Anda di halaman 1dari 32

𝐡.

𝟏−𝟑𝟐
FINAL TEST
𝐍𝐨 𝐔𝐫𝐮𝐭 ∶𝟎𝟓𝟐

ULUMUL QUR’AN

OLEH :

ANNISA NURUL JANNAH

SMA AKSARA BAJENG

DOSEN :

PROF. DR.H. SYARIFUDDIN ONDENG, M.AG.

PBI B

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Makalah ini. Dan saya juga
menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang
telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi
bahan makalah.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini
sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah
ini sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang
Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita
sebagai manusia. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semuanya.

Makassar, Desember 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ......................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 4
A. Latar Belakang .......................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN .... ................................................................ 6
A. Pengertian Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an serta Ruang
Lingkup dan Cabang-Cabangnya ........................................... 6
B. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an dan Hikmah
Diturunkan Al-Qur’an Secara Berangsur – Angsur ............. 7
C. Penulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW ................ 8
D. Penulisan Al-Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin ............ 9
E. Pemeliharaan Rasmul Al-Qur’an, Qira’at Al-Qur’an, dan
Hubungan Rasmul Al-Qur’an dengan Qira’at Al-Qur’an. 12
F. Asbabun Nuzulun Qur’an ...................................................... 17
G. Munasabah Al-Qur’an ........................................................... 19
H. Al Makki Wal Madani ............................................................ 21
I. Kisah Al-Qur’an...................................................................... 23
J. I’Jas – Kemukjizatan Al-Qur’an .......................................... 25
K. Antara Tafsir, Takwil dan Terjemah ................................... 26
L. Metode Tafsir Al-Qur’an ....................................................... 26
M. Metode Tafsir dan Al-Qur’an................................................ 27
N. Kaidah – Kaidah Tafsir Al-Qur’an....................................... 29
BAB III PENUTUP ........................................................................... 31
A. Kesimpulan .............................................................................. 31
B. Saran ........................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 32

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada Umumnya, umat islam diwajibkan untuk selalu
menjadikan kitab suci Al-Quran sebagai landasan dalam hidup,
untuk itu, pengetahuan sejarah perkembangan maupun
pengertian dari Al-Quran itu sendiri harus benar-benar
dimengerti. Selain merupakan sumber utama bagi ajaran islam,
Al-qur’an juga sebagai pedoman, sumber rujukan bagi umat
islam yang universal, baik meyangkut kehidupan dunia maupun
akhirat.
Ulumul qur’an atau juga di sebut ilmu-ilmu Al-Qur’an
adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-
Qur’an, baik dari segi keberadaannya sebagai Al-Quran maupun
dari segi pemahaman terhadap apa yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu
rasmil Qur’an, ilmu asbabul nuzul dan ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari Ulumul
Qur’an.
Sebelum kita mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an, ada
baiknya kita mengerti terlebih dahulu sejarah adanya ulumul
Qur’an. Dengan adanya pokok pembahasan ini diharapkan
mahasiswa semakin mencintai sumber utama umat islam yaitu
Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ilmu, Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an ?
2. Apa saja yang merupakan ruang lingkup dari ilmu Al-
Qur’an?
3. Apa faedah, urgensi dan Tujuan Mempelajari dari ilmu-ilmu
Al-qur’an ?
4. Bagaimana sejarah serta perkembangan Ulumul Quran?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu, Al-Qur’an dan Ulumul
Qur’an.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup pembahasan ulumul
Qur’an.
3. Untuk mengetahui betapa pentingnya mendalami ilmu Al-
Qur’an.
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Al-Qur’an.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an serta Ruang
Lingkup dan Cabang-Cabangnya
1. Pengertian Al-Qur’an
Pengertian Al-qur’an secara umum adalah kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara malaikat Jibril kepada umat manusia
untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan dunia dan
akhirat.
2. Pengertian Ulumul Qur’an
Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari dua kata penyusun yaitu ‘Ulum dan Qur’an.
Kata ‘Ulum sendiri merupakan jamak dari kata ‘ilm.
‘Ulum berarti al-fahmu wa alma’rifat (pemahaman dan
pengetahuan). Sedangkan ‘ilm yang berarti al-fahmu wa
al-idrak (paham dan menguasai). Sebelum melangkah ke
pengertian Ulumul Qur’an, perlu diketahui hakikat dari
Al-qur’an itu sendiri. Kata Al-qur’an berasal dari bahasa
Arab merupakan akar kata dari qara’a (membaca).
3. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Ruang lingkup Ulumul Qur’an pada dasarnya luas
dan sangat banyak karena segala aspek yang
berhubungan dengan Al-qur’an, baik berupa ilmu agama
seperti tafsir, ijaz, dan qira’ah maupun ilmu-ilmu bahasa
Arab seperti ilmu irab Al-qur’an adalah bagian dari
Ulumul Qur’an. Di samping itu banyak lagi ilmu-ilmu
yang terangkum di dalamnya
4. Cabang – Cabang (Pokok Bahasan) Ulumul Qur’an
Cabang- cabang atau pokok bahasan yang menjadi
pembahasan Ulumul Qur’an adalah :
a) Ilmu adab tilawat Al-qur’an
b) Ilmu tajwid
c) Ilmu mawathin an-nuzul
d) Ilmu asbab an-nuzul
e) Ilmu tawarikh an-nuzul

6
B. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an dan Hikmah
Diturunkan Al-Qur’an Secara Berangsur – Angsur
1. Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sejarah perkembangan Ulumul Qur’an dibagi
menjadi beberapa fase, dimana tiap fase menjadi dasar
perkembangan menuju fase selanjutnya sehingga
menjadikan Ulumul Qur’an sebagai ilmu khusus yang
dibahas dan dipelajari secara khusus pula. Beberapa fase
atau tahapan perkembangan Ulumul Qur’an yaitu :
a) Ulumul Qur’an pada masa Rasulullah SAW
b) Ulumul Qur’an pada masa Khalifah
c) Ulumul Qur’an pada masa Sahabat dan para
Tabi’in
d) Pembukuan Ulumul Qur’an
e) Perkembangan Ulumul Qur’an pada Abad 14 H
2. Hikmah Diturunkannya Al-Qur’an secara Berangsur-
angsur
Dalam pembahasan Nuzulul Qur’an menurut
berbagai madzhab kita telah mengetahui bahwa Al-
Qur’an diturunkan ke Baitul Izzah secara langsung pada
Bulan Ramadhan, dari situlah kemudian dari Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah
SAW. Alasan diturunkannya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur sebagai berikut :

7
a) Wahyu yang turun secara bertahap dari waktu ke
waktu ini menguatkan Hati Rasulullah dalam
menapaki jalan yang sulit dan terjal itu.
b) Sebagai tantangan dan Mukjizat
c) Mempermudah dalam menghafal dan memahami
d) Relevan dengan penetapan hukum dan aplikasinya
e) Memperkuat keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah
benar dari Allah.
C. Penulisan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW
1. Proses Pengumpulan Al-Qur’an
Dalam kaitannya dengan sejarah penulisan naskah
Al-Qur’an secara keseluruhan naskah Al-Qur’an telah
dituliskan sejak masa Nabi Muhammad SAW ketika
masih hidup. Malaikat jibril setiap satu tahunnya
menyuruh Nabi Muhammad SAW mengulang membaca
Al-Qur’an yang telah diturunkan dari awal sampai akhir,
sedang di tahun Nabi akan meninggal dunia, hal ini
dilakukan dua kali. Dengan ini nyatalah bahwa susunan
ayat-ayat dalam satu surat dan susunan surat itu telah
ditentukan oleh Nabi berdasarkan petunjuk Jibril, dan
kemudian terjaga melalui penyampaian lisan. Istilah yang
dikenal dengan penulisan naskah Al-Qur’an pada zaman
Nabi adalah “Jam’u Al-Qur’an” yakni mengumpulkan
Al-Qur’an sebagai satu kesatuan, dan hal ini dilakukan
melalui dua cara, yaitu :
a) Mengumpulkan Al-Qur’an dalam Dada
b) Mengumpulkan Al-Qur’an dalam bentuk Tulisan

8
2. Proses Penulisan Al-Qur’an pada Masa Rasulullah SAW
Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad
ditempuh dengan dua cara :
a) Pertama, al Jam’u fis Sudur
Nabi Muhammad SAW adalah hafiz (penghafal)
Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh paling
baik bagi para sahabat dalam menghafalnya,
sebagai ralisasi kecintaan mereka kepada pokok
agama dan sumber risalah.
b) Kedua, al Jam’u fis Suthur
Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para
penulis wahyu Al-Qur’an dari sahabat-sahabat
terkemuka seperti Ali bin Abi Talib, Mu’awiyah
bin Abu Sufyan, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin
Tsabit. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan
wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.
D. Penulisan Al-Qur’an pada masa Khulafaurrasyidin
1. Penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash-shiddiq
Awalnya Abu Bakar menolak usul Umar untuk
mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an, karena hal
ini tidak dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hingga
akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar untuk
menerima usulan dari Umar bin Khattab untuk
mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an. Abu Bakar
lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk
melakukannya. Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid bin

9
Sabit pun menolak perintah Abu Bakar dengan alasan
yang sama. Setelah terjadi musyawarah, akhirnya Zaid
bin Sabit pun setuju. Sahabat Zaid bin Tsabit terkenal
dengan kepiawaiannya dalam hal menulis sehingga masa
Abu Bakar dan Usman kelak ia tetap ditugaskan untuk
menulis mushaf. Pengumpulan mushaf ini tidak
memakan waktu lama, yakni sekitar satu tahun saja di era
khalifah Abu Bakar, kira-kira di akhir tahun 11 Hijriyah
atau awal tahun 12 Hijriyah, pengumpulan mushaf ini
selesai dilaksanakan. Setelah pekerjaan tersebut berakhir
dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf,
hasilnya diserahkan untuk Abu Bakar. Pada bulan
Jumadil akhir tahun 13 Hijriyah, Abu Bakar wafat,
kumpulan mushaf tersebut kemudian berpindah tangan ke
Umar bin Khattab sebagai khalifah penerusnya.
2. Penulisan Al-Qur'an pada masa Utsman bin Affan
Pada zaman Khalifah Utsman Ibn Affan
radhiyallahu ‘anhu (577-656 Masehi) pada tahun dua
puluh lima Hijriah, muncul perbedaan di antara kaum
Muslimin dalam hal dialek bacaan Al-Quran. Perbedaan
itu sesuai dengan mushaf-mushaf yang berada di tangan
para Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Perbedaan dialek itu
dikhawatirkan akan menjadi fitnah, sehingga Utsman
radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan
mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf guna
menyamakan bacaan Al-Quran. Utsman memerintahkan

10
Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul
Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam
radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskan kembali naskah
(ayat-ayat) Al-Quran yang telah ada sebelumnya
(dipegang oleh Hafshah) dan memperbanyaknya. Dan
usai penulisan itulah, Utsman bin Affan mengembalikan
lembaran lembaran Mushaf yag dipinjamnya ke Hafshah,
yang menurut riwayat mushaf tersebut tetap ada
disimpan oleh Hafshah sampai beliau wafat, dan usai itu
dicuci bersih sampai tak tersisa (Tafsir ath Thabari, jilid
pertama, h. 61). Kemudian pada saat yang sama, Utsman
memerintahkan agar setiap lembaran atau mushaf lain
selain yang akan dikirimkan ke beberapa wilayah agar
dibakar. Sepanjang sejarah Islam peristiwa pembakaran
terhadap mushaf-mushaf ini secara resmi hanya terjadi
pada masa Usman bin Affan. Walau bagaimana pun
kebijakan Usman untuk membuat naskah ulang dan
menjadikan mushaf yang belakangan disebut dengan
Mushaf Usmani sebagai mushaf resmi serta membakar
selain mushaf resmi sangat beralasan dan merupakan jasa
besar bagi persatuan umat Islam dan bagi eksistensi Al-
Qur’an itu sendiri, karena kondisi umat Islam pada waktu
itu berada pada posisi yang mengkhawatirkan, yaitu
perbedaan, perpecahan bahkan sampai pada kondisi kafir
mengkafirkan.

11
E. Pemeliharaan Rasmul Al-Qur’an, Qira’at Al-Qur’an,
dan Hubungan Rasmul Al-Qur’an dengan Qira’at Al-
Qur’an
1. Pemeliharaan Rasmul Al-Qur’an
a) Pengertian Rasmul Al-Qur’an
Rasm berarti tulisan atau penulisan yang yang
mempunyai metode tertentu. Adapun yang
dimaksud rasm dalam makala ini adalah pola
penulisan Al-Qur’an yang digunakan Usma bin
Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan
membukukan Al-Qur’an.
b) Sejarah Perkembangan Rasmul Al-Qur’an
Pada mulahnya mushaf para sahabat yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya mereka mencatat
wahyu Al-Qur’an tanpa pola penulisan standar,
karena umumnya dimaksudkan hanya untuk
kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan
diwariskan kepada generasi sesudahnya. Di zaman
Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an ditulis pada
benda-benda sederhana, seperti kepingan-kepingan
batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma.
Tulisan Al-Qur’an ini masih terpencar-pencar dan
belum terhimpun dalam sebuah msuhaf dan
disimpan dirumah Nabi Muhammad SAW.
Penulisan ini bertujuan untuk membantu
memelihara keutuhan dan kemurnian Al-Qur’an.

12
c) Pola Hukum dan Kedudukan serta Pendapat para
Ulama tentang Rasmul Al-Qur’an
• Jumhur Ulama
Jumhur Ulama berpendapat bahwa pola
rasm Usmani bersifat tauqifi dengan alasan
bahwa para penulis wahyu adalah sahabat
sahabat yang ditunjuk dan dipercaya Nabi
Muhammad SAW, dan para sahabat tidak
mungkin melakukan kesepakatan (ijma’)
dalam hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak dan restu Nabi. Dengan demikian
menurut pendapat ini hukum mengikuti rasm
Usmani adalah WAJIB. Dengan alasan
bahwa pola tersebut merupakan petunjuk
Nabi (Taufiqi).
• Kelompok Kedua
Kelompok Kedua berpendapat, bahwa pola
penulisan di dalam rasm Usmani tidak
bersifat taufiqi, tetapi hanya bersifat ijtihad
para sahabat. Tidak ditemukan riwayat Nabi
Muhammad SAW mengenai ketentuan pola
penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat
yang dikutip oleh rajab Farjani.
Sesungguhnya Rasulullah SAW.
Memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi
tidak memberikan petunjuk teknis

13
penulisannya, dan tidak melarang
menulisnya dengan pola-pola tertentu.
Karena itu ada perbedaan model-model
penulisan Al-Qur’an dalam mushaf-mushaf
mereka. Ada yang menulis suatu lafaz Al -
Qur’an sesuai dengan bunyi lafadz itu, ada
yang menambah atau menguranginya,
karena mereka tau itu hanya cara.
• Kelompok Ketiga
Kelompok ketiga mengatakan, bahwa
penulisan Al-Qur’an dengan rasm Imla’I
dapat dibenarkan, tetapi kusus bagi orang
awam.
2. Qira’at Al-Qur’an
a) Pengertian Qira’at Al-Qur’an
Secara etimologi qira’at merupakan kata jadian
(masdar) dari kata kerja qara’a (membaca).
Sedangkan secara terminologi menurut Al –
Zarqasyi Qira’at adalah perbedaan cara-cara
melafalkan Al-Qur’an, baik mengenai huruf
hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf
tersebut seperti takhfif (meringankan), tasqil
(memberatkan) atau yang lainnya.
b) Jenis-jenis Qira’at
Dari segi kuantitas terdapat Qira’at Sab’ah (qira’at
tujuh), Qira’at Asyarah (qira’at sepuluh) dan

14
Qira’at Arba’ah Asyarah (qira’at empat belas).
Sedangkan untuk segi kualitas terdiri atas Qira’at
Mutawir, Qira’at Masyhur, Qira’at Ahad, Qira’at
Syadz dan Qira’at Mudraj.
c) Sebab Timbulnya Perbedaan Qira’at
Qira’at sebenarnya telah muncul sejak masa Nabi
SAW walaupun pada saat itu qira’at bukan
merupakan suatu disiplin ilmu, karena perbedaan
para sahabat melafazkan Al-Qur’an dapat
ditanyakan langsung kepada Nabi Muhammad
SAW, sedangkan Nabi Muhammad SAW. tidak
pernah menyalahkan para sahabat yang berbeda
itu, sehingga tidak fanatik terhadap lafaz yang
digunakan atau yang pernah didengar Rasulullah
SAW.
3. Hubungan Antara Rasmul Al-Qur’an dengan Qira’at Al-
Qur’an
a) Asumsi Terhadap Mushaf Utsmani
• Mushaf Taskhent
Mushaf ini sekarang disimpan di kawasan Hast-
Imam, kota Tashkent, Uzbekistan. Saat ini
hanya berjumlah 250 halaman saja yang tersisa,
mushaf ini pada awalnya merupakan Mushaf al-
Imam (hal ini bertolak dari ditemukannya noda
hitam yang diklaim sebagai darah Utsman bin
Affan) yang setelah wafatnya Khalifah Utsman

15
dibawa oleh Ali Bin Abi Thalib ke Kufah, yang
setelah 700 tahun kemudian dibawa ke
Samarqand setelah kota ini ditaklukkan.
• Mushaf di University of Tubingen, Jerman
Mushaf ini masih dalam proses penelitian,
perkembangan sementara ini sebagaimana yang
diungkapkan Deutsche Welle bahwa mushaf ini
baru dibeli oleh University of Tubingen pada
tahun 1864 M, awalnya Mushaf ini merupakan
koleksi pribadi dari Konsulat Rusia Johan
Gottfied Fitz Stein. Mushaf ini diperkirakan
ditulis pada 20 hingga 40 tahun setelah Nabi
Muhammad wafat. Termasuk salah satu Mushaf
yang dinisbatkan pada Mushaf Utsmani.
b) Kaidah – Kaidah Rasm Utsmani
• Kaidah Buang
• Kaidah Penambahan
• Kaidah Hamzah
• Kaidah Penggantian
• Kaidah Sambung dan Pisah
• Kata yang bisa dibaca dua bunyi
c) Hubungan Rasm Utsmani dan Qira’at
Pada pembahasan sebelumnya, telah diketahui
bahwa syarat diterimanya suatu qiraat salah
satunya sesuai dengan rasm Utsmani. Jika suatu
qiraat bersanad shahih, sesuai dengan kaidah

16
bahasa Arab, namun menyalahi rasm Utsmani
maka qiraat itu disebut qiraat syazzat. Sebab
demikianlah pengetian qiraat syazzat yang dikenal
dikalangan para ahli qira’at sekarang. Selain itu,
hubungan rasm dan qiraat bisa dilihat dari segi
pola penyusunannya. Munculnya rasm mengikuti
qiraat dan bukan qira’at yang mengikuti rasm
(seperti pandangan goldziher dkk). Sebab,
kemunculan rasm Utsmani baru pada periode
khalifah Utsman. Keadaan rasm utsmani yang
tanpa titik dan syakal memungkinkan untuk dibaca
dengan berbagai qiraat. Sehingga mampu
mengakomodasi perbedaan bacaan yang ada.
F. Asbabun Nuzulun Qur’an
1. Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa “Asbabun Nuzul” berarti turunnya
ayat-ayat Al-qur’an. Al-qur’an yang diturunkan Allah
SWT kepada Muhammad SAW. Secara berangsur-angsur
dalam masa kurang lebih 23 tahun. Defenisi ini
memberikan pengertian bahwa sebab turunnya suatu ayat
adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya
berbentuk pertanyaan suatu ayat-ayat atau beberapa ayat
turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan
peristiwa tertentu.
2. Urgensi Asbabun Nuzul

17
a) Mengetahui hikmah diundangkanya suatu hukum
dan perhatian syara’ terhadap kepentingan umum
dalam menghadapi segala peristiwa, karena
sayangnya kepada umat.
b) Mengkhususkan (membatasi) hukum yang
diturunkan dengan sebab yang terjadi, bila hukum
itu dinyatakan dalam bentuk umum.
c) Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum
dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka
pengetahuan mengenai asbabun nuzul membatasi
pengkhususan itu hanya terhadap yang selain
bentuk sebab.
d) Mengetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk
memahami makna Qur’an dan menyingkap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang
tidak dapat ditafsirkan tanpa mengetahui sebab
nuzulnya.
e) Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat
itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak
diterapkan kepada orang lain karena dorongan
permusuhan dan perselisihan.
3. Macam-Macam Asbabun Nuzul
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun sebab
an-nuzul dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Ta’addud Al- Asbab wa Al-Nazil wahid

18
Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi
turunnya satu ayat atau wahyu. Dalam hal ini
diturunkannya wahyu bertujuan untuk menanggapi
beberapa peristiwa atau sebab.
b) Ta’addud An- Nazil wa Al-Asbab wahid
Satu sebab yang melatarbelakangi beberapa ayat.
4. Cara mengetahui Asbabun Nuzul
Salah satu cara untuk mengetahui asbabun nuzul
dengan mengetahui secara periwayatannya dan
mendengar dari generasi yang menyaksikan langsung
turunnya Al Qur’an yang mengetahui asbabun nuzul dan
dapat menjelaskan maksud-maksudnya.
G. Munasabah Al-Qur’an
1. Pengertian Munasabah
Munasabah secara etimologi berarti kecocokan,
kesesuaian atau kepantasan. Ilmu munasabah al-Qur’an
adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan suatu ayat
dengan ayat lainnya, atau suatu surat dengan surat
lainnya. Hubungan itu dapat berupa hubungan umum
dengan khusus, hubungan logis (‘aqli) atau hubungan
konsekuensi logis seperti hubungan sebab dengan akibat,
hubungan dua hal yang sebanding atau berlawanan.
2. Contoh Munasabah dalam Al-Qur’an
Hubungan surat al-‘Alaq [96] dengan surat al-Qadar [97].
Dalam surat al-‘Alaq, nabi dan umatnya disuruh
membaca (iqra), yang harus dibaca itu banyak sekali di

19
antaranya adalah al-Qur’an. Maka wajarlah jika surat
berikutnya adalah surat al-Qadar yang menjelaskan
turunya al-Qur’an. Inilah keserasian susunan surat dalam
al-Qur’an.
3. Cara Mengetahui Munasabah
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat
(munasabah) dalam Alquran diperlukan ketelitian dan
pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada
beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk
menemukan munasabah ini, yaitu:
a) Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat
yang menjadi objek pencarian.
b) Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai
dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
c) Menentukan tingkatan-tingkatan itu, apakah ada
hubungannya atau tidak.
d) Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya
memerhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya
dengan benar dan tidak berlebihan.
4. Macam-macam Munasabah Al-Qur’an
a) Munasabah antara surah dengan surah
b) Munasabah antara satu surah dengan surah
sebelumnya
c) Munasabah antara nama surag dengan kandungan
isinya

20
d) Munasabah antara satu kalimat lainnya dalam
satu ayat
5. Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah Al-
Qur’an
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah sebagai
berikut:
a) Dapat mengembangkan sementara anggapan orang
yang menganggap bahwa tema-tema Alquran
kehilangan relevansi antara satu bagian dengan
bagian lainnya.
b) Mengetahui persambungan atau hubungan antara
bagian Alquran, baik antara kalimat-kalimat atau
ayat-ayat maupun surat-suratnya yang satu dengan
yang lain.
c) Dapat diketahui mutu dan tingkat kebalghahan
bahasa Alquran dan konteks kalimat-kalimatnya
yang satu dengan yang lainnya, serta persesuaian
ayat/surat yang satu dengan yang lainnya.
d) Dapat membantu dalam menafsirkan Alquran
setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat
dengan kalimat atau ayat dengan yang lain.
H. Al Makki Wal Madani
1. Definisi Makki Wal Madani
Para sarjana muslim (ahli ulumul quran)
mendefiniskan terminologi Makkiyah dan Madaniyah
pada umumnya menjadi tiga pandangan yang
didasarkan kepada tempat dan waktu turunnya serta
obyek pembicaraan. Definsi berdasarkan tempat:

21
‫والمدنَي مانزل بالمدينة‬, ‫أن المكي ما نزل بمكة ولو بعد الهجرة‬.
“Makkiyah adalah (ayat-ayat al Qur’an) yang
diturunkan di Makkah, walaupun turun sesudah hijrah,
sedangkan Madaniyah adalah (ayat-ayat al Qur’an)
yang turun di Madinah”.
2. Karakteristik Makkiyah dan Madaniyah
a) Makkiyah
• Di dalamnya terdapat ayat sajadah
• Ayat-ayatnya dimulai dengan kata
“Kalla”
• Dimulai dengan ungkapan “Ya
ayyuha an nas” dan tidak ada ayat
yang dimulai dengan ungkapan
“Ya ayyuha al-ladzina” kecuali
dalam surat Hajj [22], karena
dipenghujung surat itu terdapat
ayat yang dimulai dengan
ungkapan “Ya ayyuha al-ladzina”.
b) Madaniyah
• Mengandung ketentuan ketentuan
faraid dan had.
• Mengandung sindiran sindiran
terhadap kaum munafik.
• Mengandung uraian tentang
perdebatan dengan ahli kitabin.
3. Signifikasi Ilmu Makki dan Madani

22
Kegunaan mempelajari Teori Makkiyah dan
Madanniyah banyak sekali. Dalam hal ini, al-Zarqani
kitabnya Manahilul 'Irfan menerangkan sebagian
daripada kegunaan teori ini, ialah :
a) Dengan ilmu ini kita dapat membedakan
dan mengetahui ayat mana yang
Mansukh dan Nasikh.
b) Dengan ilmu ini pula, kita dapat
mengetahui Sejarah Hukum Islam dan
perkembangannya yang bijaksana secara
umum.
c) Ilmu ini dapat meningkatkan keyakinan
kita terhadap kebesaran, kesucian,
keaslian al-Qur'an, karena melihat
besarnya perhatian umat islam sejak
turunnya terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan Al-Qur'an.
d) Dapat mengetahui situasi dan kondisi
lingkungan masyarakat pada waktu
turunnya Al Qur'an, khususnya
masyarakat Makkah dan Madinah.
I. Kisah Al-Qur’an
1. Pengertian dan Urgensi Kisah
Secara lughawi kisah berasal dari Bahasa Arab
qishshah yang berarti suatu cerita, hikayat atau
Riwayat. Kata tersebut berasal dari al-qish yang

23
berarti menelusuri atsar (jejak) seperti dalam firman
Allah swt: “qāla dzālika mā kunnā nabtaghi fartaddā
‘ala atsāribima qashasha”. Karena yang dimaksudkan
disini adalah cerita atau kisah dalam Al-Qur’an yang
menceritakan hal-ihwal umat-umat terdahulu dan
Nabi-Nabi, peristiwa yang telah terjadi, yang sedang
terjadi, serta akan terjadi. Urgensi kisah-kisah dalam
Al-Qur’an sarat dengan muatan edukatif bagi
manusia, khususnya pembaca dan pendengarnya.
Kisah-kisah tersebut menjadi bagian dari metode
Pendidikan yang efektif bagi pembentukan jiwa yang
mentauhidkan Allah SWT.
2. Klasifikasi Kisah Al-Qur’an
Secara umum kisah Al-Qur-an dapat dibagi
dalam tiga macam, yaitu: kisah-kisah para Nabi
sebelum Nabi Muhammad SAW, kisah-kisah umat
terdahulu yang bukan Nabi, dan kisah-kisah yang
terjadi pada masa Rasulullah saw.
3. Penyebutan Tokoh, Tempat, dan Waktu dalam Kisah
Al-Qur’an
Tokok- tokoh dalam kisah Al-Qur’an tidak
hanya tokok-tokoh yang berwujud manusia saja, akan
tetapi luas dan umum. Maka bila demikian tokoh
tokoh kisah al-Qur'an adalah para malaikat, jin, dan
berbagai jenis hewan seperti burung dan hewan

24
melata, tokoh manusia baik laki-laki maupun
perempuan.
J. I’Jaz – Kemukjizatan Al-Qur’an
1. Pengertian I’Jaz
Mukjizat ( I’jaz ) adalah sebuah peristiwa,
urusan, perkara yang luar biasa yang dibarengi dengan
tantangan dan tidak bisa dikalahkan. Al-Quran
menantang orang-orang Arab, mereka tidak kuasa
melawan meskipun mereka merupakan orang-orang
yang fasih, hal ini tiada lain karena Al-Quran adalah
mukjizat.
2. Bentuk-Bentuk I’jaz Al-Qur’an
Secara garis besar macam-macam mukjizat
terbagi menjadi dua, yaitu mukjizat yang bersifat
Material Inderawi yang tidak kekal dan mukjizat
immaterial logis dan dapat dibuktikan sepanjang
masa. Para ulama telah menyebutkan bentuk bentuk
kemukjizatan Al-Quran, dan menguraikan tiga macam
bentuk kemukjizatan Al-Quran seperti : Bentuk
Kemukjizatan Bahasa, Kemukjizatan Ilmiah, dan
Kemukjizatan Syariat Manusia.
3. Kedudukan Al-Qur’an Sebagai I’jaz yang Kekal
Al-Qur’an, ia adalah mukjizat terbesar, ia kekal
abadi. Umat Islam dapat memegang, membaca,
menghayati, memahami, mengamalkan isinya untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan keselamatan di

25
akhirat nanti. Ilmu dan teknologi yang sedang
berkembang pesat akan menambah terungkapnya isi
yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Bukan isi Al-
Qur’an yang harus tunduk kepada ilmu dan teknologi,
tetapi sebaliknya. Jika kekeliruan terjadi pada ilmu
dan teknologi, harus dicari kebenarannya dalam Al-
Qur’an.
K. Antara Tafsir, Takwil dan Terjemah
Tafsir adalah penjelasan terhadap makna lahiriah dari
ayat Alquran yang pengertiannya secara tegas menyatakan
maksud yang dikehendaki oleh Allah. Ta’wil adalah
pengertian yang tersirat yang diistimbathkan dari ayat
Alquran berdasarkan alasan-alasan tertentu. Terjamah ada 2,
yaitu:
1. Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz

dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari


bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan
tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib
bahasa pertama.
2. Terjemah tafsiriyah atau terjemah maknawiyah, yaitu

menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain


tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau
memperhatikan susunan kalimatnya.
L. Metode Tafsir Al-Qur’an
1. Metode Tahlili

26
Metode Tahliliy (Analisis) ialah menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek
yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan
itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
2. Metode Ijmali

Metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu


metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan cara mengemukakan makna global. Pengertian
tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara
ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer,
mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika
penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam
muskhaf.
3. Metode Muqaran

Pengertian metode muqaran (komparatif) dapat


dirangkum sebagai berikut: Membandingkan teks
(nash) ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan
atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih,
dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu
kasus yang sama, membandingkan ayat Al-Qur’an
dengan Hadits Nabi SAW, yang pada lahirnya terlihat
bertentangan, membandingkan berbagai pendapat
ulama’ tafsir dalam menafsirkan Al-Qur’an.
M. Metode Tafsir dan Al-Qur’an

27
1. Tafsir Maudhu’i

Tafsir Maudhui adalah sebuah metode penafsiran


dengan cara menghimpun seluruh ayat dari berbagai
surah yang berbicara satumasalah tertentiu yang
dianggap menjadi tema sentral. Kemudian
merangkaikan dan mengaitkan ayat - ayat yang satu
dengan yang lainnya, lalu menafsirkannya secara utuh
dan menyeluruh. Metode tafsir maudhu’i bisa juga
disebut dengan tafsir tematik karena pembahasannya
berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat pada al-
qur’an.
2. Kaidah – Kaidah Tafsir Al-Qur’an

a) Al’Am Wal Khas


Al ‘Am secara bahasa berarti merata, yang
umum. Sedangkan secara istilah atau istilah,
Muhammad Adib Saleh mendefinisikan bahwa
al ‘am adalah lafadz yang diciptakan untuk
pengertian umum sesuai dengan pengertian tiap
lafadz itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah
tertentu. Lafaz khas adalah suatu lafaz yang
figunakan untuk menunjukkan arti tertentu atau
khusus, baik berupa person (orang) tertentu
seperti isim alam (khalid, Muhammad,dsb);
berupa jenis seperti ‫ رجل‬،‫ فرس‬atau bisa berupa
'adad (bilangan) seperti dua, tiga, sepuluh, tiga
puluh, dll.

28
b) Al Mutlaq Wal Muqayyad
Kata Mutlaq secara bahasa, berarti tidak terkait
denganikatan atau syarat tertentu. Secara istilah,
lafal Mutlaq didefinisikan ahli ushul fiqh
sebagai lafal yang memberi petunjuk terhadap
maudhu’-nya (sasaran penggunaan lafal) tanpa
memandang kepada satu, banyak atau sifatnya,
tetapi memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu
menurut apa adanya. Misalnya, rajulun (seorang
laki – laki), rijalun (banyak laki - laki), kitabun
(buku). Sedangkan Muqayyad secara bahasa,
kata muqayyad berarti terikat.
N. Kaidah-Kaidah Tafsir Al-Qur’an
1. Ad Dhamir

Secara bahasa, dhamir berarti yang tersembunyi,


rahasia, dan perasaan. Sedangkan menurut istilah,
dhamir berarti isim (kata benda) yang disebut sebagai
ibarat (kata ganti) dari mutakallim (pembicara),
mukhatab (lawan bicara), dan ghaib (yang
dibicarakan). Dalam bahasa arab, dhamir terbagi
menjadi tujuh bagian yaitu muttashil (bersambung),
munfashil (terpisah), bariz (tampak), mustatir
(tersembunyi), marfu, manshub dan majrur
2. Qath’i dan Zhanni

Qath’i berasal dari akar kata ‫ طع َق‬yang menurut


bahasa berarti memotong, tajam, َmenjadikan sesuatu

29
dengan yang lainnya jelas. Dari pengertian ini, dapat
disimpulkan bahwa kata ‫ قطع‬dalam bahasa Arab dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti
yaitu tajam, jelas, pasti, yakin, tak ragu lagi. Kata
zhanni juga berasal dari bahasa Arab yang akar
َّ berarti َ tidak kuat, ragu atau
katanya: ‫ظنا َ ن ظ ُي َ َّن ظ‬
sangkaan. Kata zanni terkadang disinonimkan dengan
kata nazari yang berarti relatif.
3. Al-Mukham dan Al-Mutasyabih

Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berati


kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan
pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam
berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak
memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain.
Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara
bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang
biasanya membawa kepada kesamaran antara dua
hal.Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti
ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan
mempunyai banyak kemungkinan takwilnya,
maknanya yang tersembunyi dan memerlukan
keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya.

30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa :
1. ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas segala hal
yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang
disandarkan kepada Al-Qur’an sebagai penunjang untuk
memahami Al-Qur’an secara luas dan mendalam. Perlu kita
pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan dan
pedoman hidup dalam rangka meraih kesuksesan di dunia
dan akhirat.
2. Dari uraian diatas bisa difahami bahwa adanya Ulumul
Qur’an sangatlah penting untuk dipelajari dan dikaji secara
baik untuk mencegah adanya kesalahan dalam menafsirkan
Al-Qur’an dimana pada Keberagaman Modern saat ini.
3. Pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang. Walaupun
pada masa nabi hidup disiplin ilmu ini belum dibukukan,
sebab sahabat merasa cukup meminta penjelasan dari rasul
akan sesuatu yang tidak dipahami. kitabnya menjadi
pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
Sejarah perkembangan Ulumul Quran dalam makalah ini
dibagi kepada tiga bagian yaitu, Perkembangan Ulumul
Quran pada masa Rasulullah SAW., Perkembangan Ulumul
Quran pada masa Khulafa al Rasyidin dan Perkembangan
Ulumul Quran pada masa Tadwin (Penulisan Ilmu).

B. Saran
Saran dari penulis bahwasanya ilmu alquran sangatlah
penting baik di dunia utama di akherat karena al quran adalah
pedoman hidup orang islam yang telah di wahyukan kepada
nabi muhammad saw oleh allah swt melalui malaikat jibril. Dan
sesungguhnya sumber dari segala sumber ilmu adalah al quran.

31
DAFTAR PUSTAKA
bin Abdurrahman Ar-Rumi, Fahd, 'Ulumul Qur'an, Studi Ke
Yogyakarta: Titian Ilahi Press. Him, 1996, 82-84.
Abubakar, Achmad, La Ode Ismail Ahmad, and Yusuf Assagaf,
'Ulumul Qur'an: Pisau Analisis Dalam Menafsirkan Al-Qur'an
Repositori UIN Alauddin Makassar, Semesta Aksara, 2019.
Ahmad Abubakar, Modul 1 Pembelajaran Ulumul Qur'an', UIN
Alauddin Makassar, 2018 Khalid, Rusydi, Mengkaji Ilmu-Ilmu Al-
Qur'an (Makassar: Alauddin University).
Press, 2011). Lal, Anshori, 'Ulumul Qur'an "Kaidah-Kaidah
Memahami Firman Tuhan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2016.
Mardan, Al-Qur'an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur'an, Cet. 1
(Jakarta: Mapan, 2009) Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al
Quran: Tafsir Maudhui, Cet. VIII.
(Bandung: Mizan, 1998) Ramli, Abdul Wahid, Ulumul Qur An'
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) Republik Indonesia,
Departemen Agama, Al-Quran Tajwid Dan Terjemahnya Dilengkapi
Dengan Ashabul Nuzul Dan Hadits Sahih (Bandung: Syaamiil).
Republik Indonesia, Kementerian Agama, Bukhara: Al-Qur'an
Tajwid Dan Terjemah (Bandung: Syamil Quran, 2004) Salim, Abd.
Mardan Mardan, and Achmad Abu Bakar, Metodologi Penelitian
Tafsir Maudu'i' (Pustaka Arif Jakarta, 2012)
Siregar, Prof. Dr. H. Maragustam, M.A. 2012. “Sejarah perkembangan
Al-Qur’an”,
https://makalahpendidikandansosial.wordpress.com/about/sejarah-
perkembangan-alquran, diakses pada 8 Februari 2021 pukul 19:28.
Istianingsih, Puput. 2017. “Ulumul Qur’an dan sejarah perkembangan
Ulumul Qur’an”, https://parawali99.blogspot.com/2017/02/makalah-
ulumul-quran-dan-sejarah.html?m=1, diakses pada 8 Februari 2021
pukul 19:51.

32

Anda mungkin juga menyukai