Syafrijal
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang
e-mail: syafrijal_buya@ymail.com
Abstract: Lughawi Tafsir (Quranic Interpretation) explains the Holy Qur’an through semiotic and semantic
including language, morphology, lexical, grammatical, and rhetoric. This kind of interpretation has been used by
Mufassir (experts in Quranic Interpretastion) to explain the verses of the Quran. Since the Quran was written in
a very high style of language, the mufassirs who applied this method should have capability with certain
criteria.The Lughawi Tafsir appeared in 2nd and 3rd H, along with the integration of the Arabs and non-Arabians.
The fact that Arabic was no longer superior language of that time and the decrease of zaug ‘arabi (sense of
Arabic), necessitated the Mufassirs to strengthen the language so that they could figure out the meanings of the
Qur’an. The operational concept in explaining Lughawi Tafsir is done by presenting topics in the fields of nahu,
sharaf, and balaghah together with their types and branches.
Abstrak: Tafsir lughawi menjelaskan kitab suci Alquran melalui interpretasi semiotic dan semantic yang
meliputi etimologis, morfologis,leksikal, gramatikal, dan retorikal. Tafsir lughawi ini merupakan salah satu
corak yang dilakukan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat-ayat Alquran. Karen Alquran mempunyai gaya
bahasa yang sangat tinggi, maka mufassir yang akan menafsirkan Alquran dengan corak ini harus memiliki
kapasitas dan criteria tertentu. Tafsir lughawi ini sudah mulai muncul pada abad kedua dan ketiga hijriyah.
Muncul cara menafsirkan Alquran dengan bahasan corak kebahasaan ini disebabkan karena trjadi integrasi
antara bangsa Arab dan non bangsa Arab, dan semakin hilangnya zauq Arabi, maka mufassir merasa
memerlukan ilmu-ilmu mengenai bahasa Arab untuk menggambarkan makna-makna dan memahami maksud
Alquran. Kerangka operasional untuk menjelaskan tafsir lughawi ini adalah dengan mengemukakan pembahasan
di bidang ilmu nahu, sharaf, dan balaghah dengan macam-macam dan bagian masing-masing.
421
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 422
Salah satu metode pendekatan yang sangat ilmu bahasa dan yang terkait (nahwu, syaraf,
signifikan adalah dengan menggunakan etimologi, balaghah dan qiraat) sebagai syarat
pendekatan linguistik atau yang lebih dikenal utama bagi seorang mufassir. Abu hayyan (1992:
dengan istilah tafsir lughawi. Tafsir lughawi 14–17) mengatakan bahwa seorang mufassir
sangat diperlukan dalam memahami Alqur’an, harus mempersiapkan beberapa hal sebagai
karena Alqur’an menggunakan bahasa Arab berikut:
yang penuh dengan sastra, balaghah, fashahah,
bayan, tamsil dan retorika, dan al-Qur’an juga 1. Mengetahui ilmu lughah, baik yang
diturunkan pada masa kejayaan syair dan menyangkut isim, fi’il, maupun huruf.
linguistik. Bahkan pada awal Islam , sebagian
2. Megetahui tata aturan bahasa Arab, baik
orang masuk Islam hanya karena kekaguman ketika belum tersusun dalam suatu kalimat
linguistik dan kefashihan al-Qur’an.
maupun setelah tersusun dalam bentuk
PENGERTIAN TAFSIR LUGHAWI kalimat.
Tafsir lughawi terdiri dari dua kata, yaitu 3. Mengetahui adanya kata-kata atau kalimat
tafsir dan lughawi. Tafsir yag akar katanya yang baligh atau fashih (ditinjau dari ilmu
berasal dari ﻓﺴﺮbermakna keterangan dan ma’any, bayan , dan badi’).
penjelasan (Abu al-Husain, t.t.: 504). Kemudian
4. Mengetahui hal-hal yang ijmali, tabyin,
lafal itu diikutkan wazan ﻓﻌﻞyang bererti
umum, khusus, ithlaq, taqyid, dan
menjelaskan atau menampakkan sesuatu.
mengetahui pula dilalah amar dan nahi.
Lughawi berasal dari kata ﻟﻐﻰyang berarti
gemar dan menetapi sesuatu (Abu Al-Husain, 5. Mengetahui perbedaan kata-kata dalam
t.t.: 255). Manusia yang gemar dan menetapi bahasa Arab, baik ketika adanya penam-
atau menekuni kata-kata yang digunakannya bahan huruf maupun pengurangan-nya, dan
maka kata – kata itu disebut lughah. adanya perubahan harakat dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik Dengan demikin, berarti seseorang belum
sebuah pemahaman bahwa yang dimaksud layak dan tidak pantas menafsirkan al-Qur’an
dengan tafsir lughawi adalah tafsir yang sebelum mengantongi ilmu-ilmu yang disebut-
mencoba menjelaskan makna-makna al-Qur’an kan di atas dan tidak akan mendapatkan hasil
dengan menggunakan kaedah-kaedah kebaha- yang dalam karya tafsirnya, bahkan akan
saan, atau lebih simpelnya tafsir lughawi adalah menyesatkan umat dalam memahami al-Qur’an
menjelaskan al-Qur’an melalui interpretasi apabila tidak menguasai ilmu bahasa Arab. Al-
semiotik dan semantik yang meliputi etimo- Zahabi (t.t.: 266) mengatakan bahwa tidak
logis, morfologis, leksikal, gramatikal dan sepantasnya orang yang beriman kepda Allah
retorikal (Abd Muin Salim, 1999: 34 ). Dengan mendiskusikan kitab Allah (al-Qur’an) jika
demikian, maka tafsir lughawi itu merupakan tidak pandai bahasa Arab. Lebih lanjut ia
tafsir al-Qur’an yang menjelaskan ayat-ayat suci mengatakan bahwa seorang mufassir harus
al-Qur’an lebih banyak difokuskan kepada mendalam bahasa Arab. Pengetahuan yang
bidang bahasa. Maksudnya tafsir yang meng- sempit tentang baha Arab tidak cukup dipakai
kaji Alqur’an dari segi nahwu, sharaf, balaghah sebagai alat untuk menafsirkan al-Qur’an,
(ma’any, bayan dan badi’) dan lain sebagainya karena kadang-kadang suatu kata itu memiliki
yang notabenenya adalah memahami ayat-ayat makna ganda (musytarak), sehingga seorang
Alqur’an dengan pendekatan ilmu bahasa, maka mufassir yang demikan itu hanya mengetahui
seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an salah satu maknanya saja, sementara ada
dengan pendekatan bahasa harus mengetahui kemungkinan makna yang dikehendaki dalam
bahasa yang digunakan al-Qur’an yaitu bahasa Al-Qur’an adalah makna lain yang belum
arab dengan segala seluk-beluknya, yang terkait diketahuinya.
dengan nahwu, balaghah dan sastranya. Bahkan
Ahmad Syurbasyi (1999: 31) menempatkan
423 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430
maushul yang ditujukan kepada lil ‘aqil gua itu tidur dalam waktu yang sangat lama
digunakan ﻣﻦdan adat maushul yang dan badan mereka tidak berubah.
ditujukan kepada ghairi ‘aqil digunakan ﻣﺎ.
Dalam pemakaiannya, ketentuan tersebut Penggunaan kata isim untuk menunjukkan
tidak selamanya seperti itu. Kadang-kadang janji surga atau balasan yang amat tinggi.
adat maushul yang biasanya digunakan li Contoh dalam surat
ghairi ‘aqil dipakaikan juga terhadap ‘aqil Al- Hijr, ayat 45 : ان اﻟﻤﺘﻘﯿﻦ ﻓﻲ ﺟﻨﺎت وﻋﯿﻮن
dan sebaliknya. Penggunaan adat maushul li
ghairi ‘aqil terhadap ‘aqil dimaksudkan li al- Jumlah ismiyah (kalimat nominal) itu lebih
tahqir. Sebagaimana firman Allah dalam kokoh dan meyakinkan daripada jumlah
surat al-‘Angkabut, ayat 116: fi’liyah ( kalimat verbal ). Contohnya dalam
surat Luqman, ayat 33:“ واﺧﺸﻮا ﯾﻮﻣﺎ ﻻﯾﺠﺰي واﻟﺪ
وﻗﺎﻟﻮااﺗﺨﺬﷲ وﻟﺪا ﺳﺒﺤﺎﻧﮫ ﺑﻞ ﻟﮫ ﻣﺎ ﻓﻰ اﻟﺴﻤﺎوات واﻻرض ﻛﻞ
ﻋﻦ وﻟﺪه وﻻ ﻣﻮﻟﻮد ھﻮ ﺟﺎز ﻋﻦ واﻟﺪه ﺷﯿﺌﺎ. Apabila
ﻟﮫ ﻗﺎﻧﺘﻮن “ . Isim maushul yang dipakai
dilihat dari segi makna maka kalimat وﻻ ﻣﻮﻟﻮد
dalam ayat di atas ialah “ “ ﻣﺎyang
ھﻮ ﺟﺎز ﻋﻦ واﻟﺪهlebih kokoh dan meyakinkan
sebenarnya untuk li ghairi ‘aqil\, pada hal
daripada kalimat ( وﻻ ﯾﺠﺰي واﻟﺪ ﻋﻦ وﻟﺪهAl-
ayat itu bermakna, apa saja yang ada di
Kasysyaf, Juz I : 238 ).
langit dan yang ada di bumi , termasuk di
dalamnya manusia, adalah ‘aqil. Hal ini 4. Mendahulukan khabar dari pada mubtada’.
didasari atas qarinah “ ”ﻗﺎﻧﺘﻮن. Oleh karena
itu, semua yang ada di langit dan di bumi Dalam susunan kalimat bahasa Arab, begitu
adalah rendah derjatnya di hadapan Allah juga susunan kalimat dalam Al-Qur’an,
(al-Kasysyaf, Juz I : 308). mubtada’ didahulukan posisinya dari khabar,
karena mubtada’ itu adalah subjek dan
3. Jumlah Ismiyah khabar adalah objek. Namun demikian,
kadang-kadang ditemukan pula bahwa
Di antara kaedah tafsir yang menyangkut
khabar itu didahulukan dari mubtada’.
kebahasaan ialah kaedah isim. Sering kita Susunan kalimat seperti itu karena ada
jumpai kalimat-kalimat dalam al-Qur’an
tujuan tertentu. Mendahulukan khabar di sini
yang diungkap dalam bentuk kalimat isim memiliki faedah ta’kid terhadap kandungan
(nominal). Perlu diketahui bahwa dalam
ayat. Contoh dalam surat Al-Hasyr , ayat 2:
beberapa sumber disebut dengan jumlah وظﻨﻮا اﻧﮭﻢ ﻣﺎ ﻧﻌﺘﮭﻢ ﺣﺼﻮﻧﮭﻢSusunan kalimat di
ismiyah. Jumlah ismiyah atau kalimat
atas memiliki perbedaan kandungan makna
nominal menunjukkan arti tsubut (tetap) dan dengan susunan kalimat biasa yang sesuai
istimrar (terus-menerus) muhammad Cizrin
dengan urutan mubtada’ kemudian baru ada
(1998: 240). khabar, seperti susunan berikut:
Penggunaan kata isim yang bertujuan untuk
وظﻨﻮا اْن ﺣﺼﻮﻧﮭﻢ ﺗﻤﻨﻌﮭﻢ اْوﻣﺎ ﻧﻌﺘﮭﻢ . Kalimat ini
menunjukkan sesuatu yang tetap dan tidak
menunjukkan bahwa mereka dilarang keras
berubah-ubah, contohnya adalah dalam surat
memasuki benteng tersebut (Al-Kasysyaf,
al-Kahfi, ayat 18 : “
Juz III : 445)
وﺗﺤﺴﺒﮭﻢ اْﯾﻘﺎظﺎ وھﻢ رﻗﻮد وﻧﻘﻠﺒﮭﻢ ذات اﻟﯿﻤﯿﻦ 5. Tatsniyah
وذات اﻟﺸﻤﺎل وھﻢ ﻓﻲ ﻓﺠﻮة ﻣﻨﮫ ذﻟﻚ ﻣﻦ اﯾﺎت Pemakaian kata dalam al-Qur’an sesuai
ﷲ ﻣﻦ ﯾﮭﺪﷲ ﻓﮭﻮ اﻟﻤﮭﺘﺪ وﻣﻦ ﯾﻀﻠﻞ ﻓﻠﻦ ﺗﺠﺪ dengan pemakaian kata dalam bahasa Arab.
ﻟﮫ وﻟﯿﺎ ﻣﺮﺷﺪا Kata dalam bentuk mufrad digunakan untuk
makna tunggal dan kata dalam bentuk
Kalimat وھﻢ رﻗﻮدpada ayat tersebut di atas tatsniyah digunakan untuk makna ganda.
menunjukkan bahwa para pemuda penghuni Tetapi ada kata dalam bentuk tatsniyah dapat
digunakan kata dalam bentuk mufrad.
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 426
ﻓﺬوﻗﻮا ﻋﺬاﺑﻲ وﻧﺬر وﻟﻘﺪ ﯾﺴﺮﻧﺎ اﻟﻘﺮان ﻟﻠﺬﻛﺮ kadang-kadang memalingkan kalimat dalam
kontek ghaib kepada konteks khitab seperti
ﻓﮭﻞ ﻣﻦ ﻣﺪﻛﺮ ayat tersebut.Dan kadang-kadang, juga iltifat
Dilihat dari segi kandungan makna, maka itu pemalingan kalimat dari konteks khitab
kata “ “ ﻣﺪﻛﺮmerupakan perulangan dari kepada kalimat dalam konteks ghaib yang
kata “ ( “ ﻟﻠﺬﻛﺮAl-Baidhawi. Juz II : 436). tujuan semua itu adalah mubalaghah.Contoh
Contoh lain dapat dilihat dalam surat al- nya dalam surat Yunus, ayat 22:
Rahman pada firman Allah: ﻓﺒﺎْي اﻻء رﺑﻜﻤﺎ
ﺗﻜﺬﺑﺎن. Ayat tersebut diulang berkali-kali ھﻮ اﻟﺬي ﯾﺴﯿﺮﻛﻢ ﻓﻰ اﻟﺒﺮ واﻟﺒﺤﺮ ﺣﺘﻰ اذا ﻛﻨﺘﻢ
dalam setiap menyebutkan nikmat (Manhaj ﻓﻰ اﻟﻔﻠﻚ وﺟﺮﯾﻦ ﺑﮭﻢ
Zamakhsyari : 228).
Dalam ayat tersebut terdapat pemalingan
10. Uslub Iltifat kalimat dari konteks khitab ﻛﻨﺘﻢkepada
kalimat dalam konteks ghaib ( وﺟﺮﯾﻦ ﺑﮭﻢAl-
Iltifat artinya menoleh, berbelok atau beralih, Baidhawi, Juz I : 369).
maksudnya ialah membelokkan salah satu
diksi kepada diksi lain. Maksud diksi di sini 11. Uslub washal dan isti’naf
adalah kata ganti orang pertama (takallum),
kata ganti orang kedua (khitab) dan kata Washal isti’naf itu memiliki makna yang
ganti orang ke tiga (ghaib). Jadi jika kita lebih kokoh dari pada washal yang
menggunakan kata ganti orang ketiga , lalu menggunakan huruf washal. Contohnya
tiba-tiba diganti dengan menggunakan kata dalam surat Hud, ayat 93:
ganti orang kedua atau orang pertama, maka
inilah yang disebut dengan iltifat. Dalam ﯾﺎ ﻗﻮم اﻋﻤﻠﻮا ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎ ﻧﺘﻜﻢ اﻧﻲ ﻋﺎﻣﻞ ﺳﻮف
redaksi lain bahwa iltifat ialah pemalingan ﺗﻌﻠﻤﻮن ﻣﻦ ﯾﺎْﺗﯿﮫ ﻋﺬاب ﯾﺤﺮﯾﮫ وﻣﻦ ھﻮ ﻛﺎذب
kalimat dari suatu konteks kepada konteks
yang lain yang mengandung keindahan dan Dalam ayat tersebut terdapat perbedaan
membangkitkan perhatian. Uslub iltifat pendapat dikalangan para ulama antara
merupakan salah satu uslub di antara sekian memasangkan huruf fa dan tidak
banyak uslub bahasa Arab atau al-Qur an. memasangkan atau melepaskannya dalam
Inilah salah satu cara dari sekian metode al- kalimat ﺳﻮف ﺗﻌﻠﻤﻮن. Apabila dipasangkan
Qur an untuk melatih kepekaan indrawi kita. huruf fa, maka kalimat itu adalah dalam
Iltifat memberi nilai plus dan lebih bentuk washal zhahir dengan memasangkan
menghunjam kedalam jiwa kita. Apabila huruf washal. Tetapi apabila dilepaskan
susunan kalimat melulu menggunakan satu huruf washal maka kalimat itu dikatakan
jalur atau monoton, tanpa menggunakan washal khafi yang ditaqdirkan menjadi
variasi lain akan menimbulkan kebosanan. isti’naf yang merupakan jawaban dari
Artinya, iltifat merupakan satu gaya bahasa pertanyaan yang muqaddar :
yang menjaga agar redaksi al-Qur an tetap
komunikatif. Contoh nya dalam surat al- ﻓﻤﺎذا ﯾﻜﻮن اذا ﻋﻤﻠﻨﺎ ﻧﺤﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻜﺎﻧﺘﻨﺎ وﻋﻤﻠﺖ
Fatihah : اْﻧﺖ ؟
رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ – اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ اﻟﺤﻤﺪ Lalu jawabannya adalah ( ﺳﻮف ﺗﻌﻠﻤﻮنAl-
Kasysyaf, Juz II : 289).
اﯾﺎك ﻧﻌﺒﺪ واﯾﺎك ﻧﺴﺘﻌﯿﻦ
12. I’tiradl taqrir dan istifham taqrir
Kelompok ayat pertama dari ayat di atas
Taqrir dalam al-Qur’an kadang-kadang
adalah dalam bentuk ghaib sedangkan
menggunakan kalimat I’tiradliyah. Contoh-
kelompok ayat berikutnya dalam bentuk
nya dalam surat al-Baqarah ayat 25:
khitab. Memang iltifat dalam ilmu bayan
Syafrijal, Tafsir Lughawi | 428
اْوﻟﺌﻚ اﻟﺬﯾﻦ اﺷﺘﺮوا اﻟﻀﻼ ﻟﺔ ﺑﺎﻟﮭﺪى ﻓﻤﺎ رﺑﺤﺖ ﻛﻠﻤﺎ رزﻗﻮا ﻣﻨﮭﺎ ﻣﻦ ﺷﺠﺮة رزﻗﺎ ﻗﺎﻟﻮا ھﺬا اﻟﺬي
رزﻗﻨﺎ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ واْﺗﻮا ﺑﮫ ﻣﺘﺸﺎﺑﮭﺎ ﺗﺠﺎرﺗﮭﻢ وﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﻣﮭﺘﺪﯾﻦ
Kalimatﻣﺘﺸﺎﺑﮭﺎ di sini maksudnya adalah Kalimat ﻓﻤﺎ رﺑﺤﺖ ﺗﺠﺎرﺗﮭﻢdari ayat tersebut
memberi gambaran bahwa buah-buahan mksudnya adalah ( اﻟﺨﺴﺮانmerugi). Apabila
yang disajikan kepada mereka itu serupa ada fi’il yang disandarkan kepada fa’il lain
warnanya tetapi berbeda rasanya (Al- (selain dari fa’ilnya) karena adanya
Baidhawi , Juz I ; 36). Contoh lain dalam keserupan antara keduanya maka disebut
surat al-Naml, ayat 34: majaz, baik penyandaran itu dalam bentuk
positif atau negatif(Al-Kasysyaf, Juz I: 191).
ﻗﺎﻟﺖ ان اﻟﻤﻠﻮك اذ دﺧﻠﻮا ﻗﺮﯾﺔ اْﻓﺴﺪوھﺎ وﺟﻌﻠﻮا
14. Kinayah dan ta’ridh.
اْﻋﺰة اھﻠﮭﺎ اْذﻟﺔ وﻛﺬﻟﻚ ﯾﻔﻌﻠﻮن
Kinayah merupakan istilah yang sudah
Dalam ayat tersebut terdapat kalimat yang dikenal dalam beberapa wacana keilmuan,
berlawanan. Kalimat itu adalah اْﻋﺰة اھﻠﮭﺎ seperti fiqh, ushul fiqh, tafsir, dan
yang bermakna “ kemuliaan penduduknya” balaghah. Kinayah adalah suatu perkataan
dan اْذﻟﺔyang bermakna “hina”. Kemudian yang diucapkan oleh seseorang akan tetapi
juga terdapat dalam al-Qur an kalimat taqrir maksudnya berbeda dengan teks yang
dengan istifham. Contohnya dalam surat al- diucapkan. Maksudnya, kinayah itu
Baqarah, ayat 246 : menyebut dan menjelaskan sesuatu
dengan menggunakan kata-kata lain.
ھﻞ ﻋﺴﯿﺘﻢ ان ﻛﺘﺐ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻟﻘﺘﺎل اْﻻ ﺗﻘﺎﺗﻠﻮا
Kinayah merupakan satu di antara tiga
Kalimat ھﻞ ﻋﺴﯿﺘﻢ adalah istifham tetapi bahasan yang menjadi kaian ilmu bayan.
maknanya taqrir. Maka ayat tersebut Dua bahasan lainnya adalah tasybih dan
bermakna “mungkin sekali jika kamu majaz. Perbedaan antara kinayah dan
diwajibkan berperang kamu tidak akan majaz sangatlah tipis, sehingga sering
berperang”. (Al-Kasysyaf, Juz I : 388). terjadi ikhtilaf di antara ahli bahasa dan
tafsir dalam menentukan apakah suatu
13. Majaz
ungkapan termasuk ke dalam kinayah atau
Majaz ialah kalimat yang digunakan bukan majaz. Perbedaan tersebut terletak pada
pada makna yang sebenarnya atau makna hubugan antara makna haqiqi (denotatif)
aslinya tetapi digunakan pada makna lain dengan makna majazi (konotatif). Pada
karena ada karenah atau hubungannya. ungkapan majaz , teks harus dimaknai
Hubungan tersebut ada kalanya karena ada secara majazi dan tidak dibolehkan
kesamaannya atau penyandarannya. Yang dimaknai secara haqiqi, sedangkan pada
ada kesamaan itu dinmakan majaz isti’arah. kinayah, teks harus dimaknai dengan
Contoh, راْﯾﺖ اﻻْﺳﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻨﺒﺮ. Mksud اﻻْﺳﺪ makna lazimnya, akan tetapi ada
dalam ungkapan itu adalah laki-laki kebolehan untuk dimaknai secara haqiqi.
pemberani.Yang dalam bentuk penyndaran Contoh, dalam surat Al-Baqarah, ayat 222:
itu dinamakan majaz mursal. Contoh,
وﯾﺴﺌﻠﻮﻧﻚ ﻋﻦ اﻟﻤﺤﯿﺾ ﻗﻞ ھﻮ اْذى ﻓﺎﻋﺘﺰﻟﻮا
اْﻧﺒﺖ اﻟﻤﻄﺮ اﻟﻌﺸﺐ. Maksud اﻟﻤﻄﺮdalam kalimat
itu bukan hujan tetapi yang menurunkan
اﻟﻨﺴﺎء ﻓﻰ اﻟﻤﺤﯿﺾ---
hujan yaitu Allah. Kata ◌ْذىdalam ayat tersebut merupakah
kinayah dari اﻟﻘﺬر.
Dalam Alqur’an banyak sekali dijumpai
kalimat dalam bentuk mjaz itu. Di antaranya, Ta’ridh ialah penyebutan terhadap sesuatu
seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah, untuk menunjukkan sesuatu yang lain
ayat 16: yang tidak disebutkan. Contoh, dalam
429 | Jurnal Al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 5 Juli 2013, hlm. 423-430
surat Al-Baqarah, ayat 28: ﻛﯿﻒ ﺗﻜﻔﺮون ﺑﺎ tidak seperti celupan kita, dan Allah
وﻛﻨﺘﻢ اْﻣﻮاﺗﺎ ﻓﺎْﺣﯿﺎﻛﻢ--- mensucikan kita dengan penyucian iman,
tidak seperti penyucian kita. Kata “ ﺻﺒﻐﺔ
Kata اْﻣﻮاﺗﺎmaksudnya adalah keadaan “ yang dihadirkan dalam ayat di atas
sperma yang masih tersimpan dalam adalah dalam bentuk musyakalah (Al-
tulang rusuk manusia. Sedangkan kata Kasysyaf, Juz I : 316).
اْﺣﯿﺎﻛﻢ maksudnya ialah ketika janin
berada dalam rahim dan setelah menjadi 17. Uslub al-Laff
manusia yang hidup di dunia, (manhaj
Zamakhsyari : 251). Uslub al-Laff ditemukan juga dalam al-Qur
anul karim. Uslub seperti ini menunjukkan
15. Jinas keindahan bahasa yang digunakannya.
Susunan bahasanya sangat lembut, indah
Dari sisi lain, al-Qur’an juga menggunakan dan bertenden . Contohnya dalam surat Al-
kata jinas. Pengertian jinas adalah Baqarah, ayat 185 : وﻟﺘﻜﻤﻠﻮا اﻟﻌﯿﺔ وﻟﺘﻜﺒﺮوا ﷲ ﻋﻠﻰ
keserupaan ucapan di antara dua kata yang ﻣﺎ ھﺪاﻛﻢ وﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺸﻜﺮون
berbeda maknanya. Contohnya dalam surat
Hud, ayat 44: Kata ﻟﺘﻜﻤﻠﻮاpada ayat tersebut sebagai illat
dari perintah dari mencukupkan bilangan
وﻗﯿﻞ ﯾﺎ اْرض اﺑﻠﻌﻲ ﻣﺎءك وﯾﺎ ﺳﻤﺎء اﻗﻠﻌﻲ puasa, kata ﻟﺘﻜﺒﺮsebagai illat dari cara
وﻏﯿﺾ اﻟﻤﺎء-- bagaimana memenuhi dan keluat dari janji
fitrah. Kalimat ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﺸﻜﺮون sebagai illat
Dari segi ucapan, kata “ اﺑﻠﻌﻲ dan اﻗﻠﻌﻲ dari kemurahan dan kemudahan. Uslub-uslub
“ serupa tetapi maknanya berbeda. Contoh di atas adalah uslub al-laff yang sangat
lain dalam surat Al-Naml, ayat 22 : وﺟﺌﺘﻚ ﻣﻦ lembut dan hampir-hampir tidak dapat
ﺳﺒﺎْ ﺑﻨﺒﺎْ ﯾﻘﯿﻦ. Dalam ayat tersebut terdapat memahaminya kecuali orang yang
keserupaan antara kata “ ْ “ ﻧﺒﺎdan kata berkompeten (Al-Kasysyaf, Juz I: 91).
“ ْ ( “ﺳﺒﺎAl-Kasysyaf, Juz III : 272). Contoh lain dapat dilihat dalam surat Al-
Qashash , ayat 73:
16. Musyakalah
bahasa yang indah, sastera yang tinggi dan Ahmad Syurbasyi, 1999. Sejarah Perkem-
makna yang dalam. bangan Tafsir al-Qur’an al-Karim,
Kalam Mulia, Cet. I
Tafsir lughawi sebenarnya telah muncul
pada abad kedua dan ketiga hijriyah . Hal ini Ahmad Makky Al-Anshary, 1405 H.
terbukti dengan tampilnya Al-Farra’, dengan Nadhariyat al-Nahwi al-Qur any, ttp
kitab Ma’any al-Qur’an dan Abu ‘Ubaidah
dengan tafsirnya Majaz al-Qur’an. Dan Ali Hasan al-‘Aridhi, Tarikh Ilm al-Tafsir Wa
begitulah seterusnya hingga sampai pada masa Manahij al-Mufassirin, Terjemah
Zamakhsyari pada abad kelima dengan tafsirnya
Ahmad Akrom, 1994. Jakarta: P.T. Raja
Al-Kasysyaf yang menjadi inspirator bagi
Grafindo Persada, Cet. II
mufassir berikutnya seperti Al-Baidhawi, Abu
Hayyan Al-Andalusy , dan Abu Su’ud. Musthafa al-Shawy al-Juwainy, Manhaj al-
Zamakhsyari Fi Tafsir Alqur an Wa
Kerangka operasionalnya tafsir lughawi
Bayan I’jazih, Dar al-Ma’arif, Mesir,
itu telah dikemukakan dalam makalah ini
Cet. II.
sebagaimana yang dijelaskan oleh para mufassir
dalam kitab tafsir mereka masing-masing. Musthafa al-Shawy al-Juwainy, Manahij Fi al-
Tafsir, Mansyaat al-Ma’arif, Iskan-
DAFTAR RUJUKAN dariyah.
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al-
Muhammad Husain al-Zahaby, Al-Tafsir wa al-
Lughah, Jilid 4, Dar al-Fikr, Beirut
Mufassirun, Jilid I, Dar al-Qalam,
Abu al-Husain Ahmad bin Faris, Maqayis al- Beirut- Libanon, Cet. I.
Lughah, Jilid 5, Dar al-Fikr, Beirut.
Muhammad Cizrin, 1998. al-Qur’an dan
Abd Muin Salim, 1999. Metodologi Tafsir, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT.Dana
Sebuah Rekonstruksi Epistimologis Bhakti Prima Yasa
(Orasi Pengukuhan Guru Besar dalam
Musa’id Muslim Abdullah Ali Ja’far, 1984.
Rapat Senat Luar Biasa IAIN Alauddin Atsar al-Tathawwur al-Fikriy fi al-
Ujung Pandang)
Tafsir, Jilid I, Muassasah al-Risalah,
Ahmad, Badhawi, 1960. Min Balaghat Alqur an,
Nashir al- Din Abu al-Khair Abdullah bin
Dar Al-nahdhah, Al-Qahirah
Umar al-Baidhawy, 1939. Tafsir al-
Ahmad Asy-Syirbashi, 1991. Sejarah Tafsir Baidhawy, Juz I, Mushthafa al-Baby
al-Qur’an (Terjemah), Pustaka Firdaus, al- Halaby wa Auladuh, Mesir, Cet. I
Cet. II
Qadhi al-Qudhat Abu al-Su’ud bin Muhammad
Abu Hayyan al-Andalusy al-Gharnathy, al-‘Imadyal-Hanafy, Tafsir Abu Su’ud,
1992 .Al-Bahr al-Muhith Fi al-Tafsir, Juz I Maktabah al-Riyadh al- Haditsah,
Juz I , Daral- Fikr, 1992. Riyadh (Tahqiq Abdul Qadir Ahmad
‘Atha’).