Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN ALQURAN

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah PSQH

Dosen Pengampu : Dr. Abdul Syukur, M.Ag

Disusun oleh:

Kelas B

Tri Wulan Aprillia Ningrum 2141040046

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2021/2022

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Alquran merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan umat manusia di dunia
ini. Oleh karena itu menjadi amat penting bagi kita sebagai umat Islam untuk memahami
Alquran dengan sebaik-baiknya sehingga Alquran bisa kita pahami dengan benar lalu kita
gunakan sebagai pedoman hidup di dunia ini dengan sebenar-benarnya. Alquran adalah
risalah Allah kepada manusia semuanya. Maka tidaklah aneh apabila Alquran dapat
memenuhi semua tuntutan kemanusiaan.

Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6666 ayat ( menurut Ibnu Abbas : 6616 ayat ), 77.439
kosa kata, dan 325.345 huruf. Sekaligus sebagai mukjizat yang terbesar diantara mukjizat-
mukjizat yang lain[1]. Turunnya Alquran dalam kurun waktu 23 tahun, dibagi menjadi dua
fase. Pertama diturunkan di Mekkah yang biasa disebut dengan ayat-ayat Makiyah. Dan yang
kedua diturunkan di Madinah disebut dengan ayat-ayat Madaniyah.

Alquran sebagai kitab terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat
manusia (hudan linnas) sampai akhir zaman. Alquran tidak mengkhususkan pembicaraannya
kepada bangsa tertentu, seperti kepada bangsa Arab saja, misalnya. Begitu juga ia tidak
mengkhususkan pembicaraannya kepada satu kelompok tertentu saja, seperti kepada kaum
Muslim saja. Melainkan, ia juga mengarahkan pembicaraannya kepada orang-orang non-
Muslim. Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang luhur yang mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia dalam berhubungan dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan
sesama manusia lainnya dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Fazlur Rahman
mengemukakan tentang tema-tema pokok yang terkandung dalam Alquran yang meliputi :
tentang Ketuhanan, kemanusiaan (individu/masyarakat), alam semesta, kenabian, eskatologi,
setan / kejahatan dan masyarakat muslim.[2]

1
Indahnya gaya bahasa Alquran beserta beberpa petunjuk tentang kisah kisah yang telah lalu
ataupun kisah masa depan dan beberapa mukjizat lainnya telah banyak menarik perhatian
baik bagi kalangan umat Muslim sendiri bahkan dari kalangan Barat Untuk mengkaji dan
meneliti dari keagungan Alquran yang tentunya tidak akan pernah habis untuk dikaji dan
digali hingga akhir zaman.

Dalam makalah yang cukup sederhana ini penulis ingin mengutarakan defenisi /pengertian
Alquran, wahyu, ilham, kalam, Fungsi Alquran, metode penafsiran alquran , Jenis Tafsir
Alquran beserta para mufasir dan karyanya serta perkembangan studi Alquran.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu Alquraan, Wahyu, ilham dan kalam ?

2. Apa saja Fungsi Alquran ?

3. Bagaimana metode penafsiran Alquran, jenis tafsir Alquran beserta


mufasir dan karya karyanya ?

4. Bagaimana perkembangan studi Alquran?

C. TUJUAN / FAEDAH MEMPELAJARI ULUMUL QUR’AN

Adapun tujuan / faedahnya adalah :

Mengetahui ikhwal Al-Qur’an sejak turunnya hingga saat ini.Menjadi perangkat yang
membantu membaca lafalnya, memahami kandungan, menghayati dan mengamalkan aturan
serta memahami hikmah dan rahasia pensyariatan suatu aturan. Menjadi alat untuk melawan
orang yang mengingkari kewahyuan Al-Qur’an. Demikian sekilas mengenai pengertian,
macam, dan tujuan ulumul qur’an, semoga memberi pencerahan kepada kita sekalian.
BAB II

PEMBAHASAN

SEJARAH PERKEMBANGAN AL-QUR’AN

A. PENGERTIAN DAN LINGKUP PEMBAHASANNYA

Menurut Ash-Shabuni bahwa yang dimaksud Ulum Alquran ialah seluruh


pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an al-majid yang abadi, baik dari segi
penyusunannya, pengumpulannya, sistematikanya, perbedaan antara surat Makiyah
dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan tentang ayat-
ayat yang muhkamat dan mutasyabihat, serta pembahasan-pembahasan lain yang
berhubungan dan ada sangkut pautnya dengan Al-Qur’an’Azim.

Menurut Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al-Dimyah: ialah suatu ilmu yang
membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-
maknanya baik yang berhubungan dengan lafaz-lafaznya maupun yang berhubungan dengan
hukum- hukumnya dan sebagainya. Sedangkan menurut al-Zarqani dalam kitabnya Manahil
al-‘Irfan fi Ulum Al-Qur’an menyebutkan bahwa Ulumul Qur’an ialah pembahasan-
pembahasan masalah yang berhungan dengan Al-Qur’an, dari segi turunnya, urut-urutannya,
pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mu’jizatnya, nasikh dan mansukhnya, dan
bantahan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan kebingungan terhadap Al-Qur’an dan
sebagainya. Sementara itu Manna al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum Al-Qur’an
merumuskan bahwa Ulumul Qur’an ialah: ilmu yang membahas tentang Alquran dari segi
asbab al-nuzul, pengumpulan Alquran, tartibnya, mengetahui makkiyah dan madaniyah,
nasikh mansukh, muhkam mutasyabih dan lain-lain yang berkaitan dengan Al quran.

Dari berbagai definisi tersebut maka ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an ialah
seluruh cakupan ilmu yang lengkap yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an berupa ilmu-
ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu I’rabil Qur’an.
Dia mencakup berbagai cabang ilmu yang bersangkut dengan al-Qur’an, dengan menitik
beratkan pada pembahasan masing-masing. Sehubungan dengan ruang lingkup pembahasan
Ulumul Qur’an itu luas dan mendalam, maka memepelajari ilmu ini sangat penting artinya,
terutama apabila seseorang ingin menafsirkan Al-Qur’an. Tanpa mengetahui ilmu ini maka
seseorang dalam menafsirkan Al-Qur’an sangat besar kemungkinan akan salah bahkan sesat
dan menyesatkan orang lain. Karena dengan ilmu ini, kita mempunyai pengetahuan yang
luas tentang Al-Qur’an sehingga kemungkinan kita mampu memahami Al-Qur’an dengan
baik dan sanggup menafsirkan Al-Qur’an serta dapat menanggapi dan menangkis berbagai
komentar negatif terhadap Al-Quran yang sering dilontarkan non muslim (orientalis dan
atheis) dengan maksud menodai Kitab Suci ini dan untuk menimbulkan keragu-raguan
aqidah umat Islam terhadap kesucian dan kebenaran Al-Qur’an yang menjadi way on life
bagi umat Islam di seluruh dunia.

Lebih jelasnya ash-Shabuni menjelaskan tujuan mengetahui ilmu-ilmu Alquran ini


ialah (1). Agar dapat memahami Kalam Allah ‘Azza Wajalla, sejalan dengan keterangan
dan penjelasan dari Rasulullah saw serta sejalan pula dengan keterangan yang dikutip oleh
para sahabat dan tabi’in tentang interpretasi mereka perihal Al-Qur’an. (2). Agar
mengetahui cara dan gaya yang dipergunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan Al-
Qur’an dengan disertai sekedar penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama
serta kelebihan- kelebihannya. (3). Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam
menafsirkan Al-Qur’an. (4). Dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan untuk itu.

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AL-QUR’AN

1. KEADAAN AL-QUR’AN PADA ABAD I DAN II H:


Pada zaman Rasulullah saw maupun pada masa berikunya yakni zaman kekhalifahan
Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu al-Qur’an masih diriwayatkan melalui lisan, belum
dibukukan. Karena waktu pada masa Nabi dan para sahabatnya tidak ada kebutuhan sama
sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang ulumul Qur’an. Para sahabat
mampu mencerna kesejahteraan bermutu tinggi- Mereka dapat memahami ayat-ayat al-
Qur’an turun kepada Nabi. Jika menghadapi kesukaran dalam memahami sesuatu mengenai
al-Qur’an, mereka menanyakannya langsung kepada beliau. Disamping bahasa Qur’an adalah
bahasa mereka sendiri sehingga mereka sudah memahami ayat-ayat Qur’an, juga mereka
mengetahui asbab nuzul Qur’an. Ketika masa khalifah Utsman dimana orang Arab mulai
bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum
muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah
naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya
membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Dan
tindakan khalifah tersebut merupakan perintisan bagi lahirya suatu ilmu yang kemudian
dinamai “Ilmu Rasmil Qur’an” atau Ilmu Rasmil Utsmani” (Ilmu tentang penulisan al-
Qur’an).

Pada masa khalifah Ali, makin bertambah banyak bangsa non Arab yang masuk Islam
dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga bisa terjadi salah membaca Al-Qur’an,
sebab mereka tidak mengerti i’rabnya, padahal pada waktu tulisan Al-Qur’an belum ada
harakatnya, huruf-hurufnya belum pakai titik dan tanda lainnya. Karena itu khalifah Ali r.a.
memerintahkan Abul Aswad ad-Duali (wafat tahun 69 H) supaya meletakkan kaidah-kaidah
bahasa Arab guna menjadi cocok keasliannya. Dengan perintahnya itu berarti pula Ali bin
Abi Thalib r.a. adalah orang yang meletakkan dasar lahimya “Ilmu I’rabil Qur’an”

Pada abad I dan II H selain ustman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui
sebagai perintis lainnya yang kemudian hari dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-Nuzul, Ilmu
Makky wal Madaniy, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharibul Qur’an (soal-soal yang
memerlukan penta’wilan dan penggalian maknanya). Para perintis ilmu tersebut ialah empat
orang khalifah Rasyidun , Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu
Musa Al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubaik. Mereka itu dari kalangan para sahabat NabI
S.A.W. dari kalangan Tabi’in Yaitu Mujahid, ‘Atha bin Yassip, `Ikrimah, Qatadah, Hasan
Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka itu Tabi’in di Madinah. Malik bin Anas dari kaum
Tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin). La memperoleh ilmunya dan Zaid bin
Aslam.
Pada masa penulisan Al-Alquran, Ilmu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain,
karena ia dipandang sebagai ummul ulumul Qur’aniyah. Diantara ulama yang menekuni dan
menulis buku mengenai ilmu tersebut pada abad 11 H ialah:

a) Syu’bah bin Al-Hajjaj

b) Sufyan bin `Uyaniah

c) Waki’ bin AI-Jarrah

Kitab-kitab tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat•pendapat para
sahabat dan tabi’in. Kemudian menyusul Ibnu Jarir at-Thabari yang wafat tahun 310 H.
Kitabnya merupakan kitab yang paling bermutu, karena banyak definisi riwayat shahib ditulis
dengan rumusan yang baik. Kecuali itu juga berisi I’rab (pramasastra), pengkajian dan
pendapat-pendapat yang berharga. Di samping tafsir yang ditulis menurut apa yang dikatakan
oleh orang-orang terdahulu, mulai muncul tafsir-tafsir yang ditulis orang berdasarkan akal
(ra’yu) atau dengan kata lain muncul tafsir bil-naql dan akal. Ada yang menafsirkan seluruh
isi Al-Qur’an, ada yang menafsirkan sebagian saja yakni satu juz, ada yang menafsirkan
sebuah surat dan ada pula yang menafsiran hanya satu atau bebera ayat khusus, seperti ayat-
ayat yang berkaitan dengan hukum.

2. KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD III H

Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa
ilmu Al-Qur’an yaitu:

`Ali bin al-Madani (w.234 H) menyusun Ilmu Asbab al-Nuzul, Abu ‘Ubaid al-Qasim bin
Salah (w.224 H) menyusun ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat, dan Fadha’ilul
Qur’an, Muhammad bin Ayyub adh-Dharris (w.294 H) menyusun ilmu Makkiy wal
Madaniy, Muhammad bin Khalaf bin Murzaban (w.309 H) menulis kitab Al-Hawi fi
`Ulumul Qur’an.
3. KEADAAN `ULUMUL QUR’AN PADA ABAD IV H

Pada abad ini telah disusun Ilmu Gharibul Qur’an dan bebepapa kita Ulumul Qur’an
dengan istilah Ulumul Qur’an. Diantaranya:

Abu bakar bin Qasim al-Anbari (w.328 H) menulis buku `Aja’ibul ‘Ulumul Qur’an. Dalam
kitab ini menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Al Qur’an, tentang tupunnya Al-
Qur’an dalam “tujuh huruf’, penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan lafaznya.

Abul Hasan al-`Asy’ari menulis kitab al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’ an. Abu bakar as-
Sajistani menulis buku Ilmu Gharibul Qur’an. Dan dia wafat pada 330 H.

Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ‘All al-Kurkhi (W. Sekitap tahun 360 H)
menulis kitab yang berjudul Nukatul Qur’an ad-Dallah `Alai Bayan fi `Anwaa’i1 Ulumi
Qal-Ahkam al Munabbi’ah `An Ikhtilafil Anam.

Muhammad bin `All al-Afdawi (w. 388 H) menulis buku yang berjudul Al-Istighna fi Ulumul
Qur’an.

4. PENULISAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD V H

Pada V H mulai disusun Ilmu I’rabil Qur’an dalam satu kitab. Di samping itu
penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Qur’an masih terus dilanjutkan oleh para ulama pada
masa kini. Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran ialah:

a) ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Huf (w. 430 H) menulis kitab
yang berjudul Al-Burhan fi Ulumil Alquran dan I’rabul
Alquran.

b) Abu `Amr ad-Dani (w. 444 H) menulis kitab yang berjudul At-Taisir
Fil Qira’atis Sab’i dan Al-Muhkam fin Nuqath.
Khusus kitab al-Burhan di atas adalah berisi 30 jilid tetapi masih ada dan tersimpan
di Darul Kutub al-Misriyah tinggal 15 jilid dan tidak unit jilidnya. Kitab ini selain
menafsirkan Alquran seluruhnya, juga menerangkan ilmu-ilmu al-Alquran yang ada
hubungannya dengan ayat-ayat Alquran yang ditafsirkan. Karena itu ilmu-ilmu Alquran tidak
tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu al-Alquran diuraikan secara
terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab
ini merupakan karya ilmiah yang besar.

5. KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD VI H

Pada abad ini di samping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulum Alquran,
juga terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Alquran. Mereka antara lain:

Abul Qasim Abdurrahman yang terkenal dengan nama as-Suhaili (w. 581 H) yang menulis
kitab Mubhamatul Alquran. Isinya berkisar tentang penjelasan maksud kata-kata dalam al-
Alquran yang tidak jelas atau samar. Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Fununul Afnan
11 `Ajaib Alquran dan AI-Mujtab fi Ulumin Yata’allaqu bil Alquran.

6. KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD VII H

Pada abad VII H ini, ilmu-ilum al-Alquran terus berkembang dengan mulai tersusunnya
Ilmu Majazul Alquran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Diantaranya:

Ibnu Abdus Salam, yang nama lengkapnya Syaikhul Islam Imam Abu Muhammad Abdul
Aziz bin Abdus Salam, terkenal dengan nama Al-`izz (w 660 H) menyusun kitab yang
berjudul Majazul Alquran.

‘Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H) yang terkenal dengan nama as•Sakhawi, yang
menyusun kitab Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Qurra wa Kamalul Iqra’. Kitab ini berisi
tentang berbagi ilmu qiraat, seperti tajwid, waqaf, dan ibtida (letak bacaan dimulai), nasikh
dan mansukh. Abu Syamah (w. 665 H) menulis kitab AI-Mupsyidul Wajiz fi ma Yata’allaqu
bil Alquranil ‘Aziz.

7. KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD VIII H


Pada abad ini muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-
Alquran, sedang penulisan tentang kitab-kitab Ulumul Quran masih tetap berlanjut. Yaitu:

Badruddin az-Zarkasyi (w. 794 H). Ia termasuk ulama ahli tafsir dan ahli ilmu ushuluddin,
lahir 745 H. Menyusun kitab dalam empat jilid: al-Burhan fi Ulumil Alquran. Profesor
Muhammad Abul Fadhl telah berjasa dalam usahanya tersebut.

Ibnu Abil Isba menyusun kitab Ilmu Badai’ul Alquran (suatu ilmu yang membahas
macam-macam badi’ (keindahan) bahasa dan kandungan Al quran dalam Al quran. Ibnul
Qayyim (w. 752 H) menyusun Ilmu Aqsamil Alquran (suatu ilmu yang membahas tentang
sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Alquran). Najmuddin al-Thufi (w. 716 H) menyusun
Ilmu Hujajil Alquran atau Ilmu Jadadil Alquran.

Abul Hasan al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsalil Alquran.

8. KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD IX H

Pada abad ini lebih banyak lagi penulis di antara para ulama sehingga pada abad ini
boleh dikatakan perkembangan Ulumul quran mencapai kesempurnaannya. Di antara ulama
itu ialah:

a) Jalaluddin al-Bulqaini (w. 824 H). Dia seorang ulama yang cerdas
ahli di bidang ilmu fiqih, ushuluddin, bahasa Arab, tafsir, ma’ani
dan bayan. Ia menulis kitab Mawaqi’ul Ulum min Mawaqi’in
Nujum. Menurut al-Suyuti memandangnya sebagai pelopor
menyusun kitab Ulumul quran yang lengkap. Sebab di dalamnya
telah dapat disusun sejumlah 50 macam Ilmu Alquran.

b) Muahammad bin Sulaiman al-Kafiaji (w. 879 H) menyusun kitab Al-


Taisir fi Qawaidit Tafsir.
c) As-Suyuti (w.911 H) menyusun kitab At-Tahbir fi Ulumit Tafsir.
Penyusunan kitab ini pada tahun 872 H dan merupakan kitab Ulumul
quran yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu-ilmu
Alquran. Namun Imam as-Suyuti belum puas atas karya ilmiahnya
yang hebat ini, kemudian menyusun kitab yang berjudul Al-Itqan fi
Ulumul Qur’an (2 juz) yang membahas sejumlah 80 macam ilmu-
ilmu Alquran secara sistematis. Kitab ini belum ada yang
menandingi mutunya dan kitab ini diakui sebagai kitab standar dalam
mata pelajaran Ulumul quran. Setelah as-Suyuti wafat pada tahun
911 H, perkembangan ilmu-ilmu Alquran seolah-olah telah mencapai
puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam
mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu
berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.

9. KEADAAN ULUMUL QUR’AN PADA ABAD XIV H

Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali perhatian ulama menyusun
kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Alquran, di
antara mereka itu ialah:

Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335
Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta’wil

Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil quran (2
jilid).

Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.

Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal Ulumul
Ashriyah.

Muhammad Shadiq al-Rafi’i menyusun I’jazul Quran.


Mustafa al-Maraghi menyusun kitab “Boleh Menterjemahkan al-Alquran”, dan risalah ini
mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga
yang menolaknya seperti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang
kitab Risalah Tarjamatil Alquran. Said Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil
Alquran dan kitab Fi Dzilalil quran. Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir
al-Alquranul Hakim. Kitab ini selain menafsirkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas
Ulum Alquran. DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Guru Besar al-Azhar university
yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba’al `Adzim, Nadzarratun Jadidah fil
Alquran.

Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab ini membicarakan
masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga. Muhammad al-Ghazali
mengarang kitab Nadzapatun fil Alquran.

Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab
Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil Alquran. Kitab ini selain
membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-
pendapat orientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang berhubungan
dengan al-Alquran. Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Syria,
mengarang kitab al-Manhalul Khalid.

Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan
menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada umumnya
berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. Sedang menurut al•Zarqani istilah itu lahir
pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian
pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu
ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi
Ulumil Qur’an.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai
suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti
oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597
H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H.
Kemudian disempurnakan oleh al•Zarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian
ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan
akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada
periode tepakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seorang ulama dalam bidang Ulum
Alquran, sebab setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir
abad XIII H. Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas
para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang
membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. I`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.

Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran

Pembahasan ‘Ulum Al-Qur’an sangat luas al-Imam al-Sayuthi dalam bukunya ‘al-Itqan
fi ’Ulum Al-Qur’an, menguraikan sebanyak 80 cabang, dan setiap cabang masih dapat
diperinci lagi menjadi beragam cabang lagi. Menurut Dr. M. Quraish Shihab, materi-materi
cakupan ‘Ulum fsirt al-Qur’an dapat dibagi dalam 4 (empat) komponen :

1. Pengenalan Terhadap Al-Qur’an

2. Kaidah-kaidah tafsir

3. Metode-metode tafsir

4. Kitab-Kitab tafsir dan para mufassir.

Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap


fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-
Qquran menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula.
Berikut beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul-Quran.

1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.

2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah

3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in

4. Masa Pembukuan (tadwin)

5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)

B. Saran

Ketika melakukan kajian muqaran haruslah berhati-hati menganalisisnya untuk mengambil


suatu kesimpulan, haruslah melihat semua bagian dari penafsiran masing-masing mufasir
ketika memahami ayat-ayat yang dikaji. Dalam menentukan persamaan dan perbedaan
pemahaman dalam penafsiran ayat, hendaknya memperhatikan munasabah ayat dan
suratnya, melihat seluruh ayat yang berbicara tentang topik yang dikaji, melihat riwayat yang
digunakan untuk menjelaskan ayat, melihat cerita Israiliyyat karena sangat berpengaruhnya
kepada pengambilan suatu hukum, dan melihat penafsiran dari kitab-kitab tafsir lain untuk
keberhati-hatian supaya mendapatkan hasil yang benar. Penulis menyadari sekali
bahwasannya tulisan yang sederhana ini masih banyak terdapat kekurangan, semuanya itu
dikarenakan keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu saran beserta kritikan
yang bersipat membangun demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis butuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad al-Syarbasi, Tarikh al-Tafsir al-Qur’an, (tepj), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1985

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara


Penterjemah/Penafsir al-Alquran, Jakarta, 1974.

Hasbi ash-Shiddiqy, Ilmu-ilmu al-Qur’an, Media-media Pokok dalam Menafsirkan al-


Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972

Hasan Muhammad Musa, Qamus Qur’ani, Maktabah Khalil Ibrahim, Iskandariyah, 1966.

Loeis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A ‘lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1986.

Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Mansyurah al-Ashr al-Hadis, Riyad,

Masfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993.

Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin, Ushul fi al-Tafsir, (terj), Dina Utama, Semarang, 1989.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’ jam al-Mufakhrus li al-Fadz al-Qur’an alKarim, Dar
al-Fikr, Beirut, Lebanon, 1987.

Muhammad Ismail Ibrahim, Al-Qur’an waI jauhu al-Ummiyin, Dar al-Fikr, Kairo.

Shobuni al, Muhammad Ali, At-Tibyaan fi Uluum al-Qur’an, Beirut, ttp. 1985.

Suyuthi, ash, Abdurrahman Jalaluddin, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an, Juz I dan II, Dar al-Fikr,
Beirut, 1951.

Zarkasyi, az Badruddin Muhammad bin Abdullah, Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an, Isa al-Baby
al-Halaby, Kairo, 1957.

[1] Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Mansyurah al-Ashar al-Hadis, Riyad, tt.
Hal. 15-16.

[2] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993, hal. 5-25.
Perkembangan Ulumul Quran dalam tulisan ini diambil dari buku tersebut.

Anda mungkin juga menyukai