Anda di halaman 1dari 16

MUQODAM WAL MUAKHOR

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Al-Qur’an


Pada program studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir semester 2 kelas F

Dosen Pengampu : Dr. Siti Chodijah M.Ag

Disusun oleh : kelompok

Desi Hasninadia : 1231030239

Krista Dira Rizki : 1231030242

Alfikru Syamil : 1231030213

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2024 M/ 1445 H

KATA PENGANTAR
Assalmu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil ‘alamin segala puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah
SWT. yang telah memberikan beberapa kenikmatan yang berupa Iman, Islam dan kesehatan,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul muqodam wal muakhor.
Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad
SAW. Rasul yang terahir yang telah membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam ilmiyah
yang penuh barakah ini.
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu yang
terhormat ibu Dr. Siti Chodijah M.Ag yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penulisan makalah ini , begitu juga kami mohon maaf apabila dalam
penulisan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan sehingga saran dan kritik
yang konstruktif sangat kami harapkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung , 16 April 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3. Tujuan penulisan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1. Pengertian Taqdim WalTakhir........................................................................................3
2.2. Pembagian Muqaddam dan Muakhkhar dalam al-Quran................................................3
2.3. Hikmah Taqdim Wa Takhir dalam Al-Quran.................................................................8
BAB III PENUTUP..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alquan sebagai kitab suci merupakan sumber pertama dari ajaran Islam yang
berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat Islam dalam mencapai
Kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, umat Islam harus mempelajarinya
dengan baik. mengkajinya dengan baik, diperlukan kemampuan untuk memahami qawaid
al-lugah al- Arabiyah, agar pesan-pesan ilahiyah yang terdapat didalamnya dapat menjadi
pegangan untuk diamalkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang menyangkut
hubungan dengan Allah maupun hubungan dengan sesama nanusia dan lingkungan.
Pemahaman dan pengkajian terhadap ayat-ayat Alquran telah banyak dilakukan oleh
umat Islam, sejak diturunkan sampai sekarang. Hal ini dapat dilihat dengan dilakukannya
berbagai upaya untuk memahami ayat-ayat Alquran dan lahirnya kitab-kitab tafsir yang
telah ditulis oleh para ulama, tidak hanya oleh ulama-ulama yang hidup pada masa awal
Islam. tetapi juga pada masa-masa berikutnya. Hingga saat ini dapat disaksikan
sejumlah kitab tafsir yang ditulis dengan berbagai metode, pendekatan dan aspek
penafsirannya, baik aspek akidah, aspck hukum, aspek sosiologi, maupun aspek
kebahasaan.
Diskursus penafsiran Alquran secara kebahasaan telah banyak dilakukan oleh para
ulama terdahulu dan sekarang lewat karya-karya mereka. Hal ini sangat membantu dan
memudahkan bagi para peminat yang ingin memahami Alquran terutama bagi orang
'ajam (bukan orang-orang Arab). Selain itu pengetahuan yang baik dan benar tentang
kebahasaan Alquran akan menjaga seorang mufassir dalam ketergantungan penafsiran
yang tidak sesuai dengan pesan Alquran.
Kajian Tafsir dari aspck kebahasaan telah melahirkan berbagai macam kitab tafsir,
seperti Tafsir Al-Kasysyaf karya Al-Zamakhsyari, berbagai buku tentang kaidah-kaidah
untuk memahami ayat-ayat Al-Quran, seperti Al-Burhan fi 'Ulum Al-Qur'an karya Al-
Zarkasyiy dan berbagai buku mengenai rahasia-rahasia yang terkandung dalam balagah
AI-quran, seperti Min Balagat Al-Qur'an karya Ahmad Badawiy. Munculnya kajian
tentang bahasa Alquran mengindikasikan bahwa gaya bahasanya merupakan salah satu
aspok kemukjizatan diantara kemukjizatan yang lain yang mesti diperhatikan ketika
mengkaji ayat-ayat Alquran.
Daya tarik untuk mengkaji ayat-ayat Alquran dari aspek kebahasaan telah
menimbulkan kesadaran untuk mengungkap rahasia-rahasia yang terkandung dalam
balagah Alquran, karena didalamnya terdapat begitu banyak aspek kebahasaan yang
mungkin dapat diungkap, di antaranya adalah aspek balagah. Menurut Imam As-Suyuti
ilmu balagah merupakan salah satu persyaratan penting bagi seseorang yang hendak
menjadi nufassir, karena terkadang satu ayat baru dapat dimengerti maksudnya hanya
dengan memahami ilmu balagah. Sementara itu, ilmu balagah yang terkandung dalam

1
ayat-ayat Alquran memiliki ruang lingkup pembahasan yang eukup luas, salah satunya
adalah tentang takdim dan ta 'khir.
Takdim dan ta'khir dalam Alquran dapat diartikan sebagai adanya suatu kata yang
didahulukan atau diakhirkan dari tempat yang sebenarnya dengan tujuan tertentu.
Misalnya, kata ‫( َاْم َو اُل‬harta benda) didahulukan dari kata ‫ َاْو اَل ُد‬, (anak-anak) pada ayat-
ayat sebagai berikut: Qs al-anfal: 28

ࣖ ‫َو اْع َلُم ْٓو ا َاَّنَم آ َاْم َو اُلُك ْم َو َاْو اَل ُد ُك ْم ِفْتَنٌۙة َّو َاَّن َهّٰللا ِع ْنَد ٓٗه َاْج ٌر َع ِظ ْيٌم‬
Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai ujian dan
sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.

Didahulukannya kata ‫( َاْم َو اُل‬sebagai takdim) dari kata ‫( َاْو اَل ُد‬sebagai takhir) secara
sepintas tidak banyak berbeda dengan penggunaannya dalam buku-buku berbahasa Arab
yang ditulis oleh ulama Nahwu dan Balagah, baik buku-buku klasik
maupun modern. Dalam perspektif bahasa Arab, kedua kata tersebut sama kedudukannya
karena diantarai oleh huruf ataf yakni ( ‫)ْو‬,sehingga mana saja boleh didahulukan
penyebutannya. Akan tetapi, setelah dilakukan pengkajian yang mendalam, ternyata pada
sejumlah besar konteks ayat mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut
sangat terkait dengan kenyatan yang ada bahwa seluruh lafal dalam Alquran sudah dipilih
dan disesuaikan dengan konteksnya, sehingga kata tersebut membawa makna yang sangat
dalam bagi konteks suatu ayat. Oleh karena itu, jika suatu ayat berada pada posisi takdim,
kemudian pada ayat lain ia diposisikan sebagai takhir, maka dapat dipastikan bahwa
perbedaan penempatan kata ini memiliki tujuan tersendiri.
Secara historis. keistimewaan Alquran dari segi bahasa merupakan kemukjizatan
utama dan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab Mereka dapat merasakan
keindahan bahasa Alquran. Hal ini dimungkinkan karena sebelum Islam menyinari
kehidupan orang-orang Arab Jahiliyah, mereka telah memiliki kehidupan kesusasteraan
yang tinggi dan terpelihara secara turun-temurun. Akan tetapi Alquran bukan seperti syair
yang mereka kenal selama ini dan bukan pula sihir. karena Nabi Muhammad saw.
sebagai orang yang menyampaikannya dikenal sebagai sosok yang terpercaya. Itulah
sebabnya ketika orang-orang kafir menuduh bahwa Alquran itu adalah buatan
Muhammad saw., maka Allah menantang mereka. Ternyata tidak satupun dari mereka
yang sanggup membuat seperti halnya Alquran. Hal inilah yang menggugah rasa ingin
tahu tentang kemu'jizatan Alquran.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian muqodam dan muakhor ?
b. Bagaimana pembagian muqodam dan muakhor ?
c. Apa hikmah taqdim dan takhir dalam al-qur’an ?
1.3. Tujuan penulisan
a. untuk mengetahui pengertian muqodam wal muakhor
b. untuk mengetahui pembagian muqodam wal muakhor
c. untuk mengetahui hikmah adanya taqdim wal takhir dalam al-quran

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Taqdim WalTakhir
Kata Taqdim berasal dari kata qaddama yang berarti mendahului atau menyegerakan.
Sedangkan Ta'khir berasal dari Akhkhara yang berarti penundaan, penangguhan,dan
perlambatan.' Taqdim dan ta'khir dalam al-Quran adalah penyebutan suatu lafad dengan
mendahulukan atau mengakhirkan atas lafad yang lain. Jika penyebutannya mendahului,
maka dalam hal ini adalah mugaddam. Sebaliknya, lafad yang disebutkan kemudian
adalah muakhkhar. Secara esensial, jika lafad dalam redaksi al-Quran yang mengandung
muqaddam-muakhkhar tersebut dibolak-balik, maka tidak mempengaruhi dari apa yang
dikandung olehnya. Namun, kaidah muqaddam dan muakhkhar ini bisa mempertegas apa
yang dinginkan oleh teks al-Quran sekaligus memperindah dalam segi redaksinya.
Taqdim dan Ta'khir yang dimaksud dalam kaidah ini adalah mendahulukan atau
mengakhirkan satu lafaz atau ayat yang lain, atau memposisikan suatu lafaz sebelum
posisi yang asli, atau sesudahnya untuk memperlihatkan kekhususan, keutamaan, dan
urgensi dari lafaz tersebut.
Aqdim dan ta'khir adalah salah satu keistimewaan gaya bahasa ( ushlûb) balâghah
yang memiliki keindahan makna serta pengaruh yang mendalam bagi pendengar maupun
si pembicara. Dan setiap kalimat yang terucap melalui kata-kata serta susunan kalimat
yang teratur merupakan ketinggian serta keindahan gayal bahasa ini. Ushlüb menurut
pandangan para-sastrawan (al-Baligh) adalah salah satu seni ilmu balâghah yang dapat
mengungkap dan menyingkap rahasia serta sebab-sebab kalimat dalam menempatkan
kata-kata yang dapat menggugah dan menyentuh perasaan. Dan taqdim dan ta"khir dalam
AQur'an terdapat bermacam-macam yang memiliki sebab-sebab dan rahasia yang jelas,
kemudian diungkap oleh para ulama tafsir dengan berbagai penafsiran terhadap ayat-
ayatnya.
Gaya bahasa Mugaddam dan Muakhar dalam Al-Qur'an, sedikitnya mempunyai dua
kajian pokok yang perlu diperhatikan: pertama, kajian yang terkait dengan teks Al-Qur'an
yang secara lahir sulit dipahami maknanya (Musykil), namun setelah diketahui bahwa
teks tersbut termasuk gaya bahasa yang didahulukan (al-Tagdim) dan
yang diakhirkan (al- Ta khir), maka jelas daan hilanglah kesulitan itu. Kedua, kategori
kajian kedua adalah Muqaddam-Muakhar yang tidak terjadi makna ambigu (Musykil).
Dalam kategori kedua ini, sesuatu yang didahulukan mempunyai segi yang lebih special,
serta mempunyai beberapa fungsi.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kaidah taqdim dan ta khir adalah suatu dasar
atau patokan untuk mengetahui keadaan suatu lafaz atau ayat yang didahulukan atau
diakhirkan dengan bertujuan untuk menyingkap rahasian kekhususan dan keutamaan dari
suatu lafaz maupun ayat sesuai maksud dan tujuannya.

3
2.2. Pembagian Muqaddam dan Muakhkhar dalam al-Quran
Menurut As-Suyuthi dalam al-Itqan fĩ Ulum al-Quran, Mugaddam dan Muakhkhar
yang perlu dilihat seksama memiliki dua pokok, yaitu :
a. Kajian yang terkait dengan teks al-Quran yang secara dhahir sulit dipahami maknanya
(musykil), namun setelah diketahui bahwa teks tersebut termasuk uslub (gaya bahasa)
al-taqdim (yang didahulukan) dan al-ta khir (yang diakhirkan), maka jelas dan
hilanglah kesulitan itu.
b. Kategori yang kedua adalah kajian muqaddam-muakhkhar yang tidak terjadi makna
yang ambigu (musykil). Syamsudin ibn al-Sha'igh menyatakan dalam karyanya al-
Mugaddima fi al-Sirr al-Fadl al-Mugaddima bahwa kategori ini merupakan yang
banyak terdapat dalam al-Quran. Dalam kategori ini, sesuatu yang di-taqdim-kan
menspunyai segi yang Iebih special dan di Al-Quran cukup banyak. Adapun
penjelasan secara terperinei terhadap permasalahan ini, menurut beliau ada sepuluh
macam sebab. seperti :.
1) Tabarruk, sperti mendahulukan nama Allah dalam masalah yang penting. Seperti
firman Allah:. QS Ali Imran/3: 18
‫ٰۤل‬
‫َش ِهَد ُهّٰللا َاَّنٗه ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَۙو َو اْلَم ِٕىَك ُة َو ُاوُلوا اْلِع ْلِم َقۤا ِٕىًم اۢ ِباْلِقْس ِۗط ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَو اْلَع ِز ْيُز اْلَحِكْيُم‬
Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, (Allah) yang menegakkan
keadilan. (Demikian pula) para malaikat dan orang berilmu. Tidak ada tuhan selain
Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Demikian juga surat al-Anfal/: 41

‫َو اْع َلُم ْٓو ا َاَّنَم ا َغ ِنْم ُتْم ِّم ْن َش ْي ٍء َفَاَّن ِهّٰلِل ُخ ُمَس ٗه َو ِللَّر ُسْو ِل َو ِلِذ ى اْلُقْر ٰب ى َو اْلَيٰت ٰم ى َو اْلَم ٰس ِكْيِن‬
‫َو اْبِن الَّس ِبْيِل ِاْن ُكْنُتْم ٰا َم ْنُتْم ِباِهّٰلل َو َم آ َاْنَز ْلَنا َع ٰل ى َع ْبِد َنا َيْو َم اْلُفْر َقاِن َيْو َم اْلَتَقى اْلَجْم ٰع ِۗن َو ُهّٰللا‬
‫۝‬٤١ ‫َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬
ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu perolch schagai rampasan
perang Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul. Kerabat rasul, anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabill, jika kamu beriman kepada Allah
dankepada apayang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
2) Ta'zhim, beberapa contohnya :
 Mendahulukan nama Allah daripada Rasul-Nya. Seperti firman Allah SWT QS.

An-Nisa/4 : 69
‫ٰۤل‬ ‫ٰۤل‬
‫َو َم ْن ُّيِط ِع َهّٰللا َو الَّرُسْو َل َفُاو ِٕىَك َم َع اَّلِذ ْيَن َاْنَع َم ُهّٰللا َع َلْيِهْم ِّم َن الَّنِبّٖي َن َو الِّصِّدْيِقْيَن َو الُّش َهَد ۤا ِء َو الّٰص ِلِح ْيَۚن َو َح ُسَن ُاو ِٕىَك‬
‫َرِفْيًقا‬
Siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nabi Muhammad), mereka itulah orang-orang
yang (akan dikumpulkan) bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah,

4
(yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.


Mendahulukan lafad Allah daripada lafad malaikat, seperti lafad dalam QS al-
Ahzab/33 : 56.
‫ٰۤل‬
‫ِاَّن َهّٰللا َو َم ِٕىَكَتٗه ُيَص ُّلْو َن َع َلى الَّنِبِّۗي ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُم ْو ا َتْس ِلْيًم ا‬
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam dengan penuh penghormatan kepadanya.
3) Asyrif, seperti :
 Mendahulukan menyebut laki-laki (dzkir) atas wanita (untsa), seperti firman
Allah: QS, al-Ahzab : 35;
‫ِاَّن اْلُم ْس ِلِم ْيَن َو اْلُم ْس ِلٰم ِت َو اْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو اْلُم ْؤ ِم ٰن ِت َو اْلٰق ِنِتْيَن َو اْلٰق ِنٰت ِت َو الّٰص ِدِقْيَن َو الّٰص ِد ٰق ِت َو الّٰص ِبِرْيَن َو الّٰص ِبٰر ِت‬
‫ّٰۤص‬
‫َو اْلٰخ ِشِع ْيَن َو اْلٰخ ِش ٰع ِت َو اْلُم َتَص ِّد ِقْيَن َو اْلُم َتَص ِّد ٰق ِت َو الَّص ۤا ِٕىِم ْيَن َو ال ِٕىٰم ِت َو اْلٰح ِفِظ ْيَن ُفُرْو َج ُهْم َو اْلٰح ِفٰظ ِت‬
‫َو الّٰذ ِك ِرْيَن َهّٰللا َك ِثْيًرا َّوالّٰذ ِكٰر ِت َاَع َّد ُهّٰللا َلُهْم َّم ْغ ِفَر ًة َّو َاْج ًرا َع ِظ ْيًم ا‬
Sesungguhnya muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat, laki-laki dan
perempuan yang taat, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan penyabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki
dan perempuan yang memelihara kemaluannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, untuk mereka Allah telah menyiapkan ampunan
dan pahala yang besar.
 Mendahulukan penyebutan orang-orang merdeka (hurr) atas budak (abd); QS.
Al-Baqarah 178

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم اْلِقَص اُص ِفى اْلَقْتٰل ۗى َاْلُحُّر ِباْلُحِّر َو اْلَع ْبُد ِباْلَع ْبِد َو اُاْلْنٰث ى ِباُاْلْنٰث ۗى َفَم ْن ُع ِفَي َلٗه ِم ْن‬
‫َاِخ ْيِه َش ْي ٌء َفاِّتَباٌع ۢ ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َاَد ۤا ٌء ِاَلْيِه ِبِاْح َس اٍۗن ٰذ ِلَك َتْخ ِفْيٌف ِّم ْن َّرِّبُك ْم َو َر ْح َم ٌۗة َفَمِن اْع َتٰد ى َبْع َد ٰذ ِلَك َفَلٗه َع َذ اٌب‬
‫َاِلْيٌم‬
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan
perempuan. Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah
mengikutinya dengan cara yang patut dan hendaklah menunaikan kepadanya
dengan cara yang baik. Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari
Tuhanmu. Siapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab
yang sangat pedih.
 Mendahulukan dalam menyebutkan lafad al-hayy (kehidupan) atas mayyit
(kematian), seperti firman Allah QS, al-An'am/ 6: 95;

۞ ‫ِاَّن َهّٰللا َفاِلُق اْلَح ِّب َو الَّنٰو ۗى ُيْخ ِر ُج اْلَح َّي ِم َن اْلَم ِّيِت َوُم ْخ ِر ُج اْلَم ِّيِت ِم َن اْلَح ِّۗي ٰذ ِلُك ُم ُهّٰللا َفَاّٰن ى ُتْؤ َفُك ْو َن‬
Sesungguhnya Allah yang menumbuhkan butir (padi-padian) dan biji (buah-
buahan). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang
mati dari yang hidup. Itulah (kekuasaan) Allah. Maka, bagaimana kamu dapat
dipalingkan?

5
 Mendahulukan lafad al-khail (kuda) daripada baghal, seperti firman Allah QS.
An-Nahl: 8

‫َّواْلَخْيَل َو اْلِبَغاَل َو اْلَحِم ْيَر ِلَتْر َك ُبْو َها َو ِزْيَنًۗة َو َيْخ ُلُق َم ا اَل َتْع َلُم ْو َن‬
(Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai untuk kamu tunggangi dan
(menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kamu ketahui.
 Mendahulukan penyebutan Nabi Muhammad atas nabi-nabi lainnya, sepeti firman
Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab: 7

‫َو ِاْذ َاَخ ْذ َنا ِم َن الَّنِب َن ِم ْيَثاَقُهْم َوِم ْنَك َو ِم ْن ُّنْو َّو ِاْبٰر ِهْيَم َو ُم ْو ٰس ى َوِع ْيَس ى اْبِن َم ْر َيَۖم َو َاَخ ْذ َنا ِم ْنُهْم ِّم ْيَثاًقا َغ ِلْيًظۙا‬
‫ٍح‬ ‫ّٖي‬
(Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi, darimu (Nabi
Muhammad), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. Kami telah
mengambil dari mereka perjanjian yang teguh,
 Mendahulukan lafad al-muhajirin atas al-anshar seperti firman Allah QS. At-
Taubah: 100:

‫َو الّٰس ِبُقْو َن اَاْلَّو ُلْو َن ِم َن اْلُم ٰه ِج ِر ْيَن َو اَاْلْنَص اِر َو اَّلِذ ْيَن اَّتَبُعْو ُهْم ِبِاْح َس اٍن‬
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik,
 Mendahulukan lafad al-ins atas al-jinn QS. Al-Rahman: 39

‫ۤا ٌّۚن‬
‫َفَيْو َم ِئٍذ اَّل ُيْسَٔـُل َع ْن َذ ْۢن ِبٖٓه ِاْنٌس َّو اَل َج‬
Maka, pada hari itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.

 Mendahulukan lafad Jibril atas Mikail, seperti dalam surat al-Baqarah: 98

‫ٰۤل‬
‫َم ْن َك اَن َع ُدًّو ا ِهّٰلِّل َو َم ِٕىَك ِتٖه َو ُرُس ِلٖه َو ِج ْبِرْيَل َوِم ْيٰك ىَل َفِاَّن َهّٰللا َع ُد ٌّو ِّلْلٰك ِفِر ْيَن‬
Siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril,
dan Mikail, sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.
4) Berkaitan erat (munasabah) lafad yang didahulukan dengan konteks (siyaq)
pembicaraan, seperti firman Allah QS. An-Nahl: 6
‫َو َلُك ْم ِفْيَها َج َم اٌل ِح ْيَن ُتِر ْيُحْو َن َو ِح ْيَن َتْس َر ُحْو َۖن‬
Kamu memperoleh keindahan padanya ketika kamu membawanya kembali ke
kandang dan ketika melepaskannya (ke tempat penggembalaan).
Sesungguhnya pandangan yang indah (jamal) akan terwujud disebabkan adanya
keindahan yang lain. Meskipun pada ayat tersebut disebutkan dua kesempatan®
memandang terbaik, yaitu ketika datang penggembalaan dan ketika datang dari
penggembalaan pada penghujung siang yang lebih indah dan bangga karena binatang-
binatang itu perutnya telah berisi. Hal ini berbeda ketika binatang tersebut hendak
pergi pada awal siang karena perutnya kosong.
Demikian juga firman Allah QS. Al-Furqan: 67.
‫َو اَّلِذ ْيَن ِاَذ ٓا َاْنَفُقْو ا َلْم ُيْس ِرُفْو ا َو َلْم َيْقُتُرْو ا َو َك اَن َبْيَن ٰذ ِلَك َقَو اًم ا‬

6
Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir.
(Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.
5) Mendorong untuk mengerjakannya dan mengingatkan untuk tidak meremehkan, hal ini
seperti penyebutan wasiat terlebih dahul daripada utang.

‫ِم ْۢن َب ْع ِد َو ِص َّيٍة ُّيْو ِص ْي ِبَه ٓا َاْو َد ْي ٍۗن‬


Artinya: ...Pembagian-pembagian tersbut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya.." (QS. An-Nisa: 11)
6) Menunjukkan keterdahuluannya, baik menyangkut waktu keberadaannya, segi
kewajiban, dan taklif. Beberapa contoh diantaranya:
 Sisi kewajiban dan penugasan
‫اْر َك ُعْو ا َو اْسُج ُد ْو ا‬
Artinya: "....Rukuklah, sujudlah." (QS. Al-Hajj: Ayat 77)

‫ِاَّن الَّص َفا َو اْلَم ْر َو َة ِم ْن َش َع ۤا ِٕىِر ِۚهّٰللا‬


Artinya: "Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama)
Allah..." (QS. Al-Baqarah: Ayat 158)
 Sisi dzatnya

‫َم ْثٰن ى َو ُثٰل َث َو ُر ٰب َۚع‬


Artinya: "....Dua, tiga, atau empat.(QS. An-Nisa: Ayat 3)

‫َم ا َيُك ْو ُن ِم ْن َّنْج ٰو ى َثٰل َثٍة ِااَّل ُهَو َر اِبُعُهْم َو اَل َخ ْمَسٍة ِااَّل ُهَو َس اِد ُسُهْم َو َل‬
Artinya: "Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah
yang keempanya. Dan tidak ada lima orang, melainkan Dialah yang
keenamnya." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 7)
7) Menunjukkan sebab (Sababiyah), seperti mendahulukan Maha Mulia atas Maha
Bijaksana. Contoh ini diantaranya:
a. Taubat merupakan sebab dari penyucian diri

‫ِاَّن َهّٰللا ُيِح ُّب الَّتَّواِبْيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر ْيَن‬
Artinya: "...Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang
menyucikan diri...." (QS. Al-Baqarah: Ayat 222)
c. Kedustan merupakan sebab dari banyaknya dosa
‫َو ْيٌل ِّلُك ِّل َاَّفاٍك َاِثْيٍۙم‬
Artinya: "Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa.."
(QS.Al-Jasiyah: Ayat 7)
d. Pandangan akan menyebabkan perzinaan
‫ُقْل ِّلْلُم ْؤ ِمِنْيَن َيُغ ُّض ْو ا ِم ْن َاْبَص اِرِهْم َو َيْح َفُظْو ا ُفُرْو َج ُهْۗم‬

7
Artinya: "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mercka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya..." (QS. An-Nur: Ayat 30)
8) Menunjukkan yang lebih banyak
‫َفِم ْنُك ْم َك اِفٌر َّو ِم ْنُك ْم ُّمْؤ ِم ٌۗن‬
Artinya: "....Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu (juga) ada yang
mukmin..." (QS. At-Taghabun: Ayat 2)
9). Urutan meningkat dari yang rendah ke urutan yang tinggi
‫َلُهْم َاْر ُجٌل َّيْم ُشْو َن ِبَه ۖٓا َاْم َلُهْم َاْيٍد َّيْبِط ُشْو َن ِبَه ۖٓا َاْم َلُهْم َاْع ُيٌن ُّيْبِص ُرْو َن ِبَه ۖٓا َاْم َلُهْم ٰا َذ اٌن َّيْس َم ُعْو َن ِبَه ۗا‬

Artinya: "Apakah mercka (berhala-berhala) mempunyai kaki untuk berjalan,atau


mempunyai tangan untuk memegang dengan keras, atau mempunyai mata untuk
melihat, atau mempunyai telinga untuk mendengar?..." (QS. Al-A'raf: Ayat 195)
10). Urutan merendah dari atas ke bawah
‫ُهّٰلل ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَۚو َاْلَحُّي اْلَقُّيْو ُم ۚە اَل َتْأُخ ُذ ٗه ِس َنٌة َّو اَل َنْو ٌۗم َلٗه َم ا ِفى الَّسٰم ٰو ِت َو َم ا ِفى اَاْلْر ِۗض‬

Artinya: "Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, yang terus-mencrus
mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi...." (QS. Al-Baqarah: Ayat 255)

2.3. Hikmah Taqdim Wa Takhir dalam Al-Quran


Sayyid Muhammad bin Sayyid ‘Alawi Al-Maliki juga menjelaskan secara detail
dalam Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Beliau mengatakan bahwa terdapat sepuluh
rahasia atau hikmah suatu kata didahulukan dalam sebuah ayat di Al-Quran, di antaranya:

1. Meminta Keberkahan (‫ ;)الَّتَبُّر ك‬seperti mendahulukan nama Allah pada saat-saat tertentu,
contohnya pada surah Al-Anfal ayat 41.
2. Mengagungkan (‫ ;)الَّتْع ِظ ْيم‬seperti pada surah Al-Ahzab ayat 56.
3. Memuliakan (‫ ;)الَّتْش ِر ْيف‬seperti mendahulukan laki-laki daripada perempuan (surah Al-
Ahzab ayat 35) dan penyebutan hamba sahaya yang diakhirkan dari orang merdeka (surah
Al-Baqarah ayat 178).
4. Kesinambungan konteks kalimat (‫ ;)الُم َناَسَبة ِلِسَياق الَكَالم‬seperti pada surah Al-Nahl ayat 6.
5. Anjuran untuk segera dilaksanakan, karena khawatir akan disepelekan (‫الَح ُّث عليه والَح ُّض على‬
‫ ;)الِقيام به‬seperti pada surah Al-Nisa ayat 11.
6. Penyebutan sesuatu yang wujudnya lebih dulu ada (‫ ;)الّسبق‬seperti didahulukan penyebutan
Malaikat dari manusia dari segi keberadaannya (surah Al-Hajj ayat 45) dan penyebutan
wajah daripada tangan dalam urutan membasuh anggota wudhu (surah Al-Maidah ayat 6).
7. Adanya ketentuan sebab-akibat (‫ ;)الّس َبِبَية‬seperti didahulukan ibadah daripada meminta
pertolongan, karena ibadah adalah sebab mendapatkan pertolongan (surah Al-Fatihah ayat
5).
8. Menunjukkan arti lebih banyak (‫ ;)الَك ْثَر ة‬seperti penyebutan kata rahmah (‫ )الّرحمة‬dalam Al-
Quran yang banyak didahulukan dari kata ‘adzab (‫)العذاب‬, sesuai dengan apa yang

8
disebutkan dalam hadis: ‘sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku ( ‫إَّن َر ْح َم ِتْي‬
‫’)َغ َلَبْت َغ َض ِبْي‬.
9. Kenaikan dari bawah ke atas (‫ ;)التَر ّقي ِم ن األْد َنى إلى األْعَلى‬seperti penyebutan yad/tangan yang
diakhirkan dari rijl/kaki, karena tangan lebih mulia daripada kaki (surah Al-A’raf ayat
195).
10. Penurunan dari atas ke bawah (‫)الّتَد ِّلي ِم ن األْعَلى إلى اَألْد َنى‬.
Berdasarkan makna dan sebab-sebab tersebut, berikut ini adalah contoh dari satu kata, baik
kata asli maupun kata ganti, yang didahulukan di suatu ayat tertentu dan diakhirkan di ayat
lainnya. Ayat-ayat tersebut ternyata juga memiliki maksud dan pesan tertentu yang ingin
disampaikan di dalamnya.
Seperti Kata La‘ibun ( ‫ )َلِع ٌب‬dan Lahwun ( ‫)َلْه ٌو‬. Dalam Al-Quran, kedua kata ini
disebutkan berdampingan dengan cara di-‘athaf-kan. Namun, penyebutannya dengan dua
bentuk yang berbeda. Di beberapa surah, seperti Al-An‘am ayat 32 dan 70, surah Muhammad
ayat 36 dan surah Al-Hadid ayat 20, kata la‘ibun ( ‫ )َلِع ٌب‬didahulukan dari kata lahwun ( ‫;)َلْهٌو‬
)32 : ‫و (آل عمران‬ٞۖ ‫ب َو َلۡه‬ٞ ‫َو َم ا ٱۡل َحَيٰو ُة ٱلُّد ۡن َيٓا ِإاَّل َلِع‬
)36 : ‫و (محّم د‬ٞۚ ‫ب َو َلۡه‬ٞ ‫ِإَّنَم ا ٱۡل َحَيٰو ُة ٱلُّد ۡن َيا َلِع‬
Sedangkan di beberapa ayat lainnya kata lahwun ( ‫ )َلْهٌو‬didahulukan dari kata la‘ibun ( ‫;)َلِع ٌب‬

)64 :‫ب (العنكبوت‬ٞۚ ‫و َو َلِع‬ٞ ‫َو َم ا َٰه ِذِه ٱۡل َحَيٰو ُة ٱلُّد ۡن َيٓا ِإاَّل َلۡه‬
)51 :‫ٱَّلِذ يَن ٱَّتَخ ُذ وْا ِد يَنُهۡم َلۡه ٗو ا َو َلِع ٗب ا (األعراف‬
Pada kelompok pertama, kata la‘ibun yang berarti ‘permainan’ didahulukan, karena dunia
permainan identik mewarnai masa kecil seseorang. Sedangkan kata lahwun yang berarti
‘bersenda gurau’ diakhirkan, karena digunakan untuk menunjukkan masa remaja atau dewasa
yang sarat dengan gaya hidup mewah, berfoya-foya dan menyia-nyiakan waktu yang ada.
Oleh karenanya, didahulukan kata la‘ibun daripada lahwun untuk menunjukkan masa kecil
lebih dahulu terjadi (‫ )الّسبق‬daripada masa remaja dan dewasa yang datang kemudian.
Adapun pada kelompok ayat selanjutnya, kata la‘ibun diakhirkan dari kata lahwun.
Hal ini dikarenakan kedua ayat tersebut berbicara dalam konteks hari kiamat. Kehidupan
pasca hari kiamat digambarkan seperti masa remaja atau dewasa yang lebih lama, bahkan
terasa abadi jika dibandingkan dengan kehidupan dunia. Seperti halnya masa kecil seseorang
yang tidak terasa telah cepat berlalu. Oleh karenanya, kata lahwun didahulukan
daripada la‘ibun. Tujuannya adalah untuk menunjukkan waktu dan keadaan yang lebih lama
dan kekal di akhirat kelak (‫)الَك ْثَر ة‬, daripada kehidupan dunia yang bersifat sementara, singkat
dan penuh dengan tipu daya.
Adapun Kata Ganti Mukhattab ( ‫ )ُك ْم‬dan Kata Ganti Ghaib ( ‫)ُهْم‬. Selain pada sebuah
kata, taqdim dan ta’khir juga terjadi pada kata ganti suatu kata. Seperti disebutkan dalam
kedua ayat berikut:
)151 :‫َّنۡح ُن َنۡر ُز ُقُك ۡم َو ِإَّياُهۖۡم (األنعام‬
)31 :‫َّنۡح ُن َنۡر ُز ُقُهۡم َو ِإَّياُك ۚۡم (اإلسراء‬

9
Pada surah Al-An‘am, kata ganti ‘kalian’ (dhamir mukhatab) didahulukan daripada kata ganti
‘mereka’ (dhamir ghaib). Adanya taqdim ini adalah untuk menekankan larangan membunuh
anak sendiri sebab takut dirinya ditimpa kemiskinan. Ayat ini juga sekaligus menjadi jaminan
bagi keluarga kurang mampu yang merasa terbebani dalam menghidupi anak-anaknya.
Karena rezeki mereka dan anak-anaknya sudah pasti ditanggung oleh Allah, sehingga Allah
menegaskan: “Kamilah yang memberi rezeki kalian dan juga mereka”.
Adapun pada surah Al-Isra’, kata ganti ‘mereka’ (dhamir ghaib) didahulukan dari
kata ganti ‘kalian’ (dhamir mukhatab). Taqdim dalam ayat ini juga berbicara tentang
larangan membunuh anak. Namun, bedanya, dalam ayat ini kemiskinan bagi sang anak yang
justru dikhawatirkan oleh ayahnya, bukan dirinya.

10
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Taqdim berasal dari kata qaddama yang berarti mendahului atau menyegerakan.
Sedangkan Ta'khir berasal dari Akhkhara yang berarti penundaan, penangguhan, dan
perlambatan, Taqdim dan ta khir dalam al-Quran adalah penyebutan suatu lafad dengan
mendahulukan atau mengakhirkan atas lafad yang lain. kaidah taqdim dan ta khir adalah
suatu dasar atau patokan untuk mengetahui keadaan suatu lafaz atau ayat yang didahulukan
atau diakhirkan dengan bertujuan untuk menyingkap rahasian kekhususan dan keutamaan
dari suatu lafaz maupun ayat sesuai maksud dan tujuannya.

Pembagian Mugaddam dan Muakhkhar memiliki dua pokok, yaitu :

1. Kajian yang terkait dengan teks al-Quran yang secara dhahir sulit dipahami maknanya
(musykil), namun setelah diketahui bahwa teks tersebut termasuk uslub al-taqdim
(yang didahulukan) dan al-ta'khir (yang diakhirkan), maka jelas dan hilanglah
kesulitan itu.
2. Kategori yang kedua adalah kajian muqaddam-muakhkhar yang tidak terjadi makna
yang ambigu (musykil), Adapun penjelasan secara terperinei terhadap permasalahan
ini, menurut beliau ada sepuluh macam sebab, seperti :
a. Tabarruk

b. ta zhim
c. tasyrif
d. Berkaitan erat (munasabah) lafad yang didahulukan dengan konteks
(siyaq) pembicaraan
e. Menunjukkan keterdahuluannya, baik menyangkut waktu keberadaannya, segi
kewajiban, dan takl
f. Menunjukkan sebab (Sababiyah), seperti mendahulukan Maha Mulia atas Maha
Bijaksana
g. Menunjukkan yang lebih banyak
h. Urutan meningkat dari yang rendah ke urutan yang tinggi
i. Urutan merendah dari atas ke bawah
Adapun hikmah dari adanya Mukadam wal muakhor dalam al-quran, yaitu:

Meminta Keberkahan (‫ ;)الَّتَب ُّر ك‬Mengagungkan (‫ ;)الَّتْع ِظ ْيم‬Memuliakan (‫;)الَّتْش ِر ْيف‬


Kesinambungan konteks kalimat (‫ ;)الُم َناَس َبة ِلِس َياق الَكَالم‬Anjuran untuk segera dilaksanakan,
karena khawatir akan disepelekan (‫ ;)الَح ُّث عليه والَح ُّض على الِقيام به‬Penyebutan sesuatu yang
wujudnya lebih dulu ada (‫ ;)الّسبق‬Adanya ketentuan sebab-akibat (‫ ;)الّس َبِبَية‬Menunjukkan arti

11
lebih banyak (‫ ;)الَك ْثَر ة‬Kenaikan dari bawah ke atas (‫ ;)التَر ّقي ِم ن األْد َنى إلى األْعَلى‬dan Penurunan
dari atas ke bawah (‫)الّتَد ِّلي ِم ن األْعَلى إلى اَألْد َنى‬.

3.2. saran

Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiannya, kami selaku


penulis menyadari bahwa masih adanya beberapa kesalahan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik maupun saran dari para pembaca khususnya dari Dosen
Pengampu mata kuliah sejarah Al-Quran yang telah membantu dan membangun agar kami
tidak melakukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang akan datang.

12
DAFTAR PUSTAKA

As Suyuthi, Al-ligan Fil Ulumul Qur'an ,Beirut: Darul Fikr Li at-Thaba'ah Wa Nasyr Wa Al

Tawzi, 1416 H/ 1996 M.

AZ-Zarkasyi , Al-Burhân Fi Ulûmil Qur"an, Beirut : Dar-Al-Fikr, 1408 H / 1988 M

https://www.scribd.com/document/672183882/MUQADDAM-DAN-MUAKHKHAR-11-QT

https://www.scribd.com/document/644589862/MUQADDAM-DAN-MUAKHAR

https://tanwir.id/kaidah-taqdim-dan-takhir-dalam-al-quran/

13

Anda mungkin juga menyukai