Anda di halaman 1dari 32

KISI-KISI

MATERI UJIAN KOMPREHENSIF

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021 M / 1442 H

1
MATA KULIAH ULUMUL QUR’AN

ULUMUL QUR’AN

A. Pengertian Ulumul Qur’an


Ulumul Qur‟an berasal dari kata ulum (ilmu-ilmu) dan al-Qur‟an (kitab suci umat
Islam). Jadi, Ulumul Qur‟an adalah segala pengetahuan/ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-
Qur‟an. Tetapi yang termasuk dalam kategori Ulumul Qur‟an hanya ilmu-ilmu syar‟iyyah
(agama) dan Arabiyah (bahasa Arab) saja.

B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an


Terdapat 17 cabang Ulumul Qur‟an yang terpenting, yaitu:
1. Ilmu Mawatin al-Nuzul (ilmu tentang tempat-tempat turunnya ayat).
2. Ilmu Tawarikh al-Nuzul (ilmu tentang masa dan tertib turunya ayat).
3. Ilmu Asbab al-Nuzul (ilmu tentang sebab/latar belakang turunnya ayat).
4. Ilmu Qira‟ah (ilmu tentang macam-macam bacaan al-Qur‟an).
5. Ilmu Tajwid (ilmu tentang membaca al-Qur‟an).
6. Ilmu Garib al-Qur‟an (ilmu tentang makna lafal yang ganjil/tidak lazim).
7. Ilmu I‟rab al-Qur‟an (ilmu tentang lafal dan harakat dalam ayat).
8. Ilmu Wujud wa al-Naza‟ir (ilmu tentang lafal al-Qur‟an yang ambigu).
9. Ilmu Ma‟rifah al Muhkam wa al-Mutasyabih (ilmu tentang ayat muhkam dan
mutasyabih).
10. Ilmu Nasikh wa Mansukh (ilmu tentang nasikh mansukhnya al-Qur‟an).
11. Ilmu Badai al-Qur‟an (ilmu tentang keindahan, kesusastraan, dan ketinggian balaghah
ayat-ayat al-Qur‟an).
12. Ilmu I‟jaz al-Qur‟an (ilmu tentang kemu‟jizatan al-Qur‟an).
13. Ilmu tanasub ayat al-Qur‟an (ilmu tentang kesesuaian antar ayat al-Quran).
14. Ilmu Amsal al-Qur‟an (ilmu tentang perumpamaan dalam al-Qur‟an).
15. Ilmu Aqsam al-Qur‟an (ilmu tentang arti dan tujuan sumpah Allah dalam al-Qur‟an).
16. lmu Jidal al-Quran (ilmu tentang bentuk perdebatan dalam al-Qur‟an).
17. Ilmu Adab Tilawah al-Qur‟an (ilmu tentang aturan membaca al-Qur‟an).
C. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Cabang-cabang Ulumul Qur‟an mulai tumbuh secara terpisah pada abad ke-3 H, mulai
dari munculnya ilmu tafsir, asbab al-nuzul, nasikh wal mansukh, manazila bi makkata mawa
nuzila bil madinati. Kemudian muncul ilmu ghorobil Qur‟an pada abad ke-4 H, amtsalil

2
Qur‟an pada abad ke-5 H, serta ilmu badi‟ul Qur‟an, Jadalil Qur‟an dan Aqsamil Qur‟an pada
abad ke-6 H.
Dalam perkembangannya, Ulumul Qur‟an dirintis dari masa ke masa, yaitu :
1. Dari kalangan Sahabat Nabi SAW: Para Khulafaur Rasidin, Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Mas‟ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka‟ab, Abu Musa al-Asy‟ari, dan
Abdullah bin Zubair.
2. Dari kalangan Tabi‟in : Mujahid, Atha‟ bin Yassar, Ikrimah, Qatadah, Hasan al-Basri,
Said bin Jubair, dan Zaid bin Aslam di Madinah.
3. Dari Tabi‟i al Tabi‟in : Malik bin Anas yang memperoleh ilmunya dari Zaid bin Aslam.

Secara utuh Ulumul Qur‟an mulai muncul pada abad ke-5 H, ditandai dengan mulai
dihimpunnya bagian-bagian ulumul Qur‟an, yang pertama kali dilakukan oleh Ali bin
Ibrahim bin Sa‟id al-Hufi (w.430 H) dalam karyanya al-Burhan fi Ulumil Qur‟an. Dari abad
ke-6-14 H tidak lahir lagi ilmu-ilmu baru dalam ulumul Qur‟an, tetapi ilmu-ilmu yang sudah
ada menjadi lebih berkembang dan meluas.

D. Urgensi/Pentingnya Ulumul Qur’an


Pentingnya Ulumul Qur‟an mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Dengan Ulumul Qur‟an, Seseorang akan mencapai pemahaman yang baik mengenai al-
Qur‟an.
2. Ulumul Qur‟an menjadi senjata yang ampuh dalam membela kesucian al-Qur‟an.
3. Ulumul Qur‟an mempermudah penafsiran suatu ayat dalam al-Qur‟an.
4. Dengan Ulumul Qur‟an, dapat diketahui semua yang berkaitan dengan al-Qur‟an,
sehingga dapat terhindar dari taklid membabi buta.

Komentar : Menurut saya, Ulumul Qur’an bukan hanya sebatas ilmu-ilmu tentang al-Qur’an
yang dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai al-Qur’an, tetapi juga dapat
memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai ajaran agama Islam. Sehingga
dapat menambah kemantapan hati dan keteguhan Iman dalam menjalankan ajaran-ajaran
Islam.

3
NUZULUL QUR’AN

A. Pengertian Wahyu
Secara etimologi, wahyu berarti isyarat yang cepat, ilham, risalah, dan pesan. Dalam
istilah lain, wahyu berarti pemberitahuan Allah SWT kepada seorang hamba pilihan-Nya
melalui cara yang samar.
B. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, membacanya dinilai ibadah, dan
bernilai i‟jaz walaupun satu surat di dalamnya. Alqur‟an mempunyai banyak nama,
diantaranya yaitu: Kitab, al-Furqon, Tanzil, Zikir, dll.

C. Proses Nuzulul Qur’an


Nuzulul Qur‟an adalah peristiwa turunnya al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW.
Proses turunnya al-Quran tersebut meliputi: (1) Melalui mimpi, (2) Melalui Malaikat Jibril,
baik dalam wujud aslinya maupun dalam wujud manusia, (3) Berupa suara, seperti bunyi
lonceng, (4) Dari balik tabir, seperti terjadi pada malam mi‟raj.

D. Tahap-tahap Turunnya Al-Qur’an

Ada dua tahapan turunnya al-Qur‟an, yakni:


1. Dari Lauh Mahfudh ke langit bumi, al-Qur‟an diturunkan pada malam bulan
Ramadhan, tepatnya pada malam Lailatul Qadar.
2. Dari langit bumi ke Rasulullah SAW, al-Qur‟an turun berangsur-angsur dalam kurun
waktu 23 tahun (13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah).
E. Periodisasi Turunnya Al-Qur’an
1. Periode Pertama (selama 4-5 tahun)
Dimulai dari turunnya wahyu pertama (surat Al-Alaq), dan ditandai dengan kandungan
wahyu Ilahi yang mencakup tiga hal: (1) Pendidikan bagi Rasulullah SAW, (2) pengetahuan
dasar mengenai sifat dan af‟al Allah, (3) Keterangan tentang dasar-dasar akhlak islamiah
dan bantahan-bantahan umum mengenai masyarakat jahiliah waktu itu.
2. Periode Kedua (selama 8-9 tahun)
Terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah, hingga akhirnya ayat-ayat
al-Qur‟an mampu memblokade paham jahiliah dari segala segi.

3. Periode Ketiga (selama 10 tahun)

4
Ditandai adanya dakwah al-Qur‟an yang telah dapat mewujudkan keleluasaan
penganut-penganutnya dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam di Yatsrib.

Komentar : Nuzulul Qur’an atau turunnya al-Qur’an memberikan hikmah yang luar biasa
bagi perkembangan agama Islam, diantaranya dengan turunnya al-Qur’an secara
berangsur-angsur memudahkan bagi Nabi SAW maupun para sahabat dalam menerima atau
menghafal al-Qur’an, serta urutan turunnya ayat runtut, mulai dari ajaran yang bersifat
dasar sampai ajaran yang bersifat kompleks dalam agama Islam, sehingga ajaranya bisa
diserap dengan baik.

MAKIYAH DAN MADANIYAH

A. Pengertian Makiyah dan Madaniyah


Makiyah adalah surat-surat al-Qur‟an yang diturunkan di Mekkah, Sedangkan
Madaniyah adalah surat-surat al-Qur‟an yang diturunkan di Madinah.

B. Ciri-ciri Makiyah dan Madaniyah


1. Ciri-ciri Makiyah
a. Ayat serta suratnya pendek dan berirama.

b. ditandai dengan khitbah terhadap penduduk Mekkah, seperti “ ‫” اَي أايُّ اها النَّاس‬,

“‫آد ام‬
‫ا‬ ‫” اَي بايِن‬, dan sebagainya.
c. Terdapat ayat sajdah dan lafadz “kalla” yang disebutkan 33 kali dalam 15 surat akhir
setengah al-Qur‟an.

2. Ciri-ciri Madaniyah
a. Ayat serta suratnya panjang dan kurang berirama.
b. Terkandung ajakan untuk berjihad mencari syahid di jalan Allah.
c. Menerangkan tentang hukum-hukum Islam dan hukum-hukum kriminal.
d. Menjelaskan tentang keburukan kaum munafik.
e. Berisi jaminan pertolongan Allah kepada orang-orang mukmin dari serangan
musuh.

C. Teori-teori penentuan Makiyah dan Madaniyah


1. Teori Mulahazhatu Makani al-Nuzuli (teori geografis/tempat turunnya wahyu).
2. Teori Mulahazhah al-Mukhathabina fi al-Nuzuli (teori subjektif/subjek yang dikhitab).

5
3. Teori mulahazhatu Zamani al-Nuzuli (teori historis/waktu turunnya ayat).
4. Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat as-Surratu (teori berdasarkan cerita).

D. Manfa’at Mempelajari Makiyah dan Madaniyah


1. Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islamiah.
2. Mengetahui berbagai bentuk bahasa dalam al-Qur‟an.
3. Mengetahui sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam.
4. Mengetahui urutan turunnnya ayat.
5. Membantu menafsirkan al-Qur‟an.

E. Penentuan surat Makiyah dan Madaniyah

1. Berdasarkan laporan para sahabat Nabi SAW yang menyaksikan langsung bagaimana
dan dimana wahyu turun.
2. Melalui ijtihad para ulama berdasarkan ciri-ciri surat atau ayat.

Komentar: Adanya surat Makiyah dan Madaniyah dapat memberikan pengetahuan tentang
sejarah atau kronologi perkembangan Islam mulai dari dakwah Nabi SAW di Mekkah sampai
dakwah Nabi SAW di Madinah.

KODIFIKASI (PEMBUKUAN) AL-QUR’AN

A. Kodifikasi Al-Qur’an pada Masa Rasulullah SAW


Pengumpulan ayat-ayat al-Qur‟an pada masa Nabi SAW terbagi menjadi dua kategori,
yakni (1) Pengumpulan dalam dada, dengan cara menghafal, menghayati, dan mengamalkan.
(2) Pengumpulan dalam dokumen, dengan cara menulisnya pada kitab, atau diwujudkan
dalam bentuk ukiran.
a. Proses pemeliharaan al-Qur‟an:
1. Al-Qur‟an di lauh mahfuz (di sisi Allah), al-Qur‟an terjaga dengan sempurna.
2. Al-Qur‟an dalam proses diturunkan ke bumi dijaga malaikat dari setan.
3. Al-Qur‟an di sisi Rasulullah SAW, beliau melaksanakan amanah risalah dengan
sempurna, menyambut baik turunnya wahyu al-Qur‟an, lalu dijaga dan dihafalkan
secara cermat dan menyampaikannya pada para sahabat dengan baik.
b. Penulis (Kuttab) resmi al-Qur‟an:

6
Zayd bin Tsabit, Abdullah bin Said, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin
Ka‟b, Mu‟awiyah bin Abi Sufyan

c. Penulis al-Qur‟an yang tidak resmi:


Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khatab, Zubair bin Awwam, Kholid bin Said, Tsabit bin
Qays, Mughirah bin Syu‟bah, Mu‟az bin Jabal, dan lain sebagainya.

d. Alat/benda yang digunakan untuk menulis al-Qur‟an:


Potongan kulit, pelepah kurma, bebatuan, tulang, dan lain-lain.

e. Al-Qur‟an tidak dikodifikasiakn dalam satu mushaf, karena:


1) Ayat-ayatnya masih berlangsung turun secara acak antara ayat satu dengan ayat yang
lain dari surat yang berbeda.
2) Tertib ayat tidak seperti tertib turunnya.
3) Wahyu turun dalam waktu yang singkat. (tidak lebih dari 23 tahun).
4) Tidak ada motivasi yang mendesak untuk menyatukan al-Qur‟an dalam satu mushaf.

B. Kodifikasi Al-Qur’an Pasca Nabi SAW


1. Masa Khalifah Abu Bakar dan Umar
Terjadinya perang Yamamah yang menewaskan lebih dari 70 orang huffaz membuat
Umar meminta Abu Bakar sebagai khalifah untuk mengadakan pengumpulan al-Qur‟an
dalam satu mushaf. Sehingga, walaupun awalnya masih ragu, akhirnya Abu Bakar segera
mengutus Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan hal itu. Kurang lebih selama 15 bulan,
akhirnya al-Qur‟an terkumpul dalam shuhuf-shuhuf. Setelah Abu Bakar wafat shuhuf-
shuhuf tersebut dipegang oleh Umar dan setelah Umar wafat, shuhuf-shuhuf itu disimpan
oleh Hafshah anak Umar yang juga merupakan Istri Rasulullah SAW yang pandai menulis
dan pandai membaca.
2. Masa Khalifah Usman
Terjadi pertikaian mengenai berbagai bentuk mushaf yang beredar, sehingga Usman
memperbanyak salinan mushaf dari Abu Bakar dan menginstruksikan untuk
menyebarluaskan Mushaf tersebut ke berbagai wilayah, serta memusnahkan semua
mushaf lain yang beredar.

Komentar : Menurut saya, ajaran agama Islam yang sekarang telah menyebar dan
berkembang diseluruh penjuru dunia, semuanya tidak lepas dari adanya kodifikasi al-

7
Qur’an. Karena dengan adanya kodifikasi al-Qur’an, Isi ajaran agama Islam yang termuat
di dalam al-Qur’an, semuanya bisa tersampaikan tidak hanya kepada bangsa Arab saja,
tetapi meluas ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia.

ASBABUN NUZUL

A. Pengertian Asbabun Nuzul


Secara bahasa, Asbabun Nuzul berasal dari kata Asbab (sebab-sebab) dan An-Nuzul
(turun), jadi, Asbabun Nuzul berarti sebab-sebab yang melatarbelakangi turunya al-Qur‟an.
Dalam arti lain, Asbabun Nuzul berarti ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum, diturunkan
kepada Rasulullah SAW untuk menjadi keterangan bagi suatu perkara yang telah terjadi.
B. Macam-macam Asbabun Nuzul
1. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum.
2. Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus.
3. Sebagai jawaban atas petanyaan kepada Nabi SAW.
4. Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi.
5. Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum.
6. Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu.
C. Manfaat dan Urgensi Asbabun Nuzul
1. Mengetahui rahasia dan tujuan Allah SWT mensyari‟atkan agamanya melalui ayat-ayat
al-Qur‟an.
2. Memudahkan pemahaman al-Qur‟an secara benar.
3. Memperkuat hafalan al-Qur‟an.
4. Membantu dalam memahami dan mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan
ayat-ayat al-Qur‟an.
5. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
6. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan al-Qur‟an turun.
7. Memantapkan wahyu-wahyu ke dalam hati yang mendengarkan.
8. Mentakhsiskan hukum, meskipun dengan shigot yang khusus.

Komentar : Menurut saya, Asbabun Nuzul sangat berperan dalam menambah pemahaman
mengenai isi kandungan al-Qur’an. Karena dengan Asbabun Nuzul, kita menjadi paham

8
bagaimana latar belakang turunnya al-Qur’an, serta dengan Asbabun Nuzul juga dapat
memperkuat maksud/tujuan dan keterangan ayat yang diturunkan.

NASIKH MANSUKH

A. Pengertian Ilmu Nasikh Mansukh


Nasikh berasal dari kata Nasakho, Tansakhu, dan Nasukhon yang berarti hilangkan dan
hapuskan. Dalam arti lain, ilmu Nasikh Mansukh adalah ilmu yang membahas tentang
penghapusan atau penghilangan dan pengangkatan hukum syara‟ yang sesuai dengan perintah
atau khitbah Allah yang datang kemudian.

B. Macam-macam Nasikh Mansukh

1. Nasikh al-Qur‟an dengan al-Qur‟an.


2. Nasikh al-Qur‟an dengan sunah Rasulullah SAW
 Al-Qur‟an dinasakhkan dengan hadits ahad.
 Al-Qur‟an dinasakhkan dengan sunah mutawatir.
3. Nasikh sunah Rasulullah SAW dengan al-Qur‟an.
4. Nasikh sunah Rasulullah SAW dengan Nasikh sunah Rasulullah SAW
 Mutawatir dinasakhkan dengan mutawatir.
 Ahad dinasakhkan dengan ahad.
 Ahad dinasakhkan dengan mutawatir.
 Mutawatir dinasakhkan dengan ahad.

C. Macam-macam Nasikh dalam Al-Qur’an

1. Nasikh tilawah (bacaan) dan hukumnya (misal: ayat tentang hukum sepersusuan).
2. Dinasikhkan hukumnya, tapi tilawahnya tetap (misal: ayat tentang hukum iddah).

Memperbolehkan nasikh, baik menurut akal maupun Syara‟.

D. Manfa’at Nasikh Mansukh

1. Untuk menguji mukallaf dalam mematuhi agama Allah.


2. Memelihara kemaslahatan umat.
3. Memudahkan hukum dan mengganti dengan yang lebih baik bagi umat.

9
4. Mengembangkan tasyri‟ kepada tingkat yang lebih sempurna sesuai perkembangan
dakwah dan umat.

Komentar : Nasikh Mansukh memberikan dampak tersendiri bagi seorang muslim. Seseorang
yang Imannya lemah, bisa saja menganggap bahwa Allah tidak konsisten. Sebaliknya, orang
yang kuat Imannya akan dapat mengambil hikmah dari adanya Nasikh Mansukh ini,
sehingga dapat memperkuat taraf keimananya.

MUNASABAH

A. Pengertian Munasabah
Munasabah secara bahasa berarti jiwa. Secara terminologis berarti segi-segi hubungan
antar kalimat dalam ayat, antara ayat satu dengan ayat lain, serta antara satu surat dengan
surat yang lain. Jadi ilmu munasabah adalah ilmu untuk mengetahui hubungan antar ayat dan
antar surat, serta untuk mengetahui urutan bacaan ayat.

B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Munasabah


Munasabah dicetuskan pertama kali oleh Abu Bakar Al-naisaburi (w.324 H) di
Baghdad. Dalam perkembangannya munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari
ulumul qur‟an. Kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Ahmad ibn Ibrahim dan Burhan
Abidin yang membahas munasabah secara spesifik. Ulama berikutnya menyusun pembahasan
munasabah secara khusus seperti kitab al-Burhan fi Munasah tartib al-Qur‟an karya Ahmad
ibn Ibrahim al-Andalusi (w. 807 H), dan yang lainnya.

C. Bentuk-bentuk Munasabah
1. Hubungan antar ayat
Contoh: Digabungkannya dua hal yang sama (seperti ayat 4 dan ayat 5 surat al-Anfal).
2. Hubungan antar surat
Contoh: Hubungan antara satu surat dengan surat sebelumnya (seperti hubungan antara
surat al-Fatihah, al-Baqarah, an-Nisa, dan al-Ma‟idah)
D. Kedudukan Munasabah dalam Menafsirkan Al-Qur’an
Munasabah ayat sangat membantu dalam menerangkan makna yang terkandung dalam
ayat, bahkan fungsinya mirip dengan Asbabun Nuzul. Akan tetapi munasabah berkaitan
dengan pengetahuan yang diperoleh melalui ijtihad, sedangkan Asbabun Nuzul terkait
dengan pengetahuan yang diperoleh dari riwayah.

10
E. Manfaat Mempelajari Munasabah
1. Mengetahui hubungan antar bagian-bagian al-Qur‟an.
2. Mengetahui mutu dan tingkat kebalaghahan bahasa al-Qur‟an yang menunjukkan
bahwa al-Qur‟an benar-benar wahyu dari Allah.
3. Membantu menafsirkan al-Qur‟an.

Komentar : Menurut saya, Munasabah merupakan bagian dari ulumul Qur’an yang ikut
berperan dalam memberikan pemahaman terhadap isi al-Qur’an. Munasabah juga dapat
menunjukkan keagungan Allah dalam mengatur susunan al-Qur’an, sekaligus juga dapat
menepis anggapan bahwa al-Qur’an adalah ciptaan Nabi Muhammad SAW. Karena kualitas
dan tingkat kebahasaan al-Qur’an tidak mungkin bisa disamai ataupun diungguli oleh
siapapun.

MUHKAM DAN MUTASYABIH

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


Muhkam ialah ayat-ayat yang mempunyai makna jelas, baik lafadz maupun
maksudnya, sehingga tidak menimbulkan keraguan, kekeliruan dan penafsiran lain. Ayat
yang termasuk muhkam yakni naskh dan zhahir. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat-ayat yang
maknanya belum jelas. Ayat yang termasuk mutasyabih
yakni mujmal, mu‟awwal, musykil dan mubham (ambigu).

B. Sebab-sebab Adanya Ayat Mutasyabih


1. Kesamaran lafal
 Kesamaran karena mufrad
 Kesamaran karena murakkab
2. Kesamaran makna ayat
3. Kesamaran lafal dan makna ayat

C. Macam-macam Ayat Mutasyabih


1. Ayat mutasyabih yang hanya diketahui Allah (seperti ayat tentang surga, neraka,
kiamat, dan lain sebagainya).
2. Ayat mutasyabih yang bisa diketahui orang dengan pembahasan dan pengkajian yang
mendalam.

11
3. Ayat mutasyabih yang hanya diketahui oleh pakar ilmu dan sains.
D. Pendapat Para Ulama Mengenai Ayat Mutasyabih
1. Pendapat Jumhur ulama Ahlus Sunnah dan sebagian ahli Ra‟yi mengatakan bahwa ayat
mutasyabih cukup diimani saja, tidak perlu pena‟wilan arti dan makna ayat mutasyabih,
kecuali ayat mutasyabih yang menerangkan keagungan Allah.
2. Ibnu Daqiqi al-„Id mengatakan bahwa dalam pena‟wilan ayat mutasyabih sepadan
dengan bahasa arab dan jika tidak, maka ditangguhkan ta‟winnya tersebut. Dan ayat
mutasyabih tersebut cukup diimani tanpa perlu pengamalan.
E. Hikmah dibalik Ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. Sebagai ujian keimanan bagi manusia.
2. Untuk memperkuat kedudukan al-Qur‟an sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia.
3. Sebagai motivasi bagi umat Islam untuk menggali maksud isi yang terkandung dalam
al-Qur‟an.

Komentar : Seperti halnya Nasikh Mansukh dan Fawatihus Suwar, Muhkam dan Mutasyabih
juga menjadi ujian keimanan tersendiri bagi umat Islam. Karena hanya orang-orang yang
mendalam ilmunya saja yang bisa memahami makna dari ayat-ayat Mutasyabih, hal ini
sekaligus menjadi motivasi bagi umat Islam dalam mengkaji berbagi macam Ilmu
pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan Ilmu-ilmu al-Qur’an.

I’JAZUL QUR’AN

A. Pengertian I’jazul Qur’an


Secara etimologis, I‟jaz berarti melemahkan/membuktikan ketidakmampuan pihak lain.
Sedangkan secara terminologis I‟jaz berarti pembuktian kebenaran Nabi SAW atas
pengakuan kerasulannya dengan cara menunjukkan kelemahan orang-orang Arab yang
menentang. Jadi, I‟jazul Qur‟an adalah kemampuan yang dimiliki al-Qur‟an untuk
membuktikan kenabian Nabi Muhammad SAW dan melemahkan para penentangnya dalam
membuat hal serupa.

B. Nama Lain Mu’jizat


1. Irhas: Di miliki oleh calon Nabi
2. Karomah: Di miliki oleh para Wali/orang suci
3. Ma‟unah: Di miliki manusia pada umumnya

12
4. Istidros: Di miliki oleh orang fasik/kafir
5. Sihir: Di miliki oleh seseorang dengan bantuan setan.
C. Unsur-unsur Dalam Mu’jizat
1. Berupa peristiwa luar biasa.
2. Terjadi pada orang yang mengaku Nabi.
3. Mengandung tantangan terhadap siapapun yang meragukan.
D. Tantangan Al-Qur’an Ditujukan Kepada:
1. Seluruh umat manusia.
2. Siapapun yang mengetahui al-Qur‟an.
3. Kaum mukminin, untuk meneguhkan keimanan mereka.
4. Kepada orang-orang kafir yang tidak meyakininya.
E. Macam-macam Mu’jizat
1. Hissiyah
 Hanya dirasakan, dicerna, dan dilihat pada saat kemunculannya.
 Hanya untuk orang-orang yang menyaksikannya.
 Terjadi pada selain al-Qur‟an.
2. Aqliyyah
 Hanya bisa diketahui dengan akal dan pemikiran mendalam.
 Berlaku sepanjang masa.
 Bisa dirasakan/diketahui oleh siapapun yang memiliki cahaya pengetahuan khusus
dan mata hati yang bersih.
 Hanya terjadi pada al-Qur‟an.
F. Kadar Kemu’jizatan Al-Qur’an
1. Mu‟jizat al-Qur‟an dalam susunan tabir (penuturan kalimat) nya dan dalam rangkaian
seninya berdasarkan keistiqomahan terhadap kekhususan di dalam satu tingkatan.
2. Mu‟jizat al-Qur‟an dalam bangunannya dan dalam keteraturan yang saling melengkapi
antar bagian-bagiannya.
3. Mu‟jizat al-Qur‟an dalam hal kemudahan untuk masuk ke dalam hati dan sanubari
manusia.
G. Fungsi Mu’jizat Al-Qur’an
Sebagai bukti kerasulan Nabi Muhammad SAW, Sebagai bukti kebenarannya sebagi
firman Allah, Untuk meneguhkan keimanan kaum beriman, Melemahkan kaum Kuffar.

13
Komentar : Menurut saya, I’jazul Qur’an bisa dijadikan senjata yang ampuh dalam
menjawab anggapan-anggapan para orientalis yang mengatakan bahwa al-Qur’an bukanlah
wahyu dari Allah, melainkan ciptaan Nabi Muhammad SAW. dengan I’jazul Qur’an kita bisa
membuktikan bahwa anggapan mereka mengenai al-Qur’an adalah salah. Kita bisa
menunjukkan kebesaran Allah melalui keajaiban-keajaiban yang terkandung dalam al-
Qur’an.

14
MATA KULIAH ULUMUL HADIS

A. Pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Atsar


a. Pengertian hadis
Secara bahasa hadis berarti al-jadid (yang baru), al-Khabar (berita), al-qarib
(dekat). Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala sesuatu yang diberitakan
dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal
Nabi.
b. Pengertian sunnah
Secara bahasa sunnah berarti jalan yang dilalui, baik yang terpuji atau tercela.
Sedangkan secara istilah diartikan sebagai segala yang dinukilkan dari Nabi SAW,
baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran sifat, keakuan, perjalanan hidup,
baik sebelum Nabi jadi rasul atau sesudahnya.
c. Pengertian Khabar
Secara bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain.
Sedangkan menurut istilahyaitu segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari
Nabi SAW atau dari yang selain Nabi SAW.
d. Pengertian atsar
Dari segi bahasa, atsar berarti bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut banyak
ulama, atsar mempunyai pengertian yang sama dengan khabar dan hadis, namun
menurut sebagian ulama lainnya atsar cakupannya lebih umum dibandingkan dengan
khabar.
B. Bentuk-bentuk Hadis
a. Hadis qauli
yaitu segala bentuk perkataan yang disandarkan kepada nabi.
b. Hadis fi‟li
Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi
c. Hadis taqriri
Yaitu hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang atau
dilakukan oleh para sahabatnya.
d. Hadis hammi
Yaitu hadis yang berupa keinginan Nabi SAW yang belum terealisasi, seperti
halnya hasrat berpuasa 9 „Asyura.
e. Hadis ahwali

15
Yaitu hadis yang berupa hal ikhwal Nabi SAW, seperti keadaan fisik Nabi SAW
dan sebagainya.

C. Hadis Qudsi
Secara bahasa hadis qudsi berarti hadis yang suci. Sedangkan secara istilah diartikan
sebagai segala sesuatu yang diberitakan Allah SWT kepada Nabi-Nya dengan ilham atau
mimpi, kemudian Nabi SAW menyampaikan berita itu dengan ungkapan-ungkapan
sendiri.
Hadis qudsi dan hadis nabawi sama-sama bersumber dari Allah SWT. Namun
perbedaannya hanya dari segi penisbatan, yaitu hadis nabawi dinisbatkan kepada Rasul,
adapun hadis qudsi dinisbatkan kepada Allah.
Antara Al-quran dan Hadis Qudsi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya:
a. Al-quran berfungsi sebagai mu‟jizat dan digunakan untuk menantang. Sedangkan
hadis qudsi tidak digunakan untuk menantang dan tidak pula untik mu‟jizat.
b. Seluruh isi Al-quran kepastiannya sudah mutlak. Sedangkan hadis qudsi kebanyakan
khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan dugaan.
c. Lafazh atau redaksi Al-Qur‟an berasal dari Allah ta‟ala, berbeda dengan hadits Qudsi
yang redaksinya berasal dari pihak Nabi SAW.
d. Mushhaf Al-Qur‟an hanya boleh disentuh oleh orang yang tidak berhadats, berbeda
dengan kitab kumpulan hadits Qudsi yang boleh disentuh sewaktu-waktu sekalipun
dalam keadaan berhadats.
e. Turunnya wahyu AL-Qur‟an selalu disertai dengan keberadaan Jibril as yang menjadi
mediator Nabi SAW dengan Allah SWT, berbeda dengan hadits Qudsi.
f. Ibadah shalat tidak sah tanpa diiringi dengan bacaan Al-Qur‟an, berbeda dengan
hadits Qudsi.

UNSUR-UNSUR HADIS
A. Sanad, Matan, Rawi, Mukharrij
a. Sanad, Isnad, musnad, musnid
 Sanad yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadis atau silsilah orang-orang yang
menghubunkan kepada matan hadis.
 Isnad yaitu orang yang menyampaikan atau menerangkan ( dari atas ke bawah )

16
 Musnad yaitu orang yang menjelaskan semua periwayatan dan menulis dalam
kitab.
 Musnid yaitu orang yang menyampaikan info (dari bawah ke atas ).
b. Matan
Matan yaitu perkataan yang disebut pada akhir sanad (isi dari hadis).
c. Rawi
Rawi yaitu orang yang meriwayatkan hadis atau memberikan hadis.
d. Mukharrij
Mukharrij yaitu orang yang terakhir dan sampai menuliskan dalam satu kitab.
B. Gelar Keahlian Imam Hadis
 Amirul mu‟minin
 Al-hakim
 Al-hujjah
 Al-muhaddisi
 Al-musnid

KEDUDUKAN HADIS DALAM ISLAM


A. Dalil / Dasar Kewajiban Mengikuti Sunnah
1. Dalil Al-quran, firman Allah:

Artinya: "Apa yang diberikan Rosul kepada kalian, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagi kalian, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Alloh.
Sesungguhnya Alloh amat keras hukumannya". (QS. Al Hasyr [59]: 7)
2. Dalil Hadis Nabi SAW :

Artinya: ”aku tinggalkan dua pusaka kepada kalian. Jika kalian berpegang kepada
keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya”. (H.R.
Al-Hakim dari abu Hurairah)

17
3. Ijma‟

HADIS PRA-KODIFIKASI
A. Hadis Pada periode Rasul
Periode ini disebut juga dengan masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat
Islam. Pada masa Rasulullah, kepandaian baca tulis dikalangan sahabat sudah
bermunculan,hanya saja terbatas sekali. Karena itu nabi menerangkan untuk menghafal,
memahami, memelihara, dan memantapkan hadis dala amalan sehari-hari, serta
mentabliqkannya kepada orang lain.
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa ini, bukan berarti tidak ada sahabat
yang menulis hadis. Dalam sejarah terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis,
misalnya Abdullah Ibn Amr Ibn „Ash, Alin bin Abi Thalib, Anas bin Malik.
B. Hadis pada periode sahabat
Sebetulnya, kodifikasi (penulisan dan pengumpulan) hadis telah dilakukan sejak
jaman para sahabat. Namun, hanya beberapa orang saja diantara mereka yang menuliskan
dan menyampaikan hadis dari apa yang mereka tulis. Disebutkan dalam shahih al-Bukhari,
di Kitab al-Ilmu, bahwa Abdullah bin „Amr biasa menulis hadis. Abu Hurairah berkata,
“Tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam yang lebih
banyak hadisnya dari aku kecuali Abdullah bin „Amr, karena ia biasa menulis sementara
aku tidak.”
Namun, kebanyakan mereka hanya cukup mengandalkan kekuatan hapalan yang
mereka miliki. Hal itu diantara sebabnya adalah karena di awal-awal Islam Rasulullah
sempat melarang penulisan hadis karena khawatir tercampur dengan Al-Qur`an. Dari Abu
Sa‟id al-Khudri, Bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah menulis dariku! Barangsiapa
menulis dariku selain Al-Quran, maka hapuslah. Sampaikanlah dariku dan tidak perlu
segan..” (HR Muslim)
C. Hadis Periode Tabi’in
Tradisi periwayatan hadis ini juga kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh tabi`in
sesudahnya. Hingga datang masa kepemimpinan khalifah kelima, Umar Ibn Abdul‟aziz.
Dengan perintah beliau, kodifikasi hadits secara resmi dilakukan.

18
HADIS MASA KODIFIKASI
Proses kodifikasi hadits atau tadwiin al-Hadits yang dimaksudkan adalah proses
pembukuan hadits secara resmi yang dilakukan atas instruksi Khalifah, dalam hal ini adalah
Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (memerintah tahun 99-101 H). Beliau merasakan adanya
kebutuhan yang sangat mendesak untuk memelihara perbendaharaan sunnah. Untuk itulah
beliau mengeluarkan surat perintah ke seluruh wilayah kekuasaannya agar setiap orang yang
hafal Hadits menuliskan dan membukukannya supaya tidak ada Hadits yang akan hilang pada
masa sesudahnya.
Proses kodifikasi al-Hadits adalah proses pembukuan al-Hadits secara resmi yang
dikoordinasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah, bukan semata-mata kegiatan
penulisan al-Hadits, karena kegiatan penulisan al-Hadits secara berkesinambungan telah
dimulai sejak Rasulullah saw masih. Berangkat dari realitas ini adanya tuduhan bahwa al-
Hadits sebagai sumber yurisprudensi diragukan otentisitasnya atau tidak otentik karena baru
ditulis jauh sesudah Rasul wafat merupakan tuduhan yang tidak beralasan karena tidak sesuai
dengan fakta yang sebenarnya.
Tentang adanya larangan penulisan Hadits hal ini patut dimaknai larangan secara
khusus yaitu menuliskan al-Hadits bersama al-Qur‟an dalam satu tempat sehingga
dikhawatirkan menimbulkan kerancuan, atau menyibukkan diri dalam penulisan al-Hadits
sehingga mengesampingkan al-Qur‟an.

ILMU HADIS RIWAYAH DAN DIRAYAH


A. Hadis Riwayah
Ilmu hadis riwayah yaitu ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan
Nabi SAW, periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian lafadz-lafadznya.
Ilmu ini bertujuan memelihara hadis Nabi dari kesalahan dalam proses periwayatan dan
pembukuannya.
B. Hadis Dirayah
Ilmu hadis dirayah yaitu ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya
dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
Adapun tujuan dan faedah ilmu hadis dirayah adalah :
1. mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa ke masa
sejak masa Rasulullah hingga sekarang.
2. mengetahui tokoh-tokoh hadis dan usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan,
memelihara, dan meriwayatkan hadis.

19
3. Mengetahui kaidah-kaidah yang digunakan ulama dalam mengklasifikasikan hadis
4. Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dalam
menetapkan suatu hukum syara‟.

PEMBAGIAN HADIS
A. Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi
1. Hadis mutawatir
Hadis mutawati yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, yang menurut adat
tidak mugkin orang yang banyak tersebut bersepakat untuk berdusta.
Hadis mutawatir di bagi 3, yaitu mutawatir lafdzi (hadis yang sama bunyi, lafadz,
hukum, dan maknanya), mutawatir ma‟nawi (hadis yang berlainan bunyi dan makna,
namun dapat diambil makna umumnya), dan mutawatir „amali (sesuatu yang telah
diketahui dan mutawatir di kalangan umat, seperti jumlah raka‟at shalat, dsb).
2. Hadis ahad
Hadis ahad yaitu hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Hadis ahad dibagi 3, yaitu hadis masyhur ( yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih, tapi tidak mencapai tingkat mutawatir), hadis aziz (yang diriwayatkan oleh dua
orang perawi), hadis gharib ( yang diriwayatkan oleh satu orang perawi).
B. Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad
1. Hadis sahih
Hadis sahih yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,sempurna ingatannya,
sanadnya bersambung, tidak ber‟illat, dan tidak syadz.
Syarat-syarat hadis sahih yaitu rawinya adil, dhabit, bersambung sanad, tidak ber‟illat,
dan tidak syadz.
Hadis sahih di bagi 2, yaitu sahih lizatihi dan sahih lighairihi.
2. Hadis hasan
Hadis hasan yaitu khabar yang dinukilkan oleh orang yang adil,kurang sempurna
hapalannya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.
Hadis hasan di bagi 2, yaitu hasan lizatihi dan hadis hasan lighairihi.
Perbedaan antara hadis hasan dengan hadis sahih adalah pada hadis hasan disadang
oleh perawi yang tidak begitu kuat ingatannya, sedangkan pada hadis sahih disandang oleh
rawi yang benar-benarkuat ingatannya.
3. Hadis dha‟if

20
Hadis dha‟if adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadis
yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama, hadis dha‟if adalah yang tidak
terkumpul padanya sifat hadis sahih dan hasan.
Cacat pada keadilan rawi itu disebabkan 10 macam, yaitu dusta, tertuduh dusta, fasik,
banyak salah, lengah dalam menghafal, menyalahi riwayat orang kepercayaan, banyak
nerprasangka, tidak diketahui identitasnya, penganut bid‟ah, tidak baik hafalannya.
C. Klasifikasi hadis dha’if berdasarkan cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi
1. Hadis maudhu : yaitu hadis palsu yang dinisbatkan kepada Rasulullah.
2. Hadis matruk : yaitu hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.
3. Hadis mungkar : hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang parah kesalahannya
atau banyak kelupaannya atau nampak kefasikannya.
4. Hadis syadz : yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul, yang
menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya lebih
banyak ataupun lebih btinggi daya hafalannya.
D. Klasifikasi hadis berdasarkan gugurnya rawi
1. Hadis mu‟allaq : jatuhnya rawi pada awal sanad, seorang perawi atau lebih secara
berturut-turut.
2. Hadis mu‟dhal : hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih scara berturut-turut.
3. Hadis mursal : yaitu hadis yang gugur rawi dari sanadnya setelah tabi‟in.
4. Hadis munqati‟ : hadis yang gugur rawi sebelum sahabat atau gugur dua orang pada
dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.
5. Hadis mudallas : menyembunyikan cacat dalam isnad dan menampakkan cara
(periwayatan) yang baik.
E. Klasifikasi Hadis Berdasarkan Kuantitas Rawi
1. Hadis marfu’
Yaitu hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW.
2. Hadis mauquf
Yaitu hadis yang disandarkan kepada sahabat.
3. Hadis maqtu’
Yaitu hadis yang disandarkan kepada tabi‟in.

21
PERIWAYATAN HADIS
A. Cara-cara Menerima Riwayat
Mendengar (Al Sama‟), Membaca (Al Qira‟ah), Ijazah (Al Ijazah), Memberi
(Munawalah), Menulis (Al Kitabah), Pemberitahuan (I‟lam), Wasiat (Al Wasiyah),
Penentuan (Al – Wijadah)
B. Cara-cara Menyampaikan Riwayat
 Sami‟tu
 Haddasana
 Akhbarana
 Ambaana

ILMU ASBAB AL-WURUDIL HADIS


Ilmu asbab wurudil hadits adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi
menuturkan sabdanya dan masa-masanya Nabi menuturnya itu.
Contohnya: Tentang berhati lembut
“ Hendaklah kamu berhati lembut, sebab kelembutan itu tidak menjadikan sesuatu
melainkan memperindahnya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan dapat
memperburuknya”.
Sababul Wurud
Diriwayatkan dalam shahih Muslim bahwa Aisyah telah menunggang seekor unta yang
sukar ditungganginnya. Sehingga ia mendorongnya kuat-kuat. Maka Rasulullah bersabda:
“Hendaklah kamu berhati lembut......dst”.
Adapun urgensi asbabul wurud menurut imam as-Suyuthi antara lain untuk:
1. Menentukan adanya takhsish hadis yang bersifat umum.
2. Membatasi pengertian hadis yang masih mutlak.
3. Mentafshil (memerinci) hadis yang masih bersifat global.
4. Menentukan ada atau tidak adanya nash-mansukh dalamsuatu hadis.
5. Menjelaskan „illat (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum.
6. Menjelaskan maksud suatu hadis yang masih musykil (sulit dapahami)
Adapun faedah dari mengetahui asbabul wurud adalah untuk menentukan ada tidaknya
takhsish dalam suatu hadis yang umum, membatasi kemutlakan suatu hadis, merinci yang

22
masih global, menentukan ada tidaknya nasikh mansukh dalam hadis, mejelaskan „illat
ditetapkannya suatu hukum, dan menjelaskan hadis yang sulit dipahami (musykil).

ILMU NASIKH WALMANSUKH


Ilmu nasikh walmasukh adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang saling
bertentangan yang tidak mungkin bisa dikompromikan, dengan cara menentukan sebagiannya
sebagai nasikh dan sebagian lainnya mansukh. Yang terbukti datang terdahulu sebagai
mansukh dan yang terbukti datang kemudian sebagai nasikh.
Syarat-syarat nasakh yaitu:
1. Adanya mansukh ( yang di hapus )
2. Adanya mansukh bih ( yang digunakan untik menghapus)
3. Adanya nasikh (yang berhak menghapus)
4. Adanya mansukh ‟anhu (arah hukum yang dihapus ituadalah orang-orang yang sudah
aqil baligh atau mekallaf).

ILMU JARH WA TA’DIL


Ilmu Al-jarh wa At-ta‟dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang
dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta‟dilannya (memandang lurus perangai para
perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat
mereka.
Syarat-syarat bagi orang yang menta‟dilkan dan mentajrihkan:
1. Berilmu pengetahuan
2. Taqwa
3. Wara‟
4. Jujur
5. Menjauhi fanatik golongan
6. Mengetahui sebab-sebab untuk mentajrihkan dan menta‟dilkan
 Lafadz-lafadz jarh: Autsaqunnas
 Lafadz-lafadz ta‟dil: kzabunnas

23
HADIS MAUDHU’
Hadits maudhu adalah hadits yang diada-adakan dan dipalsukan atas nama Rasulullah
shallallohu alaihi wa sallam secara sengaja.
Faktor munculnya hadis maudhu‟:
1. Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah
2. Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran islam
3. Mempertahankan mazhab dalam masalah fiqh dan masalah kalam
4. Membangkitkan gairah beribadah untukmendekatn diri kepada Allah
5. Menjilat para penguasa untu mencari kedudukan atau hadiah
Ciri-ciri hadis maudhu‟ :
1. Ciri yang terdapat pada sanad
2. Rawinya terkenal berdusta
3. Pengakuan dari si pembuat sendiri
4. Kenyataan sejarah
5. Keadaan rawi dan faktor-faktorn yang mendorongnya membuat hadis maudhu‟
6. Ciri yang terdapat pada matan
7. Keburukan susunan lafadznya
8. Kerusakan maknanya

TAKHRIJUL HADIS
Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber aslinya yang
dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai keperluan.
Tujuan pokok men-tahrij hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis
yang ditakhrij. Tujuan lainnya, untuk mengetahui keadaan hadis tersebut yang
berkaitan dengan maqbul dan mardud-nya.

ILMU MUKHTALAFIL HADIS


Muhammad „Ajjaj al-Khathib mendefiniskan Ilmu Mukhtaliful Hadits wa
Musyakilihi sebagai:
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang tampaknya saling bertentangan, lalu
menghilangkan pertentangan itu, atau mengkompromikannya, di samping membahas hadits
yang sulit dipahami atau dimengerti, lalu menghilangkan kesulitan itu dan menjelaskan
hakikatnya.

24
Berdasrkan hasil penelitian Edi Safri mengenai metode penyelesaian hadits-
haditsmukhtalif menurut Imam al-Syafi‟iy, ada tiga cara yang mesti dilakukan yakni :
a. penyelesaian dengan cara kompromi
b. penyelesaian dengan cara nasakh
c. penyelesaian dengan cara tarjîh
Di mana ketiga cara tersebut dilakukan dengan berurutan. Artinya jika cara pertama
tidak menemukan jalan keluar, maka ditempuh cara kedua, jika cara kedua belum juga
diperoleh solusi, maka ditempuh cara ketiga.

25
MATA KULIAH FIQH DAN USHUL FIQH

A. Definisi ushul fiqh menurut Abdul Wahab Khallaf dalam kitab Ilmu Ushul al-Fiqh
adalah:

‫العلم ابلقواعد والبحوث اليت يتوصل هبا ايل استفادة االحكام الشرعية العملية من ادلتها التفصيلية‬
‫او هي جمموعة القواعد والبحوث اليت يتوصل هبا ايل استفادة االحكام الشرعية العملية من ادلتها التفصيلية‬
Mengetahui kaidah dan bahasan (kajian) yang mampu menjadi jembatan untuk mengambil
faedah hukum-hukum syara‟ praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci. Ini definisi pertama.
Definisi kedua adalah: kumpulan kaidah dan bahasan yang mampu menjadi jembatan untuk
mengambil faedah hukum-hukum syara‟ praktis dari dalil-dalilnya yang terperinci.

B. Ruang Lingkup Ushul Fiqh

Bertitik tolak dari definisi ushul fiqh diatas, makas bahasan pokok dari ushul fiqh itu
adalah :

a. Dalil-dalil atau sumber hukum syara‟


b. Hukum-hukum syara‟ yang terkandung dalam dalil itu; dan
c. Kaidah-kaidah tentang usaha dan cara mengeluarkan hukum sayra‟ dan dalil atau sumber
yang mengandungnya.[2]
C. Objek Pembahasan
Dari penjelasan tentang hubungan antara ushul fiqh dengan fiqh serta perbedaan masing-
masing, maka jelas pula bahwa objek ushul fiqh berbeda dengan objek fiqh.
a. Objek fiqh adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta dalil-
dalilnya yang terinci. Adapun pendapat lain tentang objek fiqh ialah hukum perbuatan
mukallaf, yakni halal, haram, ajib, mandub, makruh, dan mubah baserta dalil- dalil
yang mendasari ketentuan hukun tersebut. Fiqh membahas dalil-dalil tersebut untuk
menetapkan hukum-hukum cabang yang berhubungan dengan perbuatan manusia.
Sedangkan ushul fiqh meninjau dari segi penetapan hukum, klasifikasi argumentasi
serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi dalil-dalil tersebut.
b. Objek Pembahasan Ushul Fiqh
Dari berbagai definisi, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian Ushul Fiqh
secara garis besarnya ada tiga :
1. Sumber hukum dengan segala seluk beluknya.

26
2. Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari
sumbernya.
3. Persyaratan orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua
permasalahaanya.

Selain itu ada objek pembahasan lain dalam ushul fiqh meliputi :

1. Pembahasan tentang dalil.


Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini
dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari
macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu
Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap perbuatan.
2. Pembahasan tentang hokum
Pembahasan tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum, tidak
dibahas secara terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan tentang
hukum ini, meliputi pembahasan tentang macam-macam hukum dan syarat-
syaratnya. Yang menetapkan hukum (al-hakim), orang yang dibebani hukum (al-
mahkum „alaih) dan syarat-syaratnya, ketetapan hukum (al-mahkum bih) dan
macam-macamnya dan perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-mahkum
fih) serta syarat-syaratnya.
3. Pembahasan tentang kaidah
Pembahasan tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh
hukum dari dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-macamnya, kehujjahannya
dan hukum-hukum dalam mengamalkannya.
4. Pembahasan tentang ijtihad
Dalam pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-syarat
bagi orang yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang dilihat dari
kaca mata ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.
Jadi objek pembahasan ushul fiqh ini bermuara pada hukum syara‟ ditinjau dari
segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya. Hakim (Allah) dari segi
dalil-dalil yang menetapkan hukum, mahkum „alaih (orang yang dibebani hukum)
dan cara untuk menggali hukum yakni dengan berijtihad.
D. Kegunaan Fiqh dan ushul Fiqh
Setelah mengetahui definisi ushul fiqh beserta pembahasannya, maka sangatlah penting
untuk mengetahui tujuan dan kegunaan ushul fiqh. Tujuan yang ingin dicapai dari ushul

27
fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dali syara‟ yang terperinci
agar sampai pada hukum-hukum syara‟ yang bersifat amali. Dengan ushul fiqh pula dapat
dikeluarkan suatu hukum yang tidak memiliki aturan yang jelas atau bahkan tidak memiliki
nash dengan cara qiyas, istihsan, istishhab dan berbagai metode pengambilan hukum yang
lain. Selain itu dapat juga dijadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya
perbedaan madzhab diantara para Imam mujathid. Karena tidak mungkin kita hanya
memahami tentang suatu hukum dari satu sudut pandang saja kecuali dengan mengetahui
dalil hukum dan cara penjabaran hukum dari dalilnya. Para ulama terdahulu telah berhasil
merumuskan hukum syara‟ dengan menggunakan metode-metode yang sudah ada dan
terjabar secara terperinci dalam kitab-kitab fiqh. Kemudian apa kegunaan ilmu ushul fiqh
bagi masyarakat yang datang kemudian? Dalam hal ini ada dua maksud kegunaan, yaitu:
Pertama, apabila sudah mengetahui metode-metode ushul fiqh yang dirumuskan oleh
ulama terdahulu, dan ternyata suatu ketika terdapat masalah-masalah baru yang tidak
ditemukan dalam kitab terdahulu, maka dapat dicari jawaban hukum terhadap masalah baru
itu dengan cara menerapkan kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua, apabila menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab fiqh, akan
tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya karena ada perubahan yang terjadi dan
ingin merumuskan hukum sesuai dengan tuntutan keadaan yang terjadi, maka usaha yang
harus ditempuh adalah merumuskan kaidah yang baru yang memungkinkan timbulnya
rumusan baru dalam fiqh. Kemudian untuk merumuskan kaidah baru tersebut haruslah
diketahui secara baik cara-cara dan usaha ulama terdahulu dalam merumuskan kaidahnya
yang semuanya dibahas dalam ilmu ushul fiqh.

METODE IJTIHAD

1. Ijma ‟yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan masalah hukum yang tidak
diterangkan dalam Al-Qur‟an maupun hadits setelah setelah Rasulullah wafat. ijma‟
dilakukan dengan cara musyawarah dengan besdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits.
2. Qiyas yaitu menyamakan permasalahan yang tejadi dengan masalah lain yang sudah
ada hukumnya, karena ada kesamaan sifat atau alasan. Contoh hukum minuman keras
dapat diqiyaskan dengan khamar karena keduanya ada kesamaan sifat yaitu sama-sama
memabukkan.

28
3. Ihtisan yaitu menetapkan suatu hukum masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam
Al-Qur‟an dan Hadits yang didasrkan atas kepentingan atau kemaslahatan umat.
4. Ijtihad yaitu meneruskan keduanya berlakunya suatu hukum pada suatu masalah yang
telah ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai adanya dalil lain yang mengubah
kedudukan hukum tersebut
5. Maslahah mursalah yaitu memutuskan hukum suatu permasalahan dengan
pertimbangan kemaslahatan bersama sesuai dengan maksud syarak yang hukumnya
tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas
6. Istishab, Pengertian Istishab adalah suatu penetapan suatu hukum atau aturan hingga
ada alasan tepat untuk mengubah ketetapan tersebut.
7. Urf, Pengertian Urf adalah penepatan bolehnya suatu adat istiadat dan kebebasan suatu
masyarakat selama tidak bertentangan dengan Al-quran dan hadits.
8. Saddu dzariah, adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang mubah makruh atau haram
demi kepentingan umat.

KAIDAH USHULIYYAH

Kaidah Ushuliyyah merupakan gabungan dari kata kaidah dan ushuliyah, kaidah dalam
bahasa Arab ditulis dengan qaidah, yang artinya patokan, pedoman dan titik tolak. Ada pula
yang mengartikan dengan peraturan. Bentuk jamak qa‟idah (mufrad) adalah qawa‟id. Adapun
ushuliyah berasal dari kata al-ashl, artinya pokok, dasar, atau dalil sebagai landasan.
Jadi, Ka‟idah Ushuliyyah adalah pedoman untuk menggali dalil syara‟, titik tolak
pengambilan dalil atau peraturan yang dijadikan metode penggalian hukum, kaidah ushuliyah
disebut juga sebagai kaidah Istinbathiyah atau ada yang menyebut sebagai kaidah
lughawiyah, kaidah ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang
digunakan dalam teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan didasarkan
kepada pengamatan kebahasaan dan kesusastraan Arab.

29
Beberapa Jenis-jenis ka‟idah Ushuliyyah diantaranya amr dan nahi, aam dan khas,
(tersurat/tekstual) mafhum (tersirat/kontekstual) masing-masing mempunyai pengertian yang
berbeda namun pada hakikatnya sama yaitu guna menggali sebuah hukum, yang berfungsi
sebagai alat menggali sebuah hukum syara‟.

Contoh:

AL ASHLU FIL AMR

AL ASHLU FI NAHYI LI TAHRIM, DLL

KAIDAH FIQHIYYAH

Qawaidul fiqhiyah adalah suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada
semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-
hukum cabang itu.

PENTINGNYA KAIDAH FIQHIYAH


Kaidah fiqih memiliki arti penting dan posisi yang tinggi dalam hukum Islam. Di antara
kegunaannya sebagai berikut:

1. Sebagai pedoman berbagai kasus hukum, mempermudah mengetahui hukum dari suatu
kasus dan mudah mengingatnya.
2. Mengetahui kaidah fiqih menjadikan orang yang mengkajinya mengetahui rahasia
syariat, konsep hukum dan sumber pengambilan berbagai permasalahan hukum.
3. Memahami kaidah fiqih dapat menentukan pemahaman berbagai persoalan sekaligus
dapat mendatangkan hukumnya.
4. Mengembangkan penguasaan terhadap fiqih, karena dengan kaidah fiqih seseorang
akan mampu mengkiaskan (ilhaq) persoalan-persoalan dalam ruang lingkup tertentu.
5. Mengkaji kasus hukum tertentu tanpa kaidah bisa menyebabkan kehilangan konsep,
namun apabila mengkaji dengan kaidah akan bisa kaya konsep.
6. Dapat menjangkau tujuan umum syariat. Dengan mengetahui kaidah umum seseorang
dapat mengetahui tujuan umum syariat, misalnya “adh-dharuratu tubihul

30
mahzhurat (kemudaratan membolehkan susuatu yang dilarang)”. Dari kaidah tersebut
dapat dipahami bahwa menghilangkan kesulitan dan mengdatangkan kemudahan bagi
hamba salah satu dari tujuan syariat.

Dalam kaidah fiqih, menuurut mazhab Syafi‟I ada lima kaidah pokok yang memiliki
peranan penting dan ruang lingkup serta cakupan yang berbeda. Mulai dari kaidah dengan
ruang lingkup yang sangat luas hingga kaidah fikih dengan ruang lingkup yang sempi.
Kelima kaidah tersebut adalah:

Kaidah Fiqhiyah Pertama

‫اص ي‬
‫د اها‬ ‫األموريِبااق ي‬
ْ

“ Segala sesuatu itu tergantung pada niat”.

Kaidah Fiqhiyah kedua

‫الي يقي نالاي زالبيالش ي‬


‫َّك‬ ‫اْ ا‬

“Sesuatu yang sudah yakin tidak dapat dihilangkan dengan keraguan”.

Kaidah Fiqhiya ketiga

‫املشقَّة اَْتليبالت ي‬
‫َّيسْي ار‬ ‫ا‬
‫ا‬
“kesukaran itu mendatangkan kemudahan”

31
Kaidah Fiqhiyah keempat

ُ‫الض ََّر ُريُزَ ا ُل‬

“Kemadharatan itu harus dihilangkan”

Kaidah Fiqhiyah kelima

‫الع اادةُما َّك امة‬


‫ا‬

“Adat kebiasaan itu ditetapkan sebagai hukum.”

SESANA NGAPALKEUN SKRIPSI, BAIK UNDANG UNDANG, LATAR


BELAKANG, ATAU SEGALA SESUATU YANG BERHUBUNGAN DENGAN
SKRIPSI NU KU URANG DIBUAT

Penyusun:

1. Muhammad Khoiruman Azam (Hukum Ekonomi Syari‟ah)


2. Egi Arnoval Perdana Islam (Hukum Pidana Islam)

32

Anda mungkin juga menyukai