Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

USHUL AL-QUR’AN DAN


WAHYU
Dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Ushul Al-Qur’an

Oleh Kelompok 1 :

Pardomuan Harahap 23101037


Nessa Sapera 23101021
Nikma Hayani 23101071

Dosen Pengampu:
Muhammad Irhash Fakhruddin, M. Ag

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN
SUMATERA BARAT
1445 H / 2023 M

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan sedemikian rupa. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang telah memberikan teladan kepada seluruh
umatnya.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap, semoga kehadiran makalah ini bisa memberikan manfaat dan
wawasan bagi pembaca, dan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah-Nya kepada kita semua.

Padang, 16 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
I. PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
II. PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Ushul Qur’an........................................................................................................................5
a. Pengertian Ushul Qur’an...................................................................................................5
b. Pengertian Al-Qur’an........................................................................................................5
c. Perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadis Qudsi..................................................................6
B. Wahyu...................................................................................................................................8
a. Pengertian Wahyu Menurut Bahasa Dan Istilah...............................................................8
b. Cara Allah Menyampaikan Wahyu kepada Malaikat Jibril............................................11
c. Cara Allah Menyampaikan Wahyu kepada Rasul..........................................................12
d. Cara Turunnya Wahyu dari Malaikat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam...13
e. Penjelasan/Bantahan terhadap Musuh Islam Tentang Keraguan Mereka akan Wahyu..14
III. PENUTUP..............................................................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................................................17
B. Saran...................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17

3
I. PENDAHULUAN

Al-Qur'an adalah salah satu kitab suci terpenting dalam sejarah manusia, yang dianggap
sebagai wahyu ilahi yang diterima oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pada
abad ke-7 Masehi. Kitab suci ini bukan hanya panduan spiritual bagi umat Islam, tetapi juga
sebuah sumber pengetahuan, hukum, dan etika yang memengaruhi sebagian besar aspek
kehidupan manusia. Di balik kemuliaan Al-Qur'an, terdapat ilmu yang sangat penting dalam
memahaminya, yaitu "Ushul Al-Qur'an," yang membahas prinsip-prinsip dasar dan metodologi
penafsiran kitab suci ini.

Dalam konteks ini, makalah ini akan menjelaskan Ushul Al-Qur'an dan bagaimana ilmu
ini berperan dalam pemahaman wahyu ilahi yang terkandung dalam Al-Qur'an. Pemahaman yang
mendalam tentang konsep wahyu adalah kunci untuk memahami bagaimana Al-Qur'an menjadi
sumber ajaran dan panduan bagi umat Islam. Dalam makalah ini, kami akan menguraikan
pentingnya pemahaman yang benar terhadap wahyu dan Ushul Al-Qur'an.

Makalah ini akan dibagi menjadi beberapa bagian, termasuk pengertian ushul Qur’an
dan wahyu, perbedaan Al-Qur’an dan hadis Qudsi, peran wahyu dalam pembentukan Al-Qur'an,
bagaimana Allah menyampaikan wahyunya kepada Malaikat dan Rasul, turunnya wahyu dari
malaikat kepada Rasulullah dan bantahan terhadap musuh Islam tentang keraguan mereka akan
wahyu.

Melalui pemahaman yang benar terhadap wahyu dan Ushul Al-Qur'an, kita dapat
menghargai nilai spiritual dan pedoman praktis yang terkandung dalam Al-Qur'an, serta
menggunakannya sebagai panduan dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Makalah ini mengajak pembaca untuk menjelajahi konsep wahyu dan Ushul Al-Qur'an dengan
lebih dalam, sehingga dapat memperdalam pemahaman mereka tentang kitab suci
Islam yang agung ini.

4
II. PEMBAHASAN

A. Ushul Qur’an

A. Pengertian Ushul Qur’an

Ushul Al-Qur'an disebut demikian karena istilah "ushul" berasal dari


bahasa Arab yang berarti "prinsip" atau "asas,". Jadi, Ushul Al-Qur'an adalah ilmu
yang mempelajari prinsip-prinsip atau asas-asas yang mendasari pemahaman dan
penafsiran Al-Qur'an. Ini mencakup metode-metode penafsiran, aturan-aturan
penelitian, dan landasan teoretis yang digunakan untuk menjelaskan makna dan
pesan dalam Al-Qur'an. Dengan memahami ushul Al-Qur'an, umat Islam dapat
menginterpretasikan dan menerapkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dengan benar sesuai
dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam ilmu ini.

B. Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologi, lafadz al-Qur’an berasal dari fi’il Qara`a yang


mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan qira`ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan
yang tersusun rapih. Qur`an pada mulanya seperti qira`ah , yaitu masdar (infinitif)
dari kata qara` qira`atan, qur`anan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT,
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya.
Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (Al-
Qiyamah :17-18).

Lafal Qur`anah disini berarti qiraatuhu (bacaannya/cara membacanya).


Jadi kata itu adalah masdar menurut wazan (tashrif, konjungsi)`fu`lan` dengan
vokal `u` seperti `gufran` dan `syukran`. Kita dapat mengatakan qara`tuhu ,
qur`an, qira`atan wa qur`anan, artinya sama saja, suatu bacaan.

Menurut sebagian ulama seperti Imam Syafi’i, sebagaimana dikutip as-


Suyuthi, Qur ’an adalah ism ‘alam ghairu musytaq (nama sesuatu yang tidak ada
asal katanya), merupakan nama khusus untuk firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, seperti halnya Taurat dan Injil yang juga tidak

5
ada asal katanya. Jika Qur’an berasal dari kata qara-a berarti setiap yang dibaca
dapat dinamai Qur’an.

Dan para ulama menyebutkan definisi yang khusus, berbeda dengan


lainnya bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang pembacanya menjadi suatu
ibadah. Maka kata “Kalam” yang termaktub dalam definisi tersebut merupakan
kelompok jenis yang mencakup seluruh jenis kalam, dan penyandarannya kepada
Allah yang menjadikannya kalamullah, menunjukkan secara khusus sebagai
firman-Nya, bukan kalam manusia, jin, maupun malaikat.

C. Perbedaan antara Al-Qur’an dan Hadis Qudsi

Ada beberapa perbedaan antara Al-Qur’an dengan hadist qudsi. Dan yang
terpenting ialah;

1. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah


shallallahu’alaihi wa sallam beserta lafalnya, yang Allah menantang
bangsa Arab untuk membuat semisalnya namun mereka tidak mampu
untuk mendatangkan yang semisal Al-Qur’an. Atau bahkan hanya sepuluh
ayat, atau bahkan hanya satu ayat yang semisal Al-Qur’an. Bahkan
tantangan tersebut berlaku hingga sekarang dan ini adalah mukjizat Al-
Qur’an yang berlaku hingga akhir zaman. Sedangkan pada hadits qudsi,
tidak ada tantangan demikian.
2. Al-Qur’an dinisbatkan kepada Allah secara mutlak. Maka ketika menukil
Al-Qur’an kita mengatakan, “Allah berfirman….”. Sedangkan hadits
qudsi, sebagaimana sudah disebutkan, terkadang dalam bentuk
penyandaran kepada Allah, yaitu ketika disebutkan “Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, …”. Dan
terkarang dalam bentuk penyandaran kepada Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam, ketika disebutkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda, dari yang ia riwayatkan dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla…

6
3. Al-Qur’an seluruhnya dinukil secara mutawatir (periwayatan dari rawi
yang banyak hingga bernilai keyakinan). Sehingga ia memiliki
qath’iyyatuts tsubut (validitas yang pasti). Adapun hadits qudsi pada
umumnya merupakan khabar ahad, yang ia memiliki zhanniyatuts tsubut
(validitas yang tingkat keyakinannya berupa sangkaan kuat). Dan hadits
qudsi itu terkadang shahih, terkadang hasan, dan terkadang lemah.
4. Al-Qur’an itu makna dan lafalnya dari Allah. Dan ia adalah wahyu Allah
baik dalam lafal dan maknanya. Sedangkan hadits qudsi maknanya dari
Allah dan lafalnya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menurut
pendapat yang shahih. Dan ia adalah wahyu secara maknanya, bukan
lafalnya. Oleh karena itu boleh meriwayatkan hadits qudsi secara makna
menurut jumhur ulama ahli hadits.
5. Membaca Al-Qur’an adalah aktifitas ta’abbud (ibadah). Dan yang
disinggung dalam dalil-dalil keutamaan membaca kalamullah adalah
membaca Al-Qur’an. Sebagaimana hadits berikut,

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka baginya


satu kebaikan. dan satu kebaikan dilipat-gandakan sepuluh kali lipat. Aku
tidak mengatakan alif lam miim itu satu huruf, tapi alim satu huruf, lam
satu huruf dan mim satu huruf” (HR. At Tirmidzi 2910, ia berkata, “hasan
shahih gharib dari jalan ini”).
Adapun membaca hadits qudsi bukan aktifitas ta’abbud dan tidak boleh
dibaca pada qiraah dalam shalat. Namun orang yang membaca hadits
qudsi mendapat pahala secara umum (tergantung niatnya, pent.) dan bukan
pahala sepuluh kali lipat per huruf seperti yang disebutkan dalam hadits.

7
D. Wahyu

a. Pengertian Wahyu Menurut Bahasa Dan Istilah

 Menurut Bahasa (Etimologi)


Al-Wahy (Wahyu) adalah kata masdar (infinitif). Dia menunjuk
pada dua pengertian dasar, yaitu ; tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu,
dikatakan, “Wahyu ialah informasi secara tersembunyi dan cepat yang
khusus ditujukan kepada orang tertentu tanpa diketahui orang lain. tetapi
terkadang juga bermaksud al-muha, yaitu pengertian isim maf”ul,
maknanya yang diwahyukan. Secara kebahasaan pengertian wahyu
meliputi :
a) Yang pertama, wahyu bermakna ilham kepada manusia. Allah
berfirman :
ٓ
ِ ْ‫َواَوْ َح ْينَٓا اِ ٰلى اُ ِّم ُموْ ٰ ٓسى اَ ْن اَر‬
‫ض ِع ْي ۚ ِه‬
Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa).
[QS. Al-Qashas ayat 7]
Terjemahan tekstual dari kata “‫ ” َوَأوْ َح ْينَا‬dalam ayat tersebut adalah
“Kami mewahyukan”. Namun mewahyukan yang dimaksud bukan
mewahyukan seperti Allah mewahyukan para Nabi. Namun
mewahyukan disini mengandung pengertian mengilhami manusia.
Yang mana dalam ayat tersebut Allah ilhamkan kepada ibunya
Musa untuk menyusui anaknya.
b) Yang kedua, wahyu bermakna naluri yang diberikan kepada
hewan. Allah berfirman :

َ‫ْر ُشوْ ۙن‬ ِ َ‫ك اِلَى النَّحْ ِل اَ ِن اتَّ ِخ ِذيْ ِمنَ ْال ِجب‬
ِ ‫ال بُيُوْ تًا َّو ِمنَ ال َّش َج ِر َو ِم َّما يَع‬ َ ُّ‫َواَوْ ٰحى َرب‬

Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di


pegunungan, pepohonan, dan bangunan yang dibuat oleh manusia.
[QS. An-Nahl ayat 68]

Dalam ayat tersebut Allah menggunakan kata “‫”وَأوْ َحى‬


َ yang artinya
adalah mewahyukan. Makna mewahyukan disini adalah ilham dari

8
Allah berupa naluri dan insting yang diberikan kepada hewan.
Dalam ayat tersebut Allah memberikan naluri atau insting kepada
lebah untuk membuat sarang di bukit, pohon kayu, dan tempat
yang dibikin manusia.

c) Yang ketiga, wahyu bermakna memberi isyarat yang cepat. Allah


berfirman :

ِ ‫فَ َخ َر َج ع َٰلى قَوْ ِم ٖه ِمنَ ْال ِمحْ َرا‬


‫ب فَاَوْ ٰ ٓحى اِلَ ْي ِه ْم اَ ْن َسبِّحُوْ ا بُ ْك َرةً َّو َع ِشيًّا‬

“Lalu, (Zakaria) keluar dari mihrab menuju kaumnya lalu dia


memberi isyarat kepada mereka agar bertasbihlah kamu pada
waktu pagi dan petang.”
[QS. Maryam ayat 11]

Kata “‫ ”فََأوْ َحى‬pada ayat di atas bermakna memberikan isyarat. Ayat


tersebut bercerita tentang Nabi Zakariya yang sedang berpuasa dari
berbicara selama tiga hari tiga malam. Sehingga ketika harus
menyampaikan pesan kepada kaumnya untuk bertasbih di waktu
pagi dan petang ia melakukannya dengan memberi isyarat.

d) Yang keempat, wahyu bermakna bisikan setan. Allah berfirman :

‫ۚ َواِ َّن ال َّش ٰي ِط ْينَ لَيُوْ حُوْ نَ اِ ٰلٓى اَوْ لِيَ ۤا ِٕى ِه ْم لِيُ َجا ِدلُوْ ُك ْم‬

Sesungguhnya setan benar-benar selalu membisiki kawan-


kawannya agar mereka membantahmu
[QS. Al-An'am ayat 121]

Kata “ َ‫ ”لَيُوحُون‬pada ayat tersebut bermakna membisikkan.

e) Yang kelima, wahyu bermakna perintah Allah pada malaikat.


Allah berfirman :

9
ۤ
‫ك اِلَى ْال َم ٰل ِٕى َك ِة اَنِّ ْي َم َع ُك ْم فَثَبِّتُوا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ۗا‬
َ ُّ‫اِ ْذ يُوْ ِح ْي َرب‬

(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat,


“Sesungguhnya Aku bersamamu. Maka, teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang beriman.
[QS. Al-Anfal ayat 12]

 Secara Istilah (Terminologi)


Adapun pengertian wahyu secara istilah syar'i yang dikemukakan
para ahli adalah sebagai berikut :
a) Az-Zuhri :

‫ْال َوحْ ُي َما يُو ِحي هَّللا ُ ِإلَى نَبِ ٍّي ِمنَ اَأْل ْنبِيَا ِء فَي ُْثبِتُهُفِي قَ ْلبِ ِه‬

Wahyu adalah apa yang diwahyukan kepada para Nabi, kemudian


Allah teguhkanwahyu itu di dalam hatinya.

b) Manna Al-Qotthon :

‫كالم هللا تعالى ال ُمنَ َّز ُل على نبي من أنبيائه‬

Kalam Allah ta'ala yang diturunkan kepada para Nabi-Nya.

c) Ibnu Hajar Al-Asqolani :

ِ ْ‫اِإْل عْاَل ُم بِال َّشر‬


‫ع‬

Pemberitahuan tentang syariat.

Sedangkan wahyu Allah kepada para nabi secara syari’at


mereka definisikan sebagai “Kalam Allah yang diturunkan kepada
seorang nabi.” Ustadz Muhammad Abduh mendefinisikan wahyu
di dalam Risalah At-Tauhid sebagai “ Pengetahuan yang didapati
seseorang dari dalam dirinya dengan suatu keyakinan bahwa
pengetahuan itu dating dari Allah, baik dengan melalui perantaraan

10
ataupun tidak. Yang pertama melalui suara yang terjelma dalam
telinganya atau bahkan tanpa suara. Beda antara wahyu dengan
ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini oleh jiwa yang
mendorong untuk mengikuti apa yang diminta, tanpa sadar
darmana datangnya. Hal seperti itu serupa dengan perasaan lapar,
haus, sedih, dan senang."

B. Cara Allah Menyampaikan Wahyu kepada Malaikat Jibril

 Pertama, dalam Al-Qur’an terdapat nash mengenai kalam Allah kepada


malaikat-Nya,
ۤ
ُ‫ك ال ِّد َم ۤا ۚ َء َو َنحْ ن‬ ِ ْ‫ك ل ِْل َم ٰل ِٕى َك ِة ِا ِّنيْ َجاعِ ٌل فِى ااْل َر‬
ُ ِ‫ض َخلِ ْي َف ًة ۗ َقالُ ْٓوا اَ َتجْ َع ُل فِ ْي َها َمنْ ُّي ْفسِ ُد فِ ْي َها َو َيسْ ف‬ َ ‫َوا ِْذ َقا َل َر ُّب‬
ْ ‫ك ۗ َقا َل ِا ِّن ْٓي اَعْ لَ ُم َما اَل َتعْ لَم‬
‫و َن‬22ُ َ ‫ِك َو ُن َق ِّدسُ َل‬
َ ‫ُن َس ِّب ُح ِب َحمْ د‬

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku


hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau
hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana,
sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia
berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
[QS. Al-Baqarah ayat 30]
Juga tentang wahyu Allah kepada mereka, (Ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku
bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah
beriman.”
(Al-Anfal:12)
Ada juga nash tentang para malaikat yang mengurus urusan dunia
menurut perintah-Nya, “Demi malaikat-malaikat yang membagi-bagi
urusan.”(Adz-Zariyat:4); “Dan demi malaikat-malaikat yang mengatur
urusan dunia.” (An-Nazi’at:5).
Ayat-ayat di atas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah
berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan
yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadist dari

11
Nuwas bin Sam’an radialahhu anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah
SAW bersabda, “Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai
suatu urusan. Dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun bergetar
dengan getaran atau dia menyatakan dengan goncangan yang dahsyat
karena takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ketika penghuni langit
mendengarnya, maka pingsan dan jatuh. Lalu bersujudlah kepada Allah.
Yang pertama sekali mengangkat kepalanya di antara mereka itu adalah
Jibril, lalu Allah menyampaikan wahyunya kepada Jibril menurut apa
yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat.
Setiap kali dia melalui satu langit, para malaikatnya bertanya pada Jibril:
“Apakah yang telah difirmankan Tuhan kita, wahai Jibril?” Jibil
menjawab: “Dia mengatakan yang hak dan Dialah yang Mahatinggi lagi
Mahabesar.” Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang
dikatakan oleh Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti
diperintahkan Allah Azza wa Jalla.”

 Kedua, jelas bahwa Al-Qur’an telah dituliskan di lauhul mahfuzh,


berdasarkan firman Allah, “Bahkan ia adalah Al-Qur’an yang mulia yang
tersimpan di lauhul mahfuzh.” (Al-Buruj: 21-22)
Demikian juga, Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus ke Baitul ‘Izzah yang
berada di langit dunia pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan.
“Sesungguhnya kami menurunkannya Al-Qur’an pada Lailatul
qadar.”(Al-Qadr:1); “Sesungguhnya kami menurunkannya Al-Qur’an
pada suatu malam yang diberkahi.” (Ad-Dukhan:3); “Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah;185)

C. Cara Allah Menyampaikan Wahyu kepada Rasul

Allah menurunkan wahyu kepada para rasul-Nya dengan dua cara; Ada
melalui perantaraan da nada yang tidak melalui perantaraan.
Yang pertama; melalui Jibril, malaikat pembawa wahyu.

12
Yang kedua; Tanpa melalui perantaraan. Diantaranya ialah, mimpi yang
benar dalam tidur.
 Mimpi yang benar dalam tidur. Aisyah Radiallahu Anha berkata,
“Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam adalah mimpi yang benar itu datang bagaikan terangnya
pagi hari”. (Muttafaq Alaih)
Mimpi yang benar bagi para nabi di waktu tidur itu merupakan satu dari
sekian macam cara Allah “berkomunikasi” dengan hamba pilihan-Nya,
“Allah tiada berbicara dengan seorang manusia pun, kecuali dengan
perantaraan wahyu atau dari balik tabir atau dengan mengutus utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia
kehendaki. Dia sesungguhnya Maha Tinggi dan Maha Bijaksana.” (Asy-
Syura:54)
 Kalam ilahi dari balik tabir tanpa perantara. Seperti yang terjadi pada
Musa Alaihissalam. “Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada
waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung)
kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu)
kepadaku agar aku dapat melihat-Mu”. (Al-A’raf:143)

‫َو َكلَّ َم هّٰللا ُ م ُْو ٰسى َت ْكلِ ْيم ًۚا‬

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.”


(An-Nisaa’:164)

D. Cara Turunnya Wahyu dari Malaikat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa


Sallam

Ada 2 cara penyampaian wahyu oleh malaikat kepada Rasul :


 Pertama; Datang denga suatu suara seperti suara lonceng, yaitu suara
yang amat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran, sehingga ia dengan
segala ketakutannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini adalah yang
paling bagi Rasul. Apabila wahyu yang turun kepada Rasulullah dengan
cara ini, biasanya beliau mengumpulkan segala kekuatan dan

13
kesadarannya untuk menerima, menghafal, dan memahaminya. Terkadang
suara itu seperti kepakana sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkan
dalam hadist,
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat
memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya,
bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.”
(HR. Al-Bukhari)

 Kedua; Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki. Cara


ini lebih ringan daripada cara pertama, karena adanya kesesuaian antara
pembicara dengan pendengar. Rasul merasa senang sekali mendengarkan
dari utusan pembawa wahyu itu, karena merasa seperti seorang manusia
berhadapan dengan saudaranya sendiri.
Keadaan Jibril menampakkan diri seperti seorang laki-laki itu tidaklah
mengharuskan ia melepaskan sifat kerohaniannya. Dan tidak pula berarti
bahwa zatnya telah berubah menjadi seorang laki-laki. Tetapi yang
dimaksud adalah bahwa dia menampakkan diri dalam bentuk manusia tadi
untuk menyenangkan Rasulullah sebagai manusia. Yang sudah pasti
keadaan pertama –tatkala wahyu turun seperti dencingan lonceng- tidak
menyenangkan karena keadaan yang demikian menuntut ketinggian rohani
dari Rasulullah saw. yang seimbang dengan tingkat keruhanian malaikat.

“Tidak mungkin bagi seorang manusia untuk diajak berbicara langsung


oleh Allah, kecuali dengan (perantaraan) wahyu, dari belakang tabir,
atau dengan mengirim utusan (malaikat) lalu mewahyukan kepadanya
dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi
lagi Mahabijaksana.”(Asy-Syura:51)

E. Penjelasan/Bantahan terhadap Musuh Islam Tentang Keraguan Mereka akan


Wahyu

14
Orang-orang Jahiliyah baik yang klasik ataupun yang modern selalu berusaha
menimbulkan keraguan (syubhat) terhadap wahyu dengan sikap keras kepala dan
sombong. Tetapi syubhat itu lemah dan tidak dapat diterima.

 Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan wahyu, tetapi dari pribadi


Muhammad. Dialah yang menciptakan maknanya, dan menyusun “bentuk
gaya dan bahasanya”.

“Dan jika dia [yaitu para Nabi] yang memalsukan wacana ini dan
kemudian menghubungkannya dengan Kami, niscaya Kami akan
menangkap tangan kanannya, dan kemudian memotongnya urat
kehidupan; dan tidak seorang pun di antara kamu yang dapat
menghalangi Kami untuk melakukan hal itu.”(Al-Haqqah:44-47)

 Orang-orang jahiliyah, dahulu dan sekarang, menyangka bahwa


Rasulullah memiliki ketajaman akal, penglihatan yang dalam, firasat yang
kuat, kecerdikan yang hebat, kejernihan jiwa dan renungan yang benar,
yang menjadikannya mampu menimbang ukuran-ukuran yang baik dan
buruk, benar dan salah melalui ilham (intuisi), mengenali perkara-
perkarayang rumit melalui kasyaf, sehingga Al-Qur’an itu tidak lain
daripada yang hasil penalaran intelektual dan pemahaman yang
diungkapkan oleh Nabi Muhammad dengan gaya bahasa dan retorika yag
hebat. Padahal Nabi Muhammad sendiri tidak semasa dengan umat-umat dan
peristiwa-peristiwa di atas dengan segala macam kurun waktunya sehingga
beliau dapaat menyaksikan dan menyampaikan beritannya. Demikian pula beliau
tidak mewarisi kitab-kitabnya untuk di pelajari secara terinci dan kemudian
menyampaikan beritanya.

‫ َولَٰ ِكنَّٓا َأ َنشٰ ۡأاَن‬٤٤ ‫لشٰ هِ ِد َين‬ ‫نت جِب َا ِن ِب ٱلۡغَر ۡذ قَ َضٰينٓا ىَل مو ٱَأۡلمٰٰر ومٰٰا ُك َ ٱ‬ َ ‫َو َما ُك‬
ٰ َّ ‫نت ِم َن‬ َ َ َ ۡ ‫ۡ َ ٰ ُ ىَس‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
ّ ِ ‫ۡ يِب‬
َ ‫قُ ُرواٗن فَتَ َط َاو َل عَلَهۡي ِ ُم ٱلۡ ُع ُم ُ ۚر َو َما ُك‬
‫نت اَث ِواٗي يِف ٓ َأهۡلِ َمدۡ يَ َن تَ ۡتلُو ْا عَلَهۡي ِ ۡم َءايَٰ ِتنَا َولَٰ ِكنَّا ُكنَّا ُم ۡر ِس ِل َني‬
“Dan tidaklah kamu (Muhammad) berada di sisi yang sebelah barat ketika Kami
menyampaikan perintah kepada Musa, dan tiada pula kamu termasuk orang-

15
orang yang menyaksikan. Tetapi Kami telah mengadakan beberapa generasi,
dan berlalulah atas mereka masa yang panjang, dan tiadalah kamu tinggal
bersama-sama penduduk Mad-yan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada
mereka, tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul.” (Al-Qasas: 44-45)

“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak
(pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang
baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)

“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-
Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya
adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (Yusuf: 3)

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami
wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta
mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi)
siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam...” (Ali-Imran: 44)

 Orang-orang jahiliyah klasik dan modern berasumsi bahwa Nabi Muhammad


telah menerima ilmu-ilmu Al-Qur’an dari seorang guru. itu tidak salah, akan
tetapi guru yang menyampaikan Al-Qur’an itu ialah malaikat pembawa wahyu,
bukan gur yang berasal dari kaumnya sendiri atau kaum lain.

‫ ّ ُّمب ٌِني‬ٞ ‫ ّي َو َهٰ َذا ِل َس ٌان َع َريِب‬ٞ ‫ون لَ ۡي ِه َأجۡع َ ِم‬ ‫ٱ‬
َ ُ‫ ۗ ِل ّ َس ُان ذَّل ِ ي يُلۡ ِحد‬ٞ ‫ون ن َّ َما يُ َع ِل ّ ُمهُۥ بَرَش‬َ ُ‫َولَ َقدۡ ن َ ۡعمَل ُ َأهَّن ُ ۡم ي َ ُقول‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya
Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)".
Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar
kepadanya bahasa ´Ajam, sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang
terang.” (An-Nahl: 103)

16
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam makalah ini, kita telah menjelajahi konsep dari Ushul al-Qur'an dan
bagaimana wahyu dapat sampai kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Kita telah memahami bahwa Ushul al-Qur'an adalah cabang ilmu yang mempelajari
sumber, asal-usul, dan metode penafsiran Al-Qur'an, sedangkan wahyu adalah cara Allah
berkomunikasi dengan para nabi dan rasul-Nya.

Dari pembahasan ini, kita juga menyadari bahwa Al-Qur'an adalah pedoman
hidup bagi umat Islam, dan penafsiran yang benar diperlukan untuk memahami pesan
moral, etika, dan hukum yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, memahami
Ushul al-Qur'an adalah kunci untuk mendekati Al-Qur'an dengan pemahaman yang
mendalam.

Selain itu, kita juga mengingatkan bahwa wahyu adalah cara Allah
menyampaikan pesan-pesan-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul-Nya.
Wahyu adalah salah satu fondasi utama agama Islam dan memainkan peran penting
dalam pandangan dunia Muslim.

B. Saran

Dalam penutup ini, kita menekankan pentingnya terus-menerus memperdalam


pengetahuan kita tentang Al-Qur'an dan wahyu. Islam adalah agama yang berpegang
teguh pada ajaran-ajaran Al-Qur'an, dan memahami Ushul al-Qur'an adalah langkah awal
untuk meraih pemahaman yang lebih dalam tentang agama ini.
Dengan demikian, kita harus terus-menerus belajar dan merenungkan makna dan
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur'an. Semoga makalah ini memberikan kontribusi
positif dalam pemahaman kita tentang Ushul al-Qur'an dan wahyu.

17
DAFTAR PUSTAKA

Syaikh manna' Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta : Pustaka Al-
Kautsar, 2006.

https://an-nur.ac.id/pengertian-al-quran-nama-nama-al-quran-dan-sifatnya/

https://muslim.or.id/31262-perbedaan-al-quran-dan-hadits-qudsi.html

https://www.nasehatquran.com/2020/10/pengertian-wahyu.html?m=1

18
19

Anda mungkin juga menyukai