Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad


SAW. Melalui malaikat Jibril yang digunakan sebagai petunjuk dan pedoman
hidup bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Al-Qur’an menjadi sangat
penting bagi kita, dan bagi siapa yang membacanya merupakan ibadah. Untuk
berpegang teguh pada firman tersebut, yang dibutuhkan pertama kali tentu
memahami kandungannya serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak dini seorang Muslim dituntut mengaplikasikan al-Qur’an bukan hanya
sekedar pesan dari Allah tetapi juga pemahaman yang diperlukan untuk
mengaplikasikannya yaitu melalui 3 tahapan, diantaranya:

1. Menerima pesan al-Qur’an setelah mendengar dan membacanya


2. Memahami pesan al-Qur’an setelah merefleksikan dan mengkaji maknanya
3. Mengaplikasikan pesan al-Qur’an sebagai sumber pedoman kehidupan
manusia

Al-Qur’an itulah sumber tasyri’ pertama bagi umat Islam. Karena itu
orang Islam harus memahami artinya, mengetahui rahasianya, dan mengamalkan
isi Al Qur’an itu untuk mendapatkan kebahagiaan hidup dunia akhirat. Tidak
semua orang itu dapat memahami lafaz-lafaz dan ibarat-ibarat, disamping
menjelaskan keterangan ayat-ayatnya itu. Cara dan kemampuan berpikir orang itu
berlain-lainan mengenai suatu hal. Pada umumnya orang itu hanya memikirkan
arti-artinya yang kelihatan saja memikirkan ayat-ayat Al-Quran itu hanya secara
global. Oleh karena itu, maka al-Qur’an tersebut harus dipelajari dengan
mendalam. Untuk mempelajari makna al-Qur’an secara mendalam, tidak cukup
hanya dengan mengandalkan al-Qur’an terjemahan saja. Pada faktanya, banyak
orang telah menghabiskan waktu hidupnya untuk mengkaji al-Qur’an guna
memahami maknanya.

1
Untuk memahami maknanya ada beberapa ilmu yang digunakan dalam
mempelajari pengkajian al-Qur’an secara mendalam, diantaranya ilmu Tafsir,
Ta’wil, dan Tarjamah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Tafsir?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Tafsir?
3. Apa saja macam-macam Tafsir?
4. Apakah yang dimaksud dengan Takwil dan pembagiannya?
5. Apakah pengertian dari Tarjamah?
6. Bagaimana sejarah perkembangam Tarjamah?
7. Apa saja macam-macam Tarjamah?
8. Apakah perbedaan Tafsir, Takwil dan Tarjamah?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian Tafsir
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Tafsir
3. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir
4. Untuk mengetahui pengertian Takwil dan pembagiannya
5. Untuk mengetahui pengertian Tarjamah
6. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Tarjamah
7. Untuk mengetahui macam-macam Tarjamah
8. Untuk mengetahui perbedaan Tafsir, Takwil dan Tarjamah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tafsir
A. Pengertian Tafsir

Tafsir ialah dari ilmu-ilmu syari’at yang paling mulia dan paling tinggi. Ia
adalah ilmu yang paling mulia, sebagai judul, tujuan, dan kebutuhan, karena
judul pembicaraan ialah kalam atau wahyu Allah SWT yang jadi sumber segala
hikmah dan sumber segala keutamaan. Selanjutnya; bahwa yang menjadi
tujuannya ialah berpegang pada tali Allah yang kuat dan menyampaikan kepada
kebahagiaan yang hakikat atau sebenarnya. Sesungguhnya makin terasa
kebutuhan padanya ialah, karena setiap kesempurnaan agama dan dunia, haruslah
sesuai dengan ketentuan syara’. Ia sesuai bila ia sesuai dengan ilmu yang terdapat
dalam kitab Allah SWT.1

Secara etimologi kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru-tafsira”


yang berarti keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata “tafsir”
menurut pengertian bahasa adalah “Al-Kasf wa Al-izhhar” yang artinya
menyingkap (membuka) dan melahirkan. Pada dasarnya, pengertian “tafsir”
berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah
(menjelaskan), Al-bayan (menerangkan), Al-kasyf (mengungkapkan), Al-izhar
(menampakkan), dan Al-ibanah (menjelaskan).2 Sedangkan menurut terminologi
tafsir ialah menyingkapkan maksud dari lafaz-lafaz yang sulit dan bias juga
didefinisikan semacam ilmu yang membahas cara mengucapkan lafal Al-Qur’an
dan kandungannya, hukumnya yang berkenaan dengan perorangan
dankemasyarakatan, dan pengertiannya yang dilingkupi oleh susunan
lafalnya.3Dalam Al-Qur’an dikatakan:

1
Drs.H.Kahar Masyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta,
1992, hlm 163.
2
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm
139.
3
Mana’ul Quthan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995,
hlm 164.

3
Artinya: “tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (sesuatu) yang
ganjilmelainkan kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang
paling baik penjelasannya (Q.S. Al-Furqaan 25:33)

Adapun mengenai pengertian pengertian tafsir berdasarkan istilah, para


ulama mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.4

a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil

Tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan


menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat atau tujuannya.

b. Menurut Syekh Al-Jazairi dalam Shahih At-Taujih

Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh
pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang
mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh
tersebut.

c. Menurut Abu Hayyan

Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta


cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan makna-
makna yang terkandung didalamnya.

d. Menurut Az-Zarkasyi

Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-
makna kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad SAW.,
serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.

Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama


tersebut, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya, tafsir adalah

4
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm
141.

4
suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk
menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat didalam Al-Qur’an.

B. Sejarah Perkembangan Tafsir


Menurut Sunnah, Allah mengutus Rasul-rasul-Nya itu dengan bahasa
kaumnya sendiri, supaya pembicaraan mantap antara kedua belah pihak. 5 Allah
berfirman dalam Al-Qur’an.

Artinya: “Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka
itu”.(Q.S.Ibrahim 14:4)

Kitab yang diturunkan itu adalah dengan bahasa Nabi dan kaumnya.
Bahasa Muhammad sehari-hari adalah bahasa Arab. Al-Qur’an itu diturunkan
dalam bahasa Arab. Dengan demikian maka kata-kata yang diucapkan oleh Nabi
adalah muhkam. Allah berfirman dalam Al-Qur’an. Artinya:”Sesungguhnya kami
menurunkan Al-Qur’an itu dalam bahasa Arab, agar kamu memahaminya”.
(Q.S.Yusuf 12:2).

Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar diturunkan oleh Tuhan


semesta alam. Dibawa turun oleh Ruhul Amin (Jibril). Ke dalam hati mu
(Muhammad) agar engkau menjadi salah seorang diantara orang-orang yang

5
Mana’ul Quthan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995,
hlm 174.

5
memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas”.(Q.S.As-syu’ara 26: 192-
195).

Lafaz-lafaz Al-Qur’an itu adalah lafaz Arab. Bentuk-bentuk arti Al-Quran


itu sesuai dengan bentuk arti di kalangan orang Arab. Lafaz-lafaz itu hanya sedikit
berbeda menurut penyelidikan para ahli. Apakah dia berasal dari bahasa yang lain
yang sudah menjadi bahasa Arab, atau apakah dia bahasa Arab tapi terambil dari
beberapa bahasa. Yang begini tidak keluar dari Arab Al-Qur’an. Setelah
dilakukan penyelidikan maka ternyata kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an
itu ada yang bersesuaian dengan lafaz beberapa bahasa asing. Pendapat ini
disokong oleh ahli tafsir yang kenamaan yaitu Ibnu Jarir At Thabariy.Juga
terdapat dalam firman Allah.

Artinya: “Niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian”.


(Q.S.Al-Hadid 57:28).

Ada orang yang mengatakan lafaz kiflaini (dua bagian) di sini ialah berlipat ganda
dalam bahasa Habsyi. Ada firman Allah yang berbunyi.

Artinya: “Sesungguhnya bangun di waktu malam”. (Q.S. Al-Muzammil 73:6).

Nasyi-ah itu bahasa Habsyi yang berarti seseorang itu berdiri malam hari. Ada
firman Allah yang berbunyi.

Artinya: “Hai gunung-gunung dan burung-burung


bertasbihlah bersama Daud”. (Q.S. Saba 34:10).

Ada yang mengatakan bahwa lafaz awwibiy itu juga berasal dari bahasa
Habsyi.Ada firman Allah yang berbunyi.

6
Artinya: “Batu-batu dari sijil (tanah yang terbakar)”. (Q.S.Hud 11:82).

Ada orang yang mengatakan bahwa sijil itu adalah bahasa Persi yang telah di
Arabkan.

Inilah yang dikemukakan oleh At-Thabiriy. Sudah itu dia menerangkan


pula bahwa tidak boleh seseorang itu mengatakan bahwa huruf-huruf dan apa-apa
yang serupakan kepadanya itu bukan lafaz Arab. Ada pula orang yang
mengatakan, - huruf ini dalam bahasa Persi artinya begini. Orang sepakat
mengatakan bahwa lahirnya lafaz-lafaz itu berasal dari bahasa yang berbeda-beda.
Seperti dirham, dinar, dawat, kalam, kertas. Apakah pengambilannya itu dijadikan
lafaz. Tidak satupun jenis kata-kata itu yang lebih diutamakan. Karena asalnya itu
menurut jenis. Orang yang beranggapan begini sebenarnya tidak beralasan.

1. Tafsir di Masa Nabi SAW

Allah menjamin Al-Qur’an itu dengan hafalan Rasul-Nya dan


menerangkannya. Allah berfirman dalam Al-Quran. Yang artinya:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)


dan (membuat-mu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas
tanggungan Kamilah penjelasannya”. (Q.S.Qiyamah 75: 17-19).

Nabi memahami Al-Quran itu sekaligus dan juga memberikan


penjelasannya. Dialah yang menerangkan kepada sahabat-sahabatnya.6

6
Mana’ul Quthan, Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an, cetakan 2, Rineka Cipta, Jakarta, 1995,
hlm 176.

7
Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya
mereka memikirkannya”. (Q.S.An-nahl 16:44).

Adapun masa-masa Tafsir pada zaman Rasul SAW7.

 Kecuali diturunkan dalam bahasa Arab yang terang. Ia dapat difahami


orang dan banyak mereka yang masuk islam, hanya semata-mata karena
mendengarnya.
 Kecuali, pengertian Al-Qur’an tidak dibatasi yang demikian, disebabkan
Rasul SAW. Ialah manusia yang lebih memahami Al-Qur’an, karena Al-
Qur’an diturunkan atas beliau. Diantara keutamaannya yang mendasar
ialah, bahwa Beliau harus menyampaikan kepada manusia apa yang telah
diturunkan kepada Beliau.
 Adapun para sahabat Rasul SAW. Berlebih-kurang dalam memahami Al-
Qur’an, karena di dalamnya terdapat beberapa kata-kata yang sulit dan
pengertiannya tidak diketahui orang banyak.
 Abu ‘Ubaidah memuatkan dalam buku Alfadhaa-il dari Anas, bahwa
Umar bin Khatab pernah membaca di mimbar surat ‘Abasaa:31 yang
artinya :
“Dan buah-buahan dan rumput-rumputan. Lalu, dia mengatakan, “Kalau
faakihah sudah kita ketahui. Tapi apakah: abbaa itu?” sudah itu, dia
melihat dirinya sendiri. Lalu, Abu ‘Ubaidah mengatakan: “ini sesuatu
yang diberat-beratkan (dibuat-buat), hai Umar!” (Hr. Ibnu Jarir dan
sanadnya sahih). Terdapat pula dalam tafsir Ibnu katsir dan Mukhtashar
Tafsir, oleh Shabuni).
 Jawaban Abu Bakar pada waktu dia ditanya oleh seorang laki-laki
mengenai suatu ayat, maka dia mengatakan “Bumi mana yang dapat

7
Drs.H.KaharMasyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta,
1992, hlm 164.

8
memikul aku dan langit mana yang dapat menaungi aku, bila aku
mengatakan mengenai kitab Allah sesuatu yang tidak aku ketahui?”
 Ibnu Abas menceritakan, “Dahulu saya tidak tahu apakah maksud:
Faathiris samaawaati, sehingga minta dikisaslah kepada saya dua orang
Arab dusun mengenai suatu sumur. Salah seorang mereka mengatakan
“sayalah yang menfatarnya”, maksudnya ialah: saya yang memulainya.
Dengan demikian, maka Ibnu Abas baru paham, bahwa faathir itu ialah
yang mula-mula menciptakan. (KM)(Hr.Bukhari dalam buku Al-adab).
 Rasul SAW pernah menafsirkan bagi mereka sebagian kata-kata dalam
ayat-ayat Al-Qur’an. Bukhari menceritakan dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa
dia mendengar Rasul SAW berpidato di atas mimbar : surat Al-Anfaal: 60,
yaitu :
Siagakah bagi mereka (Umat Islam) apapun yang kamu sanggupi, berupa
kekuatan.
Beliau terangkan, bahwa yang dimaksud ialah arramyu atau kepandaian
melontarkan sesuatu alat atau senjata perang.
 Rasul pernah pula menerangkan apakah alkawtsar dalam Surat Alkawtsar:
yang dimaksud dengannya ialah telaga kawtsar beliau dalam syurga.

2. Tafsir pada zaman sahabat Rasul SAW8


Materi tafsir menurut mereka ialah:
 Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Inilah yang paling baik.
 Apa tafsir Nabi SAW yang dihafal sahabat beliau.
 Apa yang mereka sanggupi menafsirkannya dari ayat-ayat yang
bergantung, pada kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya
mendapatkannya, kedalaman mereka mengenai bahasa Al-Qur’an dan
rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka di
tanah Arab.

8
Drs.H.KaharMasyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, cetakan 1, Rineka Cipta, Jakarta,
1992, hlm 166.

9
 Apa-apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli kitab yang telah
masuk Islam dan baik Islam mereka.

C. Macam-Macam Tafsir
Macam-macam tafsir terbagi menjadi dua, yaitu: (1) macam-macam tafsir
berdasarkan sumber-sumbernya, dan (2) macam-macam tafsir berdasarkan
metodenya.9
1. Macam-macam Tafsir berdasarkan sumbernya
a. Tafsir bi Al-Ma’tsur
Ada empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al-ma’tsur.
 Al-Quran yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Quran
sendiri.
 Otoritas hadis Nabi yang memang berfungsi, diantaranya, sebagai
penjelas (mubayyin) Al-Qur’an.
 Otoritas penjelasan sahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak
mengetahui Al-Qur’an.
 Otoritas penjelasan yang disampaikan secara lisan oleh Tabi’in

Mengingat corak tafsir yang merujuk –di antaranya kepada Al-


Qur’an dan Hadis- maka dapat dipastikan bahwa tafsir bi al-ma’tsur
memiliki keistimewaan tertentu dibandingkan corak penafsiran lainnya. Di
antara keistimewaan – keistimewaan itu, sebagaimana dicatat Quraisy
Shihab, Yaitu:

1) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur’an.


2) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-
pesannya.
3) Mengikat mufassir dalam bingkai ayat-ayat sehingga membatasinya
agar tidak terjerumus ke dalam subjektivitas yang berlebihan.

9
Dr.Rosihon Anwar. M.Ag, Ilmu Tafsir, cetakan 3, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm
143.

10
Adz-Dzahabi mencatat kelemahan-kelemahan tafsir bi al-ma’tsur, yaitu:

1) Terjadi pemalsuan (wadh’) dalam tafsir.


2) Masuknya unsur israiliyyat yang didefinisikan sebagi unsur-unsur
Yahudi dan Nasrani ke dalam penafsiran Al-Qur’an.

b. Tafsir bi ar-ra’yi

Kemunculan tafsir bi ar-ra’yi dipicu pula oleh hasil interaksi umat Islam
dengan peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh karena itu,
dalam tafsir bi ar-ra’yi ditemukan peranan akal yang sangat
dominan.Mengenai keabsahan tafsir bi ar-ra’yi, pendapat ulama terbagi
dalam dua kelompok. (1) Kelompok yang melarangn dan (2) kelompok yang
mengizinkan.

1. Kelompok yang melarangnya: Menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan


ra’yi berarti membicarakan (firman) Allah tanpa pengetahuan, sudah
merupakan tradisi di kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati
ketika berbicara tentang penafsiran Al-Qur’an.
2. Kelompok yang mengizinkannya: Di dalam Al-Qur’an banyak
ditemukan ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan-
kandungan Al-Qur’an, seandainya tafsir bi ra’yi dilarang, mengapa
ijtihad diperbolehkan, para sahabat Nabi biasa berselisih pendapat
mengenai penafsiran suatu ayat

c. Tafsir al-Isyari

Tafsir bil-isyarah atau tafsirul isyari: adalah takwil Al Qur’an


berbeda dengan lahirnya lafal atau ayat, karena isyarat-isyarat yang sangat
rahasia yang hanya diketahui oleh sebagian ulul ‘ilmi yang telah diberi
cahaya oleh Allah swt dengan ilhamNya. Atau dengan kata lain, dalam
tafsirul isyari seorang Mufassir akan melihat makna lain selain makna zhahir
yang terkandung dalam Al Qur’an. Namun, makna lain itu tidak tampak oleh

11
setiap orang, kecuali orang-orang yang telah dibukakan hatinya oleh Allah
SWT.

Hukum Tafsir bil-isyarah: Telah berselisih para ulama dalam


menghukumi tafsir isyari, sebagian mereka ada yang memperbolehkan
(dengan syarat), dan sebagian lainnya melarangnya.

Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat

Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya


Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.”

Yang mempunyai makna zhahir adalah “……Sesungguhnya Allah menyuruh


kamu menyembelih seekor sapi betina…” tetapi dalam tafsir Isyari diberi
makna dengan“….Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu
hewaniah...”

2. Macam-macam Tafsir berdasarkan metodenya


a. Metode Tafsir Tahlili

Metode Tafsir Tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat Al-


Qur’an dengan memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung
didalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam mushaf Utsmani.

Metode tafsir ini telah ada sejak masa para sahabat Nabi, sejak
zaman klasik dan zaman pertengahan. Pada mulanya tafsir Tahlili terdiri
atas beberapa bagian ayat saja, kadang kala mencakup penjelasan
mengenai kosa katanya. Dalam perkembangan selanjutnya, para ahli
tafsir merasakan kebutuhan untuk menafsirkan AL Quran seluruhnya.

b. Metode Tafsir Ijmali

Metode Ijmali adalah metode penafsiran terhadap ayat-ayat Al


Quran dengan cara singkat, padat dan global. Dengan metode ini
mufassir menjelaskan makna ayat-ayat Al Quran secara global,

12
sistematikanya mengikuti urutan surah-surah Al Quran, sehingga makna-
maknanya dapat saling berhubungan.

Dalam menafsirkan ayat Al Quran dengan metode ijmali ini para


mufassir ini juga meneliti, mengkaji, dan menyajikan sabab nuzul atau
peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat, dengan cara meneliti
Hadits-hadits yang berhubungan dengannya.

c. Metode Muqarran

Metode Muqarran ialah suatu metode tafsir dengan menggunakan


perbandingan antara satu dengan lainnya. Misalnya, seperti filsafat,
hukum dan sebagainya.

d. Metode Madlui

Metode Madlui ialah suatu metode tafsir dengan menggunakan


pilihan topik-topik al-Quran. Metode tematik yang memilih persoalan-
persoalan social politik, social ekonomi dan sebagainya. Awalnya untuk
kepentingan penelitian tetapi kemudian berkembang menjadi jenis tafsir
kontemporer.

2.2. Takwil
A. Pengertian Takwil dan pembagiannya

Takwil menurut lughat adalah kembali ke asal. Diambil dari kata


“awwala-yu’awwilu-takwilan.”Takwil dalam istilah mempunyai dua
pengertian.

Pertama, takwil mentakwilkan kalam (kata-kata). Sesuatu makna


yang kepadanya mutakallim (pembicara,orang pertama) mengembalikan
perkataanya, atau suatu makna yang kepadanya suatu kalam dikembalikan.
Kata-kata itu dikembalikan dan dipulangkan hanya kepada hakikatnya,

13
yaitu apa yang dimaksud.Terbagi dua yaitu,insyak dan ikhbar.Salah satu
yang termasuk insyak adalah amr (kalimat perintah).

Takwil amar yaitu perbuatan yang diperintahkan.Yang termasuk


ini ialah hadis dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW di
waktu ruku’ dan sujud menyebut.

‫ُسْبَح اَنَك الَّلُهَّم َر َّبَنا َو ِبَحْمِد َك الَّلُهَّم اْغ ِفْر ِلي‬

“Mahasuci Engkau ya Allah dan segala puji untuk Engkau ya Allah Tuhan
kami ampunilah aku.”

Berarti Nabi SAW menakwilkan Al Quran yaitu ayat yang berbunyi:

‫َفَس ِّبْح ِبَحْمِد َر ِّبَك َو اْسَتْغ ِفْر ُه ِإَّنُه َك اَن َتَّواًبا‬

“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mintalah ampun


kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Taubat (Q.S.an-
Nasr.[101]:3).

Takwil ikhbar yaitu sesuatu yang diberitakan. Seperti firman Allah yang
berbunyi:

Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah mandatangkan sebuah kitab (Al-Quran)


kapada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami.
Menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidaklah Kami
menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Qurqn itu.Pada hari
datangnya kebenaran pembicaraan Al Quran itu berkatalah orang-orang yang

14
melupakannya sebelum itu. Sesungguhnya telah dating Rasul-Rasul Tuhan kami
membawa yang hak maka adalah bagi kami atau dapatkan bagi kami
dikembalikan kedunia,sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah
kami amalkan?” (Q.S.Al-A’raf[7]:52-53).
Dalam ayat ini Allah menceritakan Dia telah menjelaskan kitab, dan
mereka tidak menunggu-nunggu kecuali takwil-Nya yaitu datangnya apa yang
diberitakan Quran akan terjadi,seperti hari kiamat dan tanda-tandanya serta segala
apa yang ada di akhirat berupa buku catatan amal(suhuf),neraca
amal(mizan),surga,neraka dan lain sebagainya. Maka pada saat itulah mereka
mengatakan: “Sungguh telah datang Rasul-Rasul Tuhan kami membawa yang
hak,maka adakah bagi kami pemberi syafaat yang akan memberikan syafaat
kepada kami,atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat
beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?”
Kedua,takwilul kalam dalam arti menafsirkan dan menerangkan
artinya.Pengertian inilah yang dimaksud oleh Ibn Jarir at-Tabari dalam tafsirnya
dengan kata-kata:”pendapat tentang ‘takwil’ firman Allah ini begini dan
begitu…” dan kata-kata:” Ahli ’takwil’ berbeda pendapat tentang ayat ini”.Jadi
yang dimaksud dengan kata “takwil” di sini adalah tafsir.Inilah arti takwil
menurut ulama salaf.10
Takwil menurut pengertian mutakhir yaitu memutar lafaz dari anti yang
kuat kepada arti yang dikuatkan dengan dalil yang dikaitkan kepadanya. Istilah ini
tidak disepakati.
Ringkasnya, pengertian takwil dalam penggunaan istilah adalah suatu
usaha untuk memahami lafaz-lafaz (ayat-ayat) Al-Quran melalui pendekatan
memahami arti atau maksud sebagai kandungan dari lafaz itu. Dengan kata lain,
takwil berarti mengartikan lafazh dengan beberapa alternatife kandungan makna
yang bukan makna lahiriahnya, bahkan penggunaan secara masyhur kadang-
kadang diidentikan dengan tafsir.

10
Manna’ Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Litera Antarnusa, Bogor,
2009, hlm 457-460

15
Sasaran takwil pada lazimya menyangkut ayat yang mutasyabihat atau
ayat-ayat yang mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang
dikandungnya.Dalam Al-Akhlak wal Wajibat, Al-Maghraby mengemukakan:
”Adapun takwil ialah bahwa ayat mempunyai sejumlah kemungkinan makna yang
dikandungnya. Maka ketika engkau sebutkan makna demi makna kepada
pendengar, ia menjadi ragu-ragu tidak tahu mana yang harus dipilihnya. Karena
itu takwil lebih banyak digunakan untuk ayat-ayat mutasyabihat”.11
Ayat-ayat mutasyabihat ialah ayat-ayat yang tidak terang maknanya.
Menurut ulama mutakallimin adalah ayat-ayat yang di dalamnya disebutkan Dzat
atau Sifat Allah SWT. Kebalikan ayat ini adalah ayat Muhakamat yakni ayat-ayat
yang telah terang maknanya dan tegas pengertian yang dimaksudnya.
Ta’wil menurut golongan mutaakhirin adalah memalingkan makna lafadz
yang kuat (rajih) kepada makna yang lemah karena ada dalil menghendakinya.
Takwil semacam ini banyak digunakan oleh kebanyakan ulama mutaakhirin,
dengan tujuan untuk lebih memahasucikan Allah SWT keserupaaannya dengan
makhluk seperti yang mereka sangka. Dugaan ini sungguh bathil karena dapat
menajtuhkan mereka dalam kekhawatiran yang sama dengan apa yang mereka
takuti, atau bahkan lebih dari itu. Misalnya aliran mu’tazilah yang menafsirkan
ayat-ayat yang memberikan kesan bahwa Tuhan bersifat jasmani secar teoritis.
Dengan kata lain, ayat-ayat alqur’an yang menggambarkan bahwa Tuhan bersifat
jasmani diberi takwil oleh muktazilah dengan pengertian yang layak bagi
kebesaran dan keagungan Allah. Seperti, kata ‘istawa’dalam surat Thaha ayat 5
ditakwilkan dengan al istila wa al ghalabah (menguasai dan mengalahkan), kata
aini ditakwilkan dalam surat Thaha ayat 39 ditakwilkan dengan
‘ilmi’(pengetahuan). Kata yad dalam surah shad ayat 75 ditakwilkan dengan al
quwwah atau al qudrah. Ayat-ayat alquran yang dijadikan sandaran dalam
mendukung pendapat di atas adalah ayat 103 surah al-an’am ayat 23 surah al
qiyamah. Hal semacam ini mengandung kontradiktif, seperti kata yad ditakwilkan
dengan kekuasaan, karenamemaksa mereka untuk menetapkan sesuatu makna
11
RidhaEka Rahayu. 2014. Ulumul Quran, (http://kumpulanmakalah-makalah-agama-
islam.blogspot.co.id/2014/03/Ulumul-Quran-ilmu-Tafsir-takwil-dan-terjemah.html)
diakses pada 15 Oktober 2016

16
yang serupa dengan makna yang mereka sangka harus ditiadakan, mengingat
makhlukpun mempunyai kekuasaan.

2.3. Tarjamah
A. Pengertian Tarjamah
Tarjamah berasal dari bahasa Arab yang artinya “salinan dari sesuatu
bahasa ke bahasa lain” atau berarti mengganti, menyalin dan memindahkan
kalimat dari suatu Bahasa ke Bahasa lain.12
Kata Tarjamah, yang dalam bahasa Indonesianya biasa kita sebut
dengan Terjemah, secara etimologi mempunyai beberapa arti:
 Menyampaikan suatu ungkapan pada orang yang tidak tahu
 Menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa yang sama
 Menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain
 Memindah atau mengganti suatu ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam
bahasa yang lain
Adapun yang dimaksud dengan tarjamah Al-Quran adalah seperti
yang dikemukakan oleh Ash-Shabuni:
“Memindahkan Al-Quran kepada Bahasa lain yang bukan Bahasa Arab
dan mencetak terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang
yang tidak mengerti Bahasa Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah
SWT.dengan perantara terjemahan ini.”13

B. Sejarah Singkat Perkembangan Tarjamah


Sebelum berkembangnya bahasa Eropa modern, yang berkembang
di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, terjemahan AL-Quran
dimulai kedalam bahasa Latin. Terjemahan itu dilakukan untuk keperluan
biara Clugny kira-kira tahun 1135.

12
Prof. Dr. Rosihon Anwar, M. Ag., Ulum Al-qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2007, hlm
212
13
Dessy Wulandari. 2014.Materi Terjemah,(http://mega-kumpulan-kumpulan-
makalah.blogspot.co.id/2014/03/Kumpulan-makalah-makalah-ulumul-Qur'an.html)
diakses pada 15 oktober 2016.

17
Prof. W. Montgomery Watt dalam bukunya bell’s Introduction to
the Quran (Islamic Surveys 8), menyebutkan bahwa pertanda dimulainya
perhatian Barat terhadap study Islam adalah dengan kunjungan Peter the
Venerable, Abbot of Clugny ke Toledo, pada abad kedua belas, diantara
usahanya adalah menerbitkan serial keilmuan untuk menandingi kegiatan
intelektual Islam saat itu, terutama di Andalus. Sebagai bagian dari
kegiatan tersebut adalah menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Latin
yang dilakukan oleh Robert of Ketton (Robertus Retanensis), dan selesai
pada juli 1143.
Abad Renaissance di Barat memberi dorongan lebih besar untuk
menerbitkan buku-buku Islam, pada awal abad keenam belas buku-buku
Islam banyak diterbitkan, termasuk penerbitan Al-Quran pada tahun 1530
di Venica dan terjemah Al-Quran kedalam bahasa Latin oleh Robert of
Ketton tahun 1543 di Basle, dengan penerbitnya Bibliander. Dari
terjemahan bahasa Latin inilah, kemudian Al-Quran diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa Eropa.
Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa selain
Eropa, seperti Afrika, Persia, Turki, Urdu, Tamil, Pastho, Benggali,
Jepang dan berbagai bahasa di kepulauan Timur, tidak ketinggalan pula
Al-Quran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pada
pertengahan abad ketujuh belas, Abdul Ra’uf fansuri, seorang ulama dari
Singkel, Aceh, menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Melayu, walau
mungkin terjemahan itu ditinjau dari sudut ilmu bahasa Indonesia modern
belum sempurna, namun, pekerjaan itu adalah berjasa besar sebagai
pekerjaan perintis jalan; hingga pada saat ini, kita bisa mendapatkan
berbagai terjemahan Al-Quran dalam bahasa Indonesia dengan sangat
mudah dan bermacam-macam versi.

18
C. Macam-macam Tarjamah
Tarjamah terbagi menjadi dua macam
1. Tarjamah Harfiyah atau Tarjamah Lafdhiyah.
Pengertian Tarjamah Harfiyah adalah memindahkan (suatu isi
ungkapan) dari satu bahasa ke bahasa yang lain, dengan
mempertahankan bentuk atau urutan kata-kata dan susunan kalimat
aslinya atau mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-
lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan
dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dengan susunan dan
tertib bahasa pertama
2. Tarjamah Tafsiriyah atau Tarjamah Ma’nawiyah.
Sedangkan Tarjamah Tafsiriyah adalah menerangkan sebuah kalimat
dan menjelaskan artinya dengan bahasa yang berbeda, tanpa
memepertahankan susunan dan urutan teks aslinya, dan juga tidak
mempertahankan semua Ma’na yang terkandung dalam kalimat aslinya
yang diterjemah.

Sebagai contoh adalah ‫رى‬vv‫ؤّخ ر أخ‬vv‫ّد م رجًال وي‬v‫د يق‬vv‫ زي‬Bila kita artikan
dengan Tarjamah Harfiyah, maka, artinya adalah Zaid mendahulukan satu
kakinya dan mengakhirkan kaki yang satunya lagi, sedangkan bila kita
mengartikan dengan Tarjamah Tafsiriyah, maka, artinya adalah Zaid ragu-
ragu (‫ )يترّد د‬dalam mengambil keputusan, misalnya; Dalam istilah bahasa
Arab, kata mendahulukan satu kaki dan mengakhirkan kaki yang lainya,
sebagai bentuk Kinayah (Metafora) dari perasaan ragu-ragu dalam
mengambil keputusan.
Dalam menerjemahkan Al-Quran hendaknya mencakupi syarat-
syarat sebagai berikut:
 Penerjemah hendaknya mengetahui dua Bahasa (Bahasa asli dan
Bahasa terjemah)
 Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan
Bahasa yang diterjemahkan.

19
 Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila
dituangkan kembali ke dalam Bahasa aslinya tidak terdapat
kesalahan.
 Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud
Bahasa asli dengan lengkap dan sempurna.

2.4. Perbedaan Tafsir, Takwil, dan Tarjamah


Perbedaan tafsir dan takwil di satu pihak dan tarjamah di pihak lain
adalah bahwa yang pertama berupaya menjelaskan makna-makna setiap kata
di dalam Al-Quran yang notaben Bahasa Arab ke dalam Bahasa non-Arab.
Adapun perbedaan tafsir dan takwil dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Al-Raghif Al-Ashfahani
Tafsir lebih umum dan lebih banyak digunakan untuk lafaz dan kosa kata
dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab-kitab lainnya.
Sedangkan Takwil lebih banyak dipergunakan untuk makna dan kalimat
dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.
2. Tafsir menerangkan makna lafazh yang tak menerima selain dari satu arti.
Sedangkan Takwil menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafazh yang
dapat menerima banyak makna karena ada dalil-dalil yang mendukungnya.
3. Al-Maturidi
Tafsir menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menetapkan demikianlah
yang dikehendaki Allah. Sedangkan Takwil menyeleksi salah satu makna
yang mungkin diterima oleh suatu ayat dengan tidak meyakini bahwa itulah
yang dikehendaki Allah.
4. Abu Thalib Ats-Tsa’labi
Tafsir menerangkan makna lafazh, baik berupa hakikat atau majaz.
Sedangkan Takwil menafsirkan batin lafazh.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
 Tafsir bermakna menjelaskan maksud dan tujuan ayat-ayat Al-Quran,
baik dari sisi makna, kisah, hukum, maupun hikmah, sehingga mudah
dipahami oleh umat.
 Takwil adalah memindahkan lafaz dari makna yang lahir kepada makna
lain yang juga dipunyai lafaz tersebut dan makna tersebut sesuai dengan
Alquran dan sunah. Dengan demikian, takwil berarti mengembalikan
sesuatu pada maksud yang sebenarnya, yakni menerangkan yang
dimaksud dari ayat Alquran.
 Terjemah adalah memindahkan pembicaraan dari satu bahasa ke dalam
bahasa yang lain dengan mengungkapkan makna dari bahasa itu.
 Tafsir menyangkut seluruh ayat, sedangkan takwil hanya berkenaan
dengan ayat-ayat yang mutasyabihat (samar dan perlu penjelasan).
Selain itu, tafsir menerangkan makna-makna ayat dengan pendekatan
riwayat, sedangkan takwil dengan pendekatan dirayat. Tafsir
menerangkan makna ayat yang terambil dari bentuk ibarat (tersurat),
sedangkan takwil dari yang tersirat (isyarat-isyarat).

B. SARAN
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak terdapat
kekurangan, baik dalam penulisan maupun keefektifan kalimat. Oleh
karena itu, bagi pembaca harap memberi saran ataupun komentar yang
membangun untuk dapat memperbaiki kekurangan pada makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon.2005. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia.

Anwar, Rosihon.2007. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

Khalil Al-Qattan, Manna’. 2009. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka


Litera Antarnusa

Masyur,Kahar.1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an.Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Quthan,Mana’ul.1995. Mahabits fi ‘Ulumil Qur’an. Jakarta: PT. Rineka.

http://kumpulanmakalah-makalah-agama-islam.blogspot.co.id/2014/03/Ulumul-
Quran-ilmu-Tafsir-takwil-dan-terjemah.htmldiakses pada 15 Oktober 2016

http://mega-kumpulan-kumpulan-makalah.blogspot.co.id/2014/03/Kumpulan-
makalah-makalah-ulumul-Qur'an.htmldiakses pada 15 Oktober 2016

22

Anda mungkin juga menyukai