Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ILMU FIQIH
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah: Ilmu Fiqih
Dosen Pembimbing: Dr.H. Nandang Abdurohim, M.Ag.

Di Susun Oleh Kelompok 01 :

1.Aisatun Nadroh Bazriah (1202010009)

2.A.M Sahil Mawardi(1202010001)

3.Delia Safitri Dewi(1202010031)

4.Diki Nurfalah(1202010037)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGUNAAN

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2020
Sumber Hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah

Rumusan Masalah

1. Al-Qur'an sebagai Mashdar Al-adillah?


2. Klasifikasi Kandungan Al-Qur'an?
3. Mutasyabbihat dan Muhkamat?
4. Al-Hadits sebagai Mashdar Al-adillah?
5. Klasifikasi Hadits yang dapat di jadikan Mashdar Al-adillah?
6. Metode Menguji Otentisitas Hadits?

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun
penyusunan makalah ini guna untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih. Makalah yang
penulis susun bertujuan untuk menambah wawasan serta pengetahuan yang sesungguhnya
diterapkan di bidang pemahaman(Fiqh), serta untuk melatih memecahkan masalah-masalah yang
ada dalam bidang tersebut sebagai aktualisasi ilmu yang dipelajari di universitas.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang
terkait, penulis tidak mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan Makalah
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………… 1

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………… 3

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 3


B. Maksud Dan Tujuan ………………………………………………… 3

BAB II PEMBAHASAN …………………… ……………………………… 4

1. Al-Qur'an sebagai Mashdar Al-adillah ………………………… 4


A. Klasifikasi Kandungan Al-Qur'an…………………………… 4
B. Mutasyabbihat dan Muhkamat………………………… …………… 5
2. Al-Hadist sebagai Mashdar Al-adillah ………………………… 7
A. Klasifikasi Al-Hadits yang dapat di Jadikan Mashdar Al-adillah........7
B. Metode Menguji Otentisitas Al-Hadits...……………………. 8

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………… 9

A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 9
B. Saran......................……………………………………………………… 9
C. Daftar pustaka …………………………………………………………… 10

2
ABSTRAK Al-Qur'an dan Al-Hadits merupakan sumber dan dalil
hukum bagi ummat islam.Kedua nya merupakan sumber ilmu dalam
segala hal terkhusus Al-Qur'an.Oleh karena itu kedua nya di sebut
sebagai Mashdar Al-adillah (Sumber dalil).Dengan sifat Al-Qur'an
yang masih bersifat mujmal (global),maka hadir lah As-Sunnah
yang ber-peran sebagai pelengkap dan penjelas dari kemujmalan
tersebut.Oleh karena itu melalui goresan tinta pada makalah ini
kami akan sajikan pemaparan mengenai hal-hal tersebut.Semoga
dengan lahir nya makalah ini di harapkan dapat memberikan sedikit
pengetahuan seputar Al-Qur'an dan Al-Hadits mengenai sifat nya
sebagai mashdar al-adillah yang patut kita teladani.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maka dari itu penulis menguraikan tentang Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai Mashdar Al
-adillah secara jelas agar dapat digunakan sebagai acuan pengetahuan dalam benak penulis pada
umumnya serta pembaca pada khususnya.

B. Maksud Dan Tujuan

Dengan hadir nya makalah ini penulis berharap dapat sedikit membantu dan memberikan
gambaran bahwa mempelajari ilmu Al-Qur'an dan Al-Hadits itu amat penting untuk dapat
melatih keimanan sebagai ummat islam.Karena kedua nya merupakan pedoman dan pegangan
kita dalam beragama.Terkhusus Al-Qur'an merupakan pedoman kita hingga hari kiamat tiba dan
tidak boleh ada keraguan di dalam nya.Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mempelajari lebih dalam mengenai Al-Qur'an dan Al-Hadist sebagai Mashdar Al-adillah dan
dapat mengaplikasikan ilmu dari kedua Mashdar tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Al-Qur'an sebagai Mashdar Al-adillah

Dalam bahasa Arab, yang dimaksud dengan “sumber” secara etimologi adalah mashdar
(‫) ﻣﺼﺪﺭ‬, yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu. Dalam ushul fiqih kata
mashdar al-ahkam al-syar’iyyah (‫ ) ﻣﺼ ﺎﺩ ﺭﺍﻻ ﺣ ﻜﺎﻡ ﺍﻟ ﺸﺮﻋ ﻴﺔ‬secara terminologi berarti rujukan utama
dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.

Sedangkan “dalil” dari bahasa Arab al-dalil (‫)ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ‬, jamaknya al-adillah (‫)ﺍﻻﺩﻟ ﺔ‬. Secara
terminologi, dalil mengandung pengertian: Suatu petunjuk yang dijadikan landasan berpikir yang
benar dalam memperoleh hukum syara’ yang bersifat praktis, baik yang statusnya qathi’ (pasti)
maupun Dzani (relatif).

A. Klasifikasi Kandungan Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah kitab suci agama islam untuk seluruh umat muslim di seluruh dunia dari awal
diturunkan hingga waktu penghabisan spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar
angkasa akibat kiamat besar.

Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang secara garis besar dapat
kita bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari
masing-masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :

∆ Akidah

Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib
dimiliki oleh setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu
menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak
beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang
pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang
kkafir.

∆ Ibadah

Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian “fuqaha”
ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan
ridho dari Allah SWT. Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang
tercantum dalam lima butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat
lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci ramadhan dan beribadah pergi haji bagi
yang telah mampu mmenjalankannya.

∆ Akhlak

Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau
akhlakul karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus
Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq.
Setiap manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.

∆ Hukum-Hukum

Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah kepada orang
yang beriman untuk mengadili dan memberikan penjatuhan hukuman hukum pada

4
sesama manusia yang terbukti bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Alqur’an ada
beberapa jenis atau macam seperti jinayat, mu’amalat, munakahat, faraidh dan jihad.

∆ Peringatan/Tadzkir

Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan
ancaman Allah SWT berupa siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar
gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga
jannah atau waa’ad. Di samping itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam
alquran atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan
istilah lainnya tarhib.

∆ Sejarah-Sejarah

Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang
mendapatkan kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami
kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah
masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.

∆ Dorongan Untuk Berpikir

Dalam al-qur’an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan
pemikiran menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya,
terutama mengenai alam semesta.

B. Mutasyabbihat dan Muhkamat

Mutasyabbihat berasal dari kata tasyabbaha, akar katanya adalah syabbaha, memiliki arti
mirip, serupa.Mutasyabbih secara bahasa berarti tasyabbuh, yakni bila salah satu dari dua hal
serupa dengan yang lain. Dan syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari hal itu tidak dapat
dibedakan dari yang lain. Karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun
abstrak. Maka Allah SWT mensifati Al-Qur’an seluruhnya adalah mutasyabbihat, maksudnya Al
-Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan &
keindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain serta sesuai pula maknanya.

Sedangkan muhkamat secara etimologis berasal dari ahkama, akar katanya adalah hakama
yang memiliki arti menghalangi, menahan, memilih yang terbaik dari dua hal. Hakamtu daabbah
artinya saya menahan binatang itu. Hukm berarti memutuskan antara dua hal. Hakim berarti
orang yang menahan atau mencegah kezaliman, yang memisahkan antara dua pihak yang
bersengketa, dan memilah yang haq dan yang batil. Sementara Ahkama memiliki arti ketelitian,
keakuratan, ketelitian, kekukuhan, pencegahan dan keseksamaan. Ihkam al-kalam berarti
mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang
lurus dari yang sesat. Muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud dan makna lahirnya tidak
mungkin diganti atau diubah (ma ahkam al-murad bih ‘an al-tabdil wa al-taghyir) Jadi, yang
dimaksud kalam muhkam adalah perkataan yang kokoh, benar, jelas dan tegas.

Alquran merupakan kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman utama dalam setiap aspek
kehidupan umat Islam, sehingga tentunya Alquran harus dipahami secara mendalam.
Pemahaman Alquran dapat diperoleh dengan mendalami berbagai pembahasan dalam Ulumul
Quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan Ulumul Quran adalah ilmu yang
membahas tentang ayat-ayat muhkamat dan mutasyabihat.

5
Term muhkamat dan mutasyabihat telah menjadi pembicaraan sejak masa klasik dan masih
menarik untuk dibicarakan pada saat ini. Umumnya ulama tafsir dan mutakallimun memiliki
pendapat yang sama tentang muhkamat namun berbeda tentang term yang kedua, baik tentang
arti mutasyabihat sendiri maupun tentang apakah ayat-ayat mutasyabihat bisa dipahami manusia
atau tidak karena kesamaran maknanya.

Sehubungan dengan persoalan ini, Ibn Habib An-Naisaburi pernah mengemukakan tiga pendapat
mengenai kaitan ayat-ayat Alquran terhadap muhkamat dan mutasyabihat.

Pertama, seluruh ayat Alquran adalah muhkamat berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Hud ayat
1, sebagai berikut

‫ٍﺍﻟﺮ ﻛ ﺘﺎﺏ ﺍﺣ ﻜ ﻤﺖ ﺍﻳﺎ ﺗﻪ ﺛﻢ ﻓﺼﻠﺖ ﻣﻦ ﻟﺪﻥ ﺣﻜ ﻴﻢ ﺧﺒ ﻴﺮ‬

Artinya: “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha
tahu”.

Kedua, seluruh ayat Alquran adalah mutasyabihat berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Az-
Zumar ayat 23, sebagai berikut.

‫َﺍﻟﻠﻠ ﻪ ﻧﺰﻝ ﺍﺣ ﺴ ﻦ ﺍﻟ ﺤﺪﻳ ﺚ ﻛﺘ ﺎﺑﺎ ﻣﺘ ﺸﺎ ﺑ ﻬﺎ ﻣ ﺜﺎ ﻧﻲ‬

Artinya: “Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa
(mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang”

Ketiga, pendapat yang paling tepat, ayat-ayat Alquran terbagi dalam dua bagian, yaitu muhkamat
dan mutasyabihat berdasarkan firman Allah dalam

Q.S. Ali Imran ayat 7, sebagai berikut:

ِYang Artinya: “Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Alquran) kepada kamu. di antara (isi) nya
ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka
mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan
fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan
Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.

Tiga ayat di atas menjadi dasar dalam pembahasan tentang muhkamat dan mutasyabihat. Sekilas
ketiga ayat di atas nampak saling bertentangan namun pada hakikatnya tidaklah bertentangan.
Usman dalam Ulumul Quran menjelaskan bahwa seluruh kandungan Alquran itu muhkamat
maksudnya adalah bahwa ia kukuh dan jelas serta tidak mengandung cacat dan kelemahan
sedikitpun dari segala sisi. Dan seluruh kandungan Alquran itu mutasyabihat maksudnya adalah
bahwa ayat-ayatnya berada dalam satu ragam keindahan, gaya, kemanisan bahasa, dan daya
ungkap yang luar biasa.Tentunya pembahasan mengenai muhkamat dan mutasyabihat merupakan
pembahasan yang sangat menarik dan hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini
dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian pemahaman Alquran.
Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara
firqoh satu dengan yang lainnya salah satunya adalah pemahaman tentang ayat-ayat muhkamat
dan mutasyabihat.

6
Dengan demikian agar tidak terjadi ketimpangan dalam memahami ayat-ayat Alquran khususnya
dalam ranah Muhkamat dan Mutasyabihat, maka penulis menyusun makalah yang membahas
tentang kedua hal tersebut dengan judul “Ayat-Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat”.

Dalam pembuatan makalah ini penulis tidak mencantumkan jumlah dan bilangan ayat muhkamat
serta mutasyabihat menurut pendapat ulama dikarenakan kurangnya referensi yang kami miliki
dan juga tidak adanya kesepakatan para ulama dalam menentukan jumlah bilangan ayat
muhkamat dan mutasyabihat.

2. Al-Hadits sebagai Mashdar Al-adillah

As-sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Kedudukan As-
sunnah adalah menafsirkan Al-Qur’an dan menjadi pedoman dan pelaksana yang autentik
terhadap Al-Qur’an. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang masih
mujmal (umum) maksudnya, maka ayat-ayat seperti ini masih memerlukan penjelasan yang
diberikan oleh Rasulullah melalui Sunnahnya. Karena fungsi Sunnah atau Hadits terhadap Al-
Qur’an adalah:

a. As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum yang telah ada di dalam Al-Qur’an

b. As-Sunnah sebagai penjelas atau penafsir dari ketentuan hukum yang ada dalam Al-Qur’an.

c. As-Sunnah membentuk dan menetapkan hukum tersendiri yang tidak terdapat dalam Al-
Qur’an.

A. Klasifikasi Hadits yang dapat di jadikan Mashdar Al-adillah

Sunnah atau hadits dapat dibagi berdasarkan kriteria dan klasifikasi sebagai berikut:

a. Berdasarkan segi bentuknya

a) Fi’liyah, yaitu setiap perbuatan yang dilakukan Nabi yang diketahui dan disampaikan oleh
para sahabat kepada orang lain.

b) Qauliyah, yaitu segala perkataan Nabi yang didengar dan disampaikan oleh seseorang atau
beberapa sahabat kepada orang lain.

c) Taqririyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau
sepengetahuan Nabi, tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya.

b. Berdasarkan perawinya dan banyaknya perawi

a) Mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan pada tiap tingkatan sanadnya oleh orang banyak
yang tidak terhitung jumlahnya dan menurut akal masing-masing tingkatan perawi itu tidak
mungkin bersepakat untuk berbuat bohonh.

b) Masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi tidak sampai
kederajat hadits mutawatir.

c) Ahad yaitu hadits yang diriwayatkan oleh periwayat yang dalam setiap tingkatannya tidak
sampai derajat mutawatir.[14]

7
c. Berdasarkan Sahih tidaknya

a) Hadits Shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya oleh perawi yang adil dan dhabit
tanpa ada cacat dalamnya.

b) Hadits Hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh periwayat
yang adil tetapi kedhobitannya sedikit dibawah kedhobitan hadits shohih.

c) Hadits Dho’if adalah hadits yang tidak memenuhi syarat hadits shohih.[15]

B. Metode Menguji Otentisitas Hadits

Kehujjahan Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua sesudah Al-Qur’an didalam
menetapkan suatu keputusan hukum, seperti menghalalkan atau mengharamkan sesuatu
kekuatannya sama dengan Al-qur’an.Oleh karena itu wajib bagi umat Islam menerima dan
mengamalkan apa-apa yang terkandung didalamnya Selama hadits itu sah dari Rasulullah
SAW.Adapun As-Sunnah dilihat dari segi keberadaannya sebagai dasar dalam penetapan hukum,
maka terbagi menjadi dua, yakni qath’i al-wurud dan dzanny al-wurud. Menurut Abdul Karim
Zaidan dan Abdul Wahab Khalaf, Sunnah yang digolongkan kepada qath’i al-wurud adalah
hadits-hadits mutawatir, karena tidak diragukan lagi kebenarannya. Sementara Sunnah yang
digolongkan kepada dzanny al-wurud adalah hadits Masyhur dan Ahad, ini dilihat dari segi
penukilnya dari Nabi tidak mencapai tingkat mutawatir.

As-Sunnah dilihat dari segi dalalahnya juga dibagi menjadi dua yakni Qath’i al-dalalah dan
dzanny al-dalalah. Qath’i al-dalalah adalah hadits-hadits jika dilihat dari segi makna lafalnya
tidak mungkin ditakwilkan. dengan kata lain Sunnah yang di dalamnya Qath’i itu adalah hadits-
hadits dimana pengertian yang ditunjukkannya mengandung makna yang pasti dan jelas.

8
BAB Ill

PENUTUPAN

A.Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah merupakan mashdar al-adillah
atau sumber dalil yang patut kita yakini dan teladani kandungan nya.Dengan sifat Al-Qur'an
yang masih terbilang mujmal atau global maka hadirlah As-Sunnah yang keberadaan nya mampu
menyempurnakan dan mampu memperjelas kemujmalan tersebut.Oleh karena itu sudah sepatut
nya di dalam hati kita sebagai ummat islam untuk tidak menyimpan keraguan pada ke dua nya
dengan klasifikasi Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai mashdar al-adillah yang telah kami
paparkan dengan jelas melalui tetesan tinta pada makalah yang telah kami sajikan di tangan anda
ini.

B.SARAN

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan krtik dan saran dari semua pihak demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khudhori Biek, Syaikh M. Tanpa tahun. Terjemah Ushul Fiqh. Pekalongan:

Raja Murah. Ahli Bahasa Zaid. H. Alhamid

Ashshiddieqy, T.M. Hasbi. 1967. Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta: Cv. Mulja

Djakarta

Ashshiddieqy, T.M. Hasbi.1999. Pengantar Ilmu Fiqh Cet. II. Semarang: Pt.

Pustaka Rizki Putra.

Bakry, Nazar. 1996. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.

H. A. Djazuli. 2005. Ilmu Fiqh, Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group.

Mardani.2013. Ushul Fiqh. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.Abdul Wahab


Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1989

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

Chaerul Umam,dkk., Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung, 2000

Masfuk Zuhdi, Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta

Moh. Idris Ramulyo, Asas-asas Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004

Muhammad Ma’sum Zein, Ilmu Ushul Fiqih, Darul Hikmah, Jombang, 2008

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 1995

Muin Umar, dkk., Ushul Fiqh, IAIN Jakarta, Jakarta, 1985

Zein Amiruddin, Ushul Fiqih, Teras, Yogyakarta, 2009

Jawaposting.blogspot.com

10

Anda mungkin juga menyukai