Anda di halaman 1dari 17

Hakikat Al-Qur’an dan Tafsir

Robi Salim
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Email: saleemabdulqadir@gmail.com

Abstract:
This study aims to find the essence of the Al-Qur’an and Interpretation, the scope, and objectives.

Keywords: Al-Qur’an, Interpretation, and Method

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mencari Hakikat dari Al-Qur'an dan Tafsir, ruang lingkup, serta
tujuannya. Metode penelitian ini melalui studi pustaka dengan pendekatan analisis data. Hasil dari
pembahasan ini meliputi dari sejarah kemunculan defisini hakikat, definisi Al-Qur'an secara bahasa
dan istilah, apa saja fungsi Al-Qur'an, apa saja nama lain Al-Qur'an, bagaimana proses cara
turunnya Al-Qur'an, termasuk di dalamnya tujuan Al-Qur'an itu sendiri. Penulis juga mencari ruang
lingkup tafsir yang di dalamnya ada definisi secara bahasa dan istilah maupun menurut para
mufasir, apa saja bentuk-bentuk Tafsir, dan apa saja macam metode Tafsir. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa Hakikat Al-Qur'an adalah Sebagai Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril secara mutawatir, menggunakan bahasa Arab, dan
mendapatkan pahala bagi orang yang membacanya. Al-Qur'an itu sendiri diturunkan pada tanggal
17 Ramadhan pada Lailatul Qadar pada saat Nabi berumur 41 tahun dan Al-Qur'an diturunkan
secara berangsur-angsur dengan kurun waktu 22 tahun 2 bulan 2 hari di bulan. Al-Quran juga
berfungsi sebagai pedoman umat manusia. Untuk mengungkap makna yang terkandung didalam
Al-Qur'an itu sendiri harus menggunakan Tafsir. Intisari Tafsir ialah menjelaskan makna lafazh-
lafazh yang ada didalam Al-Qur'an yang mampu menerangkan maksud dan tujuan Al-Qur'an itu
sendiri sehingga bisa difahami dan diamalkan isinya. Ada beberapa bentuk Tafsir dalam
mengartikan Al-Qur'an agar bisa difahami dengan baik, seperti Tafsir bi al-Matsur, Tafsir bi al-Rayi,
dan Tafsir bi al-Isyarat. Begitu juga dengan menggunakan metode-metode Ijmali, Tahalli, Muqaran,
dan Maudhu'i. Penelitian ini diharapkan memiliki banyak manfaat besar bagi orang-orang yang
suka meniliti kajian Al-Qur'an dan Tafsir yang dilihat dari Definisi, Ruang lingkup dan Tujuan. Lalu
dari penelitian kecil ini berharap dapat melahirkan pemahaman yang lebih baik tentang Al-Qur'an
dan Tafsir melalui kajian komprehensif segenap persepsi para ilmuwan yang berkiblat pada
literatur Tafsir Al-Qur'an secara rinci.

Kata Kunci: Al-Qur’an, Tafsir, Metode

DOI: https://doi.org/10.15575/jipai.xxx.xxx
Received: mm, yyyy. Accepted: mm, yyyy. Published: mm, yyyy.

Copyright: © 2022. The Authors.


Licensee: JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam is licensed under the Creative Commons
Attribution License.

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


PENDAHULUAN

Al-Qur’anul Karim adalah mukjizat yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat
oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW untuk membimbing umat manusia dari zaman yang gelap
menuju zaman yang terang, serta membimbing mereka kepada jalan yang lurus.
Rasulullah Saw menyampaikan al-Qur’an kepada para sahabatnya orang Arab asli
sehingga mereka dapat memahaminya sesuai naluri mereka (Al-Qaththan, 1973).
Sifat kemurahan Allah terhadap manusia terlihat dari Dia tidak hanya
memberikan sifat yang bersih yang dapat membimbing dan memberi petunjuk
kepada umat manusia ke arah kebakan, tetapi juga dari waktu ke waktu Dia juga
mengutus seorang rasul kepada umat manusia yang membawa Al-Qur’an. Allah
memberikan perintah kepada rasul untuk menyampaikan pesan yang terkandung
dalam Al-Qur’an kepada umat manusia dan memerintahkan mereka beribadah
hanya kepada Allah saja. Dan juga Allah memerintahkan menyampaikan kabar
gembira dan memberikan peringatan, agar yang demikian menjadi bukti bagi
manusia.

Perkembangan kemajuan berpikir manusia senantiasa disertai wahyu yang


sesuai dan dapat memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh kaum setiap
rasul saat itu sampai perkembangan itu mengalami kematangannya. Maka
diutuslah nabi Muhammad Saw di saat manusia sedang mengalami kekosongan
para rasul untuk menyempurnakan saudara-saudara pendahulunya (para rasul)
dengan syariat yang bersifat universal dan abadi.

“perumpaan diriku dengan para nabi selain aku adalah bagaikan orang yang
membangun suatu rumah dibuat dengan baik dan diperindah rumah itu, kecuali letak satu
bata di sebuah sudutnya. Maka orang-orang pun mengelilingi rumah itu, mereka
mengaguminya dan berkata: seandainya bukan karena batu bata ini, tentulah rumah itu
sudah sempurna. Maka akulah batu bata itu. Dan akulah penutup para nabi” (Al-
Qaththan, 1973).

Al-Qur’an merupakan sumber ajaran islam yang pertama dan paling utama
menurut kepercayaan kepercayaan umat islam dan diakui kebenarannya. Al-Qur’an
merupakan kitab suci yang di dalamnya terdapat firman-firman (wahyu) Allah,
yang disampaikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad secara berangsur-
angsur yang bertujuan menjadi petunjuk bagi umat islam dalam hidup dan
kehidupannya guna mendapatkan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’anul Karim juga merupakan salah satu kitab yang diturunkan
menggunakan bahasa Arab. Dengan demikian, seluruh masyarakat di daerah Arab
dapat memahami pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Selain itu, Al-Qur’an
yang kini berbentuk mushaf tertulis merupakan fenomena linguistik. Pernyataan
tersebut bisa dijadikan argumen bahwa salah satu syarat kita memahami Al-Qur’an
adalah dengan belajar bahasa Arab. Karena itu, maka bahasa menjadi salah satu
fenomena kajian yang sarat dengan multi-interpretasi (syafrudin, 2009).

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


Para pakar sastra Arab sepakat, bahwa semenjak lahirnya agama islam. Al-
Qur’an menjadi satu-satunya teks bahasa Arab yang paling tinggi nilai sastranya,
baik secara tekstual maupun kontekstual. Sastra Al-Qur’an tidak saja unggul dalam
metode deskripsinya, tetapi juga meliputi aspek sastra yang ada. Sampai pada sisi
yang paling pelik, yaitu dalam hal diksi atau pemilihan kata (karim, 2004).
Sebagai pedoman umat manusia Al-Qur’an memiliki fungsi di antaranya Al-
Huda (petunjuk), Al-Furqan (pembeda antara yang hak dan batil), Al-Burhan (bukti
kebenaran), Al-Syifa (obat penyembuh), Al-Mau’idhah (nasihat, pelajaran), dan Al-
Rahmah (rahmat). Selain itu, sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur’an juga membawa
fungsi sebagai petunjuk sebagai umat manusia hingga akhir zaman, penyempurna
kitab-kitab sebelumnya, dan sumber pokok ajaran agama islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad Saw.
Al-Qur’an memiliki kedudukan yang istimewa dibanding kitab-kitab suci
sebelumnya. Sebagai kitab suci terakhir, al-Qur’an memiliki peran yang lebih besar
dan luas. Selain sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya, al-Qur’an juga
meluruskan hal-hal yang telah diselewengkan dari ajaran kitab-kitab tersebut
(daulay, sucihandayani, sofian, julaiha, & ardiansyah, 2023).

Karena Al-Qur’an memilki makna yang sangat luas dan beragam, maka
memerlukan suatu ilmu pengetahuan yang dapat mengupas makna lafazh dalam
al-Qur’an (jaya, 2016). Ilmu Tafsir adalah ilmu yang bertugas memaparkan dan juga
menjelaskan tentang segala sesuatu yang terkandung dalam al-Qur’an. (yunus,
2007). Dalam definisi yang lebih luas, tafsir diartikan sebagai dialog antara teks al-
Qur’an yang mencakup cakrawala makna dengan pandangan pengetahuan
manusia dan juga menjadi suatu problem dalam kehidupan yang selalu mengalami
perubahan beserta dinamika yang tidak pernah berhenti. Karena itu, kekayaan dan
signifikasi teks al-Qur’an sangat bergantung terhadap pencapaian-pencapaian
pengetahuan para mufasir. Maka dengan semakin tinggi tingkat pengetahuan dan
keilmuan seorang mufassir, semakin beragama dan signifikan juga makna yang
dihasilkannya (izzan, 2011).

Tujuan dalam mempelajari ilmu tafsir tidak lain dan tidak bukan untuk
mengetahui pesan, informasi, petunjuk, dan khususnya untuk mengetahui hukum-
hukum secara tepat sebagaimana yang dimaksud Allah dalam al-Qur’an. Maka dari
itu, ilmu tafsir merupakan sebuah alat untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan demikian, kebutuhan mengenai tafsir itu tidak bisa dipungkiri dan
dihindari. Dari hal tersebut jelas digambarkan kepada umat bahwa al-Qur’an itu
menjadi sebuah teks yang didalamnya memungkinkan banyak pembaca untuk
melihat makna yang beragam (Triana, 2019)

Pengertian Tafsir yang disampaikan oleh para Ulama Tafsir sangatlah beragam.
Banyak yang berpendapat bahwa Tafsir merupakan sebuah proses ilmu untuk
mengungkap dan menjelaskan lafazh-lafazh yang ada dalam al-Qur’an, sehingga
lafazh yang terkandung dalam al-Qur’an bisa kita fahami dan kita amalkan dalam
kehidupan sehari-hari. (hasanudin & zulaiha, 2022)

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


Adapun dalam proses penulisan artikel mengenai Hakikat Al-Qur’an dan Tafsir
ini, tentu ada beberapa literatur yang menjadi rujukan.

METODE PENELITIAN
Studi yang dilakukan ini adalah studi literatur (literature review) yaitu sebuah
pencarian dan merangkum beberapa literatur empiris yang relevan dan sesuai
dengan tema. Literature yang digunakan berupa buku, al-qur’an, tafsir, artikel
ilmiah yang berasal dari jurnal nasional maupun internasional. Literatur yang
digunakan merupakan yang sesuai dengan studi ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Definisi Hakikat
Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang mengkaji tentang usaha dan
upaya untuk mencari tahu suatu kebenaran secara hakiki atau mencari hakikat dari
sebuah ilmu. Kajian tentang hakikat sesuatu atau makna dari suatu istilah secara
bahasa merupakan dasar yang penting dalam memahami sesuatu. Bagaimanapun,
kata yang digunakan untuk menamakan sesuatu itu, akan mencerminkan maksud
dan konsep yang dituju. Demikian pula dalam kaitan dengan kajian-kajian tentang
ajaran islam, makna kata dan terminologinya menjadi sesuatu yang penting
dijelaskan. Itulah sebabnya, Ulama Muslim dalam hampir semua kajian, selalu
mendahului pembahasan mereka tentang sesuatu dengan kajian makna kata
(etimologi) sebelum masuk pada penjelasan tentang definisi (terminologi), sesuai
dengan masalah yang dibahas. Misalnya, penjelasan Ulama tentang makna dan
definisi Al-Qur’an. (Bustamam, 2018)
Dalam kamus KBBI menyebutkan hakikat itu adalah intisari atau dasar,
kenyataan yang sebenarnya. Secara epistemologi definisi hakikat yaitu suatu lafazh
yang digunakan sebagaimana asalnya dan tentunya untuk maksud tertentu. Seperti
halnya kata “kursi” sebagaimana makna asalnya yakni suatu benda yang
digunakan untuk tempat tertentu yang mempunyai sandaran dan kaki, akan tetapi
pada saat ini kata kursi lebih diartikan sebagai suatu kekuasaan, walaupun pada
asalnya kata kursi bukan itu. Tapi makna hakikatnya merupakan tempat duduk.
Sebagaimana yang dikemukakan Ibnu Subki beliau berpendapat bahwa hakikat
merupakan suatu lafazh yang dipergunakan untuk apa lafazh tersebut ditentukan
pada awal mulanya. Kemudian Al-Sarkhisi memberi definisi terhadap hakikat
adalah semua lafazh yang ditentukan sebagaimana asalnya untuk hal tertentu.
Kemudian Amir Syarifuddin berpendapat mengenai hakikat adalah semua
penjelasan tersebut mengandung makna terminologis tentang haqiqah, yaitu suatu
lafazh yang digunakan menurut asalnya untuk maksud tertentu (saputro, 2021)

Definisi Al-Qur’an
Sebagaimana halnya dalam kajian etimologis tentang asal kata dan makna kata
qur’an terdapat beberapa pandangan ahli, maka dalam kajian tentang terminologi
al-Qur’an pun terjadi perbedaan ulama. Perbedaan para ulama dalam
mendefinisikan al-Qur’an pada dasarnya perbedaan mereka dalam memposisikan

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


dan merumuskan hakikat al-Qur’an. Karena itu, perbedaan mereka dalam
mendefiniskan al-Qur’an itu tidaklah bisa dikatakan sepenuhnya sebagai varian-
varian redaksional, karena sebagiannya ada yang terkait dengan perbedaan dalam
mengemukakan hal yang subsntansional tentang al-Qur’an. Mendefinisikan al-
Qur’an pada dasarnya adalah menjelaskan hakikat dan memberikan batasan
tentang eksistensi al-Qur’an itu sendiri.
Secara etimologi al-Qur’an berasal dari bahasa Arab dalam bentuk kata benda
abstrak mashdar dari kata ( ‫ ٌق ْرأنًا‬-‫ي ْقَرُأ‬-‫َأ‬
َ ‫ ) َقَر‬yang berarti bacaan. Sebagian ulama yang
lain berpendapat bahwa lafazh al-Qur’an bukanlah musytak dari qara’a melainkan
isim alam (nama sesuatu) bagi Kitab yang mulia, sebagaimana halnya nama Taurat
dan Injil. Penamaan ini dikhususkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Menurut gramatika bahasa Arab bahwasannya kata “al-Qur’an” adalah bentuk
mashdar dari kata ‫َق َرَأ‬ yang maknanya muradif (sinonim) dengan kata qira’ah,
artinya “bacaan” tampaknya tidak menyalahi aturan, karena mengingat pemakaian
yang dipergunakan al-Qur’an dalam berbagai tempat dan ayat. Misalnya, antara
lain dalam surah al-Qiyamah ayat 17-18. Artinya: “sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaanya itu (yasir & jamaruddin,
2016).
Sedangkan menurut terminologi al-Qur’an, para ulama berbeda pendapat
dalam memberikan definisi, sesuai dengan segi pandangan dan keahlian masing-
masing. Berikut dicantumkan beberapa definisi menurut para ulama:
1. Menurut Imam Jalaluddin Al-Suyuthy seorang ahli tafsir dan ilmu Tafsir di
dalam bukunya “Itmam al-Dirayah” menyebutkan: “Al-Qur’an ialah firman Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk melemahkan pihak-pihak yang
menantangnya, walaupun hanya dengan satu surat saja dari padanya.”
2. Muhammad Ali al-Shabuni menyebutkan: “Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang
tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai penutup para
Nabi dan Rasul, dengan melalui perantaraan Malaikat Jibril a.s dan ditulis pada
mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir. Membaca
dan mempelajarinya itu merupakan suatu ibadah, yang diawali dengan surat al-Fatihah
dan ditutup dengan surat an-Nas.
3. Asy-Syaikh Muhammad al-Khudhary Beik dalam bukunya “Ushul al-Fiqh” Al-
Kitab itu ialah al-Qur’an, yaitu firman Allah Swt, yang berbahasa Arab, yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk dipahami isinya, untuk diingat selalu,
yang disampaikan kepada kita dengan jalam mutawatir, dan telah tertulis didalam suatu
mushaf antara kedua kulitnya dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat an-Nas.” (yasir & jamaruddin, 2016)
4. Abdul Wahab Khalaf mendefinisikan al-Qur’an dengan cukup panjang dan
mencakup banyak hal: “al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada
Qalbu Rasulullah Muhammad bin Abdullah lewat Ar-Ruh Al-Amin (Malaikat Jibril),
dengan kata-kata berbahasa Arab dan makna yang benar, agar menjadi argumentasi bagi
Rasul bahwasannya dia adalah utusan Allah, menjadi undang-undang, petunjuk, sarana
JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam
pendekatan diri serta ibadah bagi manusia kepada Allah dengan membacanya. Ia
terhimpun dalam mushaf, yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
an-Nas, disampaikan kepada kita dengan riwayat mutawatir dari generasi ke generasi,
baik secara tertulis maupun terucap dengan lisan, yang terjaga dari segala perubahan
atau pergantian.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, terlihat masing-
masingnya berbeda dalam hal formula redaksional dan karenanya juga ada
perbedaan dalam menyebutkan unsur-unsur dalam definisi al-Qur’an. Secara
keseluruhan unsur-unsur umum dalam definisi al-Qur’an yang dikemukakan
ulama, bahwa Al-Qu’ran adalah:
a. Kalamullah
b. Diturunkan
c. Melalui Malaikat Jibril
d. Kepada Nabi Muhammad Saw
e. Berbahasa Arab
f. Diriwayatkan dengan mutawatir
g. Memiliki mukjizat
h. Beribadah bagi yang membacanya
i. Ditulis dalam mushaf
j. Dimulai dengan surat al-fatihah dan diakhiri dengan surat an-nas

Dari unsur-unsur umum yang telah disebutkan dari (a-g) definisi al-Qur’an
yang dikemukakan di atas, dapat dibedakan kepada dua kelompok, yakni pertama,
unsur-unsur wajib dan mencakup semua wujud al-Qur’an secara universal,
sepanjang masa, yakni unsur dari abjad (a-g). kedua, unsur-unsur tambahan yang
justru membatasi wujud al-Qur’an pada waktu dan kondisi tertentu, yakni unsur
abjad (h-j).

Unsur-unsur wajib dan mencakup semua wujud universalitas al-Qur’an


sepanjang masa maksudnya adalah unsur-unsur yang harus ada dalam definisi al-
Qur’an, yang tidak ada salah satunya maka ia akan mengurangi pula hakikat dan
eksistensi al-Qur’an dibandingkan dengan kitab-kitab suci lain atau dari buku-buku
lain. Selain itu, unsur-unsur tersebut juga bisa merujuk dan menunjuk kepada
wujud al-Qur’an dalam segala bentuk dan kondisi, serta waktu. Sebagaimana
diketahui, al-Qur’an dan teksnya memiliki sejarah tersendiri, baik dari sisi
penurunannya maupun proses pemeliharaan pasca turunannya. Sepanjang sejarah,
teks al-Qur’an, baik tulis maupun lisan, berkembang wujudnya sesuai dengan
proses yang dijalani dan dilakukan Nabi Muhammad saw. Unsur-unsur wajib
dalam definisi tersebut juga bisa menjangkau penjelasan tentang wujud al-Qur’an di
segala zaman, dulu, sekarang, dan zaman yang akan datang (Bustamam, 2018, pp.
11-12).

Fungsi Al-Qur’an
Sebagai wahyu Allah Swt, Al-Qur’an memiliki beberapa fungsi antara lain:

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


1. Al-Quran adalah Wahyu Allah yang berfungsi sebagai mukjizat bagi
Rasulullah Muhammad Saw. Sebagai mukjizat, Al-Quran telah menjadi salah
satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke
dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-
orang sekarang, dan pada masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan bahwa Al-Quran
adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan
Nabi Muhammad saw yang ummi, yang hidup pada awal abad ke enam
Masehi. Demikian juga ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti
tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba’, Tsamud, Ad, Yusuf, Sulaiman,
Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan keyakinan bahwa Al-
Qur’an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia (Ajahari, 2018).
2. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Sebagai pedoman
hidup, al-Qur’an banyak mengemukakan pokok pokok serta prinsif-prinsif
umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah
dan makhluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti
beribadah langsung kepada Allah, berkeluarga, bermasyarakat, berdagang,
utang-piutang, kewarisan, pendidikan dan pengajaran, pidana, dan aspek-
aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan dapat
sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu. Setiap Muslim diperintahkan
untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam kehidupannya.
3. Al-Qur’an sebagai korektor. Sebagai korektor Al-Qur’an banyak
mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab
Taurat, Injil, dan lain-lain yang dinilai Al-Qur’an tidak sesuai dengan
ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah orang-orang
tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan dan lain sebagainya
(Djalal & Djalal, 2000).
4. Menghapus syariat kitab-kitab terdahulu. Sebagai wahyu tertinggi dan
penutup para nabi, al-Qur’an telah me-nasakh hukum kitab-kitab suci
yang turun terlebih dulu. Syariat yang dibawa oleh kitab-kitab suci yang
turun kepada nabi sebelumnya bersifat terbatas regional (lokalitas
sempit) dan untuk bangsa tertentu (Izami, 2005).

Nama Lain Al-Qur’an


Allah Swt. menyebut kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dengan berbagai macam nama, di antara nama-nama lain Al-Quran yang
popular dikalangan umat Islam, yaitu:
1. Al-Kitab, yang berarti tertulis atau yang ditulis. Ini menunjukkan bahwa
wahyu itu dirangkum dalam bentuk tulisan yang merupakan kumpulan
huruf-huruf dan menggambarkan ucapan, sesuai dengan firman Allah
dalam surat al-Anbiya’ ayat 10:
‫لََق ْد اَْنَزلْنَٓا اِلَْي ُك ْم كِتٰبًا فِْي ِه ِذ ْكُر ُك ۗ ْم اَفَاَل َت ْع ِقلُ ْو َن‬

“Telah Kami turunkan kepadamu Al-Kitab yang didalamnya terdapat sebab-


sebab kemuliaan bagimu”
JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam
2. Al-Furqan, yang berarti memisahkan atau membedakan. Penamaan itu
mengisyaratkan bahwa al-Qur’an membedakan antara kebenaran dan
kebathilan, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Furqan ayat 1:
‫نَ ِذ ْيًرا‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َتٰبَر َك الَّذ ْي َنَّز َل الْ ُف ْرقَا َن َع ٰلى َعْبده ليَ ُك ْو َن ل ْل ٰعلَمنْي‬
“Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqon (Al-Qur’an) kepada
hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh
alam”
3. Adz-Dzikr, yang berarti peringatan. Penamaan ini berarti menunjukkan
bahwa di dalam al- Qur’an memuat berbagai peringatan bagi umat
manusia, sebagaimana dinyatakan-Nya dalam surat al-Hjir ayat 9:
‫الذ ْكَر َواِنَّا لَه حَلٰ ِفظُْو َن‬
ِّ ‫اِنَّا حَنْن نََّزلْنَا‬
ُ
“sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami yang
memeliharanya”.
4. Asy-Syifa’, yang berarti obat atau penawar, sebagaimana yang terdapat
dalam al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 82:
‫َونَُنِّز ُل ِم َن الْ ُق ْراٰ ِن َما ُه َو ِش َفاۤءٌ َّو َرمْح َةٌ لِّْل ُمْؤ ِمنِنْي ۙنَ َواَل يَِزيْ ُد ال ٰظّلِ ِمنْي َ اِاَّل َخ َس ًارا‬
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an
iu) hanya akan menambah kerugian”.
5. Al-Balaghah berarti penyampaian atau kabar, sebagaimana disebut dalam
firman-Nya surat Ibrahim ayat 52:
ِ ‫َّاس ولِيْن َذروا بِه ولِيعلَم ْٓوا اَمَّنَا هو اِٰله َّو‬
ِ ‫اح ٌد َّولِي َّذ َّكر اُولُوا ااْل َلْب‬
‫اب‬َ َ َ ٌ َُ ُ ْ َ َ ْ ُ ُ َ ِ ‫ٰه َذا َب ٰل ٌغ لِّلن‬
“Dan (Al-Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar
mereka diberi peringatan dengannya,agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran”.

Cara Turunnya Al-Qur’an


Syaikh Manna Khalil Al-Qaththan menerangkan bahwa Allah
menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad untuk memberi petunjuk
kepada manusia. Turunnya Al-Qur’an merupakan peristiwa besar sekaligus
menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya Al-
Qur’an pada malam qadar (Lailatul Qadar) merupakan pemberitahuan kepada
alam tingkat tinggi yang terdiri dari malaikat-malaikat akan kemulian ummat
Nabi Muhammad Saw. Umat ini telah dimuliakan oleh Allah Swt dengan risalah
baru agar menjadi umat yang paling baik.
Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 2 hari, yaitu mulai
malam 17 Ramadhan pada saat Nabi berumur 41 tahun, sampai 9 Dzulhijjah
pada saat Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau 10 H.
Proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw adalah melalui 3
tahapan, yaitu:
1. Tahap pertama Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-
mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala
ketentuan-ketentuan dan kepastian Allah. Proses pertama ini diisyaratkan

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


dalam surat Al-Buruj ayat 21-22.
2. Tahap kedua Al-Qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah
(tempat yang berada di langit dunia). Proses kedua ini diisyaratkan Allah
dalam surat Al-Qadar ayat 1.
3. Tahap ketiga Al-Qu r’an diturunkan dari bait al-izzah kedalam hati Nabi
Muhammad Saw dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan
kebutuhan. Ada kalanya satu ayat, dua ayat, dan bahkan kadang-kadang
satu surat. Mengenai proses turun dalam tahap ketiga ini diisyaratkan
dalam surat Asy-Syu’ara ayat 193-195.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui malaikat
Jibril, tidak secara sekaligus, melaikan turun sesuai dengan kebutuhan. Bahkan
sering wahyu turun untuk menjawab pertanyaan sahabat yang dilontarkan
kepada Nabi atau untuk membenarkan tindakan Nabi Muhammad Saw.
Menurut (Al-Qaththan, 1973) disamping hikmah yang telah diisyaratkan
ayat di atas, masih banyak hikmah yang terkandung dalam hal diturunkannya
Al-Qur’an secara berangsur-angsur, antara lain sebagai berikut:
1. Menguatkan atau meneguhkan Hati Rasulullah Saw
Ketika Rasulullah Saw telah menyampaikan dakwahnya kepada umat
manusia, terkadang beliau menghadapi sikap mereka yang
membangkang dan watak yang begitu keras. Turunnya wahyu yang
berangsur-angsur itu merupakan bentuk dorongan tersendiri bagi Nabi
Muhammad Saw untuk terus menyampaikan dakwah.
2. Menentang dan melemahkan para penantang Al-Qur’an
Nabi sering berhadapan dengan pernyataan-pernyataan sulit yang
dilontarkan orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan Nabi.
Turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu tidak saja menjawab
pertanyaan, bahkan menentang mereka untuk membuat sesuatu yang
serupa dengan Al-Qur’an. Dan ketika memenuhi tantangan itu, hal itu
sekaligus merupakan mukjizat Al-Qur’an.
3. Mempermudah untuk dihafal dan dipahami
Al-Qur’an Karim turun di tengah-tengah umat yang ummi, yang tidak
pandai membaca dan menulis. Catatan mereka adalah hafalan dan daya
ingatan. Mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang cara penulisan
dan pembukuan yang dapat memungkinkan mereka menuliskan dan
membukukannya, jadi dengan cara diturunkan berangsur-angsur itu
memudahkan mereka dalam menghafal dan memahami ayat-ayat Al-
Qur’an.
4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa, pentahapan dalam penetapan
hukum.
5. Membuktikan bahwa dengan pasti Al-Qur’an turun dari Allah yang
Maha Bijaksana dan Maha Terpuji (Al-Qaththan, 1973).

Tujuan Diturunkannya Al-Qur’an

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


Jika dilihat dari ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an itu sendiri,
maka Al-Qur’an itu sendiri memilik beberapa tujuan setelah diturunkannya.
Beberapa tujuan Al-Qur’an:
1. Memimpin manusia ke jalan keselamatan dan kebahagiaan. Dijelaskan dalam
surat Al-Maidah ayat 15-16:
‫ٰب َو َي ْع ُف ْوا َع ْن َكثِرْيٍ ەۗ قَ ْد َجاۤءَ ُك ْم ِّم َن‬
ِ ‫ٰب قَ ْد َجاۤء ُكم ر ُس ْولُنَا يَُبنِّي ُ لَ ُكم َكثِْيرا مِّمَّا ُكْنتُم خُتْ ُف ْو َن ِمن الْ ِكت‬
َ ْ ً ْ َْ َ
ِ ‫ٰيٓاَ ْهل الْ ِكت‬
َ
ۙ‫ال ٰلّ ِه نور وكِتٰب ُّمبِ ٌن‬
‫ُ ْ ٌ َّ ٌ نْي‬
ٍ ‫ت اِىَل النُّو ِر بِاِ ْذنِهٖ ويه ِدي ِهم اِىٰل ِصر‬
‫اط ُّم ْستَ ِقْي ٍم‬ ِ ‫الس ٰل ِم وخُيْ ِرجهم ِّمن الظُّلُ ٰم‬ ْ ‫يَّ ْه ِد ْي بِِه ال ٰلّهُ َم ِن اتَّبَ َع ِر‬.
َ ْ ْ َْ َ ْ َ ْ ُ ُ َ َّ ‫ض َوانَهٗ ُسبُ َل‬
“Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan
kepadamu banyak hal dari (isi) kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula)
yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab
yang menjelaskan”. (15)
“Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti
keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan
orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke
jalan yang lurus”.(16)
2. Memelihara dan mempertahankan martabat kemanusiaan. Al-Qur’an
mengajarkan manusia bagaimana cara untuk mempertahankan martabat
yang tinggi. Yakni, memelihara dan mempertahankannya dengan iman dan
kebajikan. Hal ini selaras dalam surat At-Tin ayat 6:
ِ ‫الصلِ ٰح‬
‫ت َفلَ ُه ْم اَ ْجٌر َغْيُر مَمُْن ْو ۗ ٍن‬ ِ ِ
ّٰ ‫اِاَّل الَّذيْ َن اٰ َمُن ْوا َو َعملُوا‬.
“ kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan
mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya”.
3. Peringatan dan pengingat bagi umat manusia. Sebagaimana yang
diterangkan dalam surat Al-An’am ayat 19:
ۗ ‫ي َش ْي ٍء اَ ْكَبُر َش َه َاد ًة ۗ قُ ِل ال ٰلّهُۗ َش ِهْي ۢ ٌد َبْييِن ْ َو َبْينَ ُك ْم َوۗاُْو ِح َي اِيَلَّ ٰه َذا الْ ُق ْراٰ ُن اِل ُنْ ِذ َر ُك ْم بِهٖ َو َم ۢ ْن َبلَ َغ‬
ُّ َ‫قُ ْل ا‬
‫اح ٌد َّواِنَّيِن ْ بَِر ْۤيءٌ مِّمَّا تُ ْش ِر ُك ْو َن‬
ِ ‫اَ ِٕىنَّ ُكم لَتَ ْشه ُدو َن اَ َّن مع ال ٰلّ ِه اٰهِل ةً اُخ ٰر ۗى قُل ٓاَّل اَ ْشه ُد ۚ قُل اِمَّنَا هو اِٰله َّو‬.
ٌ َُ ْ َ ْ ْ َ ََ ْ َ ْ
“Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang lebih kuat kesaksiannya?” Katakanlah,
“Allah, Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Qur'an ini diwahyukan
kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang
yang sampai (Al-Qur'an kepadanya). Dapatkah kamu benar-benar bersaksi bahwa
ada tuhan-tuhan lain bersama Allah?” Katakanlah, “Aku tidak dapat bersaksi.”
Katakanlah, “Sesungguhnya hanya Dialah Tuhan Yang Maha Esa dan aku berlepas
diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).”
4. Pedoman, petunjuk, dan rahmat bagi manusia. Tujuan diturunkannya Al-
Qur’an tentunya juga agar manusia menjadikannya sebagai pedoman,
petunjuk, dan rahmat. Hal ini dikabarkan dalam surat Al-Jatsiyah ayat 20:
‫َّاس َو ُه ًدى َّو َرمْح َةٌ لَِّق ْوٍم يُّ ْوقُِن ْو َن‬
ِ ‫صاۤ ِٕىُر لِلن‬
َ َ‫ ٰه َذا ب‬.
“(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang meyakini”.

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


5. Pelajaran dan penerangan. Al-Qur’an juga menjadi kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw sebagai kitab untuk memberi penerangan bagi
manusia. Sesuai dengan surat Yasin ayat 69:
ِ ِ ِ ِ ۢ
ٌ‫ِّعَر َو َما َي ْنبَغ ْي لَهٗ ۗا ْن ُه َو ااَّل ذ ْكٌر َّو ُق ْراٰ ٌن ُّمبِنْي‬
ْ ‫ ۙ َو َما َعلَّ ْمنٰهُ الش‬.
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu
tidaklah pantas baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan Kitab yang
jelas”.
6. Pemutus Hukum. Al-Qur’an juga diturunkan sebagai pemutus hukum dan
pengangkat peselisihan serta pembeda antara yag haq dan bathil. Dalam
surat An-Nahl ayat 64 berfirman:
‫اخَتلَ ُف ْوا فِْي ۙ ِه َو ُه ًدى َّو َرمْح َةً لَِّق ْوٍم يُّْؤ ِمُن ْو َن‬ ِ ِ ِ ‫ومٓا اَْنزلْنا علَيك الْ ِكت‬
ْ ‫ٰب ااَّل لتَُبنِّي َ هَلُ ُم الَّذى‬
َ َ ْ َ َ َ ََ
“Dan Kami tidak menurunkan Kitab (Al-Qur'an) ini kepadamu (Muhammad),
melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”
(Harbani, 2023)

Definisi Tafsir
Tafsir jika dilihat dari surat Al-Furqon ayat 33 yang berbunyi:
‫ٰك بِاحْلَ ِّق َواَ ْح َس َن َت ْف ِسْيًرا‬ ِ ِ
َ ‫ك مِب َثَ ٍل ااَّل جْئ ن‬
َ َ‫َواَل يَْأُت ْون‬
”dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu
yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang
paling baik”
Ibnu Abbas mengatakan: ‫ اَ ْح َس َن َت ْف ِس ْيًرا‬artinya lebih baik perinciannya.
Pendapat tersebut juga diutarakan oleh ad-Dhahhak, sebagaimana dikutip oleh al-
Qurthubi dalam kitab tafsirnya (Al-Qurthubi, 2006).
ِ ‫ ”َت ْف‬yang bermakna penjelasan,
Di dalam ayat tersebut terdapat kata “ ‫س ْيرا‬
ً
uraian, dan interpretasi, yang mana dari kata tersebut menjadi rujukan penulis
dalam mendefinisikan asal kata tafsir.
Ada beberapa makna tafsir secara etimologi, diantaranya:
1. Kita lihat dari segi lafazh, Tafsir itu bentuknya mashdar ‫ َت ْف ِس ْيًرا‬berasal dari
lafazh ‫ فَ ّس َر‬, lafazh ini secara ilmu shorof sesuai dengan kata ً‫ َت ْف ْعيال‬-‫يُ َف ِّع ٌل‬-‫ َف َّع َل‬.
Bila dilihat dalam kitab tahbiq shorfi yang disusun oleh Abdul Rojih bentuk
lafazh ً‫عيال‬
ْ ‫ َت ْف‬menunjukan beberapa makna, bisa menunjukan makna ta’diyah,
makna taktsir, makna tawajuh, makna nisbah, makna sulbi, karena memiliki
beberapa makna, karena itulah pengertian tafsir memiliki banyak versinya.
2. Kita lihat dari qomus atau mu’jam pengertian tafsir secara etimologi dalam
kitab maqoyisul al-lughoh:
‫بيان الشيء وأيضاحه‬
Artinya: menjelaskan sesuatu dan menerangkannya

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


Maka, dari segi etimologi tafsir adalah sesuatu yang menjelaskan atau
menerangkan. Cara menerangkannya bisa dengan berbagai versi, karena lafazh
taf’il menunjukan makna banyak. Diantaranya ada juga yang memiliki arti
menyatakan (al-ibanah), menjelaskan (al-idharu), dan membuka (al-Kasyfu) (Al-
Qaththan, 1973).
Adapun pengertian Tafsir berdasarkan terminologi para Ulama
mengemukakan dengan redaksi yang bermacam-macam. Penulis mengambil
metode dari Ma’mun Mu’in, beliau membagi definisi tafsir ini menjadi 3 bagian.
Ada definisi yang pendek, panjang, dan sederhana. Maka pengertian tafsir secara
terminologi antara lain adalah:
1. Pengertian Tafsir yang panjang
a. Pengertian Tafsir menurut Imam Abu Hayan: “tafsir adalah suatu ilmu
yang didalamnya dibahas tentang cara-cara menyebut al-Qur’an, petunjuk-
petunjuknya, hukum-hukumnya, baik secara ifrad, maupun secara tarkib, serta
makna-maknanya yang ditampung oleh tarkib lain-lain daripada itu, seperti
mengetahui nasakh, sebab nuzul yang menjelaskan pengertian, seperti kisah dan
matsalnya. (al-Andalusy)
b. Pengertian Tafsir menurut Imam Al-Syuyuthi:”tafsir ialah ilmu yang
menerangkan tentang nuzul (turunnya) ayat-ayat, hal ihwalnya, kisah-kisahnya,
sebab-sebab yang terjadi dalam nuzulnya, tarikh makki dan madaniyahnya,
muhkam dan mutsayabihnya, halal dan haramnya, wa’ad dan wa’idnya, nasikh
dan mansukhnya, khas dan ‘amnya, mutlaq dan muqayyadnya, perintah serta
larangannya, ungkapan tamtsilnya, dan lain sebagainya.
2. Pengertian Tafsir yang sederhana
a. Asy-Syaikh Al-Jazari mengatakan: “tafsir pada hakikatnya adalah;
mensyarahkan lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan menjelaskan
maksud. Yang demikian itu adakalanya menyebut muradifnya, atau yang
mendekatinya, atau yang menunjukan kepadanya dengan salah satu jalan
petunjuk”.
b. ‘Ali Hasan Al-‘Aridl mengatakan: “ Tafsir adalah ilmu yang membahas
tentang cara-cara mengungkapkan lafazh-lafazh Al-Qur’an, makna-makna yang
ditunjukan dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau ketika
tersusun, serta makna-makna yang dimungkinkannya ketika dalam keadaan
tersusun.”
c. Imam Al-Jurjany mengatakan: “Tafsir, pada asalnya adalah membuka dan
melahirkan. Pada istilah syara’ adalah menjelaskan makna ayat, urusannya,
kisahnya dan sebab yang karenanya diturunkan ayat, dengan lafazh yang
menunjukan kepadanya secara terang (dzahir)”.
3. Pengertian Tafsir yang pendek:
a. Imam Az-Zarkasyi mengatakan:“Tafsir adalah suatu ilmu yang dengannya
dapat diketahui bagaimana cara memahami Kitab Allah Swt. Yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Menerangkan makna-makna Al-Qur’an dan
mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya (Az-Zarkasyi).

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


b. Imam Al-Kilaby mengatakan:”Tafsir adalah mensyarahkan Al-Qur’an,
menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikenainya dengan nashnya
atau dengan isyarahnya, ataupun dengan tujuannya”.
c. Imam Az-Zarqaaniy mengatakan:”Tafsir adalah ilmu yang didalamnya
dibahas tentang Al-Qur’an dari segi dalalahnya kepada yang dikehendaki Allah
sekedar yang didapat disanggupi manusia”.
d. Ahmad Asy-Syirbashiy mengatakan:”Tafsir Al-Qur’an Al-Karim adalah
menjelaskan Kalam Allah ‘Azza wa Jalla, dengan menerangkan mafhuman
kalimat-kalimat dan semua ibarat yang terdapat di dalam Al-Qur’an”.
e. Sedang ulama yang lain berpendapat:”Tafsir adalah ilmu yang membahas
tentang hal ikhwal Al-Qur’an Al-Karim, dari segi indikasinya akan apa-apa
yang dimaksud oleh Allah” (shiddieqy, 1965).

Bermacam-macam definisi yang telah dikemukakan para pakar tentang


tafsir, salah satu definisi yang paling singkat dan sederhana adalah penjelasan
tentang maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia (Yusron,
2021). Tafsir itu lahir dari upaya sungguh-sungguh dan berulang-ulang dari
penafsir untuk menarik dan menemukan makna-makna pada teks ayat-ayat Al-
Qur’an serta menjelaskan apa yang samar dari ayat-ayat tersebut sesuai dengan
kemampuan dan kecenderungan sang penafsir (Shihab & Shihab).

Macam-macam Bentuk Tafsir


Secara umum klasifikasi tafsir tidak terlepas dari metode yang digunakan
oleh mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an. Muhammad ‘Ali Al-Shabuni
menerangkan , secara umum metode tafsir yang sering digunakan para ulama tafsir
ada tiga, yakni tafsir bi al-ma’tsur, tafsir bi al-ra’yi, dan tafsir bi al-isyari. Adapun tafsir
bi al-ma’tsur adalah tafsir yang didasarkan atas periwayatan. Kemudian, tafsir bi al-
ra’yi adalah suatu metode dalam tafsir yang menggunakan nalar dan rasio
(kemampuan daya pikir yang dimiliki manusia). Adapun tafsir bi al-isyari adalah
metode tafsir yang mengandalkan atas isyarat atau indikasi (Ushama, 1995).
1. Tafsir bi Al-Ma’tsur adalah metode penafsiran yang berbentuk riwayat.
Metode penafsiran ini merujuk kepada penafsiran Al-Qur’an dengan Al-
Qur’an, penafsiran Al-Qur’an dengan hadits, penafsiran Al-Qur’an, dan
penafsiran Al-Qur’an melalui penuturan para Sahabat.
2. Tafsir bi Al-Ra’yi adalah metode penafsiran yang bersandar kepada
kekuatan rasional (ijtihad) yang berdasarkan atas prinsip-prinsip logika
yang benar, sistem berpikir yang sah, dan syarat yang ketat. Jadi bukan
berdasarkan atas hawa nafsu dan akal semata. Rasulullah Saw bersabda:
“siapa saja yang menafsirkan Al-Qur’an dengan nalarnya, dan benar maka ia
salah” (H.R Abu Dawud dari Jundab).
3. Tafsir bi Al-Isyari adalah metode penafsiran yang tidak memfokuskan
pada makna lahir saja, tetapi lebih ke dalam menembus makna lahirnya.
Makna isyarat yang lebih menembus itu biasanya dapat ditangkap oleh
kelompok khusus yang telah dikaruniai ilmu tersendiri. Mereka disinari

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


cahaya Tuhan sehingga mereka dapat melihat dengan jelas rahasia-
rahasia yang terkandung dalam suatu ayat Al-Qur’an (Drajat, 2017).

Macam-macam Metode Penafsiran


Jika kita telusuri perkembangan tafsri Al-Qur’an sejak dulu sampai sekarang,
maka akan ditemukan gambaran garis besar penafsiran Al-Qur’an ini dilakukan
dengan empat cara (metode), yaitu: ijmaly (global), tahlily (analistis), muqarran
(perbandingan), dan maudhu’iy (tematik) (Al-Farmawiy, 1997).

Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan keempat metode tafsir
tersebut, yaitu:
1. Metode Ijmali (Global) adalah cara mengungkapkan isi Al-Qur’an melalui
pembahasan umum (global), yang tidak deskriptif, sedikit memberikan
penjelasan yang panjang dan luas, dan tidak dilakukan secara rinci.
Deskriptif yang dibuat dalam metode ini mencakup beberapa aspek
deskriptif relatif terhadap kalimat yang ditafsirkan, antara lain, pertama
mengartikan setiap kata yang ditafsirkan dengan kata lain yang tidak jauh
berbeda dengan kata yang ditafsirkan. Kedua, menjelaskan isi setiap kalimat
yang ditafsirkan menjadi jelas. Menunjukan setiap asbabun nuzul dari ayat
yang ditafsirkan, meskipun tidak semua ayat disertai dengan asbabun nuzul.
Ketiga, memberikan penjelasan dengan pendapat-pendapat yang telah
diberikan mengenai penafsiran ayat tersebut, baik yang diucapkan oleh
Nabi, sahabat, tabi’in, maupun para mufasir lain (Hendriadi, 2019).
2. Metode Tahlily (Analistis) adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
berdasarkan susunan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf. Para
mufasir dengan menggunakan metode ini, menganalisi setiap kata atau lafal
dari segi bahasa dan maknanya (Yuliza, 2020)
3. Metode Muqaran (perbandingan) menurut Al-Farmawiy adalah penafsiran
Al-Qur’an dengan cara menghimpun sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an
kemudian mengkaji, meneliti, dan membandingkan pendapat sejumlah
penafsir mengenai ayat-ayat tersebut, baik penafsir dari generasi salaf
maupun khalaf atau menggunakan tafsir bi al-ra’yi maupun al-ma’tsur,
disamping itu tafsir muqaran digunakan juga untuk membandingkan
sejumlah ayat Al-Qur’an tentang suatu masalah dan membandingkan ayat-
ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi Muhammad Saw (Pasaribu, 2020).
4. Metode Maudhu’iy (tematik) menurut Bagir al-Shadr metode maudhu’i
adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur’an dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bertujuan satu, yang bersama-
sama membahas topik tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa
turunnya dan selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain,
kemudia mengistimbathkan hukum-hukum (Taufik, 2019).

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


KESIMPULAN
1. Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw melalui Malaikat Jibril dengan cara berangsur-
angsur (mutawatir), diturunkan dengan bahasa Arab dan
membacanya mendapatkan pahala ibadah.
2. Al-Qur’an memiliki banyak fungsi diantaranya adalah berperan
sebagai mukjizatnya Nabi Muhammad Saw, sebagai pedoman umat
manusia, sebagai korektor kitab-kitab sebelumnya, dan juga sebagai
penghapus syariat-syariat yang dibawa oleh nabi-nabi terdahulu.
3. Al-Qur’an memiliki banyak nama diantaranya adalah Al-Kitab (yang
tertulis), Al-Furqon (pembeda), Al-Dzikr (peringatan), Al-Syifa
(obat/penawar), dan Al-Balaghah (penyampaian).
4. Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 2 hari, yaitu
mulai malam 17 Ramadhan pada saat Nabi berumur 41 tahun,
sampai 9 Dzulhijjah pada saat Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran
Nabi atau 10 H.
5. Al-Qur’an memiliki banyak tujuan diturunkanya diantaranya adalah
sebagai pedoman umat manusia
6. Tafsir adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai
dengan kemampuan manusia.
7. Tafsir memiliki bentuk-bentuk penafsiran diantaranya adalah tafsir bi
al-matsur, tafsir bi al-ra’yi, dan tafsir bi al-isyarat.
8. Tafsir juga memiliki 4 metode dalam penafsirannya di antaranya
adalah metode ijmali, metode tahlili, metode muqaran, dan metode
maudhu’iy.

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


DAFTAR PUSTAKA

Ajahari. (2018). Ulumul Qur'an. yogyakarta: aswaja pressindo.


al-Andalusy, A. H. (n.d.). Bahrul Muhith. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Farmawiy, A. H. (1997). Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Maudhu'iy. Kairo : Al-
Hadharah Al-Arabiyah.
Al-Qaththan, M. K. (1973). manna'ul qattan. haromain.
Al-Qurthubi. (2006). Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an. Beirut: Mu'assasah ar-risalah.
An-Nu`aimi. (n.d.). Ad-Daris Vol. 1.
Az-Zarkasyi. (n.d.). Al-Burhan fi Ulumil Qur'an, Juz 1. Kairo: Maktabah Dar at-
Turats.
Bustamam, D. (2018). ulumul Qur'an dengan pendekatan Tafsir Tematik. In
Hakikat Al-Qur'an (p. 1). jakarta: prenada group.
daulay, s. s., sucihandayani, a., sofian, s., julaiha, j., & ardiansyah. (2023).
pengenalan alquran. jurnal ilmiah wahana pendidikan, 1-9.
Djalal, A. H., & Djalal, H. A. (2000). Ulumul Qur'an (2 ed.). Bandung: Pustaka
Setia.
Drajat, A. (2017). Ulumul Qur'an, pengantar Ilmu Al-Qur'an. Depok: Kencana.
Harbani, R. (2023, september kamis). detikpedia. Diambil kembali dari detik.com:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5879137/6-tujuan-
diturunkannya-al-quran-terkandung-dalam-ayat-ayatnya
hasanudin, a. s., & zulaiha, e. (2022). hakikat tafsir menurut para mufassir.
jurnal iman dan spiritualitas, 1-8.
Hendriadi. (2019). Tafsir Al-Qur'an: Kajian Singkat atas Metode Tafsir Ijmali.
12(2).
Izami, A. (2005). Ulumul Qur'an. Bandung: Tafakkur.
izzan, A. (2011). Metodologi Ilmu Tafsir. tafakur.
jaya, i. (2016). tasfir muqaran. at-tabligh, 1-13.
karim, a. f. (2004). rahasia pilihan kata dalam Al-Qur'an. jakarta: qisthi press.
Pasaribu, S. (2020). Metode Muqaran dalam Al-Qur'an . 9(1).
Prihantoro, H. A. (2018). Adabul `Alim Wal Muta`allim. Yogyakarta: Diva Press.
saputro, Y. E. (2021). hakikat dan majaz. jurnal pendidikan dan pemikiran, 16.
shiddieqy, M. (1965). Sedjarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur'an/Tafsir. Bulan
Bintang.
Shihab, & Shihab, M. Q. (n.d.). Kaidah Tafsir.
syafrudin. (2009). paradigma tafsir telektual dan kontesktual. yogyakarta: pustaka
belajar.
Taufik, A. (2019). Argumen Metode Tafsir Mawdhu'i . 2(1).
Triana, R. (2019). Desain Penelitian Al-Qur'an dan Tafsir. Al-Tadabbur, 198-215.
Ushama, T. (1995). Methodologies of the Qur'anic Exegesis. Kuala Lumpur: A.S
Noorden.

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam


yasir, m., & jamaruddin, a. (2016). Studi Al-Qur'an. Riau: CV. Asa Riau.
Yuliza. (2020). Mengenal metode tafsir Al-Tahlili. 10(2).
yunus, B. (2007). Perkembangan Tafsir Al-Qur'an dari Klasik Hingga Modern.
pustaka setia.
Yusron, M. (2021). Kaidah yang diperlukan mufassir. 2(1).

JIPAI: Jurnal Inovasi Pendidikan Agama Islam

Anda mungkin juga menyukai