Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGANTAR STUDI ISLAM


"AL-QUR'AN SEBAGAI SUMBER STUDI ISLAM"
Dosen pengampu:
Fahmi Khumaini, M.Pd

Disusun oleh kelompok 4:


• Yuni Sofiati. (230101154)
• Linda Hayatin (230101204)
• Siti Nurkumala (230101092)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI


BOJONEGORO
2023
KATA PENGANTAR

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah puji syukur
kehadirat Allah SWT pencipta manusia dan alam semesta. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada Rosul Muhammad SAW. Dari keteladanannya kita mendapatkan nilai-
nilai acuan bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Proposal Penelitian ini disusun guna memenuhi tugas Bapak Dosen Fahmi Khumaini,
M.Pd pada Mata Kuliah Pengantar Studi Islam di Universitas Nahdlatul ulama Sunan Giri.
Selain itu, penulis juga berharap agar Proposal Penelitia ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Teman-teman. Penulis


berharap Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis.

Tuban, 5 Oktober 2023

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………..….…..4

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………………………..….4

1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN

2,1 Pengertian Al-Qur'an……………………………………………………………………….…..........5

2.2 Metode dalam memahami Al-Qur'an


……………………………………….......................................................................................................9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan………………………………………………………………………………….…….……17

Daftar Pustaka ....................................................................................................................................18

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dikatakan bahwa sumber Islam itu ada empat, pertama Al-Qur’an, kedua
Sunnah atau Hadis, ketiga Ijma’ dan keempat Qiyas Yang pertama dinamakan al-
adillat al-gath `iyyah, yaitu dalil-dalil atau argumen-argumen yang betul-betul
mutlak. Yang ketiga dan keempat dinamakan al-adillat al-ijtihadiyah, yaitu dalil-
dalil atau argumen yang didapat dengan jalan penggunaan dan pengerahan
kemampuan pikiran.

Ijma’ dan Qiyas itu didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis, sedangkan
hadis itu sendiri hanya penjelasan terhadap AlQur’an. Sebab Rasul tidak diberi
hak untuk menambahi ataupun mengurangi isi ajaran Allah. Jika Rasul
memberikan pendapat pribadinya, maka pendapat pribadi itu bukan Islam.

Sebab Islam itu nama dari ajaran Allah. Ajaran dari Allah telah tercantum
dengan lengkap di dalam Al-Qur’an dan oleh karena itu satu-satunya sumber
Islam yang sebenarnya hanyalah Al-Qur’an saja. Hasil pemikiran manusia,
sekalipun ia Muslim tidak dapat dinamakan Islam. Ijma’ dan Qiyas tidak dapat
dinamakan sumber Islam, karena kedua-duanya hanyalah cara atau pun jalan,
sarana untuk sampai kepada suatu perumusan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Al-Qur'an ?
2. Apa saja metode untuk memahami Al-Qur'an?

1.3 Tujuan penulisan


1. Dapat mengetahui pengertian Al-Qur'an
2. Dapat mengetahui berbagai metode memahami Al-Qur'an

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Qur'an


Alquran adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat)
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para nabi dan rasul dengan
perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan
kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya
merupakan suatu ibadah, dimulai dengan surat al-fatihah dan ditutup dengan surat
an-nas.

Ditinjau dari segi bahasa atau etimologi, . Al-Qur'an berasal dari bahasa
Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata
Alquran adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja "qara'a" yang artinya
membaca. Selanjutnya ditinjau dari sisi terminologi pengertian Alquran
disandarkan pada Dr. Subhi Salih yang mendefinisikan Alquran sebagai: "Kalam
Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
dan ditulis dalam mushaf serta diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya
termasuk ibadah".

Adapun Muhammad Ali ash-shabuni mendefinisikan Alquran adalah


firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
Penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan malaikat Jibril as.dan ditulis
pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir,
serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat
al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas.

Sementara itu para ulama memberikan pendapat yang berbeda-beda


mengenai asal kata Alquran. Imam Asy-Syafi'i (150-204H/767-820M)
berpendapat bahwa kata Alquran dibaca tanpa Hamzah (Al Qur'an),tidak diambil
dari kata lain, tetapi ada nama khusus yang dipakai untuk kitab suci yang

5
diberikan kepada nabi Muhammad SAW sebagaimana kitab Injil dan taurat di
yang diberikan kepada nabi Isa dan Musa.

Al Farra (w.207H/823M) dalam ma'anil Quran menyatakan bahwa: lafaz


Alquran tidak pakai Hamzah asalnya dari kata qara'in jamak dari qarinah, yang
artinya indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan karena sebagian ayat Alquran
serupa satu sama lain,maka seolah-olah sebagian ayatnya merupakan indikator
dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa.

Al-Asy'ari (260-324H/873-935) berpendapat lafaz Alquran ditulis dan


dibaca tidak pakai Hamzah, diambil dari kata qarana yang berarti
menggabungkan. Hal ini disebabkan karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran
dihimpun dan digabung dalam satu mushaf.

Az-Zajjaj(w.311H/928M) lafaz Alquran tidak pakai Hamzah (Al Qur'an)


diambil dari kata al qar'u diambil dari wazan fu'lan yang berarti menghimpun. Hal
ini karena Alquran menghimpun intisari ajaran-ajaran dari kitab-kitab suci
sebelumnya, sementara Al Lihyani berpendapat bahwa lafaz Alquran berhamzah,
bentuk masdarnya diambil dari kata qara-a, yang berarti membaca, hanya saja
lafadz Alquran ini menurutnya berbentuk masdar dengan makna isim maf'ul. Jadi
Alquran artinya maqru' ( yang dibaca).

Subhi Al-Shalih juga berpendapat bahwa kata Alquran sama dengan Al


qiraah sebagaimana dalam surat Al qiyamah ayat 17 - 18.Para ahli Quran pada
umumnya peta sufi bahwa kata Alquran terambil dari kata qara'a-yaqra'u-
qira'atan-wa qur'anan yang secara harfiyah berarti bacaan. Sebagaimana
dijelaskan di atas sebanding dengan kata fu'lan (dari kata fa'ala, rujihan dari kata
rajaha) dan Ghufron (dari kata ghafara). Alquran sendiri memuat beberapa kata
Quran untuk makna bacaan seperti dalam surat Al qiyamah ayat 17-18 dan surat
Yasin (36) ayat 69 .

Kata Al-quran diambil dari akar kata qara'a yang berarti mengumpulkan
menjadi satu, Qara'a berarti juga membaca atau menuturkan. Menurut para ahli
yang lain, dinamakan Al-Qur'an karena di dalamnya terhimpun hasil-hasil dari

6
semua kitab-kitab Allah. Tegasnya lagi Suatu kumpulan dari hasil-hasil semua
ilmu sebagaimana terungkap dalam menjelaskan tentang segala sesuatu. Alquran
juga berarti suatu buku yang harus dibaca sebagaimana tersimpul dari pernyataan
Rasul. Bahwa Alquran itu adalah buku bacaan yang tersebar luas di seluruh dunia
untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap apa sebenarnya yang
dimaksudkan dengan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kata Alquran
itu, maka dapat diperhatikan nama Alquran itu.

Alquran itu dinamakan Alkitab yang berarti tulisan yang lengkap tentang
sesuatu peraturan, penetapan, Al Furqan berarti membedakan antara yang benar
dengan yang salah antara yang sebenarnya dan yang palsu. Al-Dzikra, al-
Tadzkirah, berarti pengingatan atau sumber keutamaan dan keagungan bagi
manusia dan lain sebagainya. Dan nama-nama itu jelas bahwa Alquran itu adalah
kesatuan dan peraturan dan keterangan yang menjadi landasan bagi manusia
dalam mengembangkan diri menjadi yang paling baik sehingga mencapai derajat
yang tinggi dan bahagia.

A.Penurunan Al Qur'an
Alquran diturunkan kepada nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur
selama 22 tahun, dua bulan dan 22 hari. Para ulama membagi masa turunnya
menjadi dua periode, yaitu periode mekah dan periode madinah. Periode mekah
berlangsung selama 13 tahun masa kenabian rosululloh saw dan surat-surat yang
turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyah. Sedangkan periode Madinah
yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang
turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Setiap kali ayat alquran turun kepada nabi Muhammad segera


disampaikan kepada para sahabat. Beliau membacakan nya dan memerintahkan
kepada para penulis wahyu untuk mencatatnya, disamping nabi saw para sahabat
langsung menghafal dan membacanya. Tugas penulisan wahyu bukan merupakan
kemauan semata, tetapi nabi Muhammad telah melambat kan dalam bentuk

7
program dan pelaksanaan yang terorganisir. Kholifah usman berkata " bilamana
wahyu al quran turun kepada nabi Muhammad saw, beliau mengumpulkan orang-
orang yang telah ditegaskan untuk mencatatnya." Terdapat beberapa orang yang
ditunjuk oleh rasul untuk menuliskan Al-Quran yani Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi
Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga
kerap menuliskan wahyu tersebut untuk dirinya sendiri walau tidak diperintahkan.

Al-Qur'ab Allah turunkan dan tuangkan ada hanya dalam bahasa Arab,
karena orang yang allah tugas kan untuk menyampaikan ajaranya itu kepada
manusia di sekitarnya adalah seorang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam
masyarakat yang pandai berbahasa Arab, sehingga bahasa Arab lah yang paling ia
pahami.

Sebagaimana firman allah yang artinya :

Dan jika kalau kami jadikan Al-Quran itu suatu bacaan dalam bahasa
selain Arab, tentulah mereka mengatakan : "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayat
nya apakah patut alquran dalam bahasa asing sedangkan rasul adalah orang arab. (
Qs: Fushshilat [ 41 ] : 44 )

Oleh karena itu, Nabi Muhammad saw. Seorang arab dan masyarakat yang
dihadapinya adalah berbahasa Arab, maka Allah pergunakan bahasa Arab itu
menjadi wadah bagi isi wahyu nya agar isi wahyu itu dapat mudah dimengerti.

Al-Quran terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surat. Setiap
surat akan berdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat
adalah surat Al-Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki tiga ayat yakni surat
Al-Kautsar. Total jumlah ayat dalam al-quran mencapai 6236 ayat. Dalam skema
pembagian lain, Al-Quran jika terbagi menjadi tiga puluh bagian dengan panjang
sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka
yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari.

8
2.2 Metode memahami Al-Qur'an
Pendekatan Memahami Al Qur'an :

Al-Quran adalah sumber ulama ajaran lslam yang didalamnya termuat ajaran dan
petunjuk tentang akidah,hukum, ibadah, dan akhlak. IntinyaAl-Quran
mengandung petunjuk tentang jalan hidup manusia kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan.

Untuk memahami Al-Quran dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara


lain:

1 ) Ada masalah yang ingin dibicarakan yaitu bagaimana memahami Al-Quran.

Pada umumnya' Al-Quran dipahami sebagai rekaman otentik wahyu Allah yang
disampaikan kepada malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw dalam rentang
waktu selama 23 tahun. Bentuk Al-Quran yang tersusun sampai sekarang ini
susunannya tidak secara sistematis-kronologis. Al-Quran memiliki konteks dalam
ruang dan waktu dan AI-Quran merespon ruang dan waktu tersebut sehingga jika
dikaitkan dengan bagaimana untuk memahaminya seharusnya dibaca dan
dimengeni terlebih dahulu dalam ruang waktu dan pewahyuannya, baik secara
kronologis dan historis.

2) Al-Quran harus ditempatkan secara kesejarahan.

Al-Quran harus ditempatkan dalam konteksnya. Karena Al-Qur'an merupakan


respons terhadap situasi yang dihadapi Nabi dari waktu ke waktu. Jadi misalnya
ada nama-nama historis yang muncul Abu Lahab, Zaid dan lain-lain. Ada juga
peristiwa hisroris yang dirujuk Al-Qur'an seperti perang Badar dan lain-lain, maka
untuk memahami Al-Qur'an perlu memahami latar kesejarahannya.

Dalam memahami Al-Qur'an diperlukan adanya pendekatan atau metodologi


diantaranya harus memahami dalam konteks kesejarahan, kronologisnya,
termasuk memahami dalam konteks sastranya. Bagian-bagian AI-Quran itu saling

9
menjelaskan. Jika telah memahami konteksnya, maka lnsya Allah akan dapat
memproyeksikan tantangan saat ini.

Untuk bisa memahami Al Qur'an dengan baik, ada beberapa pendekatan lainnya
yang bisa kita lakukan.

l) Mehamai Al-qur'an dengan Al-Qur'an

2) Memahami Alqur'an dengan Hadis

3) Memahmai Alqur'an dengan Asbabun nuzul

4) Memahami Alqur'an dengan qaul sahabat

5) Memahami Alqur'an dengan ijma' ulama


6) Memahami AI-qur'an dengan tafsir ulama
Berikut metode-metode yang digunakan dalam memahami al-Qur’an :

A. Metode Tahlili

Metode ini berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai


seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan mufasirnya
yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan perurutan ayat-ayat dalam
Mushaf. Biasanya yang dihidangkan itu mencakup pengertian umum kosakata
ayat, Munasabah/hubungan ayat dengan ayat sebelumnya, sabab an-Nuzul (kalau
ada), makna global ayat, hukum yang dapat ditarik, yang tidak jarang
menghidangkan aneka pendapat ulama mazhab. Ada juga yang menambahkan
uraian tentang aneka Qira’at, I’rab ayat-ayat yang ditafsirkan, serta keistimewaan
susunan kata-katanya.

Metode ini memiliki beragam jenis hidangan yang ditekankan penafsirannya, ada
yang bersifat kebahasaan, hukum, social budaya, filsafat/sains dan ilmu
pengetahuan, tasawuf/isyari dan lain-lain. Malik bin Nabi berpendapat bahwa
tujuan utama para ulama menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan
dasar-dasar rasional bagi pemahaman dan pembuktian kemukjizatan al-Qur’an.
Dalam konteks kebahasaan ini, di samping kelebihannya yang menonjol, yakni

10
pemahaman makna kosakata, tidak jarang juga ditemukan sang mufasir memberi
makna yang berlebih atau berkurang dari apa yang seharusnya ditampun oleh kata
yang ditafsirkannya.

B. Metode ijmali/Global

Sesuai dengan namanya, ijmali/global, metode ini hanya menguraikan makna-


makna umum yang dikandung oleh ayat yang ditafsirkan, namun sang penafsir
diharapkan dapat menghidangkan makna-makna dalam bingkai suasana Qur’ani.
Ia tidak perlu menyinggung asbab an-Nuzul atau Munasabah, apalagi makna-
makna kosakata dan segi-segi keindahan bahasa al-Qur’an. Tetapi langsung
menjelaskan kandungan ayat secara umum atau hokum dan hikmah yang dapat
ditarik. Contoh metode ini antara lain: tafsir karya Abdurrahman as-sa’dy (1307-
1376 H), Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan. Uraian singkat
yang dihidangkan oleh Ahmad Musthafa al-Maraghy (w. 1952M) dalam bagian
akhir dari setiap kelompok ayat yang ditafsirkannya dapat juga dianggap contoh
Tafsir Ijmali, walaupun itu terhidang dalam kitab Tafsir Tahlili yang disusunnya.

C. Muqarin/Perbandingan

Hidangan metode ini adalah:

a) Ayat-ayat al-qur’an yang berbeda redaksinya satu dengan yang lain, padahal
sepintas terlihat bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang persoalan yang sama.

b) Ayat yang berbeda kandungan informasinya dengan hadits Nabi saw dan

c) Perbedaan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat yang sama.

Sebagai contoh firman Allah :

Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar
gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan

11
kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS. Ali Imran [3]: 126).

Ayat di atas berbeda dengan ayat 10 dari surah al-Anfal. Di sana dinyatakan :

Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai
kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu
hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dalam ayat Ali Imran di atas kata bihi terletak sesudah qullukum, berbeda dengan
ayat al-Anfal yang letaknya sebelum qulubukum. Dalam al-Anfal fashilat
(penutup ayat) dibarengi dengan Harf Taukid (Inna/sesungguhnya), sedang dalam
Ali Imran huruf tersebut tidak ditemukan. Mengapa demikian?. Sedang kedua
ayat tersebut berbicara tentang turunnya malaikat untuk mendukung kaum
Muslim. Dalam Tafsir al-Misbah ketika membahas ayat Ali Imran di atas, ayat al-
Anfal berbicara tentang peperangan Badar, sedang ayat Ali Imran berbicara
tentang peperangan Uhud.

Perbedaan redaksi memberi isyarat tentang perbedaan kondisi kejiwaan dan


pikiran Mukhathab (mitra bicara), dalam hal ini kaum Muslim. Dalam peperangan
Badar mereka sangat khawatir karena mereka lemah dari segi jumlah pasukan dan
perlengkapannya, merekajuga sebelum Badar belum pernah berperang membela
agama dan belum pernah juga mendapat bantuan malaikat, karena itu informasi
Allah ditekankan-Nya dengan menggunakan kata Inna/ sesungguhnya, berbeda
dengan peperangan Uhud, jumlah mereka cukup banyak, semangat merekapun
sangat menggebu, sampai-sampai para pemuda mendesak agar kaum Muslim
keluar menghadapi musuh, keyakinan tentang turunnya malaikat pun mereka tidak
ragukan, setelah sebelumnya—dalam peperangan Badar—mereka telah alami.

D. Maudhui/Tematik

Metode ini adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu tema
tertentu, lalu mencari pandangan al-Qur’an tentang tema tersebut dengan jalan

12
menghimpun semua ayat yang membicarakannya, menganalisis dan memahami
ayat demi ayat, lalu menghimpunnya dalam benak ayat yang bersifat umum
dikaitkan dengan yang khusus, yang mutlak digandengkan dengan yang
Muqayyad, dan lain-lain, sambil memperkaya uraian dengan hadist-hadit yang
berkaitan untuk kemudian disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh
dan tuntas menyangkut tema yang dibahas.

Pencetus metode Maudhu’iy adalah seorang ulama Tafsir Universitas al-Azhar


Mesir Syaikh Ahmad Sayyid al-Kumy. Karya-karya ulama tasir dengan metode ini
adalah al-Futuhat ar-Rahbaniyyah fi al-Tafsir al-Maudhu’I li al-Ayat al-
Qur’aniyah, karya Syeikh al-Husaini Abu Farhah, dan lahir juga buku-buku yang
menjelaskan metode tersebut, di antaranya, al-Bidayah fi al Tafsir al-Maudhu’i
karya Abdul Hayyi al-Farmawi.

Langkah-langkah penerapan metode Maudhu’i adalah sebagai berikut :

1) Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik/tema).

2) Melacak dan menghimpun masalah yang dibahas tersebut dengan menghimpun


ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakannya.

3) Mempelajari ayat demi ayat tentang tema yang dipilih sambil memperhatikan
sabab an-Nuzulnya.

4) Menyusun runtun ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan ayat-ayat sesuai


dengan masa turunnya.

5) Memahami korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-


masing.

6) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna, sistematis, dan utuh.

7) Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits, riwayat sahabat, dan lain-lain yang
relevan bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna
dan semakin jelas.

13
8) Setelah tergambar keseluruhan kandungan ayat-ayat yang dibahas, langkah
berikutnya adalah menghimpun masing-masing ayat pada kelompok uraian ayat
dengan menyisihkan yang telah terwakili, atau mengkompromikan antara yang
‘am (umum) dan Khash (khusus),

E. Tafsir susastra(Al- Tafsir Al-adabi Li Al-Qur'an)

Tokoh Tafsir susastra yang populer adalah Amin al-Khuli. Kitabnya yang popular
al-Tafsir Ma alim Hayatiha Manhajuh al Yauma. Dalam buku ini, al-Khuli
memberikan uraian singkat tentang tafsir, semenjak era awal sampai masa al-
Khuli sendiri. Beragamnya koleksi karya Tafsir yang ada adalah merupakan hasil
kreativitas kesarjanaan Muslim. Dalam hal ini, al-Khuli mencontohkan sarjana
pendahulu yang diwarnai, untuk tidak mengatakan didominasi, kepentingan
individual seperti tasawuf, teologi, fikih dan sebagainya. Berangkat dari
kenyataan di atas, al-Khulli menawarkan metode tafsir yang lebih dikenal dengan
tafsir susastra terhadap al-Qur’an (al-tafsir al-adabi li al-Qur’an).

Sasaran metode ini adalah untuk mendapatkan pesan al-Qur’an secara menyeluruh
dan bisa diharapkan terhindari dari tarikan-tarikan individual ideologis. Dengan
slogan yang ia ciptakan “awal pembaharuan adalah pemahaman turats secara
paripurna” (awwal tajdid qatl al-qadim fahman), al-Khuli pertama-tama
menempatkan al-Qur’an sebagai kitab sastra terbesar (al-Kitab al-arabiyya al-
akbar), yang berimplikasi bahwa sebelum langkah studi al-Qur’an diambil, al-
Qur’an harus dianggap sebagai teks sastra suci. Oleh karenanya, agar bisa
memahami al-Qur’an secara proporsional, seseorang harus menempuh metode
pendekatan sastra (al-Manhaj al-adabi).

Secara umum tafsir dibagi menjadi dua yaitu:

a. Tafsir bi al-Ma’thur

Tafsir bi al-Ma’thur adalah suatu jenis penafsiran al-Qur‘an yang dilakukan


dengan cara penyandaran secara ketat-tekstual-menyeluruh kepada wacana-

14
wacana keislaman tekstual (nashsh-nashsh), baik kepada al-Qur‘an itu sendiri,
hadith, athar sahabat, maupun pendapat tabi‘in.

1. Penafsiran ayat al-Qur‘an dengan ayat al-Qur‘an yang lain.

Dalam beberapa kasus, al-Qur‘an mengintrodusir persoalan secara singkat atau


global dalam satu tempat. Kemudian, al-Qur‘an membicarakan persoalan yang
sama secara lebih terinci atau terurai di tempat lain. Dalam banyak hal al-Qur‘an
menerangkan dirinya sendiri (self explanatory).

2. Penafsiran ayat al-Qur‘an dengan Hadits

Hadits merupakan sumber kedua dari penafsiran bi al-ma‟thur. Hal itu


dilatarbelakangi oleh keberadaan nabi sebagai pelaku pertama dalam sosialisasi
ajaran Islam dalam konteks kemanusiaan, atau dengan kata lain sebagai guru
pertama terhadap ajaran Islam, serta mufassir pertama terhadap firman Allah.
Keberadaan Hadith nabi terhadap al-Qur‘an bisa diklasifikasikan sebagai berikut.

● Sebagai penjelas terhadap lafal al-Qur‘an.

● Sebagai petunjuk konkret terhadap konsep al-Qur‘an.

● Sebagai perinci terhadap ajaran-ajaran umum al-Qur‘an.

● Sebagai wacana edukatif terhadap kasus-kasus yang diuraikan dalam al-Qur‘an.

3. Penafsiran ayat al-Qur‘an dengan athar sahabat.

Penafsiran sahabat (athar) bisa dijadikan referensi dalam memahami konsep-


konsep al-Qur‘an. Diterimanya athar sahabat yang nota bene berada di bawah al-
Qur‘an itu sendiri dan Hadits Nabi SAW. dalam hal penafsiran al-Qur‘an
dikarenakan oleh kenyataan bahwa mereka hidup dan bersama dengan nabi saw.
menyaksikan nilai-nilai kesejarahan dari wahyu serta mengetahui kondisi
sosiologis pewahyuan (the circumstances of revelation), serta menerima ajaran
Islam dari sumbernya yang masih murni (nabi SAW).

4. Kedudukan pendapat tabi‘in dalam menafsirkan al-Qur‘an.

15
Berbeda dengan ketiga jenis penafsiran bi al-ma‟thur sebelumnya, jenis
penafsiran ayat al-Qur‘an dengan pendapat tabi‘in ini masih diperdebatkan untuk
bisa disebut bi al-ma‟thur. Pandangan yang menerimanya karena menganggap
pendapat tabi‘in diperoleh dari sahabat, sedangkan yang menolaknya karena
memandangnya sebagai opini mereka semata, tanpa terkait dengan sahabat
sehingga lebih layak masuk kategori bi al-ra'yi. Namun demikian, selama terjadi
penyandaran terhadap wacana-wacana tekstual (nashsh-nashsh), baik al-Qur‘an,
Hadiths ataupun athar sahabat secara ketat-tekstual-menyeluruh maka selama itu
pula masih dalam koridor tafsir bi al-ma'thur.

b. Tafsir bi al-Ra’yi

Tafsir bi al-Ra’yi adalah suatu jenis penafsiran yang dilakukan dengan


mengembangkan wacana-wacana tekstual (nash-nash) al-Qur‘an melalui
perangkat-perangkat kontekstual dengan memaksimalkan fungsionalisasi
argumentasi-rasional (ijtihad) daripada penyandaran secara ketat-tekstual-
menyeluruh terhadap nash-nash atau wacana-wacana tekstual.

Tafsir bi al-Ra’yi tidak berarti meninggalkan wacana-wacana tekstual, baik al-


Qur‘an, Hadith, athar sahabat maupun produk-produk ijtihad generasi pendahulu,
tetapi mendekati wacana-wacana tekstual itu dengan penghampiran argumentatif-
rasional (ijtihad). Hal itu bisa dipahami dari definisi yang disampaikan oleh al-
Dhahabi: "Tafsir bi al-Ra’yi adalah suatu upaya untuk menafsirkan dengan cara
ijtihad setelah memahami ujaran-ujaran orang Arab, lafal-lafal Arab beserta
maksudnya, sya‘ir-sya‘ir jahiliyah, asbab al-nuzul, nasikh dan mansukh dari ayat-
ayat al-Qur‘an dan selainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Qur‘an".
Karena pada prinsipnya tafsir bi al-ra'yi itu merupakan proses dan produk ijtihad,
maka berlaku padanya ketentuan-ketentuan ijtihad dan watak-wataknya. Produk
yang dihasilkan oleh proses ijtihad bisa benar (ashaba) dan bisa pula salah
(akhtha'a).

16
BAB III

KESIMPULAN

1. Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu

yang dibaca berulang-ulang". Sementara itu para ulama banyak yang

berpendapat berbeda-beda mengenai asal kata Alquran.Menurut para ahli

yang lain, dinamakan Al-Qur'an karena di dalamnya terhimpun hasil-hasil

dari semua kitab-kitab Allah.

2.Metode dalam memahami Al Qur'an ada 5 yaitu :

• Metode Tahlili : menjelaskan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya, secara


runtut sesuai perurutan ayat dalam mushaf.

• Metode ijmali: menjelaskan makna-makna umum yang terkandung dalam


ayat yang ditafsirkan.

• Metode muqarin: muqarin/perbandingan yaitu membandingkan penafsiran


ayat Alquran.

• Metode tematik: metode yang mengarahkan pandangan kepada satu tema


tertentu.

• Metode tafsir susastra: Sasaran metode ini adalah untuk mendapatkan pesan
al-Qur’an secara menyeluruh dan bisa diharapkan terhindari dari tarikan-tarikan
individual ideologis

Secara umum tafsir dibagi menjadi 2, yaitu Tafsir bi al-Ma’thur dan Tafsir bi al-
Ra’yi. Tafsir bi al-Ma’thur adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara
penyandaran secara ketat, tekstual, dan menyeluruh kepada wacana-wacana
keislaman tekstual ( nashsh-nashsh ), baik kepada al-Qur‘an itu sendiri, hadits,
athar sahabat, maupun pendapat tabi'in. Sedangkan Tafsir bi al-Ra’yi adalah
penafsiran yang dilakukan dengan mengembangkan wacana-wacana tekstual (
nash-nash) al-Qur‘an melalui perangkat-perangkat kontekstual.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Akmal Hawi,M. Ag.2014. Dasar-dasar Studi Islam.. Karisma putra utama
Offset Jakarta.
Musthafa Ahamad Al-Maraghi, 1974. Tafsir Al-Maraghi, Beirut
Jakarta
Aqib Zainal,& Ahmad Amirullah .2012. Ensiklopedia Untuk Belajar. Perpus
Nasional
Yogyakarta
Syaripudin Ahmad,2021. Metodologi Studi Islam. Muhamad Zaini
Provinsi Aceh
Dr.Muhtar Fathurrahman, M.Ag. 2010.Metodologi Study Islam, Pustaka Pelajar
Yogyakarta\
Dr. H. Muh. Arif, M.Ag. 2020. Metodologi Study Islam. Insan Cendikia Mandiri
Sumatra Barat
Sahalahuddin Rahmad, 2019. Pengantar Study Islam, Umsida Press
Sidoarjo, Jawa Timur

18

Anda mungkin juga menyukai