Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS III (Kodifikasi Hadis)

MAKALAH

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas terstruktur pada


mata kuliah ushul al-hadis

Oleh Kelompok 9

1. Amrina Rasyada (2022. 2999)


2. Elgusmaini (2022. 3011)
3. Ummi Kalsum (2022. 3116)

Kelas 1 IQT-C

Dosen Pengampu
Onrico Candra, Lc., M. Ud.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IQT)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
PENGEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN (STAI-PIQ)
SUMATERA BARAT
2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah Swt. atas
segala rida dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Sejarah Perkembangan Hadis III (Kodifikasi Hadis)”. Selawat dan salam
semoga tercurah kepada baginda tercinta, yaitu Nabi Muhammad Saw. yang
syafaatnya selalu dinanti.

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi sebagian tugas mata
kuliah ushul al-hadis. Dengan harapan agar pembaca dapat mengambil manfaat serta
menambah pengetahuan pembaca terutama penulis tentang topik yang dibahas dalam
makalah ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah,


Onrico Candra, Lc., M. Ud. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan makalah ini. Terimakasih kepada anggota kelompok yang telah
bekerja keras demi selesainya makalah ini. Demi kesempurnaan makalah ini, saran
dan kritik dari pembaca tentunya akan sangat membantu, agar penulisan makalah di
masa mendatang menjadi jauh lebih baik.

Padang, 17 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. A Pengertian kodifikasi hadis (tadwin al-hadits) .......................................... 3


B. Ide dan pelaksanaan kodifikasi hadis ............................................................. 4
C. Hasil yang dicapai, lahirnya bentuk-bentuk kitab hadis: al-muwatha’,
al-musnad, al-jami’, al-sunan, al-mustadrak, al-mustakhraj, al-jaza’,
al-majami’, al-mushnnaf. ............................................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 11

A. Kesimpulan .................................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kaum muslimin meyakini bahwa hadis merupakan sumber hukum


utama sesudah Al-Qur'an. Keberadaannya merupakan realitas nyata dari
ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an. Hal ini karena tugas rasul
adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang
terkandung dalam risalah yakni Al-Qur'an. Sedangkan hadis, hakikatnya tak
lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran Al-Qur'an itu sendiri.

Secara historis perjalanan hadis tidak sama dengan perjalanan Al-


Qur’an, jika Al-Qur'an sejak awalnya sudah diadakan pencatatan secara resmi
olch pencatat wahyu atas petunjuk dari Nabi, dan tidak ada tenggang waktu
antara turunnya wahyu dengan penulisannya, maka tidak demikian halnya
dengan hadis. Jika Al-Qur'an secara normatif telah ada garansi dari Allah, dan
tidak ada keraguan akan otentisitasnya, maka tidak demikian dengan hadis.

Pada masa Nabi masih hidup, hadis belum ditulis dan berada dalam
benak atau hafalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk
melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai
keterangan segala sesuatu walaupun pada kenyataannya ada beberapa sahabat
yang menuliskan hadits karena mendapat restu dari Nabi sendiri. Suatu ketika
terjadi suatu masalah yang menyebabkan terjadinya perpecahan, sehingga
munculnya hadis-hadis palsu. Hal tersebut yang menjadikan salah satu faktor
dilakukannya kodifikasi hadis. Dengan tujuan untuk menyelamatkan dan
mencegah hadis dari kemusnahan dan pemalsuan.

1
2

B. Rumusan Masalah

Pada makalah ini, penulis akan membahas terkait pertanyaan di bawah ini:
1. Mahasiswa mengetahui pengertian kodifikasi hadis (tadwin al-hadits);
2. Mahasiswa mengetaui ide dan pelaksanaan kodifikasi hadis;
3. Mahasiswa mengetahui hasil yang dicapai, lahirnya bentuk-bentuk kitab
hadis: al-muwatha’, al-musnad, al-jami’, al-sunan, al-mustadrak, al-
mustakhraj, al-jaza’, al-majami’, al-mushnnaf.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodifikasi Hadis (tadwin al-hadits)


Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah tadwin yang
merupakan bentuk masdar dari dawwana, yodawwinu dan tadwinan yang
berarti pembukuan. Pembukuan adalah mengumpulkan sesuatu yang tertulis
berbentuk lembaran-lembaran dan hafalan yang ada di dalam dada, kemudian
menyusunnya hingga menjadi satu kitab 1 . Jadi kodifikasi berbeda dengan
menulis, karena menulis belum tentu disusun menjadi buku, sedangkan
kodifikasi adalah tulisan yang telah dibukukan.

Sejak zaman kenabian, hadis adalah ilmu yang mendapat perhatian


besar dari kaum muslimin. Hadis mendapat tempat tersendiri di hati para
sahabat, tabi’in dan orang-orang yang datang setelah mereka. Setelah Al-
Qur’an, seseorang akan dimuliakan sesuai dengan tingkat keilmuan dan
hafalan hadisnya. Karena itu, mereka sangat termotivasi untuk mempelajari
dan menghafal hadis-hadis Nabi melalui proses periwayatan.

Di awal pertumbuhan ilmu hadis, kaum muslimin lebih cenderung


bertumpu pada kekuatan hafalannya tanpa menuliskan hadis-hadis yang
mereka hafal sebagaimana yang mereka lakukan dengan Al-Qur'an.
Kemudian, ketika sinar Islam mulai menjelajah berbagai negeri dan wilayah,

1
Manna' Al-Qaththan, Mabahis fi 'Ulum Al-Hadits, (Kairo: Maktabah
Wahbah, Cet ke-1, 1994), h 33.

3
4

kaum muslimin semakin meluas, para sahabat pun menyebar di sejumlah


negeri tersebut dan sebagiannya sudah mulai meninggal dunia serta daya hafal
kaum muslimin yang datang setelah mereka sedikit lemah, kaum muslimin
mulai merasakan pentingnya mengumpulkan hadis dengan menuliskannya.

Jadi tadwin al-hadits (kodifikasi hadis) dapat dipahami sebagai


penghimpunan, penulisan, dan pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari
penguasa Negara (khalifah) bukan dilakukan atas inisiatif perorangan atau
untuk keperluan pribadi. Usaha ini mulai direalisasikan pada masa
pemerintahan khalifah ke-8 Bani Umayyah yaitu, khalifah Umar bin Abdul
Aziz (99-101 H/ 717- 720 M) melalui instruksinya kepada gubernur Madinah,
Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm yang berbunyi:
"Periksalah hadis Nabi Muhammad SAW dan tuliskanlah karena aku khawatir
bahwa ilmu (hadis) akan lenyap dengan meninggalnya ulama dan tolaklah
hadis selain dari Nabi Muhammad Saw., hendaklah hadis disebarkan dan
diajarkan dalam majelis-majelis sehingga orang-orang yang tidak mengetahui
menjadi mengetahuinya, sesungguhnya hadis itu tidak akan rusak sehingga
disembunyikan (oleh ahlinya)".

B. Ide dan Pelaksanaan Kodifikasi Hadits

Penghimpunan hadis Nabi secara tertulis pertama kali dilakukan oleh


Umar ibn Abd al-Aziz (khalifah ke-8 dari Bani Umayyah) untuk
merealisasikan idenya itu, Umar bermusyawarah dengan para sahabat Nabi
dan beristikharah.
5

Ada beberapa hal mendasar alasan khalifah Umar ibn Abd al-Aziz mengambil
kebijaksanaan untuk mengodifikasi hadis, yaitu sebagai berikut:
1. Khawatir hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama di
medan perang adalah faktor yang utama. Sebab, peranan para ulama
pada saat itu bukan hanya mengajarkan ilmu agama, melainkan juga
turut ke medan perang, bahkan mengambil peran penting dalam
pertempuran. Para ulama pada setiap kota menyambut baik rencana
pelaksanaan pembukuan hadis yang dianjurkan khalifah. Mereka
mengumpulkan berbagai hadis, menyaringnya, dan memisah-
misahkan hadis yang sahih dan yang lemah;
2. Khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan
hadis-hadis yang palsu;
3. Dengan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara
kemampuan tabi’in antara yang satu dan yang lainnya tidak sama,
usaha kodifikasi ini sangat diperlukan 2;
4. Kemauan beliau yang kuat untuk tidak membiarkan hadis hilang dan
lenyap;
5. Kemauan yang keras untuk membersihkan dan memelihara hadis dari
hadis-hadis maudu’ karena perbedaan ideologi politik;
6. Telah hilangnya kekhawatiran bercampur aduknya hadis dengan Al-
Qur’an, karena Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf jauh
sebelumnya;
7. Dibayang-banyangi oleh konfrontasi antar umat Islam dan non-Islam
yang menyebabkan ahli hadis semakin berkurang.

2 Ayat Dimyati, Teori Hadis, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2016), h. 274.


6

Faktor-faktor yang mendorong untuk melakukan kodifikasi hadis adalah


sebagai berikut:
1. Pada akhir abad pertama Hijriah, para penghafal hadis semakin
berkurang karena banyak yang sudah meninggal dunia baik akibat
sudah tua maupun karena gugur di medan perang;
2. Periwayatan secara lisan dengan mengandalkan hafalan dan ingatan
dalam keseragaman lafaz dan makna tidak bisa berlangsung lama;
3. Mulai tahun 40 Hijriah periwayatan hadis dikaburkan oleh timbulnya
pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang kafir, munafik, dan
zindiq yang terjadi di kalangan umat Islam;
4. Pada masa tabi'in tidak dikhawatirkan lagi tercampurnya antara Al-
Qur’an dan hadis;
5. Perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju karena semakin luas
wilayah penyebaran Islam.

Pengkodifikasian hadis dilakukan secara resmi dari pemerintah Umar


ibn Abd al-Aziz, yang dikenal secara umum dari kalangan penguasa yang
memprakarsai pembukuan hadis Nabi Saw. secara resmi. Akan tetapi,
menurut Ajjaj at-Khathib berdasarkan sumber yang sah dari Thabaqat ibn
Sa'd, kegiatan pembukuan hadis ini telah lebih dahulu diprakarsai oleh Abd
al-Aziz ibn Marwan (w. 85 H), ayah dari Umar ibn Abd al-Aziz. Riwayat
menceritakan bahwa Abd al-Aziz telah meminta Katsir ibn Murrah al-
Hadhrami, seorang Tabi'in di Himsha yang pernah bertemu dengan tidak
kurang dari 70 veteran Badar dari kalangan sahabat, untuk menuliskan hadis-
hadis Nabi Saw. yang pernah diterimanya dari para sahabat selain Abu
Hurairah, dan selanjutnya mengirimkannya kepada Abd al-Aziz sendiri.
7

Abd al-Aziz menyatakan bahwa hadis-hadis yang diriwayatkan oleh


Abu Hurairah sudah dimiliki catatan yang didengarnya sendiri secara
3
langsung. Perintah tersebut adalah pertanda bahwa telah dimulainya
pembukuan hadis secara resmi yang diprakarsai oleh penguasa, dan hal
tersebut terjadi pada tahun 75 H.4
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz, melalui instruksinya kepada pejabat
daerah agar memperhatikan dan mengumpulkan hadis dari para penghafalnya.
Seruan ini disambut positif oleh gubernur yang berkuasa pada saat itu dan
membuahkan hasil dengan tampilnya dua pelopor kodifikator, yaitu
Muhammad ibn Hazm (w. 117 H) dan Muh}ammad Shihab al-Zuhri (w. 124
H). Ulama menetapkan al-Zuhri sebagai penyusun kitab hadis pertama, tidak
ada kesepakatan di kalangan ulama mengenai siapa yang menjadi tokoh utama
dalam menyusun kitab hadis di antara mereka. 5
Para ulama hadis yang menghimpun dan menuliskan hadis pada masa tersebut
adalah:
1. 'Abd al-Malik ibn 'Abd al-'Aziz ibn Juraij al-Bashri (80-150 H/669-
767 M) di Mekah;
2. Malik ibn Anas (93-179 H/703-798 M), dan Muhammad ibn Ishaq (w.
151 H/768 M) di Madinah;
3. Al-Rabi' ibn Shabih (w. 160 H), Sa'id ibn Abi Arubah (w. 156 H), dan
Hammad ibn Salamah (w. 167 H) di Basrah;
4. Sufyan al-Tsauri (w.97- 161 H) di Kufah;
5. Khalid ibn Jamil al-'Abdi dan Ma'mar ibn Rasyid (95-153 H) di
Yaman;

3 Ibid,. h.218.
4
Ibid,. h.176, 218.
5
Zaini, Metode..., h.26-27.
8

6. ‘Abd al-Rahman ibn Amr Al-Auza’i (w. 88-57 H) di Syam;


7. 'Abd Allah ibn al-Mubarak (118-181 H) di Khurasan;
8. Hasyim ibn Basyir (104-183 H) di Wasith;
9. Jarir ibn Abd al-Hamid (110-188 H) di Rei;
10. ‘Abd Allah ibn Wahab (125-197 H) di Mesir.6

Pada abad III H, para ulama melaksanakan kodifakasi hadis dengan


mengambil cara baru yang berbeda dengan cara yang ditempuh oleh ulama
hadis sebelumnya. Kodifkasi hadis pada abad pertama hijriah dilakukan
dengan penulisan pada lembaran-lembaran, di samping mengandalkan
hafalan-hafalan para ulama. Abad II H, para ulama mengumpulkan dan
membukukan hadis tanpa kualifikasi. Dalam kodifikasi hadis mereka masih
bercampur antara perkataan sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in. Kemudian,
ulama pada awal abad III H telah berhasil men-tadwinkan hadis dengan
memisahkan hadis-hadis yang berasal dari Nabi dari percampuran perkataan
sahabat dengan fatwa tabi’in, yang dikenal dengan musnad. Para ulama hadis
menyusun hadis secara sistematis dengan menggunakan metode berdasarkan
sanad dan berdasarkan bab. 7 Setelah berakhirnya kodifkasi hadis pada masa
atba’ al-tabi’in proses pengumpulan hadis masih terus berlanjut, pada abad IV
Masa pembersihan, penyusunan, penambahan dan pengumpulan hadis dan
pada abad V sampai sekarang, masa ini merupakan kelanjutan masa
sebelumnya dan menambah semakin banyaknya khazanah hasil tadwin ulama
hadis.

6 'Aiiaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 182: Syuhudi lsmail, Pengantar llmu


Hadis, h. 104.
7
al-Qattan, Pengantar..., h.53.
9

C. Hasil yang Dicapai, Lahirnya Bentuk-bentuk Kitab Hadis: al-muwatha’,


al-musnad, al-jami’, al-sunan, al-mustadrak, al-mustakhraj, al-jaza’, al-
majami’, al-mushnnaf.

Hasil yang dicapai dari kodifikasi hadis sebagai berikut ini:


1. Al-Mawatha’, tidak hanya berisi hadis Nabi Saw. tetapi juga berbagai
pendapat dan keputusan hukum para shahabat dan tabi’in. Kitab ini
dinamakan Muwatha’ karena si pengarang, Imam Malik, menulis kitab ini
untuk mempermudah dan mempersiapkan kitab (watha ahit) untuk umat
manusia. Pendapat lain menyatakan, sebab dinamakannya kitab ini dengan
Muwatha’ adalah karena Malik telah menyodorkan kitab itu untuk
dikoreksi oleh tujuh puluh ulama Madinah yang semuanya sepakat
denganku (watha anl). Maka ia menamakannya Muwatha’;
2. Al-Musnad, hadis dengan tipe musnad masih mencampuradukkan antara
hadis Nabi dengan berbagai keputusan dan tambahan hukum dari para
khalifah, sahabat senior dan tabi’in;
3. Al-Jami’, al-Jami’ adalah jamak dari jami’. Jami’ dalam karya hadis
adalah yang disusun dan dibukukan pengarangnya terhadap semua
pembahasan agama. Dalam kitab ini, akan ditemukan bab tentang iman
(akidah), thaharah, ibadah, mu'ammalah, pernikahan, sirah, riwayat hidup,
tafsir, adab, penyucian jiwa, fitnah, dan sebagainya. Kitab al-Jami’ ialah
kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi, disusun atas beberapa bab yang
berisi tentang berbagai tema;
4. As-Sunan, as-Sunan adalah kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab
tentang fiqih dan hanya memuat hadis yang marfu' agar dijadikan sebagai
sumber bagi para fuqaha dalam mengambil kesimpulan hukum. As-Sunan
berbeda dengan Al- Jami’. Dalam As-Sunan tidak terdapat pembahasan
10

tentang akidah, sirah, manakib dan sebagainya, tetapi terbatas pada


masalah fiqih dan hadis-hadis hukum;
5. Al-Mustadrak, kitab ini menghimpun hadis-hadis yang memiliki syarat-
syarat penulisan yang digunakan oleh Bukhari dan Muslim atau yang
memiliki salah satu yarat dari keduanya;
6. Al-Mustakhraj, kitab Mustakhraj ini memuat matan hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, atau keduanya atau yang lainnya.
Dan selanjutnya penyusunan kitab ini meriwayatkan matan hadis tersebut
dengan sanadnya sendiri;
7. Al-Ajza’, menurun pandangan ahli hadis, bahwa Ajza’ merupakan kitab
yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis tertentu yang diriwayatan
oleh satu orang, baik dari generasi sahabat, maupun generasi setelahnya. 8
Ajza’ adalah kitab hadis yang memuat beberapa hadis dengan tema
tertentu;
8. Al-Majami’, yaitu kitab yang merupakan himpunan hadis dari berbagai
kitab;
9. Al-Mushannaf, kitab ini merupakan catatan hadis, fiqih, aqidah, dan lain-
lain.

8 M. Hasby as-shiddiqi, Poko-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, jilid II, cet VIII
(Jakarta: Bulan Bintang), h.225.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kodifikasi Hadis dapat dipahami sebagai penghimpunan atau


pembukuan hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa Negara bukan
dilakukan atas inisiatif perorangan atau untuk keperluan pribadi.

Penghimpunan hadis Nabi secara tertulis pertama kali dilakukan oleh


Umar ibn Abd al-Aziz (khalifah ke-8 dari Bani Umayyah). Idenya itu
terealisasikan, dan digunakan sampai saat ini.

Hasil yang dicapai dari penghimpunan hadis, yaitu: al-muwatha’, al-


musnad, al-jami’, al-sunan, al-mustadrak, al-mustakhraj, al-jaza’, al-
majami’, al-mushnnaf.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan adalah agar para pembaca dapat
menggunakan pemilihan kata yang benar, karena itu merupakan mutu dan
kelengkapan kata pada suatu kalimat. Dengan adanya makalah ini diharap
dapat membantu pembaca untuk sadar akan pentingnya memiliki diksi dalam
berbahasa dan terus mencari informasi lebih lanjut mengenai diksi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Fauzia, Ilda Nur. 2020. “KODIFIKASI HADIS”. (online),


(https://www.academia.edu 4157438 KODIFIKASI HADIS, diakses 17
september 2022).

Ghaffar, Ali Masrur Abdul. 2012. “Perkembangan Literatur Hadis dari Abad I hingga
Abad IV”. (online), (https://uinsgd.ac.id/perkembangan-literatur-hadis-dari-
abad-i-hingga-abad-iv-h/, diakses 18 september 2022).

Ghofur, Abdul. 2013. “Proses Kodifikasi Hadits Masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz”. (online), (https://abdulghofur wordpress.com/2013/10/13/proses-
kodifikasi-hadits-masa khalifah-umar-bin-abdul-aziz/, diakses 18 september
2022).

Gunarsa, Abu Khalid Resa. 2013. “Sejarah Kodifikasi Hadits”. (online),


(https://muslim.or.id 12725-sejarah-kodifikasi-hadits.html, diakses 17
september 2022).

Love, Dana. 2004. “Kodifikasi Hadits”. (online), (https://www.academia.edu


8912975/Kodifikasi Hadits, diakses 17 september 2022).

Lubis, Ibrahim. 2012. “Macam-macam Kitab Hadis”. (online),


(https://www.anekamakalah.com/2012/12/macam-macam-kitab-hadis-
makalah html?-1, diakses 17 september 2022).

Monady, Hanief. 2015. “Masa Kodifikasi Hadis”. (online), (https://haniefmonady


wordpress.com/2015/11/01/masa-kodifikasi-hadis/, diakses 18 septembar
2022).

12

Anda mungkin juga menyukai