Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STUDI AL QURAN DAN HADITS

Ulumul Quran dan Ulumul Hadits

Dosen Pembina :

Ermita Zakiyah, M.Th.I

Disusun oleh:

Kelas F – Kelompok 6

Devi Rahmadani Prabowo (18410167)

Nichy Munikha Ma’rifatin (18410180)

Ayu Annisa Ismira Ningrum (18410229)

FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019/2020

1
Kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Kami panjatkan puja
dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada kami
sehingga kami telah menyelesaikan makalah yang berjudul “Ulumul Quran dan Ulumul Hadits” ini.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan kami mengambil dari beberapa
referensi sehingga dapat membantu penyusunan. Kami juga mendapat bantuan dari beberapa pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Kami berterima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari itu semua kami menyadari bahwa masih ada kekurangan dari makalah ini, oleh itu
kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini lebih baik
lagi.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan
baru mengenai Ulumul Quran dan Ulumul Hadits bagi para pembaca.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................1

Kata Pengantar...........................................................................................................2

Daftar Isi......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5

BAB III PENUTUP....................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20

3
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Betapapun awamnya seorang muslim, maka ia harus mengetahui bahwa sumber utama ajaran
agama yang dianutnya yakni bersumber dari al Quran al Karim. Hingga kemudian diikuti
dengan al Hadits atau as Sunnah sebagai sumber penting kedua agama islam. Beberapa hari
menjelang wafatnya, Nabi Muhammad SAW. berwasiat kepada umatnya agar berpegang
teguh kepada al Quran dan as Sunnah.

Sudah merupakan kesepakatan kaum muslimin bahwa keduanya merupakan sumber syariat
agama islam. Oleh karena itu, diwajibkan bagi kita untuk mempelajari Ulumul Quran dan
Hadits ini. Dan karenanya, dalam makalah ini kami akan membahas sedikit mengenai
Ulumul Quran dan Ulumul Hadits.

B. Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari Ulumul Quran dan Ulumul Hadits?
2) Apa sejarah yang menimbulkan Ulumul Quran dan Ulumul Hadits ?
3) Apa fungsi Ulumul Quran dan Ulumul Hadits?
4) Apa urgensi dalam penafsiran al Quran dan Hadits?

C. Tujuan
1) Mengetahui definisi dari Ulumul Quran dan Ulumul Hadits
2) Mengetahui sejarah yang menimbulkan Ulumul Quran dan Ulumul Hadits
3) Mengetahui fungsi Ulumul Quran dan Ulumul Hadits
4) Mengetahui urgensi dalam penafsiran al Quran dan Hadits

4
BAB II

Pembahasan

I. Definisi Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits

A. Ulumul Qur’an

a) Definisi Ulumul Quran


Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al – Dirayah memberikan definisi Ulumul Quran
sebagai suatu ilmu yang membahas tentang keadaan al Quran dari segi turun, sanad,
adab, dan makna-maknanya, yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan
sebagainya. Sedangkan Al Zarqani dalam kitab Manahilul ‘Irfan fi Ulumil Quran
merumuskan definisi Ulumul Qur’an Ulumul Quran ialah pembahasan-pembahasan
yang berhubungan dengan al Quran, dari segi turun, urutan-urutan, pengumpulan,
penulisan, bacaan penafsiran mukjizat, nasikh dan mansukhnya, serta penolakan
terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan-keraguan terhadap al Quran (yang
sering dilancarkan oleh Orientalis dan Ateis dengan maksud untuk menodai kesucian
al Quran) dan sebagainya.

Berdasarkan dari kedua definisi Ulumul Quran tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
Ulumul Quran merupakan suatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada
hubungannya dengan al Quran baik berupa ilmu agama, misal ilmu tafsir, maupun ilmu
berbahasa arab, missal ilmu I’robil Quran. Dan Ulumul Quran merupakan intisari dari
seluruh ilmu-ilmu al Quran.

b) Sejarah Perkembangan Ulumul Quran

1. Keadaan ilmu al Quran pada abad I dan II


Pada masa Nabi, pemerintahan Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu al Quran belum
dibukukan, karena umat Islam belum memerlukannya. Sebab, umat islam pada waktu
itu adalah para sahabat Nabi yang sebagian besar terdiri dari bangsa Arab asli (suku

5
Quraisy dan sebagainya), sehingga mereka mampu memahami isi al Quran dengan
baik.
Kemudian, pada masa pemerintahan Utsman terjadilah perselisihan di kalangan
umat Islam mengenai bacaan al Quran, maka Khalifah Utsman mengambil tindakan
penyeragaman tulisan al Quran demi menjaga keseragaman al Quran dan menjaga
persatuan umat Islam. Tindakan tersebut dinamakan tindakan “Ilmu Rasmil Quran”
atau “Ilmu Rasmil Utsmani”.
Kemudian pada masa pemerintahan Ali, semakin bertambah banyak bangsa non-
Arab yang masuk Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga terjadilah
kesalahan saat membaca al Quran hal ini karena tidak mengetahui kedudukan kata
dalam suatu kalimat (I’rob) nya. Karena itu, Khalifah Ali memerintahkan kepada
Abul Aswad al Duali untuk menyusun kaidah bahasa Arab, demi menjaga
keselamatan bahasa Arab yang menjadi bahasa al Quran. Maka, tindakan Khalifah
Ali dipandang sebagai perintis kelahiran Ilmu Nahwu dan Ilmu I’robil Quran.
2. Keadaan ilmu-ilmu al Quran abad III dan IV
Pada abad III H. Selain illmu tafsir dan tafsir, para ulama mulai menyusun pula
beberapa ilmu al Quran. Diantaranya Ilmu Ashbabun Nuzul, Ilmu Nasikh wal
Mansukh dan Ilmu Qiraat, Ilmu Makky wal Madany. Hingga kemudian, pada abad IV
H. mulailah disusun Ilmu Gharibul Quran dan beberapa kitab-kitab Ulumul Quran.
3. Keadaan Ilmu-ilmu al Quran pada abad V dan VI
Pada abad V H. mulai disusun Ilmu I’robil Quran dalam satu kitab. Disamping
itu, penulisan kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh ulama pada
masa ini. Kemudian pada abad VI H. disamping meneruskan pengembangan Ulumul
Quran juga terdapat ulama yang menyusun Ilmu Mubhamatil Quran.
4. Keadaan Ilmu-ilmu al Quran pada abad VII dan VIII
Mulailah tersusun Ilmu Majazul Quran dan tersusun pula Ilmu Qiraat pada abad
ke VII H. hingga pada abad ke VIII H. muncullah beberapa ulama yang menyusun
ilmu-ilmu baru tentang al Quran. Sedang Ulumul Quran tetap berjalan.
5. Keadaan Ilmu-ilmu al Quran pada abad IX, X, dan XIV
Pada abad IX dan permulaan abad X H. makin banyak karangan-karangan yang
ditulis oleh ulama tentang ilmu-ilmu al Quran dan pada masa ini perkembangan

6
Ulumul Quran mencapai kesempurnaannya. Setelah masuk abad XIV H. maka
bangkitlah kembali perhatian ulama menyusun kitab yang membahas al Quran dari
berbagai segi dan macam ilmu al Quran, diantaranya kitab al Tibyan fii Ulumil
Qur’an, Mahasinatut Ta’wil, Manaahilul ‘Irfaan fii Ulumil Qur’an, dan lain-lain.

c) Pembagian Ulumul Quran dan cabang-cabang

Dibagi menjadi dua. Yang pertama, Ilmu Riwayah. Yakni ilmu al Quran yang
diperoleh dengan jalan riwayat atau naql. Artinya, dengan cara menceritakan kembali
atau mengutip. Misalnya pengetahuan tentang macam-macam qiraat, tempat turun ayat,
waktu, dan sebab turunnya. Kedua, Ilmu Dirayah. Yakni ilmu al Quran yang diperoleh
dengan jalan pembahasan dan penelitian. Missal pengetahuan tentang lafal-lafal yang
gharib, ayat yang nasikh dan yang mansukh.
Ilmu-ilmu al Quran sangatlah banyak. Namun beberapa diantaranya sangat umum
dipelajari oleh beberapa yang mempelajari ilmu tafsir, diantaranya:

1. Ilmu Asbabun Nuzul


Merupakan ilmu yang menjelaskan sebab diturunkannya suatu ayat dan menerangkan
hukumnya pada saat terjadi peristiwa tersebut.

2. Ilmu Makky Wal Madany


Merupakan ilmu yang membahas tentang surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan di
Mekkah dan di Madinah.

3. Ilmu tulisan mushaf Utsman


Merupakan ilmu yang mempelajari penulisan mushaf al Quran yang dilakukan
dengan cara khusus, baik lafal maupun bentuk huruf yang digunakan.

B. Ulumul Hadits

7
a) Pengertian Ulumul Hadits

Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits (arabnya :
Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadits,
secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, atau science. Sedangkan hadits
secara etimologis, hadits memiliki makna baru (jadid), dekat (qorib), dan warta (khabar).

Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli Hadist, diantaranya:

“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi SAW”
(Mahmud Thahan, 1978 : 155)

Dengan demikian Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan
dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli hadist banyak yang memberikan definisi ilmu
hadist, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:

“Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkan”

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan
tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.

Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila dilihat kepada garis
besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua macam. Pertama, Ilmu Hadits Riwayat (riwayah).
Kedua, Ilmu Hadits Dirayat (dirayah).

1. Hadits Riwayat

Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu, Ilmu
Hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan
(periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya, serta
periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya. Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib,
yaitu, Ilmu yang membahas tentang periwayatan segala sesuatu yang di sandarkan kepada
Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat
jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci. Menurut
Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa`id fi `Ulum al-Hadits,
yaitu: Ilmu Hadits yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui

8
dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW serta periwayatan,
pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadits Nabi SAW serta periwayatan,
pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya . Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami
bahwa Ilmu Hadits Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara
periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi SAW. Objek
kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah Hadits Nabi SAW dari segi periwayatannya dan
pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup: Cara periwayatan Hadits, baik dari segi cara
penerimaan dan demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi
yang lainnya. Cara pemeliharaan Hadits, yakni dalam bentuk penghafalan, penulisan dan
pembukuannya.

Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadis Nabi
SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam
proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.

2. Hadits Dirayat

Hadist Dirayah, dari segi bahasa kata berasal dari kata dara, yadri, daryan,
dirayatan/dirayah, pengetahuan. Jadi yang dibahas nanti dari segi pengetahuannya yakni
pengetahuan tentang hadist atau pengantar ilmu hadist.

Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut: dan Ilmu Hadis yang
khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat,
syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat
mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.

a. Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang


diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat
(cara-cara tahammul al-Hadits), seperti: Sama’ (perawi mendengarkan langsung
bacaan Hadis dari seorang guru), Qira’ah (murid membacakan catatan Hadis dari
gurunya di hadapan guru tersebut), Ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk
meriwayatkan suatu Hadits dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya kepada
seorang untuk diriwayatkan), Kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),
Munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada seseorang untuk

9
diriwayatkan), I’lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah
koleksinya), Washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang
dikoleksinya), dan Wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari seorang
guru).

b. Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadits Dirayah ini, berdasarkan definisi di
atas, adalah sanad dan matan Hadits. Pembahasan tentang sanad meliputi: Segi
persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad Hadits
haruslah bersambung mulai dari Sahabat sampai pada Periwayat terakhir yang
menuliskan atau membukukan Hadits tersebut. Oleh karenanya, tidak dibenarkan
suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui
identitasnya atau tersamar. Kemudian segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu
setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan
dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Haditsnya). Segi keselamatan dan
kejanggalan (syadz). Keselamatan dan cacat (‘illat), dan tinggi dan rendahnya
martabat suatu sanad.

Pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke dhaifan-nya.


Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalananya dengan makna dan tujuan yang terkandung
di dalam al-quran, atau selamatnya dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz), dari cacat
atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma’na), karena bertentangan dengan akal dan
panca indera, atau dengan kandungan dan makna al-qur‟an, atau dengan fakta sejarah,
dan dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa dipahami berdasarkan
maknanya yang umum dikenal.

b) Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits


Selama dua puluh tiga tahun Rasulullah SAW mencurahkan segala aktifitasnya untuk
mendakwahkan Islam kepada umat manusia sehingga belahan dunia (Arab) tersinari oleh
agama yang hanif ini. Perkembangan ilmu hadits selalu beriringan dengan pertumbuhan
pembinaan hadits itu sendiri. Hanya saja ia belum wujud sebagai suatu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Pada saat Rasulullah SAW masih hidup ditengah-tengah kaum muslimin,
ilmu ini masih wujud dalam bentuk prinsip-prinsip dasar, yang merupakan embrio bagi
10
pertumbuhan ilmu hadits dikemudian hari. Misalnya tentang pentingnya pemeriksaan dan
tabayyun, terhadap setiap berita yang didengar, atau pentingnya persaksian orang adil dan
sebagainya. Firman Allah dalam (Al-Hujurat [49] : 6) menyatakan:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”

Demikian pula dalam (Al-Thalaq [65] : 2) menyatakan:

“.......persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran
dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.”

Ayat di atas jelas memberikan perintah kepada kaum muslimin supaya memeriksa,
meneliti dan mengkaji berita yang dating, khususnya berita yang dibawa oleh orang-
orang fasiq. Tidak semua berita yang datang pasti diterima sebelum diperiksa siapa
pembawanya dan apa materi isinya. Jika pembawanya orang terpercaya dan adil, maka
pasti diterima. Tetapi sabaliknya, jika mereka tidak jujur dan fasik, tidak obyektif, maka
berita akan ditolak. Sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat Nabi sangat hati-hati
dalam periwayatan hadits, karena konsentrasi mereka masih banyak tercurahkan kepada
al Qur’an, yang baru mulai dibukukan pada zaman khalifah Abu Bakar dan
disempurnakan pada saat sahabat Utsman bin Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya ketika
mulai terjadi konflik politik, yang memicu munculnya firqah di kalangan kaum
muslimin : Syiah, Murji’ah dan Jama’ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya
periwayatan yang dimanipulasi, dipalsukan dan direkayasa, maka para ulama bangkit
untuk membendung pemalsuan dan menjaga kemurnian hadits Nabi. Dari usaha ini,
terbentuklah teori-teori tentang periwayatan. Keharusan menyertakan sanad menjadi
bagian penting yang dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah dilakukan
antara lain oleh Ibnu Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari para ulama. Ketika
para ulama hadits membahas tentang kemampuan hafalan / daya ingat para perawi

11
(dhabit), membahas bagaimana system penerimaan dan penyampaian yang dipergunakan
(tahammul wa ada al-hadits), bagaimana cara menyelesaikan hadits yang tampak
kotradiktif, bagaimana memahami hadits yang musykil dan sebagainya, maka
perkembangan ilmu hadits semakin meningkat. Ketika Imam al-Syafi’i (wafat 204 H)
menulis kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah mengalami perkembangan lebih
maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas kaidah-kaidah tentang periwayatan,
hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul fiqih. Demikian pula dalam kitab al-
Umm. Di sana telah ditulis pula kaidah yang berkaitan dengan cara menyelesaikan
haadits-hadits yang bertentangan, tetapi masih bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu
hadits pada saat itu sudah mulai tampak bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan
ilmu lain, belum menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Sesudah generasi al-Syafi’i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu hadits,
misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah (wafat 276
H ) menyusun kitab Ta’wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab
shahihnya, Al-Turmudzi menulis al-Asma’ wa al-Kuna, Muhammad bin Sa’ad menulis
al-Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang rawi-rawi yang lemah
dalam kitab al-Dlu’afa’. Dengan banyaknya ulama yang menulis tentang persoalan yang
menyangkut ilmu hadits pada abad III H ini, maka dapat difahami mengapa abad ini
disebut sebagai awal kelahiran Ilmu Hadits, walaupun tulisan yang ada belum membahas
ilmu hadits secara lengkap dan sempurna. Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap
baru terjadi ketika Al-Qadli Abu Muhammad al-Hasan bin Abdul Rahman al-
Ramahurmudzi (wafat 360 H) menulis buku Al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa
al-Wa’i. Kemudian disusul al-Hakim al-Naisaburi (wafat 405 H) menulis Ma‟rifatu
Ulum al-Hadits,al-Khathib Abu Bakar al-Baghdadi menulis kitab Al-Jami’ li Adab al-
Syaikh wa al-Sami’, al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayat dan al-Jami’ li Akhlaq al-Rawi wa
Adab al-Sami’.

c) Cabang-Cabang Ulumul Hadits

Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:

a. Ilmu Rijal al-Hadits

12
Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun
dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-
Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut, meliputi masa kelahiran dan
wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam
jangka berapa lama, kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa
saja mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang
mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut
Tarikh al-Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.

b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil

Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para
perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai
kata-kata yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Maksudnya al-
Jarh (cacat) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang
melekat pada periwayat hadits seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila
sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut cacat. Hadis
yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan hadisnya di nilai lemah (dha`if).
Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan
untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan,
terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat penilaian seperti ini
disebut `adil,sehingga hadis yang di bawanya dapat di terima sebagai dalil agama.
Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan fungsinya sebagai suber ajaran Islam, maka
yang diambil adalah hadis shahih.

c. Ilmu Fannil Mubhamat


Yaitu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan
atau di dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam
shahih Bukhory diterangkan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al `Asqollany dalam
Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.

13
d. Ilmu Mukhtalif al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Mungkin dengan cara membatasi
kemutlakan atau keumumannya dan lainnya, yang bisa disebut sebagai ilmu Talfiq al-
Hadits.
e. Ilmu `Ilalil Hadits

Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak
keabsahan suatu Hadits. Misalnya memuttasilkan Hadits yang munqathi`,
memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu Hadits ke Hadits yang lain, dan
sebagainya. Ilmu yang satu ini menentukan apakah suatu Hadits termasuk Hadis
dla`if, bahkan mampu berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadits,
sekalipun lahirnya tersebut seperti luput dari segala illat.

f. Ilmu Gharibul Hadits


Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadits Rasulullah SAW yang sukar di
ketahui dan di pahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau
bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam
matan hadis yang sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.

g. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits


Yaitu ilmu yang membahas Hadits-hadits yang bertentangan dan tidak mungkin
diambil jalan tengah. Hukum hadits yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadits
yang lain (mansukh). Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul
belakangan dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.

h. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits)


Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-
masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab
al-nuzul, di dalam Ilmu hadits ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits. Terkadang ada hadis
yang apabila tidak di ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak
baik ketika hendak di amalkan.

14
i. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai
oleh ahli-ahli Hadits).

d) Kriteria Rawi yang Bisa Diterima Periwayatannya

Seseorang yang bisa diterima periwayatannya ialah seorang rawi yang karakteristik
moralnya baik (‘adil). Yakni ia harus orang yang muslim, tengah baligh, terbebas dari
kefasikan dan hal-hal yang menyebabkan harga dirinya jatuh, dan ia meriwayatkan dalam
keadaan sadar.

Ia harus seorang yang menguasai hafalannya dan meriwayatkan Hadits dari


hafalannya. Dituntut untuk menguasai kitabnya, jika meriwayatkan haditsnya dari kitab
tersebut. Mengetahui hal yang dapat mengganggu kandungan makna Hadits yang
diriwayatkannya pada saat ia meriwayatkannya.

Sedangkan kekredibilitasan seorang rawi bisa dipastikan dengan adanya pengakuan


terhadap pengakuan tersebut dari dua orang yang ‘adil dan juga bisa melalui melihat dari
reputasi kekredibilitasannya. Kemudian Ibnu ‘Abd al-Barr memperluas persyaratan
dengan menambahkan bahwa orang yang ahli dalam suatu disiplin pengetahuan yang ia
dikenal mempunyai perhatian yang serius terhadap bidangnya tersebut dan selalu bisa
dipastikan kekredibilitasannya. Tetap berlaku sampai diketahui ada cacat padanya,
namun pendapat ini tidak bisa diterima oleh para Ahli Hadits.

II. Fungsi Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits

A. Fungsi Ulumul Quran


Terdapat beberapa fungsi Ulumul Quran yang sangat bermacam-macam. Diantaranya
a. Agar dapat memahami kalam Allah dengan keterangan yang dikutip oleh para
sahabat dan para tabi’in tentang interpretasi terhadap al Quran.

15
b. Agar dapat memahami, menafsrikan, dan menerjemahkan al Quran dan
mempertahankan kesucian dan kebenaran al Quran.
c. Agar mengetahui persyaratan dalam menafsirkan al Quran
d. Memahami makna kandungan al Quran

B. Fungsi Ulumul Hadits


Terdapat beberapa hal yang merupakan fungsi dari Ulumul hadits, diantaranya:
a. Berfungsi sebagai penjelasan dari al Quran
b. Menambahkan hukum yang belum tercantum dalam al Quran
c. Menjaga dari pemalsuan hadits yang berpotensi sangat besar, sehingga perlu dijaga
keasliannya
d. Untuk membedakan hadits yang dla’if dan yang palsu sehingga tidak salah dalam
penentuan hukum islam

III. Urgensi Mempelajari Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits

A. Urgensi mempelajari ‘Ulumul Qur’an

Ketertinggalan peradaban umat Islam saat ini melahirkan refleksi diri sebagai upaya
mencari jalan menuju kebangkitan kembali. Salah satunya ditempuh dengan upaya
penafsiran kembali teks-teks keislaman (al-Qur’an) sesuai dengan spirit zamannya.
Upaya yang dilakukan dengan metode hermeneutika ini biasa disebut dengan
kontekstualisasi, melengkapi beberapa pendekatan yang telah ada sebelumnya. Dalam
tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa tradisi berpikir kritis, kreatif, dan inovatif harus
dilakukan dengan menyingkirkan pra-anggapan dan asumsi negatif, serta mengedepankan
rasionalitas. Oleh karena itu, usaha memahami al-Qur’an dengan pelbagai pendekatan
metodologi baru harus selalu dikembangkan dan tidak boleh berhenti pada satu titik.

Urgensi ulumul quran akan dirasakan manfaat dan dampak positifnya disaat kita
menafsirkan ayat demi ayat al-Qur’an dengan bantuan ulumul Qur’an. Ruang lingkup
Ulumul Qur’an yang nyaris tidak terbatas itu akan memudahkan siapapun dalam
membedah al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Ulumul Qur’an tidak dibatasi oleh ilmu-

16
ilmu yang bersifat keislaman semata; akan tetapi, juga meliputi bidang-bidang sains dan
teknologi yang juga sangat membantu memahami maksud al-Qur’an.

Perkembangan sains dan teknologi yang sedemikian pesat, dalam banyak hal sangat
membantu mempermudah untuk memahami isi kandungan al-Qur’an yang terkait dengan
ayat-ayat kauniyah dan lainnya.

Istilah Ulumul Qur’an tidak tumbuh dan berkembang sekaligus, akan tetapi melalui
proses cukup panjang. Khazanah para intelektual muslim dalam bidang-bidang ilmu al-
Qur’an terus mengalir dari waktu ke waktu, tidak terkecuali para sarjana muslim
Indonesia.

Jika kalangan ulama kontemporer-khususnya timur Tengah lahir buku ilmu-ilmu al


Qur’an semisal Mahabits fi Ulum Al Qur’an karya Muhammad subni al-Shalih,
Mahabits fi “ulumul Qur’an tulisan Manna’ al-Qaththan, Min Rawa’ al-Qur’an buah
pena Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, dll. Di Indonesia terbit beberapa buah buku
‘ulum al-Qur’an, diantaranya adalah Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir ilmu-
ilmu al-Qur’an karangan M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar ‘Ulumul Qur’ankarangan
Masyfuq Zuhdi, Sejarah Al-Qur’an karya Abu bakar Aceh, Al-Qur’an dari masa ke masa
buah pena K.H Munawar Khalil, buku-buku karangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab yang
concern dengan ilmu-ilmu al-Qur’an dan ilmu tafsir, dll.

B. Urgensi mempelajari ‘Ulumul Hadis

Urgensi hadis Nabi−baik dalam studi Islam maupun implementasi


ajarannya−bukanlah hal yang asing bagi kaum muslimin umumnya, apalagi bagi
kalangan ulama. Hal ini mengingat hadis menempati posisi sebagai sumber hukum dalam
sistem hukum Islam (al-Tashri’ al-Islami) setelah al-Qur’an.

Sebagai referensi kedua setelah al-Qur’an, hadis membentuk hubungan simbiosis


mutualisme dengan al-Qur’an sebagai teks sentral dalam peradaban Islam bukan hanya
dalam tataran normatif-teoritis namun juga terimplementasikan dalam konsensus,
dialektika keilmuan dan praktek keberagamaan umat Islam seluruh dunia di sepanjang
sejarahnya. Bersama al-Qur’an, hadis merupakan “sumber mata air” yang menghidupkan

17
peradaban Islam, menjadi inspirasi dan referensi bagi kaum muslimin dalam
kehidupannya.

Mengingat strategisnya posisi hadis dan urgensi mempelajarinya, maka ulama hadis
memberikan perhatian serius dalam bentuk menghafal hadis, mendokumentasikan dalam
kitab dan mempublikasikannya, menjabarkan cabangcabang keilmuannya, meletakkan
kaidah-kaidah dan metodologi khusus untuk menjaga hadis dari kekeliruan dan kesalahan
dalam periwayatan serta melakukan riset-riset untuk meneliti validitas hadis.

Di Indonesia, banyak hadis yang memerlukan penjelasan (syarah) baru agar mampu
menyingkap berbagai hakikat yang dikandung, dengan menggunakan bahasa yang
populer dan sejalan dengan logika masa kini, agar lebih mudah mencapai tujuan. Oleh
karena itu, para pengkaji Islam, khususnya di Indonesia dituntut untuk siap
mengantisipasi munculnya masalah-masalah aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Hal itu mencerminkan betapa elastisnya prinsip dan metode ajaran Islam khususnya
dalam bidang mu’amalah dan hubungan sosial, karena boleh disesuaikan dengan
perkembangan dan kepentingan manusia yang senantiasa berubah sesuai tuntutan waktu
dan tempat.

Jika Al-Quran telah ditafsirkan dengan memakai sejumlah disiplin ilmu sehingga
terasa mampu berbicara langsung kepada rasionalitas masa kini, maka disayangkan
bahwa kitab-kitab hadis belum beruntung mendapat penulis-penulis syarah (penjelasan
dan komentar) yang menguasai sekaligus memadukan antara pemahaman ulama-ulama
tradisional dan konsep-konsep pembaharuan masa kini. Itulah sebabnya, rumusan-
rumusan baru, pendekatan-pendekatan kontemporer, bahkan uraian aktual kontekstual
harus diupayakan dan diprogramkan, mengingat perubahan cara berpikir manusia era
teknologi modern, tidaklah sama dan sebangun dengan cara berpikir manusia era pra-
scientific agraris. Setidaknya, bahasa dan pola pikir yang digunakan sudah harus
disesuaikan dengan muatan pengalaman manusia masa kini dan di sini. Oleh karena
itulah pemahaman ulumul hadis sangat diperlukan dalam melakukan penjelasan atau
penafsiran ini.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat sebuah keterkaitan
antara Ulumul Quran dan Ulumul Hadits. Banyaknya hukum yang belum jelas maupun
tercantum telah ditambahkan di kumpulan hadits tersebut. Dan untuk menjaga
kemurniannya maka sangat diperlukan ilmu-ilmu al Quran dan Hadits.
Oleh sebab itu, ilmu al Quran dan Hadits sangatlah penting untuk dipelajari. Hal ini
sangat bermanfaat untuk menjaga kesucian agama maupun pedoman untuk setiap
individu.

B. Saran
Sangat dianjurkan untuk mempelajari ilmu-ilmu al Quran beserta ilmu-ilmu
Haditsnya. Hal ini disebabkan terdapat keterkaitan antara keduanya yang berfungsi untuk
menguatkan antara al Quran dan al Haditsnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

 Tasbih. (2016). Urgensi Pemahaman Kontekstual Hadis (Refleksi terhadap Wacana Islam
Nusantara). Jurnal Al-Ulum. 16(1): 81-102
 Mustaqimah. (2015). Urgensi Tafsir Kontekstual dalam Penafsiran Al-Qur’an Jurnal Al-
Farabi. 12(1): 138-149
 Asshalih, Subhi.1996.Membahas Ilmu-Ilmu Al Quran.Jakarta:Penerbit Pustaka Firdaus
 Yaqub, Ali Mustafa.1998.Dasar-dasar Ilmu Hadits.Jakarta:Penerbit Pustaka Firdaus
 Zuhdi, Masjfuk.1997.Pengantar Ulumul Quran.Surabaya:Karya Abditama
 Bakkar, Muhammad Mahmud.1997.’Ilmu Takhriji al Achaaditsi.Riyadh:Dar Thayyibah
Lintisyar Wa at Tauzi’

20

Anda mungkin juga menyukai