Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Al Qur`an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Setidaknya itulah yang diindikasikan
oleh surat al Baqarah ayat 185. Di samping itu, dalam ayat dan surat yang sama, diinformasikan
juga bahwa al Qur`an sekaligus menjadi penjelasan (bayyinaat) dari petunjuk tersebut sehingga
kemudian mampu menjadi pembeda (furqaan)-antara yang baik dan yang buruk. Di sinilah
manusia mendapatkan petunjuk dari al Qur`an. Manusia akan mengerjakan yang baik dan akan
meninggalkan yang buruk atas dasar pertimbangannya terhadap petunjuk al Qur`an tersebut.
Al Qur`an adalah kalaamullaah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dengan media
malaikat Jibril as. Dalam fungsinya sebagai petunjuk, al Qur`an dijaga keasliannya oleh Allah
swt. Salah satu hikmah dari penjagaan keaslian dan kesucian al Qur`an tersebut adalah agar
manusia mampu menjalani kehidupan di dunia ini dengan benar-menurut Sang Pencipta Allah
‘azza wa jalla sehingga kemudian selamat, baik di sini, di dunia ini dan di sana , di akhirat sana .
Bagaimana mungkin manusia dapat menjelajahi sebuah hutan belantara dengan selamat dan
tanpa tersesat apabila peta yang diberikan tidak digunakan, didustakan, ataupun menggunakan
peta yang jelas-jelas salah atau berasal dari pihak yang tidak dapat dipercaya? Oleh karena itu,
keaslian dan kebenaran al Qur`an terdeterminasi dengan pertimbangan di atas agar manusia tidak
tersesat dalam mengarungi kehidupannya ini dan selamat dunia-akhirat.
Kemampuan setiap orang dalam memahami lafald dan ungkapan Al Qur’an tidaklah sama,
padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan
daya nalar diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam
hanya dapat memahami makna-makna yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara global,
sedangkan kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari pandangan
makna-makna yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini terdapat aneka ragam dan
tingkat pemahaman maka tidaklah mengherangkan jika Al-Qur’an mendapatkan perhatian besar
dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata garib
(aneh-ganjil) atau mentakwil tarkib (susunan kalimat) dan menterjemahkannya kedalam bahasa
yang mudah dipahami.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas maka kami akan menjelaskan tentang definisi tafsir ta’wil dan terjemah
Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
a. Apa definisi dari tafsir, ta’wil dan terjemah?
b. Bagaimana pendapat sebagian ulama tentang tafsir dan ta’wil ?
c. Apakah penting bagi kita untuk mempelajari Tafsir, ta’wil dan terjemah ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembahasan yang berjudul tentang tafsir ta’wil dan terjemah yaitu:
1. Untuk mengetahui tentang definisi tafsir ta’wil dan terjemah.
2. Untuk mengetahui pendapat ulama’ tentang hal ini untuk memberi penjelasan tentang
pentingnya pemahaman tafsir, ta’wil dan terjemah.
.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu:
Bab I pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
dan sistematika penulisannya.

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 1


Bab II pembahasan, yang terdiri dari Penjelasan tafsir, ta’wil dan terjemah.
Bab III penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran

Perbedaan,tafsir,ta’wil dan tarjamah

1. Pengertian Tafsir.

Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti Maksudnya, penjelasan
atas ayat- ayat Al-Qur’an Tafsir secara Etimologis adalah penjelasan dan
mengungkapkan kata tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru- tafsiran yang berarti
keterangan atau uraian. Pada dasarnya kata tafsir berdasarkan bahasa tidak terlepas dari
kandungan makna Al-Qur’an (Menjelaskan) Al- Bayan ( Menerangkan ) Al-Kasif
( Mengungkapkan ), Al-Azhar ( Menampakkan ) dan Al-Ibanah ( Menjelaskan ). Tafsir
secara Istilah adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucap lapaz Al-Qur’an,
makna-makan yang ditujukan dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau
tersusun serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan tersusun. Dari
penjelasan diatas pemakalah mencoba menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
tafsir adalah menjelaskan atau menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum paham
maksudnya.

2. Pengertian Ta’wil

Ta’wil menurut bahasa, terambil dari kata awala yaitu kembali kepada asal. Diantara
firman allah yang mengemukakan kata Ta’wil adalah Artinya :

Untuk mencari Fitnah atau mencari-cari takwilnya, pada hal tidak ada yang mengetahui
taqwilnya kecuali allah. ( Qs, Ali-Imran 7 )

Adapun menurut ulama terdahulu, Ta’wil artinya Tafsir karena itu bila dikatakan Tafsir
Ta’wil Al-Qur’an, maka pengertiannya sama Ibn Jabir Al-tabari mengatakan dalam
tafsirnya, suatu pendapat tentang ta’wil dalam firman Allah ini … atau ahli Ta’wil
berbeda pendapat tentang ayat ini… yang dimaksud disini adalah ahli tafsir Ta’wil dalam
istilah mempunyai dua pengertian yaitu :

1. Ta’wil menakwilkan kalam ( Kata-kata ) berarti apa yang dikembalikan kepadanya


oleh orang yang berbicara atau apa yang di ta’wilkan oleh kata-kata dan
dikembalikan, kata-kata itu dikembalikan dan dipulangkan hanya kepada hakekatnya,
yaitu apa yang dimaksud, terbagi dua yaitu –insyak dan ikbar.
2. Ta’wil kalam yaitu menafsirkan dan menerangkan hatinya apa yang dikemukakan Ibn
jabir At-Thabariy dalam tafsirnya katanya perkataan dalam menakwilkan firman
tuhan itu, bagini dan begini

3. Pengertian Tarjamah.

Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang berarti memindahkan makna lafal kedalam
bahasa lain, menurut pengertian istilah ” urfi ” tarjamah ialah memindahkan

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 2


pembicaraan dari satu bahsa ke bahasa lain. Tarjamah ialah memindahkan makna kata
bahasa pertama kepada kedua.

Sedangkan pengertian tarjamah secara Etimologis menurut Muhammad Abh


Al-’Azhim Zarqoni adalah mengungkapkan makna kalam (Pembicaraan) yang
terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan
bahasa yang lain ( bukan Bahasa pertama ), lengkap dengan semua makna-maknanya
dan maksud-maksudnya. Kata terjemahan dapat dipergunakan dalam dua arti :

1. Tarjamah Harfiyah, yaitu mengalihkan lafas-lafas dari satu bahasa kedalam lafas-
lafas yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib
bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2. Tarjamahan Tafsiriyah atau Tarjamah maknawiyah yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib dengan kata-kata bahasa
asal atau memperhatikan susunan kalimatnya

PEMBAHASAN

A. Tafsir
1.1 Pengertian Tafsir
Kata tafsir diambil dari bahasa arab yaitu fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari akar kata al-fasr yang berarti
menjelaskan, menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata “al-
fasr” berarti menyingkap sesuatu yang tertutup, sedang kata “at-tafsir” berarti menyingkapkan
maksud sesuatu lafaz yang musykil. Pengertian tafsir dengan makna di atas, sesuai dengan
firman Allah dalam surah Al Furqan :

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu) yang ganjil melainkan kami
datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”. (QS. 25 : 33)
Maksudnya ialah: penjelasan yang lengkap dan terperinci sebagaimana yang dikatakan Ibnu
Abas.
Menurut Abu Hayyan, tafsir, secara terminologis merupakan ilmu yang membahas tentang
metode mengucapkan lafazh-lafazh al Qur`an, petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik
ketika berdiri sendiri maupun ketika tersusun dari makna-makna yang dimungkinkan baginya
ketika tersusun dari hal-hal yang melengkapinya.
Kata As Zarkasyy dalam Al Burhan “Tafsir itu, ialah menerangkan makna-makna Al Qur-an dan
mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya”
1.2 Kedudukan Tafsir
Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia adalah ilmu yang
paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena judul pembicaraan ialah kalaam atau
wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya,
bahwa jadi tujuannya ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada
kebahagiaan yang hakikat atau sebenamya. Sesungguhnya makin terasa kebutuhan padanya
ialah, karena setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah sesuai dengan ketentuan syara’. Ia
sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat dalam Kitab Allah SWT.

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 3


1.3 Pembagian Tafsir
Secara umum para ulama telah membagi tafsir menjadi dua bagian yaitu: Tafsir bi al-riwayah,
atau disebut juga dengan tafsir bi al-ma’tsur, dan tafsir bi al-dirayah atau disebut juga dengan
tafsir bi al-ra’y.
1. Tafsir bi al-ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber dari nash-nash,
baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat, ataupun perkataan
(aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-ma’tsur adalah cara
menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan sunnah,
menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an
dengan perkataan para tabi’in.
Semua ayat-ayat al Qur`an telah dijelaskan oleh nabi Muhammad saw., sebagai pemegang
otoritas tertinggi dalam menafsirkan al Qur`an setelah al Qur`an itu sendiri, kepada para sahabat.
Oleh karena itu, untuk menafsirkan al Qur`an maka metode yang tepat adalah mencari hadis
yang berkaitan dengan ayat tersebut setelah tidak didapatkan ayat al Qur`an yang lain yang
menjelaskan ayat tersebut. Apabila memang tidak ada ayat dan atau hadis nabi Muhammad saw.
yang dapat menafsirkan sebuah ayat al Qur`an maka yang digunakan adalah pendapat-pendapat
para sahabat karena mereka lebih tahu tentang asbaabun nuzuul dan tingkat keimanan juga
intelektualitasnya adalah yang tertinggi di kalangan pengikut Rasulullah saw.
Dalam pertumbuhannya, tafsir bil ma’tsur menempuh tiga periode, yaitu:
1. Periode I, yaitu masa Nabi, Sahabat, dan permulaan masa tabi’in ketika belum tertulis dan
secara umum periwayatannya masih secara lisan (musyafahah).
2. Periode II, bermula dengan pengodifikasian hadits secara resmi pada masa pemerintahan
Umar bin Abd Al-Aziz (95-101). Tafsir bil Ma’tsur ketika itu ditulis bergabung dengan
penulisan hadits dan dihimpun dalam salah satu bab-bab hadits.
3. Periode III, dimulai dengan penyusunan kitab Tafsir bil Ma’tsur yang secara khusus dan
berdiri sendiri.

Tafsir bil ma’tsur inilah yang wajib diikuti, diambil dan dipegangi, karena tafsir inilah jalan
ma’rifah yang sahih dan metode yang dikenal. Inilah tafsir yang tidak mungkin menyelewengkan
dalam kitabullah.
Beberapa kitab tafsir bil ma`tsuur yang terkenal diantaranya tafsir Ibnu Abbas dengan judul
Tanwiirul Miqbas min Tafsiiri Ibn Abbas, tafsir at Thabari dengan judul Jamii’ul Bayaan fii
Tafsiiril Qur`an, tafsir Ibnu ‘Atiyyah dengan judul Muharrarul Wajiiz fi Tafsiiril Kitaabil ‘Aziz,
dan tafsir Ibnu Katsir dengan judul Tafsiirul Qur`aanul ‘Azhiim.
2. tafsir bi al-dirayah atau disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y
Cara penafsiran bil ma’qul atau lebih populer lagi bir ra`yi menambahkan fungsi ijtihad dalam
proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang digunakan oleh tafsir bil ma`tsuur.
Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada ijtihad dan akal dan berpegang teguh kepada
prinsip-prinsip bahasa Arab dan adat-istiadat orang Arab dalam mempergunakan bahasanya.
Husayn al Dhahaby menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir bir ra`yi adalah penafsiran
al Qur`an atas dasar ijtihadnya yang berlandaskan pengetahuannya tentang penuturan bangsa
Arab dan arah pembicaraan mereka serta pengetahuannya tentang lafal bahas Arab dan makna
yang ditunjukkannya dengan menjadikan syair jahily sebagai acuan dan panduannya. Meskipun
demikian, lanjut al Dhahaby, asbaabun nuzuul, naasikh wa mansuukh, dan alat bantu lainnya
merupakan pengetahuan-pengetahuan yang tetap harus dikuasai dan digunakan dalam penafsiran

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 4


ini.
Ulama’ berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya metode tafsir bi Al - Ro’yi. Sebagian ulama’
melarang penafsiran Al-Qur’an dengan menggunakan metode ini, sebagian yang lain
memperbolehkannya. Rincian dari perbedaan ini hanyalah sebatas pada lafadz bukan hakikatnya.
Dan golongan pertama tidak sampai melewati batas-batas ketentuan penafsiran. Sedangkan
golongan kedua berpendapat bahwa tiap-tiap golongan telah melewati batas, dengan alasan
bahwa meniadakan ma’na dalam lafadz yang manqul adalah suatu hal yang berlebihan dan
membahas penafsiran bagi semua orang adalah suatu perbuatan yang tercela. Akan tetapi kalau
kita kaji lebih dalam perbedaan-perbedaan mereka kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa
semuanya sepakat tidak di perbolehkannya menafsiri Al-Qur’an hanya dengan mengandalkan
pendapat pribadi.
Menurut Manna’ Khalil Qaththan menafsirkan al qur`an dengan akal dan ijtihad semata tanpa
ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Menurutnya, cara penafsiran seperti
ini dilakukan oleh mayoritas ahli bid’ah dan madzhab batil dalam rangka melegitimasi
golongannya dengan memelintir ayat-ayat al Qur`an agar sesuai dengan kehendak hawa
nafsunya.
Corak Tafsir dengan ra’yi (pikiran) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Tafsir dengan pikiran yang tercela (madzum / mardud).
Ialah bila mufassir dalam memahami pengertian kalimat yang khas dan ministimbatkan hukum
hanya dengan menggunakan pikirannya saja dan tidak sesuai dengan ruh syari’at. Yang banyak
menggunakan penafsiran bentuk ini ialah tokoh-tokoh bid’ah yang menurut pikiran mereka saja.
Umpamanya tafsir Jabba’i, Rummani, Qadhi Abdul Jabbar, Zamakh Syari, dan Abdul Rahman
bin Kisan Ashmi.
2. Tafsir dengan menggunakan pikiran yang terpuji (mahmudah / maqbul)
a) Ialah bila tidak bertentangan dengan tafsir maktsuur
b) Ia berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan satu kait berpikir mengenai kitab
Allah menurut hidayah sunnah Rasul yang mulia.
Sedangkan menurut Imam Al-Dzahabi dalam menanggapi permasalahan ini beliau berkata:
Tafsir bi Al-Ro’yi ada dua:
1. Dengan menggunakan kaidah bahasa arab, akan tetapi tetap mengikuti Al-Kitab dan sunnah
serta tetap mengikuti kaidah ilmu tafsir. Dan hal ini diperbolehkan.
2. Tidak memakai kaidah bahasa arab dan kaidah-kaidah ilmu syari’at serta tidak mengikuti
kaidah ilmu tafsir. Dan hal ini sangat dibenci dan tidak di terima oleh para ulama’, seperti yang
di sampaikan oleh Ibnu Mas’ud: “akan ada suatu kaum yang mengajak untuk memahami Al-
Qur’an, akan tetapi mereka tidak mengamalkannya. Maka wajib bagi kalian untuk mendalami
Al-Qur’an, dan menjauhi segala bentuk bid’ah”.
Kitab-kitab tafsir bir ra`yi diantaranya tafsir ar Razi yang berjudul Mafaatihul Ghaib, tafsir Ibnu
Hayyan yang berjudul Al Bahrul Muhiit, dan tafsir az Zamakhsyari yang berjudul Al Kasysyaf
‘an Haqaa`iqit Tanziil wa ‘Uyuunil Aqaawiil fii Wujuuhit Tanwiil.

B. Ta’wil
2.1 Pengertian Ta’wil
Ta’wil secara bahasa berasal dari kata “aul”, yang berarti kembali ke asal. Adapun mengenai arti
takwil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafazh-lafazh (ayat-ayat) Al-Qur’an
melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafazh itu. Dengan kata lain, takwil
berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan merupakan

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 5


makna lahirnya.
Kata sebahagian ulama : “Ta‘wil ialah mengembalikan sesuatu kepada ghayahnya, yakni
menerangkan apa yang dimaksud daripadanya.”
Sebahagian yang lain berkata : “Ta‘wil ialah menerangkan salah satu makna yang dapat diterima
oleh lafadh.”
2.2 Perbedaan Tafsir dan Ta’wil
Para mufassirin telah berselisihan pendapat dalam memberikan makna Tafsir dan Ta’wil.
Kata Ar Raghib Al Asfahany : “Tafsir lebih umum dari ta’ wil. Dia lebih banyak dipakai
mengenai kata-kata tunggal. Sedang ta’wil lebih banyak dipakai mengenai makna dan susunan
kalimat.”
Kata Abu Thalib Ats Tsa’laby : “Tafsir ialah, menerangkan makna lafadh, baik makna
hakikatnya maupun makna majaznya, seperti mentafsirkan makna Ash Shirath dengan jalan dan
Ash Shaiyib dengan hujan. Ta’wil ialah, mentafsirkan bathin lafadh. Jadi tafsir bersifat
menerangkan petunjuk yang dikehendaki, sedang ta’wil menerangkan hakikat yang dikehendaki.
Umpamanya firman Allah s.w.t.:

“Bahwasanya Tuhanmu itu sungguh selalu memperhatikan kamu.”


(Q.A. 14. S. 89 . AlFajr).
Tafsirnya ialah, bahwasanya Allah senantiasa dalam mengintai-intai memperhatikan keadaan
hamba-Nya. Adapun ta’wilnya, ialah menakutkan manusia dari berlalai-lalai, dari lengah
mempersiapkan persiapan yang perlu.
Kata segolongan pula : “Tafsir berpaut dengan Riwayat. sedang ta’wil berpaut dengan Dirayat.
Hal ini mengingat, bahwa tafsir dilakukan dengan apa yang dinukilkan dari Sahabat, sedang
ta’wil difahamkan dari ayat dengan mempergunakan undang-undang bahasa ‘Arab.
Umpamanya firman Allah:

“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati.” (Q.A. 95.S. 6: Al An’am).
Maka jika kita katakan bahwa yang dikehendaki oleh ayat ini, mengeluarkan burung dari telur,
dinamailah ia tafsir. Dan jika dikatakan bahwa yang dikehendaki, mengeluarkan yang ‘alim dari
yang bodoh, atau yang beriman dari yang kafir, dinamailah ta’wil.

Perbedaan antara keduanya dapat dipaparkan di bawah ini.


TAFSIR
Pemakaiannya banyak dalam lafazh-lafazh dan mufradat
Jelas diterangkan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih
Banyak berhubungan dengan riwayat
Digunakan dalam ayat-ayat muhkamat (jelas)
Bersifat menerangkan petunjuk yang dikehendaki.
TAKWIL
Pemakaiannya lebih banyak pada makna-makna dan susunan kalimat
Kebanyakan diistinbath oleh para ulama
Banyak berhubungan dengan dirayat
Digunakan dalam ayat-ayat mutasyabihat (tidak jelas)
Menerangkan hakikat yang dikehendaki

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 6


C. Terjemah
3.1 Pengertian Terjemah
Secara lafazh tarjamah dalam bahasa Arab memiliki arti mengalihkan pembicaraan (kalam) dari
satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam kitab Lisa al-’Arab:
Yang dimaksud dengan turjuman (dengan menggunakan dhammah) atau tarjuman (dengan
fathah) adalah yang menterjemahkan kalam (pembicaraan), yaitu memindahkannya dari satu
bahasa ke bahasa yang lain.
Sedangkan pengertian tarjamah secara terminologis, sebagaimana didefinisikan oleh Muhammad
‘Abd al-’Azhim al Zarqani sebagai berikut:
Tarjamah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung dalam suatu
bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang lain (bukan bahasa
pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.
Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti:
1). Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang
serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan
susunan dan tertib bahasa pertama.
2). Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan
dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan
kalimatnya.
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa terjemah
harfiyah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dapat dicapai dengan baik jika
konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik
setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya.
3.2 Syarat-syarat terjemah
Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah, baik tarjamah harfiyah maupun
tarjamah tafsiriyah adalah:
1. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa pertama maupun
bahasa terjemahnya;
2. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau karakteristik dari kedua
bahasa tersebut;
3. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang dikehendaki oleh
bahasa pertama;
4. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-olah tidak ada
lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah tersebut.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur`an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka untuk memahami kandungan
al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup sehari-hari memerlukan pengetahuan
dalam mengetahui arti/maknanya, ta`wil, dan tafsirnya sesuai dengan yang dicontohkan
Rasulullah SAW. Sehingga kehendak tujuan ayat al-Qur`an tersebut tepat sasarannya.
Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam memahami isi kandungan ayat-ayat al-Qur`an yang
mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karena hanya merubah arti dari bahasa yang
satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah tafsir lebih luas dari kata terjemah dan ta’wil ,

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 7


dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan lain
sebagainya dibahas dalam tafsir yang bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau surat
tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak firman-firman Allah SWT tersebut.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta’wil dan terjemah. Makalah inipun
tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya
terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum
dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qaththan, Manna’ Khalil. 2006. Studi Ilmu-Ilmu al Qur`an (terjemahan Mabaahits fii
‘Uluumil Qur`an). Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa.
Ichwan, Mohammad Nor. 2005. Belajar Al-Qur’an Menyingkap Khazanah Ilmu-ilmu al-Qur’an
Melalui Pendekatan Historis-Metodologis. Semarang: RaSAIL.
Masyhur, Kahar Drs. H..1992. POKOK-POKOK ULUMUL QURAN. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA.
Abidin S.,Zainal. 1992. SELUK BELUK AL-QURAN. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Ash Shiddieqy, T.M. Hasbi Prof. Dr. 1987. SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU AL QUR-
AN/TAFSIR. Jakarta: PT Bulan Bintang
http://haidarchace.wordpress.com/2009/01/08/tafsir-al-quran/
http://qistoos.multiply.com/journal/item/14
http://renizz.blogspot.com/2009/04/1.html
http://wildaznov11.blogspot.com/2009/01/pengertian-tafsir-tawil-dan-terjemah.html

TAFSIR,TA’WIL DAN TARMAH Page 8

Anda mungkin juga menyukai