Oleh
KELOMPOK 3
RAHMADANI : 3420047
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “kodifikasi /
pembukuan (sejarah dan perkembangan)”. Makalah ini digunakan untuk memenuhi tugas mata
kuliah “ ilmu hadis“.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu makalah
ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Latarbelakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................4
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Kodifikasi Hadist........................................................................................5
B. Latarbelakang Terjadinya Kodifikasi Hadist...............................................................5
C. Kodifikasi Hadist Pada Abad Ke 2 Hijriyah................................................................7
D. Kodifikasi Hadist Pada Abad Ke 3 Hijriyah................................................................9
E. Kodifikasi Hadist Pada Abad 4 Hijriyah Hingga Tahun 656 H...................................10
F. Kodifikasi Hadist Pada Tahun 656 Hijriah Sampai Sekarang.....................................12
BAB III Penutup
A. Kesimpulan...................................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latarbelakang
Islam mengenal dua sumber hukum dalam perundang-undangan. Yang pertama ialah
Al-Qur’an sedangkan yang kedua adalah Al-Hadits. Namun, terdapat perbedaan yang
mencolok diantara keduanya, yaitu sejarah perkembangan dan kodifikasinya. Al-Qur’an
sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga
terpelihara dari kemungkinan pemalsuan sehingga terjaga keasliannya hingga akhir
zaman. Lain halnya dengan Al-Hadits, tidak ada perlakuan khusus yang baku padanya,
sehingga pemeliharaannya lebih merupakan inisiatif dari para sahabat nabi.
Pada awalnya, hadits hanyalah sebuah literatur yang isinya mencakup semua ucapan,
perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Mula-mula hadits
dihafalkan dan secara lisan disampaikan secara berkesinambungan dari generasi
kegenerasi. Mempertahankan eksistensi hadits dari generasi ke generasi maupun dari
zaman ke zaman dari masa nabi, sahabat, tabi’in, pengikut tabi’in hingga saat ini
bukanlah perkara yang mudah. Perjalanannya tidak mudah seperti yang dipikirkan orang
pada umumnya, tidak sedikit rintangan ataupun kendala yang mereka hadapi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari kodifikasi hadist ?
2. Apa latarbelakang terjadinya kodifikasi hadist ?
3. Bagaimana kodifikasi hadist pada abad ke 2 hijriyah ?
4. Bagaimana kodifikasi hadist pada abad ke 3 hijriyah ?
5. Bagaimana kodifikasi hadist pada abad 4 hijriyah sampai pertengahan abad 7
hijriyah?
6. Bagaimana kodifikasi hadist pada tahun 656 hijriah sampai sekarang?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kodifikasi hadist.
2. Untuk mengetahui latarbelakang terjadinya kodifikasi hadist.
3. Untuk mengetahui kodifikasi hadist pada abad ke 2 hijriyah.
4. Untuk mengetahui kodifikasi hadist pada abad ke 3 hijriyah.
5. Untuk mengetahui kodifikasi hadist pada abad 4 hijriyah sampai pertengahan abad 7
hijriyah.
6. Untuk mengetahui kodifikasi hadist pada tahun 656 hijriah sampai sekarang.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
bin Affan ra. Untuk mengukuhkan eksistensi masing- masing golongan mereka merasa
perlu mencipta hadist palsu.
Kemudian semua karya tentang hadist dikumpulkan pada paruh akhir abad ke-
2H/ 8M atau selama abad ke-3/9M. Berbagai catatan sejarah menunjukkan bahwa di
seputar awal abad ke-2H, sejumlah kecil muhadditsun (ahli hadith) telah mulai
menulis hadist, meskipun tidak dalam himpunan yang runtut. Belakangan koleksi kecil
ini menjadi sumber bagi karya-karya yang lebih besar. Meskipun begitu
kebanyakan hadist yang ada dalam himpunan- himpunan besar disampaikan melalui
tradisi lisan. Sebelum dicatat dalam himpunan- himpunan tersebut belum pernah dicatat
di tempat manapun.
Ada beberapa pendapat yang berkembang mengenai kapan kodifikasi secara resmi dan
serentak dimulai.
1. Kelompok Syi’ah, mendasarkan pendapat Hasan al-Sadr (1272-1354 H), yang
menyatakan bahwa penulisan hadis telah ada sejak masa Nabi dan kompilasi hadis
telah ada sejak awal khalifah Ali bin Abi Thalib (35 H), terbukti adanya Kitab
Abu Rafi’, Kitab al-Sunan wa al-Ahkam wa al-Qadaya.
2. Sejak abad I H, yakni atas prakarsa seorang Gubernur Mesir ‘Abdul ‘Aziz bin
Marwan yang memerintahkan kepada Kathir bin Murrah, seorang ulama Himsy
untuk mengumpulkan hadis, yang kemudian disanggah Syuhudi Ismail dengan
alasan bahwa perintah ‘Abdul ‘Aziz bin Marwan bukan merupakan perintah
resmi, legal dan kedinasan terhadap ulama yang berada di luar wilayah
kekuasaannya.
3. Sejak awal abad II H, yakni masa Khalifah ke-5 Dinasti ‘ Abbasiyyah, ‘Umar
ibn ‘Abdul ‘Aziz yang memerintahkan kepada semua gubernur dan ulama di
wilayah kekuasaannya untuk mengumpulkan hadist- hadist Nabi. Kepada Ibnu
Shihab al-Zuhri, beliau berkirim surat yang isinya:” Perhatikanlah hadist
Rasulullah SAW., lalu tulislah. Karena aku mengkhawatirkan lenyapnya ilmu itu
dan hilangnya para ahli” dan kepada Abu Bakar Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm,
beliau menyatakan: “Tuliskan kepadaku hadis dari Rasulullah yang ada padamu
dan hadist yang ada pada ‘Amrah (Amrah binti Abdurrahman, 98 H), karena aku
mengkhawatirkan ilmu itu akan hilang dan lenyap.”
Dengan demikian, penulisan hadist yang sudah ada dan marak tetapi belum selesai
ditulis pada masa Nabi, baru diupayakan kodifikasinya secara serentak, resmi dan
massal pada awal abad II H, yakni masa ‘Umar bin ‘Abdul’Aziz, meskipun bisa jadi
inisiatif tersebut berasal dari ayahnya, Gubernur Mesir yang pernah mengisyaratkan hal
yang sama sebelumnya.2
2
http://fikamekka.blogspot.com/2016/08/kodifikasi-hadist-sejarah-dan.html (diakses tanggal 5 Oktober
2020 pukul 13:00 WIB
6
C. Kodifikasi Hadist Pada Abad Ke 2 Hijriyah
1. Menulis dan Membukukan (Kodifikasi) Hadits Secara Resmi
Pengkodifikasian hadits secara resmi terjadi pada abad ke II hijriyah. Ini terjadi
pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (thn 99 H-101 H). Beliau adalah salah
satu Khalifah dari Bani Ummayah. Beliau merupakan orang yang pertama
berinisiatif untuk melakukan kodifikasi hadits secara resmi. Beliau mengirim surat
edaran kepada para gubernur di daerahnya masing-masing agar menunjuk ulama di
tempat masing-masing untuk menghimpun hadits-hadits Nabi SAW secara khusus
serta menelitinya, untuk menentukan hadits sohih dan hadits yang tidak sohih.
Motif utama Khalifah umar bin abdul aziz berinisiatif untuk mengkodifikasikan
hadits adalah:
a. Kekhawatiran beliau akan hilngnya dan lenyapnya hadits karena kian lama
kian banyak perawi yang meninggal.
b. Kemauan beliau yang keras untuk membersihkan dan memelihara hadits dari
hadits-hadits maudhu yang dibuat oleh orang-orang yang mempertahankan
ideologi golongannya dan mazhabnya, yang mulai tersiar sejak awal berdirinya
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib r.a.
c. Alasan tidak terdewannya hadits secara resmi di zaman Rosulullah SAW dan
khulafaur Rasyidin karena adanya kekhawatiran bercampur aduknya hadits
dengan Al-Qur’an telah hilang, disebabkan Al-Qur’an telah di kumpulkan
dalam satu mushaf dan telah merata di seluruh pelosok.
2. Ulama-Ulama yang Ikut Serta Dalam Pendewanan Hadits
Untuk menghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H, Khalifah meminta
kepada Gubernur Madinah Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amer ibn Hazmin
supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang
terkenal yaitu : Amrah binti Abdir Rahman ibn Sa’ad ibn Zurarah ibn Ades,
seorang ahli fiqih, murid Sayyidah Aisyah r.a dan hadits-hadits yang ada pada Al-
Qasim Ibnu Muhammad Ibnu Abu Bakar As-Shiddiq, salah seorang pemuka tabi’in
dan seorang fuqaha tujuh.
Di samping itu Umar mengirimkan surat-suratnya kepada Gubernur ke seluruh
wilayah yang ada di bawah kekusaannya supaya berusaha membukukan hadits
yang ada pada ulama yang diam di wilayah mereka masing-masing. Di antara
ulama besar yang membukukan hadits atas kemauan khalifah itu, ialah : Abu Bakar
Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab Az Zuhry, seorang tabi’in yang
ahli dalam urusan fiqh dan hadits.
Kitab hadits yang di tulis oleh Ibnu Hazm yang merupakan kitab hadits yang
pertama yang ditulis atas perintah Kepala Negara tidak sampai kepada kita, tidak
7
terpelihara dengan semestinya. Dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadits
yang ada di Madinah.
Membukukan seluruh hadits yang ada di Madinah itu, dilakukan oleh Imam
Muhammad ibn Muslim ibn Ubaidillah ibn Syihab Az Zuhry, yang memang
terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadits di masanya.
Kemudian dari itu berlomba-lomblah para ulama besar membukukan hadits
atas anjuran Abu Abbas As Saffah dan anak –anaknya dari khalifah-khalifah Bani
Abbasiyah. Akan tetapi tak dapat diketahui lagi, siapakah yang mula-mula
membukukan hadits setelah Az Zuhri itu, karena ulama-ulama tersebut yang datang
sesudah Az Zuhri seluruhnya semasa.
3. Sistem Ulama-Ulama Abad ke II Membukukan Hadits
Para ulama abad ke II membukukan hadits dengan tidak menyaringnya, yakni :
mereka tidak hanya membukukan hadits-hadits saja, fatwa-fatwa sahabat pun
dimasukan ke dalam bukunya itu, bahkan fatwa-fatwa para tabi’in juga di
masukkan. Semua itu di bukukan bersama-sama. Maka terdapatlah di dalam kitab-
kitab itu hadits-hadits marfu’, mauquf, dan maqthu. Kitab hadits yang menghimpun
hadits-hadits nabi saja hanyalah kitab yang di susun oleh Muhammad ibnu Hazm.
4. Kitab-Kitab Hadits pada Abad ke II H
1. Al Muwaththa’, susunan Imam Maik
2. Al Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad Ibnu Ishaq
3. Al Jami’,susunan Abdur Razzaq As San’any
4. Al Mushannaf, susunan Syu’bah Ibn Hajjaj
5. Al Mushannaf, susunan Sufyan ibn ‘Uyainah
6. Al Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad ibn Waqid Al Aslamy
7. Al Musnad, susunan Abu Hanifah
8. Al Musnad, susunan Al Imam Asy Syafi’y
9. Mukhtlifatu’l Hadits, susunan Al Imam Asy Syafi’y
Di antara kitab-kitab di atas yang paling termasyhur adalah :
1. Al Muwaththa
2. Al Musnad karya Imam Asy-Syafi’y
3. Mukhtlifatu’l Hadits
4. As Siratun Nabawiya3
8
masih bercampur dengan yang shahih. Mereka kemudian membuat kaidah-kaidah dan
syarat-syarat untuk menentukan apakah hadis itu shahih atau dha’if. Para perawipun
tidak luput dari sasaran penelitian mereka untuk diselidiki kejujuranya, kehafalanya dan
lain sebagainya.
Dalam abad ketiga hijriyah ini memuncaklah usaha pembukuan hadits. Hiduplah
kemauan menghafal hadits, mengumpulkan dan membukukannya, dan mulailah ahli-
ahli ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari sebuah negeri ke negeri lain
untuk mencari hadits. Mula-mulanya kebanyakan ulama islam mengumpulkan hadits-
hadits yang terdapat di kota mereka masing-masing. Sebagian kecil saja di antara
mereka yang pergi ke kota lain untuk kepentingan hadits.
Keadaan ini dipecahkan oleh Al Bukhori. Beliaulah yang mula-mula meluaskan
daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadits. Beliau pergi ke Maru, Naisabur,
Rei, Baghdad, Basrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Damasyik, Qaisariyah,
Asqalan dan Himmash. Ringkasnya beliau membuat langkah mengumpulkan hadits-
hadits yang tersebar di berbagai daerah. Enam belas tahun lamanya terus-menerus Al
Bukhari menjelajah untuk menyiapkan kitab sahihnya.
Pada mula-mula dahulu ulama-ulama islam menerima hadits dari para perawi,
lalu menulis kedalam bukunya dengan tidak mengadakan syarat-syarat menerimanya
dan tidak memperhatikan sahih tidaknya.
Musuh-musuh islam melihat kegiatan-kegiatan ulama hadits dalam
mengumpulkan hadits. Maka mereka pun menambah kegiatan untuk mengacau
balaukan hadits, yaitu dengan menambah-nambah lafalnya, atau membuat hadits
maudhu’.
Melihat kesunggguhan musuh tersebut, bersungguh-sungguhlah ulama-ulama
untuk:
a. Membahas keadaan perawi-perawi dari berbagai segi keadaan
b. Memisahkan hadits-hadits yang sahih dari yang dlo’if, yakni mentasishkan hadits.
9
b. Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail al-Bukhari (194-256 H).
c. Ash-Shahih oleh Imam Muslim al-Hajjaj (204-261 H).
d. As-Sunan oleh Imam Abu Isa at-Tirmidzi (209-279 H).
e. As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy'at (202-275 H).
f. As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya'ab an-Nasai (215-303 H).
g. As-Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin Abdurrahman ad
Damiri (181-255 H).
h. As-Sunan oleh Imam Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah (209 -
273 H).
i. Al-Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
j. Al-Muntaqa al-Ahkam oleh Imam Abd Hamid bin Jarud (wafat 307 H).
k. Al-Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah (wafat 235 H).
l. Al-Kitab oleh Muhammad Sa'id bin Manshur (wafat 227 H).
m. Al-Mushannaf oleh Imam Muhammad Sa'id bin Manshur (wafat 227 H).
n. Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari (wafat 310 H).
o. Al-Musnad oleh Imam Musaddad bin Musarhadin (wafat 228).4
5
http://fikamekka.blogspot.com/2016/08/kodifikasi-hadist-sejarah-dan.html (diakses tanggal 5 Oktober
2020 pukul 14:30 WIB
10
b. At Taqsim wal anwa susunan ibnu hibban
c. Al Mustadrak susunan Al Hakim
d. Al Shahih susunan Abu Awanah
e. Al Muntaqa susunan Ibnul Jarud
f. Al Mukhtarah susunan Muhammd ibn Abdul Wahid Al Maqdisy
11
F. Kodifikasi Hadist Pada Tahun 656 Hijriah Sampai Sekarang
Mulai dari masa baghdad diancurkan oleh Hulagu Khan, berpindahlah kegiatan
perkembangan hadits ke Mesir dan India. Dalam masa ini banyaklah kepala-kepala
pemerintahan yang berkecimpung dalam bidang ilmu hadits seperti Al Barquq.
Disamping itu tak dapat dilupakan usaha ulama-ulama india dalam
mengembangkan kitab-kitab hadits yang berkembang dalam masyarakat ummat islam
dengan usaha penerbitan yang dilakukan oleh ulama-ulama india. Merekalah yang
menerbitkan kitab “ulumul hadits” karangan Al Hakim. Pada masa akhir-akhir ini
berpindah pula kegiatan itu ke daerah kerajaan saudi arabia.
1. Jalan-jalan yang di tempuh dalam masa ini
Jalan-jalan yang ditempuh oleh ulama-ulama dalam masa ini, ialah :
menertibkan isi kitab-kitab hadits, menyaringnya dan menyusun kitab-kitab
takhrij, serta membuat kitab-kitab jami’ yang umum, kitab-kitab yang
mengumpulkan hadits-hadits hukum, mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat
dalam beberapa kitab, mentakhrijkan hadits-hadits yang terkenal dalam
masyarakat dan menyusun kitab Athraf.
2. Diantara kitab-kitab yang disusun dalam periode ini
Dalam periode ini bangunlah ulama mengumpulkan hadits-hadits yang tak
terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab tertentu. Kitab-
kitab itu mereka namai, Kitab Zawaid.
Diantara kitab Zawaid yang tekenal, ialah :
a. Kitab Zawaid Sunan Ibnu Majah
b. Kitab Ith-haful Maharah bi zawaidil Masanidil ‘aAsyrah
c. Kitab zawaid As Sunnil Kubra
d. Kitab Al Mathalibul Aliyah fi zawaidil Masanadi I-Tsamaniyah
Kitab-kitab Jawami yang umum
Ulama-ulama hadits dalam periode ini mengumpulkan pula hadits-hadits
yang terdapat dalam bebrapa kitab, kedalam sebuah kitab yang tertentu. Diantara
kitab yang merupakan jawami yang umum, ialah :
a. Kitab Jami’ul Masanid was Sunan Al Hadi li aqwami sanan
12
b. Jami’ul Jawami6
6
http://fikamekka.blogspot.com/2016/08/kodifikasi-hadist-sejarah-dan.html (diakses tanggal 5 Oktober
2020 pukul 14:30 WIB
7
http://ceceporep.blogspot.com/2015/03/kodifikasi-hadits.html (Diakses tanggal 5 Oktober 2020 pukul
14: 46 WIB)
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses kodifikasi hadits adalah proses pembukuan hadits secara resmi yang
dikoordinasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah, bukan semata-mata
kegiatan penulisan al-Hadits, karena kegiatan penulisan hadits secara
berkesinambungan telah dimulai sejak Rasulullah SAW. masih hidup. Pada abad 3 ini
proses kodifikasi hadits lebih tertumpu pada pentashhihan dan penyusunan kaidah-
kaidah supaya tidak tercampur lagi hadits-hadits shahih dengan yang tidak shahih.
Sehinggakan pada pertengahan abad ke-3, kemauan menghafal hadits, mengumpulkan
dan membukukannya dikalangan masyarakat Arab mula meningkat.
Tidak dilakukan kodifikasi hadits secara resmi pada masa Nabi SAW.
dikarenakan adanya kekhawatiran terjadi campur aduk antara Al-qur’an dan Sunnah,
dan supaya kaum muslimin tidak tersibukkan dengan dengan menuliskan Sunnah
sehingga melupakan Al-qur’an, mengkaji dan menghafalnya.
Rasulullah SAW. memakruhkan penulisan bagi yang tidak bisa menulis dengan
baik atau bisa mengandalkan hafalan. Dan beliau memperbolehkan bagi yang tidak
bisa mengandalkan hafalan.
Umar bin Abdul Aziz mengkhawatirkan lenyapnya sunnah dan menyusupnya
pemalsuan terhadapnya. Maka beliau memerintahkan pembesar-pembesar tabi’in
untuk menghimpunya dan memerintahkan kepada mereka yang berkuasa di berbagai
kawasan Islam untuk memberikan perhatian serius terhadapnya dan memotifasi ulama
agar membentuk kelompok-kelompok kajian hadits di masjid-masjid masing-masing.
Umar bin Abdul Aziz jug melibatkan diri dengan ulama dalam menangani hal ini.
Sebelum wafat, beliau membagi hasil tulisan imam az-Zuhriy ke berbagai daerah.
Umar bin Abdul Aziz jelas memiliki peran yang besar dalam mengemban tanggung
jawab pemerintah dalam memelihara (menghimpun) hadits.
14
B. Saran
Makalah yang disajikan ini tidak lepas dari kekurangan dan bahkan belum
sempurna. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya guna perbaikan makalah ini
selanjutnya. Semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
http://ceceporep.blogspot.com/2015/03/kodifikasi-hadits.html
http://fikamekka.blogspot.com/2016/08/kodifikasi-hadist-sejarah-dan.html
15