Anda di halaman 1dari 35

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUMBER HUKUM ISLAM I

Dosen Pengampu :
Dr. H. Nurdin, S.Hi, M.Ed.
Disusun Oleh :
1. Aji Sophia Azzahra (2101026235)
2. Anggita Fazrina (2109116015)
3. Asnianida (2101016024)
4. Hirmalita Oktavianti (2101026099)
5. Nur Inayah Al-‘Azhimah (2109116017)
6. Nur Melisa (2101046052)
7. Risma Ariana (2101026150)
8. Windy Widyastutik (2109116014)

UNIVERSITAS MULAWARMAN
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa. Atas segala karunia-
Nya yang tak terhingga dan kemurahan hati-Nya sehingga kami semua dapat
menyusun makalah ini dengan segala kesanggupan yang kami miliki.
Makalah ini dibuat sebagai media pembelajaran sekaligus sebagai
pemenuhan tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam dengan dosen
pengampu Bapak Dr. H. Nurdin, S.Hi, M.Ed. dengan pokok bahasan Sumber
Hukum Islam I terkait Al-Qur’an dan Al-Hadits. Demikian pula, kami ucapkan
terima kasih sebesar-besarnya kepada beliau dan teman-teman sekalian yang turut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini dengan aktif.
Semoga pembuatan makalah ini dapat memiliki arti dan makna yang positif
bagi para pembaca, serta dapat menambah wawasan yang luas dan bermanfaat.
Senantiasa sebagai makhluk ciptaan-Nya, kami berkenan untuk menerima saran
serta kritikan membangun dari para pembaca sebagai bahan evaluasi diri. Apabila
ada kesalahan tulisan, kekurangan dalam penjelasan, serta kesalahan dalam
penyampaian materi dan bahasa, sekiranya dapat dimaafkan.
Demikian kata pengantar ini kami rangkai, semoga makalah ini bermanfaat
dan dapat dipahami dengan baik. Jazakumullah Khairan.

Samarinda, 7 Oktober 2021


Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
A. Latar Belakang.......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
A. Pengertian Al-Qur’an Menurut Bahasa dan Istilah .................................. 6
B. Al-Qur’an sebagai Sumber Nilai .............................................................. 7
C. Fungsi dan Peran Al-Qur’an..................................................................... 8
D. Kandungan dan Keistimewaan Al-Qur’an ............................................. 16
E. Penafsiran Al-Qur’an.............................................................................. 19
F. Pengertian Al-Hadits dan As-Sunnah..................................................... 23
G. Hubungan Kesamaan dan Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Al-Hadits 25
H. Macam-Macam Hadits ........................................................................... 27
BAB III PENUTUP............................................................................................... 34
A. Kesimpulan ............................................................................................. 34
B. Saran ....................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap ajaran tentunya terdapat hukum-hukum yang mengikat para
pemeluknya. Dalam agama Islam, terdapat beberapa sumber hukum yang
mengatur tindak-tanduk pemeluknya dalam kegiatannya menjadi seorang
hamba dan khalifah di Bumi. Sumber hukum Islam merupakan dasar utama
untuk mengambil istinbat hukum. Oleh karenanya segala sesuatu yang menjadi
pokok permasalahan haruslah berdasarkan pada sumber hukum tersebut.
Sumber hukum yang paling utama ialah al- Qur’an, yaitu wahyu atau
kalamullah yang sudah dijamin keontentikannya dan juga terhindar dari
intervensi tangan manusia. Sehingga dengan penyucian tersebut meneguhkan
posisi al-Qur’an sebagai sumber hukum yang utama. Oleh karena itu, sebagai
sumber utama hendaklah ia memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Sudah
selayaknya jika al-Qur’an bersifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis dalam
arti al-Qur’an dapat diterapkan di manapun, dan kapanpun, serta kepada
siapapun. Kebenaran al-Qur’an dapat dibuktikan dengan realita atau fakta yang
terjadi sebenarnya. Terakhir, al Qur’an tidak diragukan kebenarannya serta
tidak akan terbantahkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Qur'an menurut bahasa dan istilah?
2. Bagaimana Al-Qur'an sebagai sumber nilai?
3. Apa fungsi dan peran Al-Qur'an?
4. Apa kandungan dan keistimewaan Al-Qur'an?
5. Bagaimana penafsiran pada Al-Qur'an?
6. Apa pengertian Al-Hadits dan As-Sunnah?
7. Apa hubungan kesamaan dan perbedaan antara Al-Qur'an dan Al-Hadits?
8. Apa saja macam-macam hadits?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Al-Qur'an menurut bahasa dan istilah.

4
2. Memahami Al-Qur'an sebagai sumber nilai.
3. Memahami fungsi dan peran Al-Qur'an.
4. Memahami kandungan dan keistimewaan Al-Qur'an.
5. Memahami penafsiran pada Al-Qur'an.
6. Mengetahui pengertian Al-Hadits dan As-Sunnah.
7. Memahami hubungan kesamaan dan perbedaan antara Al-Qur'an dan Al-
Hadits.
8. Memahami macam-macam hadits.

D. Manfaat Penulisan
1. Mendalami pemahaman tentang sumber hukum Islam bagi para
mahasiswa guna meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT serta
mampu merubah pribadi menjadi lebih baik.
2. Meluruskan kesalahan pahaman terhadap sumber hukum Islam yang
selama ini kita pahami sehingga dapat menjalankan perintah dan larangan
Allah SWT dengan tepat.
3. Sebagai media pembelajaran dan referensi dalam penugasan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qur’an Menurut Bahasa dan Istilah


Definisi dan pengertian Al-Qur’an adalah sebagai pedoman dan juga
pembimbing manusia agar bisa mencapai keberhasilan dunia serta di akhirat
nantinya. Al-Qur’an sendiri diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
yang juga merupakan nabi terakhir melalui Malaikat Jibril.
Tujuan diturunkan Al-Qur’an adalah sebagai pedoman agar manusia
bisa menjadi khalifah di muka bumi. Manusia yang menjadikan Al-Qur’an
sebagai pedoman akan mencapai kebahagiaan di dunia serta di akhirat.
Al-Qur’an juga diturunkan untuk memisahkan antara yang haq serta
yang bathil, antara kebaikan dan kejahatan, hingga antara petunjuk dan
kesehatan. Al-Qur’an bisa dijadikan sebagai petunjuk untuk mengeluarkan
manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.
Al-Qur’an terdiri atas 114 surah dan dengan jumlah juznya 30 serta ayat
berjumlah 6236 menurut riwayat hafsh. Sedangkan menurut riwayat ad-Dur
jumlah ayat dalam Al-Qur’an adalah 6262 dan 6212 menurut riwayat Warsy.
Surah Al-Fatihah merupakan surah pertama di dalam Al-Qur’an dan diakhiri
dengan surah An-Nas.
Al-Qur’an merupakan salah satu kitab Allah yang diturunkan sebagai
penyempurna dari kitab lain yang sudah diturunkan sebelumnya. Al-Qur’an
sendiri memiliki definisi yang diartikan dari segi bahasa, menurut istilah, serta
pengertian dari para ahli.
Adapun definisi dan pengertian Al-Qur’an menurut bahasa adalah
bentuk jamak dari kata benda atau masdar yang berasal dari kata kerja qara-a
– yaqra’u – qur’anan dan bisa diartikan sebagai bacaan atau sesuai yang dibaca
berulang-ulang.
Al-Qur’an bisa diartikan sebagai kitab suci bagi umat islam yang berisi
firman-firman Allah SWT dan diturunkan kepada Rasullullah SAW sebagai
mukjizatnya. Al-Qur’an disampaikan dengan jalan mutawatir dari sang
pencipta melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad SAW dan bernilai

6
ibadah jika seseorang membacanya. Di dalam Al-Qur’an terdapat isi yang
memuat berbagai jenis aturan mengenai kehidupan manusia.
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril sebagai petunjuk bagi
umat manusia. Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi mereka
yang ingin mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Al-Qur’an menggunakan
bahasa Arab dan merupakan mukjizat bagi rasul. Sebagian besar ayat-ayat Al-
Qur’an diturunkan di kota Mekah dan kota Madinah.

B. Al-Qur’an sebagai Sumber Nilai


Sumber Nilai atau hukum yang utama bagi seorang muslim adalah Al-
Qur’an. Karena al-qur’an lah yang bisa menjawab setiap tantangan dan
memberikan jawaban pada setiap pertanyaan. Al-Qur’an tidak hanya sebagai
petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode waktu tertentu, melainkan
menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang waktu. Al-Qur’an adalah eksis
bagi setiap zaman dan tempat. Petunjuknya sangat luas seperti luasnya umat
manusia dan meliputi segala aspek kehidupan.
Bukan saja ilmu-ilmu keislaman yang digali secara langsung dari Al-
Qur’an, seperti ilmu tafsir, fikih dan Tauhid, akan tetapi Al-Qur’an juga
merupakan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, karena banyaks ekali
isyarat-isyarat Al-Qur’an yang membicarakan peroalan-perosalan sains dan
teknologi dan bidang keilmuan lainnya.
Bercermin pada wahyu pertama kali turun kepada Rasulullah SAW,
Allah adalah untuk mencanangkan dan mendorong manusia agar mencari dan
menggali ilmu pengetahuan, yaitu dengan kata-kata iqra (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5).
Dalam ayat-ayat permulaan itu ada kata-kata “qalam” yang berarti pena yang
biasa menjadi lambang ilmu pengetahuan. Dengan demikian muncul berbagai
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui semangat dan spirit Al-Qur’an. Makin
banyak di gali ayat-ayat Al-Qur’an itu, makin banyak pula didapati isyarat
tersebut. Hal itu karena Al-Qur’an tidak akan habis-habisnya walaupun ditulis
dengan tinta lautan yang luas, bahkan di tambah dengan tujuh lautan lagi (Q.S.
Luqman: 27).

7
Tuntunan dan anjuran untuk mempelajari Al-Qur’an dan menggali
kandungannya serta menyebarkan ajaran-ajarannya dalam praktek kehidupan
masyarakat merupakan tuntunan yang tidak akan pernah habis. Menghadapi
tantangan dunia modern yang bersifat sekuler dan materialistis, umat Islam
dituntut untuk menunjukan bimbingan dan ajaran Al-Qur’an yang mampu
memenuhi kekosongan nilai moral kemanusiaan dan spiritualitas, di samping
membuktikan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang bersifat rasional dan mendorong
umat manusia untuk mewujudkan kemajuan dan kemakmuran serta
kesejahteraan. Hampir setiap aspek kehidupan diatur dan tercantum dalam al-
qur’an, tata cara ibadah, kehidupan sehari-hari, kehidupan bernegara dan
ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijalankan.

C. Fungsi dan Peran Al-Qur’an


1. Fungsi Al-Qur’an
a. Fungsi Al-Qur’an dalam Agama Islam
1) Al-Huda (Petunjuk)
Di dalam Al-Qur’an Ada tiga posisi Al-Qur’an yang
fungsinya sebagai petunjuk. Al-Qur’an menjadi petunjuk bagi
manusia secara umum, petunjuk bagi orang-orang bertakwa, dan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Jadi Al-Qur’an tidak
hanya menjadi petunjuk bagi umat Islam saja tapi bagi manusia
secara umum. Kandungan Al-Qur’an memang ada yang bersifat
universal seperti yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan itu
bisa menjadi petunjuk bagi semua orang tidak hanya orang yang
beriman Islam dan bertakwa saja.
Petunjuk bagi orang yang beriman berarti bagi orang yang
memiliki iman dan Islam dalam dirinya yaitu yang mengakui
bahwa Nabi Muhammad utusan Allah dan Allah merupakan satu-
satunya Tuhan semesta alam. Sedangkan untuk orang yang
bertakwa berarti bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan
perintah Allah dan menjauhi larangannya. Beberapa kali di Al-
Qur’an dituliskan tentang kepada siapa ayat atau sebuah perintah

8
ditujukan, Apakah bagi orang yang beriman atau bagi orang-
orang yang bertakwa.
2) Al-Furqon (Pemisah)
Nama lain Al-Qur’an adalah Al-Furqon atau pemisah. Ini
berkaitan dengan fungsi Alquran sebagai keajaiban Al-Qur’an di
dunia lainnya yang dapat menjadi pemisah antara yang hak dan
yang batil, atau antara yang benar dan yang salah. Di dalam Al-
Qur’an dijelaskan berbagai macam hal yang termasuk kategori
salah dan benar atau hak dan yang batil.
Jadi jika sudah belajar Al-Qur’an dengan benar maka
seseorang harus seharusnya dapat membedakan antara yang benar
dan yang salah. Misalnya saja saat mencari keuntungan dengan
berdagang, dijelaskan bahwa tidak benar jika melakukan
penipuan dengan mengurangi berat sebuah barang dagangan.
Begitu juga dengan berbagai permasalahan lainnya yang diambil
contohnya dari ayat-ayat Al-Qur’an.
3) Al-Assyifa (Obat)
Di dalam Al-Qur’an keajaiban Al-Qur’an di dunia nyata
disebutkan bahwa Al-Qur’an merupakan obat bagi penyakit yang
ada di dalam dada manusia. Penyakit dalam tubuh manusia
memang tak hanya berupa penyakit fisik saja tapi bisa juga
penyakit mental atau psikologis, contohnya saja cara mengatasi
depresi menurut Islam. Perasaan manusia tidak selalu tenang,
kadang marah, iri, dengki, cemas, dan lain-lain.
Manfaat membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya dapat
terhindar dari berbagai penyakit hati tersebut. Al-Qur’an memang
hanya berupa tulisan saja tapi keutamaan membaca Al-Qur’an
dapat memberikan pencerahan bagi setiap orang yang beriman.
Saat hati seseorang terbuka dengan Al-Qur’an maka ia dapat
mengobati dirinya sendiri sehingga perasaannya menjadi lebih
tenang dan bahagia dengan berada di jalan Allah.

9
4) Al-Mau’izah (Nasihat)
Al-Qur’an juga berfungsi sebagai pembawa nasihat bagi
orang-orang yang bertakwa dan juga sebagai sumber pokok
ajaran Islam. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak pengajaran,
nasihat-nasihat, peringatan tentang kehidupan bagi orang-orang
yang bertakwa yang berjalan di jalan Allah. Nasihat yang terdapat
di dalam Al-Qur’an biasanya berkaitan dengan sebuah peristiwa
atau kejadian, yang bisa dijadikan pelajaran bagi orang-orang di
masa sekarang atau masa setelahnya.
Nasihat dan peringatan tersebut penting karena sebagai
manusia kita sering menghadapi berbagai masalah dan cara
penyelesaiannya sebaiknya diambil dari ajaran agama.
Bagaimana cara kita menghadapi tetangga, suami, orang tua, dan
bahkan musuh kita telah diajarkan dalam Al-Qur’an.
b. Fungsi Al-Qur’an Bagi Kehidupan Manusia
1) Sebagai Petunjuk Jalan Yang Lurus
Hidup bahagia menurut Islam adalah jalan yang lurus.
Jalan yang lurus menurut yang mengajarkan umatnya untuk
berakhlak mulia sekaligus menjalankan ibadah dengan baik.
Banyak umat manusia yang umatnya yang kadang kebingungan
harus berbuat apa lagi didunia ini dan tak sedikit yang kemudian
terperosok ke jalan yang salah. Misalnya orang-orang yang
melakukan perbuatan kriminal atau menggunakan narkoba.
Al-Qur’an memberikan petunjuk agar umat manusia
dapat terus berjalan di jalan yang lurus. Di dalam Al-Qur’an
sudah dijelaskan mana yang salah dan mana yang benar serta
peringatan-peringatan agar terus bertakwa kepada Allah SWT.
2) Merupakan Mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW
Jika nabi-nabi yang lainnya mendapatkan mukjizat yang
terlihat jelas seperti dapat berbicara dengan binatang,
menyembuhkan orang sakit, dan lainnya maka Nabi Muhammad
SAW diberikan mukjizat yang sedikit berbeda yaitu Al-Qur’an
yang merupakan kitab suci umat Islam. Al-Qur’an merupakan

10
sumber dari segala sumber hukum dan penyempurna dari kitab-
kitab yang terdahulu, meskipun Nabi Muhammad SAW tidak
dapat membaca dan menulis namun Allah menjaga Al-Qur’an
yang diwahyukan kepada beliau.
3) Menjelaskan Kepribadian Manusia dan Yang Membedakannya
Dari Makhluk Lainnya
Di dalam Al-Qur’an disebutkan tentang manusia yang
memiliki berbagai sifat baik dan buruk. Selain itu manusia juga
dikaruniai akal yang membuatnya berbeda dari binatang. Allah
SWT menjadikan manusia sebagai pemimpin di dunia ini.
Sebagai pemimpin manusia seharusnya dapat memiliki akhlak
akhlak yang baik bukannya malah berperilaku seperti binatang.
Manfaat baca Al-Qur’an dan mengamalkannya akan membuat
kita menjadi manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia serta
cara meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT.
4) Merupakan Penyempurna Bagi Kitab-Kitab Allah Yang Telah
Turun Sebelumnya
Umat Islam percaya dengan adanya kitab-kitab Allah
yang telah turun sebelum Al-Qur’an yaitu Taurat, Injil, dan
Zabur. Namun tetap Al-Qur’an yang wajib dipelajari karena
merupakan penyempurna dan digunakan sampai akhir zaman.
Kitab-kitab Allah sebelumnya ditujukan hanya kepada umat pada
zaman tersebut saja berbeda dengan Al-Qur’an. Allah akan
menjaga keaslian Al-Qur’an melalui para umat yang hafal Al-
Qur’an dan mengamalkannya.
5) Menjelaskan Masalah Yang Pernah Dipersilisihkan Umat
Sebelumnya
Al-Qur’an turun pada saat Nabi Muhammad SAW masih
hidup. Firman yang turun tersebut akan berkaitan dengan
kejadian pada saat itu. Misalnya saja perselisihan suatu kaum atau
cerita tentang kaum sebelumnya yang mendapatkan teguran dari
Allah SWT.

11
Berdasarkan kisah umat terdahulu kita bisa belajar agar
tidak mengulangi kesalahan yang mereka perbuat misalnya
serakah dan berbuat buruk terhadap orang lain. Ini juga bisa
berkaitan dengan kebiasaan buruk umat sebelumnya yang harus
dihindari pada masa sekarang.
6) Al-Qur’an Dapat Memantapkan Iman Islam
Manfaat baca Al-Qur’an setiap hari dan memahami
artinya dapat membuat kita lebih mantap lagi memegang teguh
ajaran Islam. Sebagai umat Islam kita kadang sering merasa iman
kita menurun karena kesibukan duniawi, namun jika kita rutin
dalam membaca Al-Qur’an serta mencoba belajar tentang isi dari
Al-Qur’an maka kita bisa mempertebal iman kita.
Isi alquran akan membuat kita semakin yakin bahwa
agama Islam adalah agama yang memang harus kita anut. Jadi
belajarlah Al-Qur’an jika ingin lebih memantapkan iman Islam
atau jika tiba-tiba merasa ada keraguan dalam hati.
7) Tuntunan dan Hukum Untuk Menjalani Kehidupan
Berisi tentang banyak hal termasuk tuntunan dan hukum
dalam menjalani kehidupan. Manusia bisa saja membuat hukum
sendiri untuk sebuah negara atau daerah, namun hukum Al-
Qur’an diturunkan dari Allah SWT yang tentunya lebih sempurna
jika mampu dijadikan dasar. Tuntunan dalam Al-Qur’an
diperuntukan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan. Al-
Qur’an mengatur bagaimana tentang berhubungan dengan orang
lain, berdagang, warisan, zakat, dan banyak hal lain. Umat Islam
yang mempelajari Al-Qur’an dengan baik dan mampu
mengamalkannya maka hidupnya akan tertuntun rapi.
c. Fungsi Al-Qur’an sebagai Sumber Ilmu
Al-Qur’an berisi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia
sebagai sumber hukum, sejarah, dan lainnya. Ilmu tersebut sangat
bermanfaat bagi umat manusia. Beberapa disiplin ilmu yang
bersumber dari Al-Qur’an antara lain sebagai berikut.

12
1) Ilmu Tauhid
Ilmu tauhid Islam merupakan ilmu kalam dalam Islam
yang membahas pengokohan keyakinan dalam agama Islam
sehingga dapat menghilangkan keraguan. Tauhid sendiri berarti
mengesakan Allah. Tak jarang dari kalangan umat Islam sendiri
sering merasa ragu terhadap agama mereka karena banyak hal.
Mempelajari ilmu tauhid dapat meyakinkan kita tentang Tuhan
yang satu yaitu Allah SWT.
2) Ilmu Hukum
Di dalam Alquran dibahas pula hukum-hukum dalam
agama Islam. Sebagai umat Islam yang baik seharusnya dapat
mempelajari hukum dalam Islam seperti hukum pernikahan,
perhitungan waris, dan lain-lain. Al-Qur’an merupakan sebuah
sumber hukum Islam yang perlu terus kita pelajari sehingga kita
bisa menjadi muslim yang taat dan berpengetahuan.
3) Ilmu Tasawuf
Pengertian tasawuf adalah untuk mengetahui cara
menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak atau biasa disebut dengan
tasawuf akhlaki, serta membangun dhahir dan batin sehingga
hubungan akhlak dan tasawuf mendapatkan kebahagiaan yang
abadi. Ilmu tasawuf sudah berkembang sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. Kita tentu tahu tentang bagaimana Nabi
Muhammad SAW pergi ke gua hira dan banyak berdzikir. Para
sufi kemudian mencontoh apa yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW tersebut.
4) Ilmu Filsafat Islam
Filsafat Islam adalah ilmu yang memiliki hubungan ilmu
kalam dengan filsafat yang dikembangkan oleh cendekiawan
muslim. Jika dalam ilmu filsafat lain kadang masih mencari-cari
tentang kehadiran Tuhan namun di filsafat Islam sudah meyakini
tentang keesaan Tuhan yaitu Allah SWT. Filsafat Islam lebih
banyak membahas filsafat pendidikan Islam tentang masalah lain
seperti manusia dan alam.

13
5) Ilmu Sejarah Islam
Sejarah agama Islam juga banyak terdapat dalam Al-
Qur’an. Islam sendiri memiliki sejarah yang cukup panjang sejak
zaman Nabi Muhammad SAW atau bahkan sejak zaman Nabi
Adam diturunkan di dunia. Dalam sejarah peradaban Islam,
agama Islam sendiri kemudian baru dikukuhkan pada saat zaman
Nabi Muhammad SAW. Ada banyak rintangan dan hadangan
yang ikut mengiringi perkembangan sejarah Islam dunia pada
zaman tersebut.
6) Ilmu Pendidikan Islam
Ilmu pendidikan Islam diajarkan di sekolah-sekolah agar
para siswa lebih memahami tentang agama Islam yang mereka
anut. Di dalam hakikat pendidikan Islam, Al-Qur’an menjadi
salah satu sumber utama untuk mempelajari Islam. Pendidikan
anak dalam Islam juga menuntut agar para siswa dapat membaca
Al-Qur’an dan mengerti artinya yang nantinya dapat diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, dan itu merupakan salah satu tujuan
pendidikan Islam.
Selain ilmu-ilmu tersebut, di dalam Al-Qur’an sebenarnya
sering disebutkan tentang ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu
biologi ataupun astronomi. Isi kandungan Al-Qur’an memang
sudah teruji kebenarannya. Sebagai umat Islam kita wajib untuk
mempelajari dan mengamalkan Alquran sehingga kehidupan kita
dapat selalu terjaga di jalan yang lurus.
2. Peran dan Manfaat Al-Qur’an
Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu Al-
Qur’an memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bagi para
pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat Al-Qur’an yang kita baca sehari-
hari tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian
besar. Karena saking istimewanya Al-Qur’an ini dari kitab-kitab Samawi
lainnya, Allah memberikan tempat istimewa bagi para pencintanya.

14
Bagi Anda yang ingin memaksimalkan peran Al-Qur’an dalam
kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan
perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah.
1) Ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca setiap hari akan memberikan
motivasi dan penyemangat bagi si pembacanya.
2) Ketika membaca Al-Qur’an Allah akan menegur diri kita pada setiap
ayat-ayatnya.
3) Bacaan Al-Qur’an yang melibatkan emosi alan memberikan
kedamaian dan ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang
dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah.
4) Orang yang membaca Al-Qur’an akan senantiasa ingat Allah dan
kembali kepadanya.
5) Orang yang membaca Al-Qur’an akan selalu berada dalam
kecukupan dan nikmat Allah meski ia merasakan serba kurang di
dunia.
6) Ayat-ayat Allah akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia,
karena ia telah menjaga ayat-ayatnya.
7) Orang yang paham Al-Qur’an adalah orang yang memiliki banyak
ilmu.
8) Orang yang membaca Al-Qur’an bagaikan orang yang sedang
menyelami samudra kehidupan dan mengambil manfaat darinya.
9) Orang yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang
sejuk hati yang damai dan pikiran yang jernih, sehingga ia
membuatnya ingin selalu beramal, kreatif, inovatif, dan produktif.
10) Orang yang membaca Al-Qur’an akan selalu berada dalam
kegembiraan dan penuh harapan, di saat orang lain merasakan
kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri mereka selalu
dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
11) Orang yang rajin membaca Al-Qur’an akan selalu diberikan jalan
kemudahan dan petunjuk sehingga tidak mudah untuk menyimpang
dan menyerah karena ayat-ayat Allah akan selalu mengingatkan
dirinya ketika dirinya tersandung dosa dan maksiat.

15
12) Orang yang membaca dan menjaga Al-Qur’an selalu berada dalam
lindungan dan penjagaan Allah. Ayat-ayat Al-Qur’an mengajak
pembacanya untuk senantiasa berpikir, merenung, dan beramal
sebanyak-banyaknya.

D. Kandungan dan Keistimewaan Al-Qur’an


1. Kandungan Hukum Al-Qur’an
Menurut Hasbullah Thalib secara umum kandungan hukum dalam
Al-Qur’an ada lima bagian, diantaranya.
a. al-Ahkam al-I’tiqadiyyah (suatu hukum yang berorientasi pada
keimanan dan keyakinan).
b. al-Ahkam al-Khuluqiyah (suatu hukum yang berkenaan dengan
akhlak)
c. al-Ahkam al-Kauniyah (suatu hukum yang berkenaan dengan alam
semesta).
d. al-Ahkam al-‘Ibariyah (suatu hukum yang kaitannya dengan peristiwa
atau kejadian pada masa lalu dan dapat diambil pelajarannya (ibrah)).
e. al-Ahkam al-Syar’iyyah al-‘Amaliyyah (hukum - hukum yang
mengatur perilaku dan perkataan mukallaf yang ditimbang dengan
neraca syari’ah).
Dari lima pembagian yang ditawarkan oleh Hasballah Thalib
tersebut, sebenarnya memiliki nilai kandungan yang sama, hanya saja ada
sedikiti perbedaan penjelasan menurutnya. Berkenaan dengan al-Ahkam
al-Kauniyah menurutnya topik utama dalam hukum tersebut berupa ayat-
ayat alam semesta (cosmos) dimana banyak mengandung isyarat ilmiah
sebagai bukti terhadap umat manusia mengenai kebenaran al Quran.
Firman Allah SWT berikut,“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci

16
Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran ayat
190-191).
Sedangkan al-Ahkam al-Ibariyah, topik bahasan pada hukum ini
berupa kisah para umat terdahulu. Hukum ini bertujuan agar manusia
selalu mengambil hikmah ataupun pelajaran hidup yang telah terjadi
kepada para umat terdahulu. Apabila terdapat pelajaran yang baik, maka
sudah sepatutnya untuk dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari agar
mendapat imbalan yang baik pula dari Allah SWT. Namun, jika kejahatan
atau kemadharatan yang berakhir kepada kemurkaan Allah SWT maka
sudah sepatutnya untuk tidak diikuti agar tidak terulang kejadian yang
sama pada masa kini. Firman Allah SWT berikut,“dan tetaplah memberi
peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-
orang yang beriman.” (QS. Al-Zariyaat ayat 55). Pesan yang terkandung
dalam ayat ini yaitu pentingnya memberi peringatan, guna membangun
perdaban manusia.
2. Keistimewaan Al-Qur’an
Keistimewaan al-Quran yang tak ada pada Kitab Suci lain salah satunya
yang dapat dilihat secara nyata adalah ayatayatnya yang seolah-olah
memiliki kekuatan “magic” yang sanggup mempengaruhi dan
menghipnotis jiwa seseorang. Sehingga kerap terdengar orang masuk
Islam hanya gara-gara tak kuasa menahan getarangetaran ruhani
spritualnya akibat terhisap gaya magnit alunan azan atau suara syahdu
bacaan ayat al-Quran (M. Nasir Arsyad: 1995, h. 41).
1) Mempunyai uslub (struktur kalimat atau gaya bahasa) dan sifat
balaghah (keindahan bahasa) yang aneh namun mengagumkan dan
mampu menerobos ke rongga-rongga jiwa sehingga mem-pengaruhi
dengan semua gaya dan langgam bahasa Arb sekalipun.
2) Selalu menutup ayat-ayatnya dengan menyebut sifat-sifat Allah
seperti: ‘alim, hakim, qadir, rahim, ghafur dan sebagainya, guna
menghujamkan sifat-sifat Allah ke dalam lubuk jiwa pendengarnya.
3) Memuliakan akal dan menjadikan sendi atau dasar untuk
memahamkan hukum, mengendalikan urusan dan mengembangkan
ilmu.

17
4) Membebaskan jiwa dari ruparupa kehinaan dengan jalan
memahatkan senjata tauhid ke relung-relung.
5) Memberi kemerdekaan kepada mereka untuk menganut suatu
kepercayaan dan tak meluangkan tempat bagi kepemimpinan
keagamaan (teokrasi) yang dapat memperbudak sesame makhluk
atas nama tuhan (agama) sebagai yang pernah terjadi pada abadabad
pertengahan.
6) Mempersamakan sekalian manusia dengan meniadakan kelaskelas
dalam masyarakat. Yang diberi keistimewaan hanya yang paling
taqwa saja, apa pun dan bagaimana pun statusnya
7) Memutus rantai taklid buta yang membelenggu kemerdekaan
berpikir dan melemahkan bakat manusia.
8) Mencakup dan sekaligus menyempurnakan isi kitb-kitab suci
terdahulu yang masih asli.
9) Menyediakan petunjuk yang lengkap dan senantiasa pula siap diajak
berdialog. Hukum-hukumnya sesuai benar dengan kepentingan dan
keperluan sekalian bangsa dan kaum, di segala zaman dan tempat.
10) Acap kali mengulang-ulang suatu masalah dan menyadurkannya
dengan kisah-kisah yang memikat, agar ruh petunjuk itu lebih
mantap menyelinap ke dalam hati.
11) Mempersaudarakan ilmu dan kepercayaan dan menyerasikan
kepentingan akal dan fitrah atau jiwa manusia, di mana akal diberi
keleluasaan merambahi jalannya sendiri.
12) Selalu tepat dalam segala yang dijanjikan dan diancamkan kepada
manusia, baik yang mutlak maupun yang terbatas.
13) Mensenyawakan ruh dan tubuh sehingga dapat memberi jaminan
tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.
14) Memberi keleluasaan dan hak untuk memilih; menuntut balas
dengan adil terhadap orang yang berbuat tercela, atau
memaafkannya dengan atau tanpa kompromi.
15) Menegakkan pemerintahan atas dasar “syura” (musyawarah), dan
menetapkan bahwa kekuasaan dan kedaulatan negara berada.

18
E. Penafsiran Al-Qur’an
1. Tafsir Al-Qur’an
Tafsir Al-Quran adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan
menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur’an dan isinya berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan
kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di
pahami dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Al-
Qur'an, sehingga makna-maknanya dapat dipahami secara penuh dan
menyeluruh, merupakan hal yang mendasar dalam rangka melaksanakan
perintah Allah sesuai yang dikehendaki-Nya. Secara istilah, tafsir Qur'an
adalah penjelasan firman Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan
kepada Muhammad. As-Suyuthi menukil dari az-Zarkasyi, menjelaskan
pengertian tafsir sebagai berikut, "Ilmu untuk memahami kitab Allah yang
diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan makna-maknanya,
menyimpulkan hikmah dan hukum-hukumnya."
2. Urgensi Tafsir Al-Qur’an dalam Islam
Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat
Jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Di
dalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah
syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam
berpikir dan beramal. Namun, Allah tidak menjamin perincian-perincian
dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal Al-Qur'an yang
membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat yang
singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat
terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang
berupa tafsir Al-Qur'an.
Tujuan pewahyuan Al-Qur'an adalah tadabbur. Tadabbur adalah
merenungi lafal-lafal Al-Qur'an untuk memahami maknanya. Allah
berfirman, "Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh
berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang
berakal sehat mendapat pelajaran." (Qur'an Sad:29).
Jika tidak ada tadabbur, maka manusia akan kehilangan hikmah
tersebut dan lafal-lafal Al-Qur'an tidak akan memberi pengaruh. Firman

19
Allah yang lain, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an
ataukah hati mereka terkunci?" (Qur'an Muhammad:24).
Allah mencela orang-orang yang tidak men-tadabbur-i Al-Qur'an
serta menyebutkan tentang terkuncinya dan tidak adanya kebaikan pada
hati mereka.
Ulama-ulama terdahulu berpendapat atas wajibnya mempelajari
tafsir Al-Qur'an. Mereka mempelajari lafal dan makna Al-Qur'an sehingga
mereka bisa melaksanakan amal yang Allah maksudkan dalam Al-Qur'an.
Tidak mungkin melakukan suatu amal yang tidak diketahui hakikat
maknanya.
3. Sejarah Tafsir Al-Qur’an
Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al-Qur'an antara
lain empat khalifah, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin
Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum
terdapat satupun pembukuan tafsir dan masih bercampur dengan hadis.
Sesudah generasi sahabat, datanglah generasi tabi’in yang belajar
Islam melalui para sahabat di wilayah masing-masing. Ada tiga kota utama
dalam pengajaran Al-Qur'an yang masing-masing melahirkan madrasah
atau madzhab tersendiri, yaitu.
a. Mekkah dengan madrasah Ibnu Abbas dengan murid-murid antara
lain Mujahid ibn Jabir, Atha bin Abi Rabah, Ikrimah Maula Ibn Abbas,
Thaus ibn Kisan al-Yamani dan Said ibn Jabir,
b. Madinah dengan madrasah Ubay ibn Ka'ab dengan murid-murid
Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi, Abu al-Aliyah ar-Riyahi dan Zaid
bin Aslam, dan
c. Irak dengan madrasah Ibnu Mas'ud dengan murid-murid Hasan al-
Bashri, Masruq ibn al-Ajda, Qatadah bin Da'amah, Atah ibn Abi
Muslim al-Khurasani dan Marah al-Hamdani.
Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari hadis namun
masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-sendiri.
Ketika datang masa kodifikasi hadis, riwayat yang berisi tafsir sudah
menjadi bab tersendiri namun belum sistematis sampai masa sesudahnya
ketika pertama kali dipisahkan antara kandungan hadits dan tafsir sehingga

20
menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh para ulama sesudahnya
seperti Ibnu Majah, Ibnu Jarir ath-Thabari, Abu Bakr ibn al-Munzir an-
Naisaburi dan lainnya. Metode pengumpulan inilah yang disebut tafsir bil
Ma`tsur.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah
menuntut pengembangan metodologi tafsir dengan memasukan unsur
ijtihad yang lebih besar. Meskipun begitu mereka tetap berpegangan pada
tafsir bi al-Ma`tsur dan metode lama dengan pengembangan ijtihad
berdasarkan perkembangan masa tersebut. Hal ini melahirkan apa yang
disebut sebagai tafsir bi ar-ra'yi yang memperluas ijtihad dibandingkan
masa sebelumnya. Lebih lanjut perkembangan ajaran tasawuf melahirkan
pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai tafsir isyari.
4. Rujukan dalam Tafsir Al-Qur’an
Al-Utsaimin menjelaskan bahwa tafsir Al-Qur'an merujuk pada
sumber-sumber berikut.
a. Pertama : Kalamullah (Al-Qur'an ditafsirkan dengan Al-Qur'an),
maksudnya ditafsirkan dengan ayat lain, karena Allah adalah Yang
menurunkan Al-Qur'an sehingga lebih mengetahui apa yang
dikehendaki ayat.
b. Kedua : Perkataan Rasulullah (maksudnya Al-Qur'an ditafsirkan
dengan as-sunnah), karena Rasulullah adalah pembawa kabar dari
Allah sehingga Rasulullah adalah manusia yang paling mengetahui
maksud Allah pada firman-Nya.
c. Ketiga : Perkataan sahabat, terutama ulama mereka dan yang memiliki
perhatian terhadap tafsir, karena Al-Qur'an turun dengan bahasa
mereka, pada masa mereka. Mereka adalah orang-orang yang paling
jujur dalam mencari kebenaran, lebih selamat dari hawa nafsu, dan
lebih bersih dari perselisihan yang memecah belah mereka.
d. Keempat : Perkataan tabi'in yang perhatian untuk mengambil tafsir
dari para sahabat, karena mereka adalah generasi terbaik setelah
sahabat, lebih selamat dari hawa nafsu daripada generasi setelahnya,
dan bahasa Arab belum banyak berubah pada masa mereka. Oleh
karena itu, mereka lebih dekat kepada kebenaran dalam menafsirkan

21
Al-Qur'an daripada generasi setelahnya. Ibnu Taimiyah berkata dalam
Majmu' al Fatawa, "Apabila terdapat konsensus di antara para tabi'in,
maka argumen mereka tidak dapat diragukan. Jika terdapat
perbedaan, maka argumen-argumen mereka tidak bisa
dipertentangkan dan tidak pula menentang argumen orang dari masa
setelah mereka. Perbedaan itu dikembalikan kepada bahasa Al-
Qur'an, sunnah, atau keumuman bahasa Arab atau perkataan sahabat
atas hal itu."
e. Kelima : Konsekuensi makna syar'i atau bahasa berdasarkan konteks
terhadap suatu kalimat. Jika makna syar'i bertentangan dengan makna
bahasa, maka diambil konsekuensi makna syar'i, kecuali terdapat dalil
yang menguatkan makna bahasa sehingga diambil konsekuensi makna
bahasa. Hal itu dikarenakan Al-Qur'an turun untuk menjelaskan
syariat, bukan untuk menjelaskan bahasa
5. Bentuk Tafsir Al-Qur’an
Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara
garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu.
a. Tafsir bi al-Ma`tsur
b. Tafsir bi ar-Ra'yi
c. Tafsir Isyari
6. Macam Tafsir Al-Qur’an
Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda
tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab
fiqih, kecenderungan sufisme dari ahli tafsir itu sendiri sehingga tafsir
yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz
mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut, “Ayat-ayat Al-
Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak
mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia
akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat.”
Di antara berbagai corak itu antara lain sebagai berikut.
a. Corak Sastra Bahasa : Munculnya corak ini diakibatkan banyaknya
orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-

22
orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk
menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti
kandungan Al-Qur'an di bidang ini.
b. Corak Filsafat dan Teologi : Corak ini muncul karena adanya
penerjemahan kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak
serta masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang
pada akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir
mereka.
c. Corak Penafsiran Ilmiah : Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka muncul usaha-usaha penafsiran Al-Qur'an sejalan
dengan perkembangan ilmu yang terjadi.
d. Corak Fikih : Akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya
madzhab-mahzab fikih maka masing-masing golongan berusaha
membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-
penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
e. Corak Tasawuf : Akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka
muncul pula tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak
tasawuf.
f. Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan : Corak ini dimulai pada masa
Syaikh Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-
ayat Al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan
masyarakat, usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah
mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan
petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak
didengar.

F. Pengertian Al-Hadits dan As-Sunnah


1. Pengertian Al-Hadits
Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al Tahdis
yang berarti pembicaraan. Kata hadits mempunyai beberapa arti, yaitu :
a. Jadid (baru), sebagai lawan dari kata qadim (terdahulu). Dalam hal ini
yang dimaksud qadim adalah kitab Allah, sedangkan yang dimaksud
jadid adalah hadis Nabi saw. Namun dalam rumusan lain mengatakan

23
bahwa Al-Qur’an disebut wahyu yang matluw karena dibacakan oleh
Malaikat Jibril, sedangkan hadis adalah wahyu yang ghair matluw
sebab tidak dibacakan oleh malaikat Jibril. Nah, kalau keduanya
sama-sama wahyu, maka dikotomi, yang satu qadim dan lainnya jadid
tidak perlu ada.
b. Qarib, yang berarti dekat atau dalam waktu dekat belum lama,
c. Khabar, yang berarti warta berita yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada seseorang. Hadis selalu
menggunakan ungkapan (‫ حدثنا‬,‫أخبرنا‬, ‫ )أنبأنا‬megabarkan kepada kami,
memberitahu kepada kami dan menceritakan kepada kami. Dari
makna terakhir inilah diambil perkataan hadits Rasulullah yang
jamaknya ahadits.
Allah-pun, memakai kata hadits dengan arti khabar dalam firman-Nya
yang artinya, “Maka hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang
sepertinya jika mereka orang benar.” (QS.52:34)
Sedangkan pengertian hadits secara terminologi, maka terjadi
perbedaan antara pendapat antara ahli hadits dengan ahli ushul. Ulama ahli
hadits ada yang memberikan pengertian hadis secara terbatas (sempit) dan
ada yang memberikan pengertian secara luas. Pengertian hadis secara
terbatas diantaranya sebagaimana yang diberikan oleh Mahmud Tahhan
adalah,“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan
atau perbuatan atau persetujuan atau sifat.”
Ulama hadis yang lain memberikan pengertian hadis sebagai berikut,
“Segala ucapan Nabi SAW, segala perbuatan dan segala keadaannya.”
Sedangkan pengertian hadis secara luas sebagaimana yang
diberikan oleh sebagian ulama seperti Ath Thiby berpendapat bahwa
hadits itu tidak hanya meliputi sabda Nabi, perbuatan dan taqrir beliau
(hadis marfu’), juga meliputi sabda, perbuatan dan taqrir para sahabat
(hadis mauquf), serta dari tabi’in (hadis maqthu’).
Sedang menurut ahli ushul, hadist adalah, “Segala perkataan,
segala perbuatan dan segala taqrir nabi SAW yang bersangkut paut
dengan hukum.”

24
Dari pengertian yang diberikan oleh ahli ushul fiqih di atas, berarti
informasi tentang kehidupan Nabi ketika masih kecil, kebiasaan, kesukaan
makan dan pakaian yang tidak ada relevansinya dengan hukum, maka
tidak disebut sebagai hadis.
Dengan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
makna hadis adalah sebagai berikut.
a. Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, dan sifatnya.
b. Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, maupun sifatnya.
2. Pengertian As-Sunnah
Secara etimologi berasal dari bahasa Arab sanna, yasunna,
sunnatan yang berarti perilaku yang mentradisi, norma-norma, undang
undang. Sedangkan menurut istilah para ulama ada perbedaan pendapat
dalam mendefinisikannya. Beberapa pendapat mengenai Sunnah, yaitu.
a. Menurut Muhaddisin ialah segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, sifat, kelakuan,
taqrir, pengajaran, perjalanan hidup baik sebelum diangkat menjadi
Nabi SAW diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya,
b. Menurut ahli ushul fiqih ialah segala yang dinukilkan dari Nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, yang
mempunyai hubungan dengan hukum.
c. Menurut ulama fiqih ialah perbuatan yang dilakukan dalam agama,
tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardhu.

G. Hubungan Kesamaan dan Perbedaan Antara Al-Qur’an dan Al-Hadits


Al-Quran dan Hadis adalah dua hal yang memiliki persamaan kuat
namun juga berbeda secara prinsip. Al-Quran adalah wahyu Allah SWT yang
makna dan lafalnya dari Allah SWT. Sementara Hadis juga wahyu Allah SWT
di mana maknanya dari Allah namun lafal atau redaksi perkatannya dari
Rasulullah SAW.
Dari pengertian Al-Quran dan Hadis di atas kita bisa menyebutkan
bahwa Persamaan keduanya adalah sama-sama wahyu atau firman dari Allah

25
SWT. Hanya saja, bentuk peyampaiannya yang berbeda. Adapun Perbedaan
keduanya dirinci sebagai berikut.
a. Al-Quran kalam atau wahyu Allah SWT yang makna dan lafalnya datang
dari Allah. Sementara Hadis juga kalam atau wahyu Allah namun hanya
makna yang datang dari Allah SWT, adapun lafal dan redaksi
penyampaian dari nabi Muhammad SAW.
b. Al-Quran dikategorikan sebagai mukjizat namun tidak demikian dengan
al-hadist
c. Ayat-ayat Al-Quran jelas dinisbatkan kepada Allah SWT sehingga apabila
kita mengutip Al-Quran maka perkataannya adalah “Allah SWT
berfirman…” Sementara Hadis disandarkan kepada Rasulullah sehingga
redaksi pengutipannya seperti “Rasulullah bersabda bahwa Allah SWT
berfirman..” dan sebagainya.
d. Membaca ayat-ayat Al-Quran adalah dikategorikan ibadah atau aktivitas
ta’abbud. Sementara hadis tidak, meski mereka yang mempelajarinya
mendapat pahala juga.
Jika Al-Qur’an merupakan firman Tuhan, maka Al-Hadits adalah sabda
nabi yang banyak memberikan penjabaran terhadap kemujmalan Al-Qur’an.
Hubungan simbiotik Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak dapat dipasung oleh
pemahaman bahwa yang tersebut kedua bersifat inferior dibanding yang
pertama. Sebaliknya, baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits mempunyai perannya
sendiri dalam membentuk diktum-diktum hukum sebagai aturan operasional.
Bahkan, dalam batas tertentu, kebutuhan Al-Qur’an terhadap Al-Hadits
terkesan lebih dominan ketimbang ketergantungan Al-Hadits kepeda Al-
Qur’an. Dalam kaitan ini, Al-Hadits sebagai penjabar dan penjelas terhadap
Al-Qur’an sering mempunyai tingkat kepastian hukum yang lebih besar. Sebab
dalam memberikan penjabaran seringkali teks Al-Hadits membatasi
keumuman dan kemutlakan Al-Qur’an Sudah menjadi ungkapan umum di
kalangan para Juris Islam bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama
sedangkan Al-Hadits adalah sumber rujukan kedua. Urutan seperti ini paling
tidak dibuat untuk keperluan rujukan sumber-sumber hukum dalam aktivitas
istinbath.

26
H. Macam-Macam Hadits
Pembagian hadits dapat ditinjau dari sisi periwayatannya dan dari sisi
diterima dan tidaknya. Hadits ditinjau dari sisi periwayatannya seperti berikut.
1. Hadits Mutawatir adalah hadits yg di riwayatkan lebih dari satu perawi,
hadits ini di riwayatkan oleh para sahabat nabi ataupun generasi
sesudahnya yang di pastikan mereka tidak bersepakat untuk berdusta
2. Hadis Masyhur adalah hadis yang awalnya ahad, kemudian menjadi
terkenal pada abad kedua dan ketiga, yaitu ketika banyak manusia, dengan
jumlah mutawatir, menerima dan mengamalkan hadis tersebut, sehingga
hadis tersebut menjadi seperti mutawatir.
3. Hadist Ahad secara bahasa artinya adalah hadist satu atau berita yang
disampaikan oleh seorang. Hadist ahad secara istilah mustalahul hadist
artinya adalah hadist yang belum memenuhi persyaratan kuantitas hadist
mutawatir.
Hadits ditinjau dari sisi diterima dan ditolaknya ada :
1. Hadits Shohih
a) Pengertian Hadits Shohih
Pengertian Hadits Shahih Kata shahih menurut bahasa dari
kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa shahahan, yang
menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang
sah dan yang benar. Para ulama biasa menyebut kata shahih itu
sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits shahih
menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat atau hadits
yang selamat.
Hadits Shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah, sebagai
berikut. “Hadits yang disandarkan kepada Nabi saw yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan leh (perawi) yang adil dan dhabit hingga
sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber’illat.”
Ibnu Hajar al-Asqalani mendefinisikan lebih ringkas, yaitu.
“Hadits yang diriwayatkan oleh orang–orang yang adil, sempurna
kedzabittannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak
syadz.”

27
Dari kedua pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa
hadits shahih merupakan hadits yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat
ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.
b) Syarat-Syarat Hadits Shohih
Menurut Ta’rif Muhadditsin, maka dapat dipahami bahwa suatu hadits
dapat dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima syarat :
➢ Sanadnya Bersambung,
yang dimaksud sanad bersambung adalah tiap–tiap periwayatan
dalam sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian sampai
akhir anad dari hadits itu.
➢ Periwayatan Bersifat Adil,
adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang baligh, berakal
sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari
perbuatan–perbuatan maksiat.
➢ Periwayatan Bersifat Dhabit,
Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia
menghendakinya.
➢ Tidak Janggal atau Syadz,
adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang
sudahdiketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
➢ Terhindar Dari ’Illat (Cacat),
adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya
hal–hal yang tidak baik, yang kelihatannya samar–samar.
c) Pembagian Hadits Shahih
Para ulama ahli hadits membagi hadits–hadits menjadi dua macam
yaitu :
➢ Hadits Shahih Li-Dzatih
Ialah hadits shahih dengan sendiriya, artinya hadits shahih yang
memiliki lima syarat atau kiteria sebagaimana disebutkan pada
persyaratan di atas, atau hadits shahih adalah : “hadist yang

28
melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita
menerimanya.” Dengan demikian penyebutan hadist Shahih Li
Dzatih dalam pemakaiannya sehari-hari pada dasarnya cukup
memakai sebutan dengan hadist shahih. Adapun contoh hadist Li-
dzatih, yang artinya :
“Dari Ibnu Umar ra. Rasulullah SAW bersabda: “Dasar (pokok)
Islam itu ada lima perkara : mengakui tidak ada tuhan selain
Allah dan mengaku bahwa Muhammad adalah Rasul Allah,
menegakkan Sholat (sembahyang), membayar zakat, menunaikan
puasa dibulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji” (HR.
Bukhari dan Muslim).
➢ Hadist Shahih Li-Ghairih
Yang dimaksud dengan hadist Li-Ghairih adalah hadist yang
keshahihannya dibantu adanya keterangan lain. Hadist pada
kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek
kedhabitannya. Sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk
dikategorikan sebagai hadist shahih.
2. Hadits Hasan
a) Pengertian Hadits Hasan
Pengertian Hadist Hasan Menurut pendapat Ibnu Hajar,
”Hadist hasan adalah hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil,
yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat
dan tidak ganjil.” Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan sebagai
berikut : “Tiap-tiap hadist yang pada sanadnya tidak terdapat perawi
yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz)
dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain.”
Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa hadist Hasan
tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang
kesempurnaan hafalannya. Disamping itu pula hadist hasan hampir
sama dengan hadist shahih, perbedaannya hanya mengenai hafalan, di
mana hadist hasan rawinya tidak kuat hafalannya.

29
b) Syarat-Syarat Hadits Hasan
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadist yang
dikategorikan sebagai hadist hasan, yaitu:
➢ Para perawinya yang adil,
➢ Ke-Dhabith-an perawinya dibawah perawi hadist shahih,
➢ Sanad-sanadnya bersambung,
➢ Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
➢ Tidak mengandung ‘illat.
c) Pembagian Hadits Hasan
Pembagian Hadist Hasan Para ulama hadist membagi Hasan menjadi
dua bagian yaitu :
➢ Hadist Hasan Li-Dzatih
Yang dimaksud hadist hasan Li-Dzatih adalah hadist hasan
dengan sendirinya, yakni hadist yang telah memenuhi persyaratan
hadist hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadist
hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan
tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum sampai
kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.
➢ Hadist Hasan Li-Ghairih
Hadist Hasan Li-Ghairih adalah hadist yang sanadnya tidak sepi
dari seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang
banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang
menjadikannya fasik dan matan hadistnya adalah baik
berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu
segi yang lain”. Hadist Hasan Li-Ghairihi ialah Hadist Hasan
yang bukan dengan sendirinya, artinya Hadist yang menduduki
kualitas Hasan, karena dibantu oleh keterangan Hadist lain yang
sanadnya Hasan. Jadi Hadist yang pertama itu terangkat
derajatnya oleh Hadist yang kedua, dan yang pertama itu disebut
Hadist Hasan dibantu oleh Hadist yang lain semakna dengannya
atau karena banyak yang meriwayatkannya.

30
3. Hadits Dhahih
a) Pengertian Hadits Dhahih
Pengertian Hadist Dhaif Kata Dhaif menurut bahasa yang berarti
lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata
shahih, kata Dhaif secara bahasa berarti Hadist yang lemah, yang sakit
atau yang tidak kuat.
Secara Terminilogis, para ulama mendefinisikan secara berbeda-beda.
Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama, pendapat
An-Nawawi : “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat
Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”
b) Pembagian Hadits Dhahih
1) Dhaif Dari Sudut Sandaran Matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya, maka hal ini terbagi dua
macam, yaitu.
➢ Hadits Mauquf, ialah hadits yang diriwayatkan dari para
sahabat, berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya. Sebagai
contoh Ibnu Umar berkata : “Bila kau berada diwaktu sore,
jangan menunggu datangnya diwaktu pagi hari, dan bila kau
berada diwaktu pagi jangan menunggu datangnya waktu
sore hari, Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk
waktu sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan
matimu.” (Riwayat Bukhari).
➢ Hadits Maqhtu, ialah hadits yang diriwayatkan dari Tabi‟in,
berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya. Contohnya
seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury, seorang Tabi’in :
“Termasuk Sunnah, ialah mengerjakan sembahyang 12
rakaat setelah sembahyang idul fitri, dan 6 rakaat
sembahyang idul Adha.”
2) Dhaif Dari Sudut Matannya.
Hadits Syadz, ialah hadits yang diriwayatkan oleh para perawi
yang tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan haditsnya
bertentangan dengan (kandungan Hadits) yang diriwayatkan oleh
para perawi yang lebih kuat ketsiqahannya.

31
3) Dari Salah Satu Sudutnya, Baik Sanad Ataupun Matan Secara
Bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-Dhaifan tersebut
kadang-kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada
matan, yang termasuk hadits yaitu.
➢ Hadits Maqlub, ialah hadits yang terjadi mukhalafah
(menyalahkan hadits lain), disebabkan mendahulukan dan
mengakhirkan. Tukar menukar yang dikarenakan
mendahulukan sesuatu pada satu dan mengakhirkan pada
tempat lain, adakalanya terjadi pada matan hadits dan
adakalanya terjadi pada sanad hadits.
➢ Hadits Mudraf, kata Mudraf menurut bahasa artinya yang
disisipkan. Secara terminologi hadits mudraf ialah hadits
yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan.
➢ Hadits Mushahhaf, ialah hadits yang terdapat perbedaan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena
didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah.
Pengubahan ini juga bias terjadi pada lafadz atau pada
makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari
makna, dan maksud semula.
4) Dhaif Dari Sudut Matan Dan Sanadnya Secara Bersama-Sama.
Yang termasuk hadits dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara
bersama-sama yaitu.
➢ Hadits Maudhu, ialah hadits yang disanadkan dari Rasululah
SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak
mengatakan, melakukan dan menetapkan.
➢ Hadits Munkar, ialah hadits yang hanya diriwayatkan oleh
seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
5) Dhaif Dari Segi Persambungan Sanadnya.
Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah
dari sudut persambungan sanadnya ialah: Hadits Mursal, Hadits
Mungqathi’, hadits Mu’dhal, dan Hadits Mudallas.

32
➢ Hadits Mursal, ialah hadits yang gugur sanadnya setelah
tabi‟in. Yang dimaksud gugur disini nama sanad terakhir,
yakni nama sahabat tang tidak disebutkan, padahal sahabat
adalah oang pertama menerima Hadits dari Rasulullah SAW.
➢ Hadits Mungqathi’, ialah hadits yang gugur pada sanadnya.
Seorang perawi atau pada sanad tersebut disebutkan seorang
yang tidak dikenal namanya.
➢ Hadits Mu’dhal, ialah hadits yang gugur dua sanadnya atau
lebih, secara berturut-turut, baik (gugurnya itu) antara
sahabat dengan tabi’in, atau antara tabi’in dengan tabi’in.

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Qur’an adalah firman Allah yang shalih likulli zaman wa fi kulli
makan. Segala perkara yang ada pada dasarnya kembali kepada al-Qur’an,
sebagaimana sifat al-Qur’an, yaitu huda (petunjuk). Petunjuk yang benar akan
memberikan jalan dan solusi yang benar.
Meskipun al-Qur’an hanya terdiri dari 30 juz, tetapi petunjuk yang ada
didalmnya sangtalah lengkap dan mencakup semua persoalan yang ada.
Dengan demikian al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di
dalmnya dengan cara yang umum, terperinci, dan sesuai pokok bahasan.
Barang siapa yang hendak memahami kandungan hukum dalam ayat
al-Qur’an maka wajib baginya untuk memahami sunnah Nabi, hal ini
dikarenakan korelasi antara keduanya sangatlah erat. Kedudukan sunnah
menjadi sakral ketika al-Qur’an hanya menjelaskan hukum secara umum,
disini diperlukan peran sunnah Nabi sebagai perinci dari hukum yang umum.
Dan ketika al-Qur’an sudah mejelaskan hukum secara rinci maka kedudukan
sunnah sebagai penguat atau pemantapan dari penjelasan hukum tersebut.
Sama halnya jika penjelasan al-Qur’an hanya sebatas isyarat saja, maka sunnah
Nabi hadir untuk melengkapi dan menyikap tabir dari isyarat tersebut.
Al-Qur’an dan Hadis adalah sumber hukum yang sangat relevan dan
saling berkaitan antara satu dengan yang satunya dan akan terus eksis terjaga
keotentikannya. Adanya hadis akan terus sejalan dengan keberadannya kitab
Al-Qur’an.

B. Saran
Dengan berakhirnya makalah ini, kami sebagai penyusun berharap
materi yang dijabarkan dapat diterima dan dipahami dengan baik, walaupun
mungkin terjadi beberapa kesalahan dalam pengetikan atau bahkan dalam
penyampaian materi yang sekiranya kurang tepat. Oleh sebab itu, kami sangat
menerima saran dan kritik membangun dari para pembaca sebagai bahan
evaluasi diri nantinya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Alnas, U. (2014, Maret). Mu'jizat A-Qur'an. ULUNNUHA, 3, 11-19. Retrieved


September 27, 2021
Al-Qur’an Sebagai Sumber Nilai Pendidikan Islam. (2014, Desember 10).
Retrieved from Elyassa93: https://muyassaroh93.blogspot.com/2014/12/al-
quran-sebagai-sumber-nilai.html
Aruan, S. (2019). Pengertian Hadis dan Kegunaannya dalam Studi Kasus Islam. 2-
6. Retrieved September 27, 2021
Definisi dan Pengertian Al-Qur'an. (2018). Retrieved September 27, 2021, from
Gema Risalah Press: http://www.gemarisalah.com/definisi-dan-pengertian-
alquran/
Jaya, S. A. (2019, Juli 2). Al-Qur'an dan Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam.
INDO-ISLAMIKA, 9, 215-216. Retrieved September 28, 2021
Khusniati Rofiah, M. (2017). Studi Ilmu Hadis. (M. Muhammad Junaidi, Ed.)
Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia: IAIN PO Press. Retrieved September 23,
2021
Lubis, A. A., Telaumbanua, R. F., Pratiwi, S. O., & Utami. (2018). Definisi, Stuktur,
dan Urgensi Hadits. UIN Sumatera Utara, Medan. Retrieved September 28,
2021
Redaksi. (2016, Juli 23). Al-Qur'an adalah Sumber Nilai Islam. Retrieved
September 28, 2021, from Buana Indonesia:
https://buanaindonesia.co.id/jabar/al-quran-adalah-sumber-nilai-islam/
Wibowo, D. P., Mukhlis, & Darojah, R. (2017). Tentang Al-Qur'an. STIKOM
POLTEK Cirebon, Cirebon. Retrieved September 27, 2021
Yasid, A. (2011, April). Hubungan Simbiotik Al-Qur'an dan Al-Hadits dalam
Membentuk Diktum-Diktum Hukum. 7. Retrieved September 27, 2021
Zanhari, M. (2021, April 5). Tafsir Al-Qur'an. Retrieved September 27, 2021, from
Wikipedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Istimewa:History/Tafsir_Al-
Qur%27an

35

Anda mungkin juga menyukai