. ilmu tersebut , dan masing-masing nya juga
Perubahan bentuk kata ini dalam prakteknya terdiri dari beberapa bagian, sebagaimana
disebut tashrif. Dinamakan ilmu sharaf dapat diuraikan berikut ini:
karena ilmu ini khusus membahas mengenai
tashrif. Tashrif itu adalah perubahan atau 1. Isim Isyarah
mengubah bentuk kata (shighat), maksudnya,
perubahan dari bentuk kata yang satu kepada Ungkapan yang menggunakan berbagai
contoh-contoh bentuk kata yang berbeda macam isim isyarah mengandung rahasia-
untuk tujuan menghasilkan makna-makna rahasia keindahan. Ungkapan dengan
yang yang dimaksud. Tidak akan berhasil menggunakan isyarah ‫ذﻟﻚ‬, kadang- kadang
tujuan suatu makna kecuali dengan contoh- bisa berfungsi li al-ta’zhim dan begitu juga
contoh bentuk yang berbeda-beda itu. hal nya dengan menggunakan ‫ ھﺬه‬, kadang-
Contoh-contoh perubahan itu adalah berupa kadang bisa berfungsi li al-tahqir. Contoh
fi’il madhi berubah menjadi fi’il mudhari’, dalam surat Yusuf, ayat:23 ‫ﻗﺎ ﻟﺖ ﻓﺬﻟﻜﻦ ﻟﻤﺘﻨﻨﻲ‬
menjadi mashdar, isim fa’il, isim maf’ul, fi’il ‫ ﻓﯿﮫ وﻟﻘﺪ راودﺗﮫ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﮫ‬, ayat tersebut tidak
amar, fi’il nahi dan sebagainya. menggunakan isyarat ‫ھﺬه‬ tetapi
menggunakan ‫ذﻟﻚ‬. Hal itu menunjukkan
Dalam kajian tafsir lughawi, masalah ketinggian derajat yang ditunjukkan oleh
syaraf, mufassir memaparkan pula berbagai ayat tersebut. Sedangkan dalam surat al-
macam makna dalam satu bentuk (shighat) Ankabut, ayat 64 :
kata. Contoh : ‫واﯾﺎك ﻧﺴﺘﻌﯿﻦ‬. Abu Hayyan (Al-
Bahr, Juz I : 41) mengatakan bahwa kata ‫ وﻣﺎ ھﺬه اﻟﺤﯿﺎة اﻟﺪﻧﯿﺎ اﻻ ﻟﮭﻮ وﻟﻌﺐ‬. Isyarat “ ‫ھﺬه‬
‫ ﻧﺴﺘﻌﯿﻦ‬adalah musytaq dari ‫ اﻻﺳﺘﻌﺎﻧﺔ‬yang “ dalam ayata tersebut menunjukkan
berarti ‫طﻠﺐ اﻟﻌﻮن‬, sedangkan‫اﻟﻄﻠﺐ‬ adalah rendahnya kehidupan dunia (Manhaj
salah satu faedah kata yang mengikuti wazan Zamakhsyari: 220 ).
‫اﺳﺘﻔﻌﻞ‬ yang memilki pengertian lebih
2. Isim Maushul.
kurang 12 macam, antara lain: – ‫اﻟﺘﺤﻮل‬
‫اﻻﺗﺤﺎد – اﻟﻄﻠﺐ‬ Penggunaan adawat (perangkat-perangkat)
maushulah dalam tafsir lughawi memiliki
C. Balaghah
kekhususan tersendiri. Lazimnya, adat
425 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430

maushul yang ditujukan kepada lil ‘aqil gua itu tidur dalam waktu yang sangat lama
digunakan ‫ ﻣﻦ‬dan adat maushul yang dan badan mereka tidak berubah.
ditujukan kepada ghairi ‘aqil digunakan ‫ﻣﺎ‬.
Dalam pemakaiannya, ketentuan tersebut Penggunaan kata isim untuk menunjukkan
tidak selamanya seperti itu. Kadang-kadang janji surga atau balasan yang amat tinggi.
adat maushul yang biasanya digunakan li Contoh dalam surat
ghairi ‘aqil dipakaikan juga terhadap ‘aqil Al- Hijr, ayat 45 : ‫ان اﻟﻤﺘﻘﯿﻦ ﻓﻲ ﺟﻨﺎت وﻋﯿﻮن‬
dan sebaliknya. Penggunaan adat maushul li
ghairi ‘aqil terhadap ‘aqil dimaksudkan li al- Jumlah ismiyah (kalimat nominal) itu lebih
tahqir. Sebagaimana firman Allah dalam kokoh dan meyakinkan daripada jumlah
surat al-‘Angkabut, ayat 116: fi’liyah ( kalimat verbal ). Contohnya dalam
surat Luqman, ayat 33:“ ‫واﺧﺸﻮا ﯾﻮﻣﺎ ﻻﯾﺠﺰي واﻟﺪ‬
‫وﻗﺎﻟﻮااﺗﺨﺬﷲ وﻟﺪا ﺳﺒﺤﺎﻧﮫ ﺑﻞ ﻟﮫ ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﺴﻤﺎوات واﻻرض ﻛﻞ‬
‫ ﻋﻦ وﻟﺪه وﻻ ﻣﻮﻟﻮد ھﻮ ﺟﺎز ﻋﻦ واﻟﺪه ﺷﯿﺌﺎ‬. Apabila
‫ﻟﮫ ﻗﺎﻧﺘﻮن‬ “ . Isim maushul yang dipakai
dilihat dari segi makna maka kalimat ‫وﻻ ﻣﻮﻟﻮد‬
dalam ayat di atas ialah “ ‫ “ ﻣﺎ‬yang
‫ ھﻮ ﺟﺎز ﻋﻦ واﻟﺪه‬lebih kokoh dan meyakinkan
sebenarnya untuk li ghairi ‘aqil\, pada hal
daripada kalimat ‫( وﻻ ﯾﺠﺰي واﻟﺪ ﻋﻦ وﻟﺪه‬Al-
ayat itu bermakna, apa saja yang ada di
Kasysyaf, Juz I : 238 ).
langit dan yang ada di bumi , termasuk di
dalamnya manusia, adalah ‘aqil. Hal ini 4. Mendahulukan khabar dari pada mubtada’.
didasari atas qarinah “ ‫ ”ﻗﺎﻧﺘﻮن‬. Oleh karena
itu, semua yang ada di langit dan di bumi Dalam susunan kalimat bahasa Arab, begitu
adalah rendah derjatnya di hadapan Allah juga susunan kalimat dalam Al-Qur’an,
(al-Kasysyaf, Juz I : 308). mubtada’ didahulukan posisinya dari khabar,
karena mubtada’ itu adalah subjek dan
3. Jumlah Ismiyah khabar adalah objek. Namun demikian,
kadang-kadang ditemukan pula bahwa
Di antara kaedah tafsir yang menyangkut
khabar itu didahulukan dari mubtada’.
kebahasaan ialah kaedah isim. Sering kita Susunan kalimat seperti itu karena ada
jumpai kalimat-kalimat dalam al-Qur’an
tujuan tertentu. Mendahulukan khabar di sini
yang diungkap dalam bentuk kalimat isim memiliki faedah ta’kid terhadap kandungan
(nominal). Perlu diketahui bahwa dalam
ayat. Contoh dalam surat Al-Hasyr , ayat 2:
beberapa sumber disebut dengan jumlah ‫ وظﻨﻮا اﻧﮭﻢ ﻣﺎ ﻧﻌﺘﮭﻢ ﺣﺼﻮﻧﮭﻢ‬Susunan kalimat di
ismiyah. Jumlah ismiyah atau kalimat
atas memiliki perbedaan kandungan makna
nominal menunjukkan arti tsubut (tetap) dan dengan susunan kalimat biasa yang sesuai
istimrar (terus-menerus) muhammad Cizrin
dengan urutan mubtada’ kemudian baru ada
(1998: 240). khabar, seperti susunan berikut:
Penggunaan kata isim yang bertujuan untuk
‫وظﻨﻮا اْن ﺣﺼﻮﻧﮭﻢ ﺗﻤﻨﻌﮭﻢ اْوﻣﺎ ﻧﻌﺘﮭﻢ‬ . Kalimat ini
menunjukkan sesuatu yang tetap dan tidak
menunjukkan bahwa mereka dilarang keras
berubah-ubah, contohnya adalah dalam surat
memasuki benteng tersebut (Al-Kasysyaf,
al-Kahfi, ayat 18 : “
Juz III : 445)
‫وﺗﺤﺴﺒﮭﻢ اْﯾﻘﺎظﺎ وھﻢ رﻗﻮد وﻧﻘﻠﺒﮭﻢ ذات اﻟﯿﻤﯿﻦ‬ 5. Tatsniyah
‫وذات اﻟﺸﻤﺎل وھﻢ ﻓﻲ ﻓﺠﻮة ﻣﻨﮫ ذﻟﻚ ﻣﻦ اﯾﺎت‬ Pemakaian kata dalam al-Qur’an sesuai
‫ﷲ ﻣﻦ ﯾﮭﺪﷲ ﻓﮭﻮ اﻟﻤﮭﺘﺪ وﻣﻦ ﯾﻀﻠﻞ ﻓﻠﻦ ﺗﺠﺪ‬ dengan pemakaian kata dalam bahasa Arab.
‫ﻟﮫ وﻟﯿﺎ ﻣﺮﺷﺪا‬ Kata dalam bentuk mufrad digunakan untuk
makna tunggal dan kata dalam bentuk
Kalimat ‫ وھﻢ رﻗﻮد‬pada ayat tersebut di atas tatsniyah digunakan untuk makna ganda.
menunjukkan bahwa para pemuda penghuni Tetapi ada kata dalam bentuk tatsniyah dapat
digunakan kata dalam bentuk mufrad.
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 426

Penggunaan bentuk tatsniyah kata-kata yang sebagaimana dalam surat Al-Mukminun,


sebenarnya dapat berbentuk mufrad itu ayat 110:
maksudnya adalah agar kata tersebut lebih
mengena dan kuat. Contoh dalam surat Al- ‫ﻓﺎﺗﺨﺬﺗﻤﻮھﻢ ﺳﺤﺮﯾﺎ ﺣﺘﻰ اْﻧﺴﻮﻛﻢ ذﻛﺮي‬
Maidah, ayat 64:
Kata “‫ “ ﺳﺤﺮﯾﺎ‬di sini menunjukkan kekuatan
‫وﻗﺎﻟﺖ اﻟﯿﮭﻮد ﯾﺪ ﷲ ﻣﻐﻠﻮﻟﺔ ﻏﻠﺖ اﯾﺪﯾﮭﻢ ﺑﻤﺎ‬ sihir yang sangat dahsyat (Al-Kasysyaf. Jua
III : 44).
‫ﻗﺎﻟﻮا ﺑﻞ ﯾﺪاه ﻣﺒﺴﻮطﺘﺎن‬
8. Uslub al-Ijaz
Bentuk tatsniyah kata ‫ﯾﺪاه‬ dalam ayat
tersebut maksudnya adalah untuk Uslub al-Ijaz adalah uslub (style) yang
menekankan kedermawanan dan meniadakan menunjukkan arti kalimat yang singkat
kekikiran . Pada hal kata sebelumnya adalah tetapi pada makna. Contohnya “‫ھﺪى ﻟﻠﻤﺘﻘﯿ ﻦ‬.
mufrad, yaitu “ ‫( “ ﯾﺪ ﷲ‬Al-Kasysyaf, Juz I : Kalimat tersebut adalah singkat tapi padat
628). makna, maksudnya, mengapa hidayah hanya
bagi orang-orang yang bertaqwa bukan untuk
6. Ta’nits orang-orang sesat ?.
Kata–kata dalam bahasa Arab dikelompok- Menurut mufassir lughawi seperti
kan kepada dua bentuk yaitu mu’annats dan Zamakhsyari mengemukakan bahwa orang
muzakkar. Kata mu’anats dalam Al-Qur’an yang sesat itu ada dua kelompok: Pertama,
bukan hanya menunjukkan kepada jenis kelompok yang telah diketahui kesesatannya
kelamin yang pemakaiannya kepada perem- dan mereka tetap berada dalam kesesatannya.
puan tetapi kata mu’anats itu dapat juga Kedua, kelompok yang pada mulanya sesat,
digunakan dalam kalimat yang menunjukkan lalu mereka kembali kepada hidayah.
lemah dan lembut. Hampir setiap kata Dengan kata lain, mereka berada
mu’anats memiliki konotasi lemah dan (memperoleh) pada hidayah (‫ )ﻣﺘﻘﻮن‬setelah
lembut itu. Kalimat mu’anats yang dapat melewati kesesatan , sehingga kalimat yang
digunakan untuk mengungkapkan suatu ringkas untuk mengungkapkannya adalah
ungkapan kelemahan adalah seperti dalam “‫( “ ھﺪى ﻟﻠﻤﺘﻘﯿﻦ‬Al-Kasysyaf. Juz I : 118).
surat Al-Zumar, ayat 38 :
9. Uslub al-Tikrar
‫ﻗﻞ اْﻓﺮاْﯾﺘﻢ ﻣﺎ ﺗﺪﻋﻮن ﻣﻦ د ون ﷲ ان اْ رادﻧﻲ‬
Sering ditemukan dalam al-Qur’an bentuk
‫ﷲ ﺑﻀﺮ ھﻞ ھﻦ ﻛﺎﺷﻔﺎت ﺿﺮه‬ kata dan kalimat yang berulang. Bentuk
Kata “ ‫ “ ﻛﺎﺷﻔﺎ ت‬dalam bentuk mu’anats berulang kata dan kalimat tersebut
ini dumaksudkan untuk menujukkan ketidak merupakan gaya bahasa yang unik yang
mampuan dan kelemahan berhala-berhala dimiliki al-Qur’an. Gaya bahasa seperti itu
Latta, Uzza, dan Mana dengan selemah- disebut dengan uslub al-Tikrar. Uslub al-
lemahnya (Al-Kasysyaf. Juz II : 399). Tikrar bukan disebabkan minim bahasa yang
digunakan atau menunjukkan kekurangan
7. Nisbah dan kelemahan al-Qur’an tetapi hal tersebut
menunjukkan kelebihan dan keistimewaan
Di antara lafal yang digunakan dalam Al- bahasa yang digunakannya.
Qur’an itu adalah dengan memakai ya nisbah
pada kata-katanya. Penambahan ya nisbah itu Adapun Uslub al-Tikrar itu bertujuan agar
menunjukkan greget dan kekuatan perbuatan pendengar peduli dan memperhatikan
yang disandarkannya. Seperti kata (menganggap baru) setiap berita dari
“‫ “ﺧﺼﻮﺻﯿﺔ‬lebih kuat pengertiannya daripada berbagai berita yang disampaikan. Contoh-
“‫“ﺧﺼﻮص‬. Dalam al-Qur’an dapat ditemukan nya dalam surat al-Qamar, ayat 37:
contoh kata yang memakai ya nisbah tersebut,
427 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430

‫ﻓﺬوﻗﻮا ﻋﺬاﺑﻲ وﻧﺬر وﻟﻘﺪ ﯾﺴﺮﻧﺎ اﻟﻘﺮان ﻟﻠﺬﻛﺮ‬ kadang-kadang memalingkan kalimat dalam
kontek ghaib kepada konteks khitab seperti
‫ﻓﮭﻞ ﻣﻦ ﻣﺪﻛﺮ‬ ayat tersebut.Dan kadang-kadang, juga iltifat
Dilihat dari segi kandungan makna, maka itu pemalingan kalimat dari konteks khitab
kata “ ‫ “ ﻣﺪﻛﺮ‬merupakan perulangan dari kepada kalimat dalam konteks ghaib yang
kata “ ‫( “ ﻟﻠﺬﻛﺮ‬Al-Baidhawi. Juz II : 436). tujuan semua itu adalah mubalaghah.Contoh
Contoh lain dapat dilihat dalam surat al- nya dalam surat Yunus, ayat 22:
Rahman pada firman Allah: ‫ﻓﺒﺎْي اﻻء رﺑﻜﻤﺎ‬
‫ﺗﻜﺬﺑﺎن‬. Ayat tersebut diulang berkali-kali ‫ھﻮ اﻟﺬي ﯾﺴﯿﺮﻛﻢ ﻓﻰ اﻟﺒﺮ واﻟﺒﺤﺮ ﺣﺘﻰ اذا ﻛﻨﺘﻢ‬
dalam setiap menyebutkan nikmat (Manhaj ‫ﻓﻰ اﻟﻔﻠﻚ وﺟﺮﯾﻦ ﺑﮭﻢ‬
Zamakhsyari : 228).
Dalam ayat tersebut terdapat pemalingan
10. Uslub Iltifat kalimat dari konteks khitab ‫ ﻛﻨﺘﻢ‬kepada
kalimat dalam konteks ghaib ‫( وﺟﺮﯾﻦ ﺑﮭﻢ‬Al-
Iltifat artinya menoleh, berbelok atau beralih, Baidhawi, Juz I : 369).
maksudnya ialah membelokkan salah satu
diksi kepada diksi lain. Maksud diksi di sini 11. Uslub washal dan isti’naf
adalah kata ganti orang pertama (takallum),
kata ganti orang kedua (khitab) dan kata Washal isti’naf itu memiliki makna yang
ganti orang ke tiga (ghaib). Jadi jika kita lebih kokoh dari pada washal yang
menggunakan kata ganti orang ketiga , lalu menggunakan huruf washal. Contohnya
tiba-tiba diganti dengan menggunakan kata dalam surat Hud, ayat 93:
ganti orang kedua atau orang pertama, maka
inilah yang disebut dengan iltifat. Dalam ‫ﯾﺎ ﻗﻮم اﻋﻤﻠﻮا ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎ ﻧﺘﻜﻢ اﻧﻲ ﻋﺎﻣﻞ ﺳﻮف‬
redaksi lain bahwa iltifat ialah pemalingan ‫ﺗﻌﻠﻤﻮن ﻣﻦ ﯾﺎْﺗﯿﮫ ﻋﺬاب ﯾﺤﺮﯾﮫ وﻣﻦ ھﻮ ﻛﺎذب‬
kalimat dari suatu konteks kepada konteks
yang lain yang mengandung keindahan dan Dalam ayat tersebut terdapat perbedaan
membangkitkan perhatian. Uslub iltifat pendapat dikalangan para ulama antara
merupakan salah satu uslub di antara sekian memasangkan huruf fa dan tidak
banyak uslub bahasa Arab atau al-Qur an. memasangkan atau melepaskannya dalam
Inilah salah satu cara dari sekian metode al- kalimat ‫ﺳﻮف ﺗﻌﻠﻤﻮن‬. Apabila dipasangkan
Qur an untuk melatih kepekaan indrawi kita. huruf fa, maka kalimat itu adalah dalam
Iltifat memberi nilai plus dan lebih bentuk washal zhahir dengan memasangkan
menghunjam kedalam jiwa kita. Apabila huruf washal. Tetapi apabila dilepaskan
susunan kalimat melulu menggunakan satu huruf washal maka kalimat itu dikatakan
jalur atau monoton, tanpa menggunakan washal khafi yang ditaqdirkan menjadi
variasi lain akan menimbulkan kebosanan. isti’naf yang merupakan jawaban dari
Artinya, iltifat merupakan satu gaya bahasa pertanyaan yang muqaddar :
yang menjaga agar redaksi al-Qur an tetap
komunikatif. Contoh nya dalam surat al- ‫ﻓﻤﺎذا ﯾﻜﻮن اذا ﻋﻤﻠﻨﺎ ﻧﺤﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎﻧﺘﻨﺎ وﻋﻤﻠﺖ‬
Fatihah : ‫اْﻧﺖ ؟‬
‫رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ – اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬ ‫اﻟﺤﻤﺪ‬ Lalu jawabannya adalah ‫( ﺳﻮف ﺗﻌﻠﻤﻮن‬Al-
Kasysyaf, Juz II : 289).
‫اﯾﺎك ﻧﻌﺒﺪ واﯾﺎك ﻧﺴﺘﻌﯿﻦ‬
12. I’tiradl taqrir dan istifham taqrir
Kelompok ayat pertama dari ayat di atas
Taqrir dalam al-Qur’an kadang-kadang
adalah dalam bentuk ghaib sedangkan
menggunakan kalimat I’tiradliyah. Contoh-
kelompok ayat berikutnya dalam bentuk
nya dalam surat al-Baqarah ayat 25:
khitab. Memang iltifat dalam ilmu bayan
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 428

‫اْوﻟﺌﻚ اﻟﺬﯾﻦ اﺷﺘﺮوا اﻟﻀﻼ ﻟﺔ ﺑﺎﻟﮭﺪى ﻓﻤﺎ رﺑﺤﺖ ﻛﻠﻤﺎ رزﻗﻮا ﻣﻨﮭﺎ ﻣﻦ ﺷﺠﺮة رزﻗﺎ ﻗﺎﻟﻮا ھﺬا اﻟﺬي‬
‫رزﻗﻨﺎ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ واْﺗﻮا ﺑﮫ ﻣﺘﺸﺎﺑﮭﺎ‬ ‫ﺗﺠﺎرﺗﮭﻢ وﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﻣﮭﺘﺪﯾﻦ‬
Kalimat‫ﻣﺘﺸﺎﺑﮭﺎ‬ di sini maksudnya adalah Kalimat ‫ ﻓﻤﺎ رﺑﺤﺖ ﺗﺠﺎرﺗﮭﻢ‬dari ayat tersebut
memberi gambaran bahwa buah-buahan mksudnya adalah ‫( اﻟﺨﺴﺮان‬merugi). Apabila
yang disajikan kepada mereka itu serupa ada fi’il yang disandarkan kepada fa’il lain
warnanya tetapi berbeda rasanya (Al- (selain dari fa’ilnya) karena adanya
Baidhawi , Juz I ; 36). Contoh lain dalam keserupan antara keduanya maka disebut
surat al-Naml, ayat 34: majaz, baik penyandaran itu dalam bentuk
positif atau negatif(Al-Kasysyaf, Juz I: 191).
‫ﻗﺎﻟﺖ ان اﻟﻤﻠﻮك اذ دﺧﻠﻮا ﻗﺮﯾﺔ اْﻓﺴﺪوھﺎ وﺟﻌﻠﻮا‬
14. Kinayah dan ta’ridh.
‫اْﻋﺰة اھﻠﮭﺎ اْذﻟﺔ وﻛﺬﻟﻚ ﯾﻔﻌﻠﻮن‬
Kinayah merupakan istilah yang sudah
Dalam ayat tersebut terdapat kalimat yang dikenal dalam beberapa wacana keilmuan,
berlawanan. Kalimat itu adalah ‫اْﻋﺰة اھﻠﮭﺎ‬ seperti fiqh, ushul fiqh, tafsir, dan
yang bermakna “ kemuliaan penduduknya” balaghah. Kinayah adalah suatu perkataan
dan ‫ اْذﻟﺔ‬yang bermakna “hina”. Kemudian yang diucapkan oleh seseorang akan tetapi
juga terdapat dalam al-Qur an kalimat taqrir maksudnya berbeda dengan teks yang
dengan istifham. Contohnya dalam surat al- diucapkan. Maksudnya, kinayah itu
Baqarah, ayat 246 : menyebut dan menjelaskan sesuatu
dengan menggunakan kata-kata lain.
‫ھﻞ ﻋﺴﯿﺘﻢ ان ﻛﺘﺐ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻟﻘﺘﺎل اْﻻ ﺗﻘﺎﺗﻠﻮا‬
Kinayah merupakan satu di antara tiga
Kalimat ‫ھﻞ ﻋﺴﯿﺘﻢ‬ adalah istifham tetapi bahasan yang menjadi kaian ilmu bayan.
maknanya taqrir. Maka ayat tersebut Dua bahasan lainnya adalah tasybih dan
bermakna “mungkin sekali jika kamu majaz. Perbedaan antara kinayah dan
diwajibkan berperang kamu tidak akan majaz sangatlah tipis, sehingga sering
berperang”. (Al-Kasysyaf, Juz I : 388). terjadi ikhtilaf di antara ahli bahasa dan
tafsir dalam menentukan apakah suatu
13. Majaz
ungkapan termasuk ke dalam kinayah atau
Majaz ialah kalimat yang digunakan bukan majaz. Perbedaan tersebut terletak pada
pada makna yang sebenarnya atau makna hubugan antara makna haqiqi (denotatif)
aslinya tetapi digunakan pada makna lain dengan makna majazi (konotatif). Pada
karena ada karenah atau hubungannya. ungkapan majaz , teks harus dimaknai
Hubungan tersebut ada kalanya karena ada secara majazi dan tidak dibolehkan
kesamaannya atau penyandarannya. Yang dimaknai secara haqiqi, sedangkan pada
ada kesamaan itu dinmakan majaz isti’arah. kinayah, teks harus dimaknai dengan
Contoh, ‫ راْﯾﺖ اﻻْﺳﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻨﺒﺮ‬. Mksud ‫اﻻْﺳﺪ‬ makna lazimnya, akan tetapi ada
dalam ungkapan itu adalah laki-laki kebolehan untuk dimaknai secara haqiqi.
pemberani.Yang dalam bentuk penyndaran Contoh, dalam surat Al-Baqarah, ayat 222:
itu dinamakan majaz mursal. Contoh,
‫وﯾﺴﺌﻠﻮﻧﻚ ﻋﻦ اﻟﻤﺤﯿﺾ ﻗﻞ ھﻮ اْذى ﻓﺎﻋﺘﺰﻟﻮا‬
‫ اْﻧﺒﺖ اﻟﻤﻄﺮ اﻟﻌﺸﺐ‬. Maksud ‫ اﻟﻤﻄﺮ‬dalam kalimat
itu bukan hujan tetapi yang menurunkan
‫ اﻟﻨﺴﺎء ﻓﻰ اﻟﻤﺤﯿﺾ‬---
hujan yaitu Allah. Kata ‫ ◌ْذى‬dalam ayat tersebut merupakah
kinayah dari ‫اﻟﻘﺬر‬.
Dalam Alqur’an banyak sekali dijumpai
kalimat dalam bentuk mjaz itu. Di antaranya, Ta’ridh ialah penyebutan terhadap sesuatu
seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah, untuk menunjukkan sesuatu yang lain
ayat 16: yang tidak disebutkan. Contoh, dalam
429 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430

surat Al-Baqarah, ayat 28: ‫ﻛﯿﻒ ﺗﻜﻔﺮون ﺑﺎ‬ tidak seperti celupan kita, dan Allah
‫ وﻛﻨﺘﻢ اْﻣﻮاﺗﺎ ﻓﺎْﺣﯿﺎﻛﻢ‬--- mensucikan kita dengan penyucian iman,
tidak seperti penyucian kita. Kata “ ‫ﺻﺒﻐﺔ‬
Kata ‫ اْﻣﻮاﺗﺎ‬maksudnya adalah keadaan “ yang dihadirkan dalam ayat di atas
sperma yang masih tersimpan dalam adalah dalam bentuk musyakalah (Al-
tulang rusuk manusia. Sedangkan kata Kasysyaf, Juz I : 316).
‫اْﺣﯿﺎﻛﻢ‬ maksudnya ialah ketika janin
berada dalam rahim dan setelah menjadi 17. Uslub al-Laff
manusia yang hidup di dunia, (manhaj
Zamakhsyari : 251). Uslub al-Laff ditemukan juga dalam al-Qur
anul karim. Uslub seperti ini menunjukkan
15. Jinas keindahan bahasa yang digunakannya.
Susunan bahasanya sangat lembut, indah
Dari sisi lain, al-Qur’an juga menggunakan dan bertenden . Contohnya dalam surat Al-
kata jinas. Pengertian jinas adalah Baqarah, ayat 185 : ‫وﻟﺘﻜﻤﻠﻮا اﻟﻌﯿﺔ وﻟﺘﻜﺒﺮوا ﷲ ﻋﻠﻰ‬
keserupaan ucapan di antara dua kata yang ‫ﻣﺎ ھﺪاﻛﻢ وﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺸﻜﺮون‬
berbeda maknanya. Contohnya dalam surat
Hud, ayat 44: Kata ‫ ﻟﺘﻜﻤﻠﻮا‬pada ayat tersebut sebagai illat
dari perintah dari mencukupkan bilangan
‫وﻗﯿﻞ ﯾﺎ اْرض اﺑﻠﻌﻲ ﻣﺎءك وﯾﺎ ﺳﻤﺎء اﻗﻠﻌﻲ‬ puasa, kata ‫ ﻟﺘﻜﺒﺮ‬sebagai illat dari cara
‫ وﻏﯿﺾ اﻟﻤﺎء‬-- bagaimana memenuhi dan keluat dari janji
fitrah. Kalimat ‫ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺸﻜﺮون‬ sebagai illat
Dari segi ucapan, kata “ ‫اﺑﻠﻌﻲ‬ dan ‫اﻗﻠﻌﻲ‬ dari kemurahan dan kemudahan. Uslub-uslub
“ serupa tetapi maknanya berbeda. Contoh di atas adalah uslub al-laff yang sangat
lain dalam surat Al-Naml, ayat 22 : ‫وﺟﺌﺘﻚ ﻣﻦ‬ lembut dan hampir-hampir tidak dapat
‫ﺳﺒﺎْ ﺑﻨﺒﺎْ ﯾﻘﯿﻦ‬. Dalam ayat tersebut terdapat memahaminya kecuali orang yang
keserupaan antara kata “ ْ‫ “ ﻧﺒﺎ‬dan kata berkompeten (Al-Kasysyaf, Juz I: 91).
“ ْ‫ ( “ﺳﺒﺎ‬Al-Kasysyaf, Juz III : 272). Contoh lain dapat dilihat dalam surat Al-
Qashash , ayat 73:
16. Musyakalah

Musyakalah adalah persamaan pada lafazh


‫وﻣﻦ رﺣﻤﺘﮫ ﺟﻐﻞ ﻟﻜﻢ اﻟﻠﯿﻞ واﻟﻨﮭﺎر ﻟﺘﺴﻜﻨﻮا ﻓﯿﮫ‬
dan berbeda pada makna. Contohnya dalam ‫وﻟﺘﺒﺘﻐﻮا ﻣﻦ ﻓﻀﻠﮫ وﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺸﻜﺮون‬
surat Al-Baqarah, ayat 183: ‫ﺻﺒﻐﺔ ﷲ وﻣﻦ‬
Ayat di atas menggunakan uslub al-laff.
‫ اْﺣﺴﻦ ﻣﻦ ﷲ وﻧﺤﻦ ﻟﮫ ﻋﺎﺑﺪون‬.
Dalam ayat tersebut terdapat pasangan kata ‫اﻟﻠﯿﻞ‬
Kata" ‫ “اﻟﺼﺒﻎ‬maknanya penyucian karena dan‫اﻟﻨﮭﺎر‬ . Maksudnya pada malam hari
iman itu menyucikan jiwa. Pada mulanya digunakan untuk menenangkan diri dan di siang
kata ‫ اﻟﺼﺒﻎ‬itu berawal dari riwayat bahwa hari dgunakan untuk mencari rezki, dan begitu
orang-orang Nasrani menelupkan anak- juga adanya harapan untuk agar semua itu
anak mereka ke dalam air kuning dan disyukuri (Al-Kasysyaf, Juz I: 70).
mereka mengatakan bahwa upaya tersebut SIMPULAN
sebagai penyucian mereka. Dan ketika
Tafsir lughawi adalah tafsir yang
salah seorang di antara mereka yang
mengkaji al-Qur’an dengan pendekatan ilmu
memperlakukan anaknya seperti demikian
bahasa, yaitu pendekatan nahwu, sharaf, dan
itu mengatakan : Sekarang anak saya telah
ilmu balaghah seperti ma’any, bayan dan badi’.
menjadi Nasrani. Lalu umat Islam
Maka untuk menela’ah dan menafsirkan
dipanggil Allah agar mengatakan kepada
Alqur’an itu mufassir perlu mengetahui dan
mereka(Nasrani) Ucapkanlah kami
memahami ilmu-ilmu yang terkait dengan
beriman kepada Allah dan Allah telah
kebahasaan tersebut, karena Alqur’an memiliki
mencelupkan kita dengan celupan iman,
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 430

bahasa yang indah, sastera yang tinggi dan Ahmad Syurbasyi, 1999. Sejarah Perkem-
makna yang dalam. bangan Tafsir al-Qur’an al-Karim,
Kalam Mulia, Cet. I
Tafsir lughawi sebenarnya telah muncul
pada abad kedua dan ketiga hijriyah . Hal ini Ahmad Makky Al-Anshary, 1405 H.
terbukti dengan tampilnya Al-Farra’, dengan Nadhariyat al-Nahwi al-Qur any, ttp
kitab Ma’any al-Qur’an dan Abu ‘Ubaidah
dengan tafsirnya Majaz al-Qur’an. Dan Ali Hasan al-‘Aridhi, Tarikh Ilm al-Tafsir Wa
begitulah seterusnya hingga sampai pada masa Manahij al-Mufassirin, Terjemah
Zamakhsyari pada abad kelima dengan tafsirnya
Ahmad Akrom, 1994. Jakarta: P.T. Raja
Al-Kasysyaf yang menjadi inspirator bagi
Grafindo Persada, Cet. II
mufassir berikutnya seperti Al-Baidhawi, Abu
Hayyan Al-Andalusy , dan Abu Su’ud. Musthafa al-Shawy al-Juwainy, Manhaj al-
Zamakhsyari Fi Tafsir Alqur an Wa
Kerangka operasionalnya tafsir lughawi
Bayan I’jazih, Dar al-Ma’arif, Mesir,
itu telah dikemukakan dalam makalah ini
Cet. II.
sebagaimana yang dijelaskan oleh para mufassir
dalam kitab tafsir mereka masing-masing. Musthafa al-Shawy al-Juwainy, Manahij Fi al-
Tafsir, Mansyaat al-Ma’arif, Iskan-
DAFTAR RUJUKAN dariyah.
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-
Muhammad Husain al-Zahaby, Al-Tafsir wa al-
Lughah, Jilid 4, Dar al-Fikr, Beirut
Mufassirun, Jilid I, Dar al-Qalam,
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al- Beirut- Libanon, Cet. I.
Lughah, Jilid 5, Dar al-Fikr, Beirut.
Muhammad Cizrin, 1998. al-Qur’an dan
Abd Muin Salim, 1999. Metodologi Tafsir, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT.Dana
Sebuah Rekonstruksi Epistimologis Bhakti Prima Yasa
(Orasi Pengukuhan Guru Besar dalam
Musa’id Muslim Abdullah Ali Ja’far, 1984.
Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin Atsar al-Tathawwur al-Fikriy fi al-
Ujung Pandang)
Tafsir, Jilid I, Muassasah al-Risalah,
Ahmad, Badhawi, 1960. Min Balaghat Alqur an,
Nashir al- Din Abu al-Khair Abdullah bin
Dar Al-nahdhah, Al-Qahirah
Umar al-Baidhawy, 1939. Tafsir al-
Ahmad Asy-Syirbashi, 1991. Sejarah Tafsir Baidhawy, Juz I, Mushthafa al-Baby
al-Qur’an (Terjemah), Pustaka Firdaus, al- Halaby wa Auladuh, Mesir, Cet. I
Cet. II
Qadhi al-Qudhat Abu al-Su’ud bin Muhammad
Abu Hayyan al-Andalusy al-Gharnathy, al-‘Imadyal-Hanafy, Tafsir Abu Su’ud,
1992 .Al-Bahr al-Muhith Fi al-Tafsir, Juz I Maktabah al-Riyadh al- Haditsah,
Juz I , Daral- Fikr, 1992. Riyadh (Tahqiq Abdul Qadir Ahmad
‘Atha’).

Al-Imam Mahmud bin Umar, Al-Zamakhsyari,


Al-Kasysyaf Al- Haqaiq ghawamidh
al-tanzil wa ‘uyun al-aqawil al-ta’wil.

Anda mungkin juga menyukai