Anda di halaman 1dari 3

TERJEMAH, TAFSIR, DAN TA’WIL: “SEBUAH PENGANTAR”

Para ulama sepakat, bahwa terjemah, tafsir dan Ta’wil adalah perangkat
dalam memahami makna dan arti Al-Qur’an. Namun, sejauhmana ketiganya
berperan dalam memberikan pemahaman yang utuh terhadap sumber tertinggi
ini?

Al-Qur’an merupakan pedoman, panduan, dan petunjuk bagi seluruh


umat Muhammad. Ia menjadi sumber legislasi hukum yang paling utama dan
sebagai rujukan dengan hirarki paling tinggi dalam Islam.

Sebagai sumber, Al-Qur’an harus dipahami secara sempurna agar


menjadi petunjuk dan pedoman untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh
karena itu, menjadi sebuah keharusan untuk memahami makna yang terkandung
dan mengetahui rahasia-rahasia yang tersimpan, agar dapat mengamalkan
samudera ilmu yang terbentang luas di balik redaksi magis Al-Qur’an.

Sebagai konsekuensi Al-Qur’an yng diturunkan di Arab, bahasa yang


digunakan tentu sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya.
Sementara, Al-Qur’an harus menjadi pedoman bagi umat Islam di seluruh belahan
dunia dengan latar belakang bahasa yang berbeda-beda.

Dalam kondisi itu, tentu tidak semua orang mampu memahami secara
sempurna bahasa dan redaksi Al-Qur’an, apalagi menjelaskan secara detail ayat
demi ayat. Dibutuhkan keahlian tertentu untuk menangkap dan memahami
kandungan dan makna Al-Qur’an yang sangat luas dan bahkan cukup kompleks.

Dalam konteks inilah, tafsir menjadi penting sebagai media memahami


Al-Qur’an. Masing-masing individu tidak mungkin merujuk secara langsung
terhadap Al-Qur’an tanpa memiliki keahlian dan ilmu tafsir.

Ilmu tafsir menjadi perangkat wajib bagi seseorang yang hendak


memahami Al-Qur’an. Belajar memahami Al-Qur’an berarti pula harus belajar
ilmu tafsir atau merujuk terhadap berbagai tafsir yang ditulis oleh ulama’ mufassir
(ahli tafsir).

Memahami makna Al-Qur’an tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang.


Apalagi hanya berpedoman terhadap terjemahan, tanpa mengetahui ilmu
gramatika Arab. Kembali pada Al-Qur’an berarti menguasai perangkat ilmu bahasa
dan ilmu tafsir.

Sebagai sebuah pengantar menjadi penting di sini untuk diketahui


beberapa istilah seperti terjemah, tafsir dan ta’wil.

Pengertian Terjemah, Tafsir dan Ta’wil

Istilah pertama, yakni terjemah, sudah tidak asing lagi dan digunakan
dalam bahasa sehari-hari. Secara sederhana terjemah (translasi) adalah alih
bahasa. Jika diurai lebih lengkap terjemah adalah pemindahan kata dari satu
bahasa ke bahasa yang lain yang mempunyai arti serupa dengan tetap

1
memperhatikan alur dan susunan redaksinya. (Qatthan, Mabahits fi Ulum al-
Qur’an: 313).

Sementara, tafsir secara etimologi (bahasa) bermakna menjelaskan,


membuka, dan menampakkan makna logis. Dalam Lisan al-‘Arab tafsir diartikan
mengungkapkan maksud dari lafal yang muskil. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

ْ َ ْٰ
ً‫ك بال َحق َو َا ْح َس َن َت ْفس ْيرا‬ َّ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ
َ
ِ ِ ِ ‫ولا يأتونك ِبمثل ِالا ِجئن‬

Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu


yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya.” (QS. Al-Furqan, 25: 33).

Menurut Abu Hayyan tafsir secara terminologi adalah ilmu yang


membahas tentang tata cara mengucapkan lafal Al-Qur’an, maksud dan
pengertian lafalnya, aturan gramatikalnya, kandungan maknanya, dan elemen-
elemen penyempurna lainnya. Definisi tafsir ini mencakup beberapa keilmuan dan
aktifitas ilmiah yang luas. Secara runtut sesuai definisi kelimuan yang dimaksud
mencakup ilmu qiraat (perbedaan cara baca), ilmu kebahasaan yang meliputi
nahwu, sharraf, balaghah, hakikat-majaz, nasakh-mansukh, dan asbabun nuzul.
(Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, JilidI: 435).

Sedangkan menurut Zarkasi tafsir adalah ilmu yang dijadikan sarana


untuk memahami Al-Qur’an, menjelaskan kandungan maknanya, memproduksi
hukum dan hikmah yang dikandungnya. Perangkat-perangkatnya adalah ilmu
bahasa yang mencakup nahwu, sharraf, bayan, ilmu ushul fikih, ilmu qiraat,
asbabun nuzul, dan nasikh-mansukh. (Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an,
JilidI: 13).

Sementara Ta’wil secara bahasa adalah mengembalikan sesuatu pada


asalnya. Sedangkan menurut istilah Ta’wil adalah mengarahkan lafal pada makna
tertentu dari berbagai pilihan makna yang tersedia karena kuatnya argumentasi.

Jika dikaji secara mendalam sebenarnya Ta’wil merupakan bagian dari


tafsir. Sehingga Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa tafsir lebih umum
cakupannya dari pada Ta’wil. Umumnya tafsir digunakan untuk menjelaskan lafal
dan kata perkata, sementara Ta’wil digunakan untuk menjelaskan makna kalimat.

Dalam membedakan definisi kedunua, menurut ulama’ lain tafsir adalah


menjelaskan berdasarkan naql (Al-Qur’an dan Hadis), sehingga murni
menggunakan riwayat, jauh dari intervensi pemikiran. Sedangkan Ta’wil
menjelaskan melalui pemikiran mendalam dengan perangkat keilmuan
pendukung, sehingga peran ijtihad sangat dominan.

Alhasil, jika dikembalikan pada definisi tafsir di atas, maka Ta’wil


merupakan bagian dari proses tafsir. Bahkan, Abu ‘Ubaid berpendapat bahwa tafsir
dan Ta’wil adalah satu arti. (Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, JilidI: 435).

Wallâhu ‘a’lam.

2
3

Anda mungkin juga menyukai