Di Susun oleh :
YOGYAKARTA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah “Kedudukan dan fungsi Al-Qur’an dan Hadis dalam Islam”
dengan lancar tanpa suatu alasan apapun.
Sholawat bersamaan dengan salam juga mari hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW. Semoga kita, orang tua kita, nenek dan kakek kita, guru-guru dan orang
terdekat kita mendapat syafaat Beliau di Yaumil Mahsyar kelak. Amin ya Rabbal 'Alamin.
Adapun tujuan utama penulisan makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas mata
kuliah Al-Qur’an dan hadis, juga untuk lebih untuk menambah wawasan pengetahuan. Semoga
dapat di mengerti serta memahami materi.
Kami ucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Zubaidi M.Pd yang telah membimbing kami
dalam pembelajaran dan juga dalam pembuatan Makalah ini. Semoga Makalah yang kami susun
ini dapat diterima dengan baik serta bermanfaat bagi para pembaca dan semoga Alloh SWT selalu
meridhoi segala usaha kita semua.
Kami menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat
berharap kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun dan dapat menyempurnakan
Makalah ini sebaik-baiknya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
III.1 Kesimpulan............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang menerapkan akidah, syariah dan akhlak yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam syariah terdapat dasar-dasar hukum yang
mengatur hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia. Dasar-dasar hukum dalam
Islam, yaitu al qur'an, hadits, ijma', dan qiyas.
Sedangkan Al-Hadits adalah sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur'an.
Dari sudut pandang narasi, jelas bahwa ada perbedaan antara Hadis dan Al-Qur'an.
Bagi Al-Qur'an, semua riwayatnya adalah mutawatir. Sedangkan periwayatan hadis
sebagian terjadi secara mutawatir dan sebagian berlangsung pada minggu. Maka
mulai dari sini timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas hadits. Serta menjadi
sumber perdebatan di arena ilmiah, atau bahkan di arena non-ilmiah. Hasilnya
bukanlah kesepakatan yang diperoleh, melainkan sebaliknya perpecahan yang terjadi.
Oleh karena itu timbul pertanyaan apakah hadits tersebut dapat dijadikan sebagai
hujjah atau tidak..?? maka penulis mencoba membahas beberapa hal yang berkaitan
dengan al-hadits seperti yang terangkum dalam rumusan masalah sebagai berikut.
1
I.2 Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2
Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiah berarti bacaan yang
sempurna. Ini adalah nama yang dipilih oleh Allah, karena tidak ada bacaan sejak
manusia mengenal tulisan dan bacaan lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Al-Qur'an, bacaan yang sempurna dan mulia.
Menurut bahasa Arab, bahwa kata “al-quran” merupakan bentuk masdar dari
kata qara’a yang berarti muradif (sinonim) dengan kata qira’a, artinya bacaan tersebut
seolah-olah tidak menyalahi aturan, karena mengingatnya. penggunaan yang
digunakan oleh Al-Qur'an di berbagai tempat dan ayat. Sebagai contoh, dalam surah
al-Qiyamah ayat 17-18: “Sesungguhnya atas tanggungan kami untuk
mengumpulkannya (dalam) dan (menjadikan kamu pintar) untuk membacanya. Jika
kamu telah selesai membacanya, cobalah untuk membacanya” (Al -Qiyamah: 17-18)
Menurut Andi Rosa, Al-Qur'an adalah qodim atas makna-makna yang bersifat
doktrin dan hanya makna-makna universal, tetapi juga masih menilai qodim dalam
menghafalnya. Dengan demikian, Al-Qur'an dinyatakan bersifat nafsi sebagaimana
berada dalam Baitul Izzah (al-sama' al-duniya), dan kesemuanya mengandung makna
muhkamat yang menjadi acuan atau waktu kembalinya. ayat-ayat mutasyabihat,
sedangkan Al-Qur'an diturunkan ke bumi dan diterima oleh Nabi Muhammad SAW.
sebagai nabi terakhir, adalah kalam lafdzi yang berisi nafsi kalam, karena tidak
memuat ayat-ayat mutasyabihat, tetapi juga ayat-ayat atau artinya muhkamat2.
Sedangkan pengertian Al-Qur’an yang dikemukakan oleh para ulama antara lain:
1. Menurut Imam Jalaluddin al-Suyuthy, seorang ahli tafsir dalam
bukunya “Itmam al-Dirayah” menyatakan: “Al-Qur’an adalah kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk
melemahkan mereka yang menentangnya. , meskipun hanya dengan
satu surat darinya.”
2. Muhammad Ali al-Shabuni juga menyatakan sebagai berikut: “Al-
Qur'an adalah kalam Allah yang tidak ada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Penutup para Nabi dan Rasu, dengan
perantaraan malaikat Jibril dan tertulis pada naskah-naskah yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, dan membaca
2
Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2002
3
serta mempelajarinya adalah suatu ibadah, yang dimulai dengan surat
al-Fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.
3. As-syekh Muhammad al-Khudhary Beik dalam kitabnya “Usul al-
FIqh” “Kitab itu adalah Al-Qur’an, yaitu kalam Allah SWT yang
dalam bahasa Arab, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam rangka Pahami isinya, ingat selalu, apa yang tertulis dalam
naskah di antara dua kulit dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Nas.
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, unsur-unsur terpenting yang
dapat ditarik dari hakikat Al-Qur'an adalah3:
Sebuah. Al-Qur'an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Dengan perantaraan malaikat Jibril as, sebagaimana dinyatakan
dalam firman-Nya Surah Ash-Syu'ara ayat 193:“Dia diturunkan oleh Ar-Ruh Al-
Amin (Jibril)”.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa kalam Allah diturunkan
kepada selain Nabi Muhammad SAW. Bukan itu yang dikatakan Alquran. Demikian
pula sabda Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan cara penyampaian Al-Qur'an
oleh malaikat Jibril (seperti hadits Qudsi) juga bukan Al-Qur'an, walaupun
sebenarnya hadits-hadits tersebut juga berasal dari wahyu Allah, sebagaimana
disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya Surah an-Najm ayat 3-4:“Dan yang tidak
diucapkan adalah Al-Qur'an (sesuai dengan keinginannya. Ucapannya tidak lain
adalah wahyu yang diturunkan (kepadanya)4.
Dalam beberapa ayat Al-Qur'an, Allah juga mengaitkan Al-Qur'an dengan
hadits, antara lain seperti yang dijelaskan dalam Surah an-Nisa ayat 87: “Dan
siapakah orang-orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allah?”
Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, sebagaimana dinyatakan dalam
Surah Fushshilat ayat 3-4:“Kami telah menjelaskan ayat-ayat, yaitu bacaan dalam
bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa kabar gembira dan
peringatan.”
3
Syarifudin, Amir, Haji, Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1997
4
Ibid, 22.
4
Atas dasar ketentuan ini, berarti terjemahan Al-Qur'an ke dalam bahasa asing
selain bahasa Arab tidak dapat disamakan dengan kedudukan Al-Qur'an sebagaimana
kita suci. Karena terjemahan Al-Qur'an tidak memiliki karakteristik Al-Qur'an itu
sendiri, maka tidak dosa menyentuhnya tanpa wudhu' (penyucian) terlebih dahulu.
Selain itu, terjemahannya juga tidak berfungsi sebagai keajaiban, karena merupakan
buatan manusia. Dengan demikian, membaca terjemahan Surah al-Fatihah dalam
shalat, dapat dikatakan bahwa shalat itu tidak sah. Karena Nabi menekankan bahwa ia
harus membaca Surat al-Fatihah dalam doa daripada membaca terjemahannya,
sebagaimana tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Juma'ah dari Ubbadah
bin Tsamit: “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah.”
5
Al-Qur'an memiliki kedudukan dan kedudukan yang penting dalam Islam. Al-
Qur'an adalah dasar dari semua aspek kehidupan individu, sosial dan budaya umat
Islam. Adapun posisi Alquran
5
Musthafa as-Suba'i, as-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri' al-Islami, Kairo, Dar al-Qaumiyyah, 1949, hal 360
6
Fachur Rahma, Ikhtisar Mushalah al-Hadis (Bandung; PT. Almaarif, 1974), 20.
Iibid
7
ash-Shiddieqy, Habsi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang
6
6. Al-Qur'an dikutip mutawatir artinya, Al-Qur'an disampaikan kepada orang lain
terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak dapat menyetujui suatu
kebohongan karena banyaknya jumlah orang dan perbedaan tempat tinggal.
7. Al-Qur'an sebagai sumber hukum, semua mazhab sepakat bahwa Al-Qur'an
sebagai sumber utama dalam menetapkan hukum, dengan kata lain bahwa Al-
Qur'an menempati posisi awal mula tertib sumber hukum dalam berhujjah.
8. Al-Qur'an disampaikan kepada nabi Muhammad secara lisan artinya, baik
lafaz maupun makna dari Allah SWT8.
9. Al-Qur'an termuat dalam mushaf, artinya setiap wahyu Allah dijabarkan dan
artinya dari-Nya termuat dalam mushaf (telah dicatat).
10. Agama Islam datang dengan Al-Qur'an-nya, yang membuka lebar mata
manusia agar mereka menyadari jati dirinya dan hakikat kehidupan di muka
bumi9.
II.3 Fungsi Al-Qur’an
Antaranya :
8
Ibid,. 22
9
Jaya, Septi Aji Fitra. 2019. “Al-Qur’an dan Hadits sebagai Sumber Hukum Islam”. INDO-ISLAMIKA. Vol.
9. No.2
10
as-Suba'i, Musthafa. 1949. as-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri' al-Islami. Kairo: Dar al-Qaumiyyah
7
komprehensif ini tidak lepas dari misi Nabi Muhammad SAW yang diutus ke dunia
ini untuk menjadi petunjuk bagi manusia dan rahmat bagi alam semesta11.
Dalam Al-Qur'an disebutkan 2 versi fungsi Al-Qur'an sebagai pedoman. Yang
pertama adalah bahwa Al-Qur'an berfungsi sebagai pedoman bagi umat manusia
seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 185 dan yang kedua
Al-Qur'an berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman atau bertakwa
sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an. 'sebuah. dijelaskan dalam Al-Qur'an surah
Al-Baqarah ayat 2 dan An-Nahl ayat 89.
Dalam pengertian umum, hidayah berarti tuntunan atau petunjuk bagi siapa saja
ke jalan yang benar. Sedangkan dalam arti khusus, hidayah berarti taufik yang
diberikan Allah kepada hamba-hambanya yang telah menerima kebenaran. Yang
pertama masih dalam tahap proses, yang kedua sudah merupakan hasil. Yang pertama
bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk manusia, yang kedua hanya Tuhan yang bisa
melakukannya12.
11
Abu Zahroh, Ushul Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
12
Subhi Asalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, terj. (Jakarta: pustaka fidaus, 2019), 21.
8
kitab suci sebelumnya yang pernah ada karena Al-Qur'an merupakan kitab yang
berfungsi sebagai pedoman yang sempurna tanpa diragukan kebenarannya13.
14
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya; al-Muna, 2010),.1
15
Anshori, Ulumul Quran. Jakarta: Rajawali Press, 2013, p.18
9
berkaitan dengan syariah seperti tata cara menjalankan ibadah, hukum-hukum yang
mengatur masalah pribadi dan keluarga dan lain sebagainya16.
Ketiga, Sumber pokok akhlak. Selain berfungsi sebagai sumber pokok aqidah dan
syariat, Al-Qur’an juga berfungsi sebagai sumber pokok akhlak karena dalam Al-
Qur’an Allah terlah memerintahkan kita untuk berakhlak atau berbuat baik kepada
sesama manusia, kepada sesama makhluk Allah dan kepada Allah. Dalam banyak
ayat, al-Qur‘an mengapresiasi orang-orang yang berakhlak baik dan mencela orang-
orang yang berakhlak buruk. Misalnya, dalam bagian akhir sejumlah ayat, al-Qur‘an
sering menyebut bahwa Allah menyukai orang-orang yang bertakwa, orang-orang
yang sabar, orang-orang yang berbuat baik, dan sejenisnya. Sebaliknya, al-Qur‘an
menyebutkan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat dholim, orang-
orang yang membuat kerusakan, orang-orang yang ingkar atau kufur, dan sebagainya.
Kandungan hukum dalam Alquran merujuk pada pembahasan para ulama’,
sebagian dari mereka ada yang membagi hukumyang terkandung dalam Alquran
menjadi menjadi tiga, 17
sebagaimana pernyataan Wahbah Zuhailidi dalam kitab
Ushul al-Fiqh al-Islamiyi yang yang juga dikutip oleh Ernawati, diantaranya: 18
16
Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1999
17
Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubi, al-Jami’li Ahkami al-Qur’an, jilid 10 (Beirut:
Muassasah Manahi al-‘Irfan, tt), 110.
18
Siska Lis Sulistiani. “Perbandingan Sumber Hukum Islam,” Tahkim:Jurnal Peradaban dan Hukum
Islam 1, 1 (2018: 105)
10
manusia baik secara pribadi maupun kelompok. Contohnya, kontrak kerja,
hukum pidana, dan lain sebagainya19.
Sebagian dari ulama sepakat dengan bagian hukunm al-WQur’an tersebut, namun
tidak berdasarkan pada bagian sudah ada. Melainkan dengan tiga bagian lain, yaitu
tauhi, tazkir, dan Hukum.20 Dari seluruh pembagian hukum diatas menurut Hasbullah
Thalib secara umum kandungan hukum dalam al-Qur’an ada lima bagian,
diantaranya:21
Dari lima bagian yang ditawarkan oleh Hasbullah Thalib tersebut, sebenarnya
memiliki kandungan nilai yang sama, hanya saja sedikit perbedaan penjelasan
menurutnya. Bekenaan dengan al-Ahkam al-Khauniyah menurutnya topic
utama dalam hukum tersebut berupa ayat-ayat semesta (cosmos) dimana
banyak mengandung Isyarat ilmiah sebagai bukti terhadap umat manusia
mengenai kebenaran al-Qur’an. Firman Allah SWT22. “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terhadap
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang ciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya
Allah Tuhan kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
19
Abbas Mutawali Hamadah, as-Sunnah an-Nabawiyyah wa Makanatuha, Dar al-Kaumiyah, Kairo, hal. 169
20
Jalaludi al-Suyuthi, al-Itqaan fi Qulum al-Qur’an, jilid 2 (Beirut; Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), jld-2, h,
278.
21
Zamakhsyari bin Hasbullah Thalib, “Metode al-Qur’an dalama menampakan ayat-ayat Hukum”
Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikusalleh7, 1 (2019): 64
22
Agus Salim Syukran, “Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia”, Al- I’jaz Vol. 1, No.1, 2019, hal.99-100
11
suci Engkau, Maka periharalahkami dari sisksa neraka. QS. Ali Imran ayat
190-191)
Dengan menganalisis fungsi Al-Qur'an secara harfiah, dapat diringkas bahwa ada dua
hal utama, Al-Qur'an adalah23 :
“Hadis” atau al-hadits menurut Bahasa, berarti al-jadid (sesuatu yang baru),
lawan kata dari al-qadim. Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu
yang di percakapkan dan di pindahkan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk
plural nya adalah al-ahadits.24
23
Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurthubi, al-Jami’li Ahkami al-Qur’an, jilid 10 (Beirut: Muassasah Manahi
al-‘Irfan, tt), 110.
24
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya; al-Muna, 2010),.1
12
Hadis sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari tahdith yang
berarti pembicaraan. Kemudian didefinisikan sebagai sebagai ucapan, perbuatan atau
penetapan yang di sandarkan kepada Nabi SAW. Barangkali al-Farra’ telah
memahami arti ini Ketika berpendapat bahwa mufrad kata ahadist adalah uhdutsah
(buah pembicaraan). Lalu kata ahadith itu dijadikan jama’ dari kata hadith25
Ada sejumlah ulama yang merasakan adanya arti “baru” dalam kata hadis
lalu mereka menggunakan nya sebagai lawan kata qadim (lama), dengan memasukan
qadim sebagai kitab Allah SWT, sedangkan “yang baru” ialah apa yang disandarkan
kepada Nabi SAW. Dalam Sharah al-bukhari, Syeikh Islam Ibnu Hajar berkata,
bahwa dimaksud dengan hadits menurut pengertian shara ‘ adalah apa yang
disandarkan kepada Nabi SAW, dan hal itu seakan-akan dimaksudkan sebagai
bandingan Al-qur’an yang qadim (lama), dengan memaksudkan qadi>m sebagai kitab
Allah, sedangkan “yang baru” ialah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dalam
Sharah al-Bukhari, Syeikh Islam Ibnu Hajar berkata, bahwa dimaksud dengan hadits
menurut pengertian shara’ adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, dan hal
itu seakan-akan dimaksudkan sebagai bandingan Alquran yang qadim.26
Ulama ushul memberikan definisi yang terbatas yaitu “Segala perkataan Nabi
SAW yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum shara’ Dari pengertian
diatas bahwa segala perkataan atau aqwal Nabi, yang tidak ada relefansinya dengan
hukum atau tidak menandung misi keRasulannya, seperti tentang cara berpakaian,
berbicara, tidur, makan, minum, atau segala hal yang menyangkut hal ikhwal Nabi,
tidak termasuk hadis. Ulama ahli hadis memberi definisi yang saling berbeda.
Perbedaan tersebut mengakibatkan dua macam takrif hadis pertama, takr’if yang
terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh jumhur al-Muhadisin, “Sesuatu yang
25
Subhi Asalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, terj. (Jakarta: pustaka fidaus, 2019), 21.
26
Ibid,. 22
27
Ibid, 22.
13
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan,pernyataan(Taqrir) dan yang sebagainya28
Dari beberapa pengertian diatas, baik dari ulama Ushul maupun dari ulama
hadis, dapat ditarik benang merah bahwa hadis adalah sesuatu yang disandarkan pada
Nabi Muhammad SAW, sahabat, Tabi’I yang dapat dijadikan hukum syara’ ,maka
pengikir konteporer membagi hadis menjadi dua, yaitu hadis tasyri’ dan hadis ghairi
tasyri’.
Hadis menurut bahasa adalah sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau sebentar. Hadis juga berarti berita, yaitu sesuatu yang diberitakan,
didiskusikan, dan ditransfer dari satu orang ke orang lain. Hadis menurut istilah syara'
adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW, baik perkataan,
perbuatan, maupun pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan tentang tuturan,
tindakan, dan tuturan31.
28
Fachur Rahma, Ikhtisar Mushalah al-Hadis (Bandung; PT. Almaarif, 1974), 20.
29
iibid
30
Zamakhsyari bin Hasbullah Thalib, “Metode al-Qur’an dalama menampakan ayat-ayat Hukum” Suloh: Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Malikusalleh7, 1 (2019): 64
31
Jalaludi al-Suyuthi, al-Itqaan fi Qulum al-Qur’an, jilid 2 (Beirut; Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), jld-2, h, 278.
14
Hadits Qauliyah (pidato) adalah hadits hadits Nabi Muhammad SAW, yang
diucapkannya dalam berbagai tujuan dan menurut (situasi)32.
Hadits Taqririyah, yaitu perbuatan sebagian sahabat Nabi yang telah membuat
ikrar oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berupa perkataan atau perbuatan, sedangkan
ikrar terkadang dilakukan dengan diam, dan/atau melahirkan kebaikan. asumsi
tentang perbuatan, sehingga dengan ikrar dan kesepakatan. Jika seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengucapkan sepatah kata pun di depan Nabi atau pada masa
Nabi, Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu membantahnya,
tetapi Nabi diam dan tidak keberatan, maka itu adalah pengakuan dari Nabi. Keadaan
diam Nabi dapat dilakukan dalam dua bentuk33:
Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan tersebut dibenci dan dilarang oleh
Nabi. Dalam hal ini Nabi terkadang mengetahui bahwa pelaku tetap melakukan
perbuatan yang hina dan terlarang. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidak
menunjukkan bahwa tindakan tersebut diperbolehkan. Dalam bentuk lain, Nabi tidak
mengetahui kelanjutan pelaku melakukan perbuatan yang dibenci dan dilarang
tersebut. Diamnya Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan
sebelumnya34.
Kedua, Nabi tidak pernah melarang perbuatan ini sebelumnya dan tidak
diketahui apakah itu haram. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukum yang
menghapus keberatan yang akan diajukan. Karena jika perbuatan itu dilarang, tetapi
Nabi membungkamnya meskipun ia mampu mencegahnya, itu berarti Nabi berbuat
salah; sedangkan yang dihindari Nabi adalah menghindari kesalahan.
32
Abdul Latif, “Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama”, Hukum dan Keadilan Vol. 4, No.1, 2017, hal 64
33
Septi Aji Fitra Jaya, “Al-Qur’an dan Hadits sebagai Sumber Hukum Islam”, INDO-ISLAMIKA, Vol. 9, No.2, 2019,
hal. 208
34
Siska Lis Sulistiani. “Perbandingan Sumber Hukum Islam,” Tahkim:Jurnal Peradaban dan Hukum Islam 1, 1
(2018: 105)
15
II.5 Kedudukan hadits
Banyak ulama yang berpendapat bahwa hadis merupakan sumber atau dalil
kedua setelah al-Qur'an dan memiliki kekuatan untuk ditaati dan mengikat seluruh
umat Islam. Banyak ulama mengemukakan alasannya dengan beberapa argumentasi,
antara lain: Ada banyak ayat Al-Qur'an yang memerintahkan orang untuk menaati
Nabi. Ketaatan kepada rasul sering kali dibarengi dengan kewajiban menaati Allah;
sebagaimana tercantum dalam surat An-Nisa: 59: Artinya : Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
Artinya : Barang siapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya dia telah mentaati Allah.
Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan), Kami tidak mengutus kamu untuk menjadi
wali mereka.
35
Latif, Abdul. 2017. “Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama”. Hukum dan Keadilan Vol. 4. No.1
36
Agus Salim Syukran, “Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia”, Al- I’jaz Vol. 1, No.1, 2019, hal.94
16
Dari ayat di atas jelaslah bahwa hadis juga merupakan wahyu. Jika wahyu
memiliki kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits juga memiliki kekuatan hukum
untuk ditaati. Kekuatan hadis sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua aspek:
pertama, dari segi kebenaran materialnya dan kedua, dari segi kekuatan
peruntukannya sebagai hukum. Dari segi kebenaran materi, kekuatan hadis mengikuti
kebenaran dakwahnya yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: mutawatir, terkenal, dan
danhad seperti yang telah dijelaskan di atas37.
Khabar mutawatir dalam hal jumlah para sahabat yang meriwayatkan dari
Nabi dan juga jumlah yang meriwayatkan dari para sahabat dan sebagainya adalah
qath i dalam arti diyakini bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits
mutawatir tidak banyak, namun memiliki kekuatan hujjah sebagaimana kekuatan Al-
Qur'an. Mutawatir khabar memiliki kekuatan tertinggi dalam narasi dan menghasilkan
kebenaran tentang apa yang dilaporkan mutawatir sebagai kebenaran yang muncul
dari pengamatan. Para ulama sepakat bahwa khabar mutawatir menghasilkan ilmu
yang pasti meskipun mereka berbeda pendapat dalam menentukan bagaimana sampai
pada ilmu yang pasti tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian
kebenarannya. Untuk sampai pada berita mutawatir, syarat-syarat tertentu harus
dipenuhi. Di antara syarat-syarat tersebut disepakati oleh para ulama dan syarat-syarat
lainnya masih diperdebatkan. Syarat-syarat yang disepakati berkaitan dengan
pembawa berita38.
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) ini, melainkan
agar kamu menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perdebatkan39.
37
Syukran, Agus Salim. 2019. “Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia”. Al- I’jaz Vol. 1. No.1
38
POKOK-POKOK ULUMUL QUR’AN. Jakarta: RinekaCipta
39
Masyhur, kahar.1992.
17
Dengan demikian, jika Al-Qur'an disebut sebagai sumber hukum fiqh yang
asli, maka Hadis disebut sebagai bayani. Dalam posisinya sebagai bayani dalam
kaitannya dengan Al-Qur'an, ia melakukan fungsi-fungsi berikut:
Menetapkan hukum dalam hadits yang jelas-jelas tidak termuat dalam Al-
Qur'an. Dengan demikian tampak bahwa Hadis menetapkan hukum-hukum yang tidak
diatur dalam Al-Qur'an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat. Padahal, jika
dicermati, akan jelas bahwa apa yang dinyatakan dalam hadits pada hakikatnya adalah
penjelasan tentang apa yang disebutkan Al-Qur'an atau memperluas apa yang
disebutkan dalam Al-Qur'an secara terbatas. Misalnya, Allah SWT melarang makan
bangkai, darah, dan babi. Larangan Nabi sejak lahir ini bisa dikatakan sebagai hukum
baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi jelas-
jelas tidak termuat dalam Al-Qur'an. Namun jika difahami lebih jauh larangan Nabi
itu hanya sebagai penjelasan tentang larangan Al-Qur'an memakan sesuatu yang
kotor40.
“Islam didirikan di atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat.
Memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dalam Al-Qur'an ditinjau dari:
40
Anshori, Ulumul Quran. Jakarta: Rajawali Press, 2013, p.3
18
perbuatan yang jelas dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Setelah
itu Nabi berkata: Ini adalah doa, berdoalah seperti Anda melihat saya berdoa.
Sementara itu, terdapat beberapa fungsi hadits sebagai sumber hukum kedua
setelah Al-Qur’an sekaligus sebagai penjelas Al-Qur’an. Malik bin Anas
menyebutkan bahwa terdapat lima fungsi hadits yaitu bayan al-taqrir, bayan at-tafsir,
bayan at-tafshil, bayan al-basth, bayan at-tasyri’. Sementara Asy-Syafi’i juga
menyebutkan bahwa terdapat lima macam fungsi hadits yaitu bayan at-tafshil, bayan
at-takhshish, bayan at-ta’yin, bayan at-tasyri’, bayan an-naskh dan bayan al-isyarah.
Sedangkan Ahmad bin Hambal menyebutkan hanya terdapat empat fungsi hadits
yaitu, bayan at-ta’kid, bayan at-tafsir, bayan at-tasyri’ dan bayan at-takhshish.41
a. Bayan At-taqrir
bayan at-taqrir atau dapat juga disebut sebagai bayan at-ta’kid dan
bayan al-itsbat yang berarti, hadis dapat berfungsi untuk menetapkan
dan memperkuat apa yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Hadis
juga dapat berfungsi untuk memperkuat isi kandungan Al-Qur’an.
Seperti contohnya apabila di dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk
melaksanakan wudhu, sholat atau puasa namun tidak terdapat
penjelasan tentang tata cara pelaksanaannya. Maka fungsi hadis untuk
menjelaskan lebih lanjut terkait perintah yang terdapat dalam Al-
Qur’an tersebut.
b. Bayan at-tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah penjelasan hadis
terhadap ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih
lanjut. Jadi hadis dapat berfungsi sebagai penjelas atau tafsir untuk
ayat-ayat Al-Qur’an yang memerlukan perincian lebih lanjut.
c. Bayan at-tasyri’
Sesuai dari asal katanya, yang dimaksud dengan bayan at-tasyri berarti
pembuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan maupun hukum.
Dengan kata lain fungsi hadis disini adalah menciptakan hukum baru
yang belum disinggung atau dibahas sama sekali di dalam Al-Qur’an.
Hal ini didasari karena Rasulullah SAW berusaha menunjukkan suatu
41
Habsi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta, Bulan Bintang, 1980, hal.176-188
19
kepastian hukum terhadap beberapa persoalan yang muncul pada saat
itu dengan sabdanya sendiri42.
d. Bayan an-naskh
Kata bayan an-naskh sendiri secara bahasa memiliki beberapa arti,
seperti membatalkan, menghilangkan, memindahkan atau mengubah.
Diantara para ulama baik muta’akhirin maupun mutaqaddimin terdapat
perbedaan pendapat dalam mendefinisikan bayan an-naskh ini. Adanya
perbedaan pendapat ini disebabkan karena perbedaan para ulama
dalam memahami pengertian an-naskh jika dilihat dari sudut
kebahasaan. Ulama mutaqaddimin mengemukakan bahwa yang disebut
bayan an-naskh ialah dalil syara’ yang datangnya sesudah Al-Qur’an
diturunkan.43
Dengan begitu maka hadits dapat berfungsi sebagai ketentuan atau hukum yang
datang setelah diturunkannya Al-Qur’an dan dalam hal ini maka tidak menutup
kemungkinan bahwa hadits juga dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan yang
terdapat dalam Al-Qur’an, demikian menurut pendapat ulama yang menganggap
adanya fungsi bayan an-naskh.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Sebagai seorang muslim, Al-Qur'an adalah kitab suci yang sangat dihormati.
Al-Qur'an memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam, yaitu:
42
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-quran. (Bandung: Mizan, 1996), p.3
43
Abbas Mutawali Hamadah, as-Sunnah an-Nabawiyyah wa Makanatuha, Dar al-Kaumiyah, Kairo,
hal. 169
20
Petunjuk bagi umat manusia
Risalah baru
Pembenaran kitab-kitab sebelumnya
Sebagai obat
Pelajaran atau ajaran
Sebagai mujizat
Sedangkan Hadis menurut bahasa adalah sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau sebentar. Hadis juga berarti berita, yaitu sesuatu yang diberitakan,
dibicarakan, dan ditransfer dari satu orang ke orang lain.
Hadis menurut istilah syara' adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun pengakuan (taqrir). Berikut ini
adalah penjelasan tentang tuturan, tindakan, dan tuturan. Banyak ulama yang
berpendapat bahwa hadis merupakan sumber atau dalil kedua setelah al-Qur'an dan
memiliki kekuatan untuk ditaati dan mengikat seluruh umat Islam.
Fungsi utama hadits adalah menjelaskan Al-Qur'an. Jika kita melihat fungsinya,
hubungan antara hadis dan al-Qur'an sangat erat kaitannya. Karena pada dasarnya
hadis berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum dalam al-Qur'an dalam segala
bentuknya seperti yang disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan bahwa hukum
dalam Al-Qur'an harus diamalkan, karena di dalam pengalaman itu terletak tujuan
yang telah digariskan.
Jika kita melihat fungsinya, hubungan antara hadis dan al-Qur'an sangat erat
kaitannya. Karena pada dasarnya hadis berfungsi untuk menjelaskan hukum-hukum
dalam al-Qur'an dalam segala bentuknya seperti yang disebutkan di atas. Allah SWT
menetapkan bahwa hukum dalam Al-Qur'an harus diamalkan, karena di dalam
pengalaman itu terletak tujuan yang telah digariskan. Namun pengalaman hukum
Allah telah dijelaskan oleh Nabi. Dengan demikian, dimaksudkan agar hukum-hukum
yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur'an dapat dilaksanakan dengan sempurna oleh
umat.
DAFTAR PUSTAKA
21
Syarifudin, Amir, Haji, Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1997
Drs, Mudasir,Haji, Ilmu Hadis- Cet. 1. Bandung : Pustaka Setia, 1999
Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5. Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2002
Abu Zahroh, Ushul Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1999
Masyhur, kahar.1992.
POKOK-POKOK ULUMUL QUR’AN. Jakarta: RinekaCipta
ash-Shiddieqy, Habsi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang
as-Suba'i, Musthafa. 1949. as-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri' al-Islami. Kairo:
Dar al-Qaumiyyah
Jaya, Septi Aji Fitra. 2019. “Al-Qur’an dan Hadits sebagai Sumber Hukum Islam”.
INDO-ISLAMIKA. Vol. 9. No.2
Latif, Abdul. 2017. “Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama”. Hukum dan
Keadilan Vol. 4. No.1
Syukran, Agus Salim. 2019. “Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia”. Al- I’jaz Vol. 1.
No.1
Anshori, Ulumul Quran. Jakarta: Rajawali Press, 2013, p.3
Subhi Asalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, terj. (Jakarta: pustaka fidaus, 2019), 21.
Ibid, 22.
Fachur Rahma, Ikhtisar Mushalah al-Hadis (Bandung; PT. Almaarif, 1974), 20.
22
Siska Lis Sulistiani. “Perbandingan Sumber Hukum Islam,” Tahkim:Jurnal
Peradaban dan Hukum Islam 1, 1 (2018: 105)
23