Dosen Pengajar
Dr. H. Nurdin., M.Ed
Oleh:
Kelompok 6
Nama Anggota:
Adhitya Alip Qurrahman
Fazar Nursyamsa
Ivan Firdaus
Mohammad febri asyari
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai
dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. H. Nurdin., M.Ed sebagai dosen
pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah membantu kami dalam memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I: PENDAHULUAN
1.Latar Belakang …………………………………………………………. 4
2.Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5
3.Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 5
4.Manfaat Penulisan………………………………………………….........
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Quran menurut bahasa dan istilah
B. Al-Quran sebagai sumber nilai
C. Fungsi dan peran Al-Quran
D. Kandungan dan keistimewaan Al-Quran
E. Penafsiran al-Quran
F. Pengertian As-Sunnah/hadist
G. Hubungan persamaan dan perbedaan antara Al-Quran dan hadits
H. Macam-macam hadist
3
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
kebijakan hukum Islam. Menurut Imam al-Amidiy, dalil yang merupakan bentuk tunggal dari al-
Adillah menurut bahasa adalah pedoman yang dapat mengarahkan kepada sesuatu baik secara
eksplisit maupun secara implisit. Sedangkan secara istilah, dalil adalah sesuatu yang bisa
menyampaikan kepada kesimpulan hukum melalui serangkaian perangkat teori yang tteruji.
Dalil hukum dalam Islam terbagi dua: pertama, adalah dalil yang mendapat kesepakatan
mayoritas ulama, yaitu Al-Qur’an, Al-Hadis, al-Ijmȃ’ dan al-Qiyȃs.Kedua adalah dalil yang
diperselisihkan oleh para ulama tentang keabsahannya sebagai pijakan hukum.
5
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kuliah sekaligus agar kita para
mahasiswa/i FEB mengetahui lebih banyak tentang sumber hukum islam khususnya Al-
Quran dan hadits
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Quran menurut bahasa dan istilah
Al-Quran adalah kitab suci yang memuat wahyu (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa,
disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw sebagai Rasul-Nya selama 22
tahun 2 bulan 22 hari. Mula-mula diturunkan di Mekah kemudian di Madinah sebagai firman
langsung dari Allah. terdapat beberapa hukum umat terdahulu yang juga diakui oleh al-Quran
sebagai hukum yang juga harus dijadikan pedoman oleh umat manusia saat ini.
Menurut Bahasa,Al-quran berarti bacaan atau yang dibaca.Sedangkan, menurut Istilah,Al-
quran berarti yang diturunkan kepada nabi terakhir Muhammad SAW, melalui perantara malaikat
Jibril dengan jalan mutawatir, dan bernilai ibadah bagi yang membacanya.
6
B. Al-Quran sebagai sumber nilai
Yang dimaksud dengan al-quran sebagai sumber nilai adalah bahwa Al-Qur’an merupakan
sumber pokok ajaran Islam sebagai petunjuk bagi manusia (Hudan-linnasi), sebagai pedoman
hidup manusia untuk menuju kehidupan sejahtera di dunia dan selamat di akherat.
Rasulullah SAW ketika akan wafat berwasiat bahwa Ia tidak meninggalkan warisan harta,
kecuali yang iIa tinggalkan adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, barangsiapa yang berpegang teguh
pada kedua sumber tersebut diatas, pasti tidak akan sesat untuk selama-lamanya.
Al-Qur’an diturunan tidak sekedar untuk dibaca dalam arti pelafalan kata dan kalimat-
kalimatnya, tetapi yang paling penting adalah pemahaman, penghayatan dan pengamalannya.
Kemu’jizatan Al-Qur’an antara lain terletak pada bahasa dan kandungannya, yang akan Nampak
terasa manfaat kemu’jizatan ini apabila mampu memahami dan mengamalkannya secara utuh dan
konsisten. Jadi kehebatan Al-Qur’an, kesempurnaan, keterlurusan, keterbaikan, dan jaminannya
untuk mengantarkan manusia ke dalam kehidupan yang bahagia yang akan nyata apabila dicoba
dan benar-benar pengaktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari.
7
Al-Quran berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya. Al-Quran dijadikan sebagai
mukjizat dan bukti kenabian yang paling agung bagi Muhammad saw. Allah menghendaki
mukjizat bagi para nabi sebelum Muhammad saw. berupa benda-benda konkret. Misalnya,
tongkat yang bisa berubah menjadi ular seperti Nabi Musa; dapat menyembuhkan penyakit
dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah mukjizat Nabi Isa; dan sebagainya. Risalah
dan mukjizat ini bersifat temporer yang kemudian dihapus oleh risalah atau syariat selanjutnya.
Firman tersebut merupakan janji Allah yang tidak mungkin diingkari untuk memelihara al-
Quran, sehingga tidak dapat diragukan lagi bahwa Al- Quran terpelihara dan kekal dalam
waktu yang lama. Terbukti lebih dari empat belas abad sejak diturunkan kepada Nabi
Muhammad perantara malaikat Jibril belum ada perubahan sedikit pun terhadapnya, kecuali
hanya pada kaidah penulisan atau imlak semata.
8
Universalisme al-Quran terlihat dari isi atau substansi yang diatur di dalamnya. Ia berisi tauhid,
akidah, ibadah, akhlak,muamalah, permasalahan keluarga, bangsa, atau bahkan dalam ruang
lingkup internasional juga diatur di dalam al-Quran.Al-Quran tidak bersifat sektarian. Dalam hal
ini ia tidak berlaku hanya untuk satu negeri dan tidak untuk negeri yang lain. Al-Quran tidak
diperuntukkan hanya satu golongan tertentu. Al-Quran hadir sebagai petunjuk dan kabar gembira
bagi seluruh lapisan masyarakat di dunia. Al-Quran diperuntukkan bagi siapa pun yang dapat
memandu akal dan hati dalam memahaminya, sehingga mampu menjadi insân kâmil dan mendapat
predikat ulil albâb.
E. Penafsiran al-Quran
Terdapat dua bentuk Penafsiran yang dipakai (diterapkan) oleh para ulama’
tafsir yaitu bentuk al-ma’tsur(riwayat) dan bentuk
al-Ra’y (pemikiran).
1. Bentuk Al-ma'tsur(riwayat)
Penafsiran yang berbentuk riwayat atau apa yang sering disebut dengan “tafsir bi
al-ma’tsur” adalah bentuk penafsiran yang paling tua dalam sejarah kehadiran tafsir dalam
khazanah intelektual Islam. Tafsir ini sampai sekarang masih terpakai dan dapat di jumpai
dalam kitab-kitab tafsir seumpama tafsir al-Thabari, Tafsir ibn Katsir, dan lain-lain.Dalam
tradisi studi Al-Qur’an klasik, riwayat merupakan sumber penting di dalam pemahaman
teks Al-Qur’an. Sebab, Nabi Muhammad SAW. diyakini sebagai penafsir pertama
terhadap Al-Qur’an. Dalam konteks ini, muncul istilah “metode tafsir riwayat”. Pengertian
metode riwayat, dalam sejarah hermeneutik Al-Qur’an klasik, merupakan suatu proses
penafsiran Al-Qur’an yang menggunakan data riwayat dari Nabi SAW. dan atau sahabat,
sebagai variabel penting dalam proses penafsiran Al-Qur’an. Model metode tafsir ini
adalah menjelaskan suatu ayat sebagaimana dijelaskan
oleh Nabi dan atau para sahabat.
9
2. Bentuk Al-ra'ya(pemikiran)
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H, dan peradaban Islam semakin maju
dan berkembang, maka lahirlah berbagai mazhab dan aliran di kalangan umat. Masing-
masing golongan berusaha menyakinkan pengikutnya dalam mengembangkan Paham
mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits-
Hadits Nabi, lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika
inilah berkembangnya bentuk penafsiran al-ra’y (tafsir melalui pemikiran atauijtihad).
Melihat berkembang pesatnya tafsir bi al-ra’y, maka tepat apa yang dikatakan Manna’ al-
Qaththan bahwa tafsir bi al-ra’y mengalahkan perkembangan tafsir bi al-Ma’tsur.Meskipun
tafsir bi al-ra’y berkembang dengan pesat, namun dalam Penerimaannya para ulama terbagi
menadi dua : ada yang membolehkan ada pula yang Melarangnya. Tapi setelah diteliti,
ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya Bersifat lafzhi (redaksional).
Maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela Penafsiran berdasarkan ra’y
(pemikiran) semata tanpa mengindahkan kaedah-kaedah Dan kriteria yang berlaku.
Sebaliknya, keduannya sepakat membolehkan penafsiran Al-Qur’an dengan sunnah Rasul
serta kaedah-kaedah yang mu;tabarah(diakui sah secara bersama.Dengan demikian jelas
bahwa secara garis besar perkembangan tafsir sejak dulu Sampai sekarang adalah melalui
dua bentuk tersebut di atas, yaitu bil al-Ma’tsur (melalui riwayat) dan bi al-ra’y (melalui
pemikiran atau ijtihad).
Selain dari dua bentuk di atas,terdapat beberapa metode yang bisa digunakan dalam
menafsirkan al-Quran yaitu:
• Metode Ijmali (Global)
Yang dimaksud dengan metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu metode Tafsir yang
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna Global. Pengertian
tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi Mencakup dengan bahasa
yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut
susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu Penyajiannya tidak terlalu jauh dari
gaya bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar dan Pembacanya seakan-akan masih tetap
10
mendengar Al-Qur’an padahal yang didengarnya Itu tafsirnya.Kitab tafsir yang tergolong
dalam metode ijmali (global) antara lain : Kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karimkarangan
Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir al-Wasith terbitan Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan
Tafsir al-Jalalain, serta Taj al-Tafasir karangan Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
• Metode Muqarin (Komparatif)
Pengertian metode muqarin (komparatif) dapat dirangkum sebagai berikut :
a. Membandingkan teks (nash) ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan
atau Kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi
yang berbeda bagi satu kasus yang sama;
b. Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW, yang pada
lahirnya Terlihat bertentangan;
c. Membandingkan berbagai pendapat ulama’ tafsir dalam menafsirkan Al-
Qur’an.
Inti dari metode ini adalah menafsirkan al-Quran dengan cara
membandingkannya dengan alat tafsir yang lain.
• Metode Tahliliy (Analisis)
Yang dimaksud dengan Metode Tahliliy (Analisis) ialah menafsirkan ayat-
ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-
ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan
ayat-ayat tersebut.
• MetodeُMawdhu’iyُ(Tematik)
Yang dimaksud dengan metode mawdhu’iy ialah membahas ayat-ayat Al-Quran sesuai
dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan, dihimpun. Kemudian
dikahi secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya seperti asbab al-
nuzul, kosa kata dan sebagainya. Semuanya dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh
11
dalil-dalil atau fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah; baik argumen itu berasal
dari Al-Qur’an dan Hadits, maupun pemikiran rasional.
F. Pengertian As-Sunnah/hadist
“Hadis” atau al-hadits menurut bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang Baru), lawan kata dari
al-qadim. Kata hadist juga berarti al-khabar (berita), yaitu Sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk pluralnya adalah al-ahadits.Hadits
sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdith yang berarti pembicaraan. Kemudian
didefinisikan sebagai ucapan, perbuatan atau Penetapan yang disandarkan kepada Nabi SAW.
Barangkali al-Farra’ telah memahami
arti ini ketika berpendapat bahwa mufrad kata al-hadits adalah uhdu-tsah(buah pembicaraan). Lalu
kata ahadith itu dijadikan jama’ dari kata hadith.
Ada sejumlah ulama yang merasakan adanya arti “baru” dalam kata hadis lalu mereka
menggunakannya sebagai lawan kata qadim (lama), dengan memaksudkan qadim sebagai kitab
Allah, sedangkan “yang baru” ialah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dalam Sharah al-
Bukha>ri>, Syeikh Islam Ibnu Hajar berkata, bahwa dimaksud dengan hadi>ts menurut pengertian
shara’ adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, dan hal itu seakan-akan dimaksudkan
sebagai bandingan Alquran yang pasti.
H. Macam-macam hadist
Secara umum, macam-macam hadist terbagi menjadi 3 yaitu hadist shahih, hadist hasan, dan
hadist dhaif.
1. Hadist Shahih
Kata shahih menurut bahasa berasal dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa
shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan
yang benar. Para ulama biasa menyebut kata shahih sebagai lawan kata dari kata saqim
(sakit). Maka hadist shahih menurut bahasa berarti hadist yang sah, hadist yang sehat atau
hadist yang selamat.hadist shahih merupakan hadist yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau
kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.
menurut ta’rif muhadditsin, suatu hadist dapat dikatakan shahih apabila telah memenuhi
lima syarat:
13
• Sanadnya bersambung. Tiap–tiap periwayatan dalam sanad hadist menerima periwayat
hadist dari periwayat terdekat sebelumnya. Keadaan ini berlangsung demikian sampai
akhir anad dari hadits itu.
• Periwayatan bersifat adil. Periwayat adalah seorang muslim yang baligh, berakal sehat,
selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari perbuatan-perbuatan maksiat.
• Periwayatan bersifat dhabit. Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang
telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya.
• Tidak janggal atau Syadz. Adalah hadist yang tidak bertentangan dengan hadist lain yang
sudah diketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
• Terhindari dari ‘illat (cacat). Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan
adanya hal-hal yang tidak baik atau yang kelihatan samar-samar.
3. Hadits Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat.
Sebagai lawan dari kata shahih, kata dhaif secara bahasa berarti hadist yang lemah, yang
sakit atau yang tidak kuat. Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya secara
berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama. Pendapat An-
Nawawi mengenai hadist dhaif adalah sebagai berikut: “Hadist yang didalamnya tidak
terdapat syarat-syarat Hadist Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”
• Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara
bergantian.
16
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-dhaifan tersebut kadang-kadang
terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk di dalamnya
adalah: a) Hadist Maqlub, adalah hadist yang mukhalafah (menyalahkan hadits lain),
disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan. B) Hadist Mudraf, atau disisipkan.
Secara terminologi, hadist mudraf adalah hadist yang didalamnya terdapat sisipan
atau tambahan. C) Hadist Mushahhaf, adalah hadist yang terdapat perbedaan dengan
hadist yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat beberapa huruf
yang diubah. Perubahan juga dapat terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga
maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
3.1 Saran
a.
DAFTAR PUSTAKA
• Dr. Rohidin SH, M.ag. (2016). Pengantar hukum Islam. yogjakarta: Lembaga Penerbit
Lintang Sari Aksara Books.
• Dr. Makhmud Syafe'i M.Ag. (2001). Al-Quran sebagai sumber nilai islam.
• Abdul Rozak. (2018). Al-quran,hadits,dan ijtihad sebagai sumber pendidikan islam.
• Septi Aji Fitra Jaya. (2019). Al-Quran dan hadits sebagai sumber hukum islam.
17
18