Anda di halaman 1dari 14

Pelayanan Konseling Terpadu Bagi Pemulihan Pecandu Narkoba

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah: Konseling


Penyalahgunaan Narkoba

Disusun oleh kelompok 7:

Ganis Tiara (11940221796)

` Rahmahastuti (11940221830)

Sri Rejeki Permata Hati (11940221846)

Dosen Pengampu
M. Sangap Siregar, S.Pd. M.A.

BIMBINGAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM


RIAU

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin,
rahmat, dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
dengan judul “Pelayanan Konseling Terpadu Bagi Pemulihan Pecandu Narkoba” ini
disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas semester kelima untuk mata kuliah
Konseling Penyalahgunaan Narkoba.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam proses penyusunan makalah ini khususnya kepada dosen Konseling
Penyalahgunaan Narkoba, yaitu M. Sangap Siregar, S.Pd. M.A. yang bersedia
membimbing dan mengarahkan kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap agar makalah yang telah kami susun ini dapat memberikan
inspirasi bagi pembaca dan penulis yang lain. Kami juga berharap agar makalah ini
menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Pekanbaru, 24 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3

A. Konseling Terpadu .......................................................................................... 3


B. Metode Konseling Terpadu ............................................................................. 4
C. Pendidikan dan Pelatihan ............................................................................... 8
D. Kunjungan (Visiting) ................................................................................... ....9
E. Partisipasi Sosial................................................................................................

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 12

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Maraknya narkoba berkaitan pula dengan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN) dari para pejabat negara, sehingga narkoba mudah beredar. Akibat KKN hukum
di negeri ini tidak berfungsi, sering pengedar narkoba hanya dihukum ringan saja.
Berbagai upaya untuk mengatasi berkembangnya pecandu narkoba telah dilakukan,
namun terbentur pada lemahnya hukum. Beberapa bukti lemahnya hukum terhadap
narkoba adalah sangat ringan hukuman bagi pengedar dan pecandu, bahkan minuman
beralkohol di atas 40 persen (minol 40 persen) banyak diberi kemudahan oleh
pemerintah. Sebagai perbandingan, di Malaysia jika kedapatan pengedar atau pecandu
membawa dadah 5 gr ke atas maka orang tersebut akan dihukum mati (Republika, 25-5-
2001).
Saat ini narkoba telah meluas ke seluruh dunia dan dikonsumsi oleh berbagai
kalangan, terutama remaja, terutama di Amerika Serikat dan Afrika. Kedua benua ini
lebih banyak mengkonsumsi marijuana. Diperkirakan terdapat 200 juta pemakai
marijuana hingga tahun 1977 (Kisker, 1977), dan angka tersebut diperkirakan akan
meningkat dua kali pada abad ke 21.
Upaya pemulihan (recovery) pecandu narkoba secara medis dan psikologis di
negara kita pada umumnya berpedoman pada cara-cara yang dilakukan Amerika
Serikat. Di negara itu sejak tahun 60-an telah ada beberapa panti rehabilitasi. Panti
rehabilitasi yang terkemuka adalah St. Mary’s Hospital and Rehabilitation Center
(SHRC), Minneapolis, Minnesota. Pada tahun 1967 panti rehabilitasi itu hanya memiliki
16 tempat tidur, namun 9 tahun kemudian panti tersebut telah memiliki 112 tempat
tidur. Hal ini berarti, telah terjadi peningkatan pecandu secara berarti setiap tahun.
Model pemulihan yang ada saat ini sangat berorientasi medis dan psikologis.
Artinya, pada tahap awal pecandu dibawa ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat atau
RSKO (Mann, 1979).

3
Konseling Terpadu (KT) adalah upaya memberikan bantuan kepada klien
kecanduan narkoba dengan menggunakan beragam pendekatan konseling dan
memberdayakan klien terhadap lingkungan sosial agar klien segera menjadi anggota
masyarakat yang normal, bermoral, dan dapat menghidupi diri dan keluarga. Syarat
utama KT adalah klien telah selesai dengan program detoxification dari RSKO.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konseling terpadu?
2. Bagaimana metode konseling terpadu, konseling inidividu, konseling
kelompok dan konseling keluarga?
3. Bagaimana pendidikan dan pelatihan?
4. Bagaimana Kunjungan (visiting)?
5. Bagaimana partisipasi sosial?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu konseling terpadu
2. Untuk mengetahui bagaimana metode konseling terpadu, konseling individu,
konseling kelompok dan konseling keluarga
3. Untuk mengetahui bagiamana pendidikan dan pelatihan
4. Untuk mengetahui bagaimana kunjungan (visiting)
5. Untuk mengetahui bagaimana partisipasi sosial

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konseling Terpadu

Istilah Konseling berasal dari kata “counseling” adalah kata dalam bentuk
masdhar dari “to counsel” secara etimologis berati “give advice” atau memberikan
saran dan nasihat. Konseling juga memiliki arti memberikan nasihat, atau anjuran
kepada orang lain secara tatap muka (face to face).1 Konseling merupakan alat yang
penting dari usaha pelayanan bimbingan. Konseling merupakan alat yang penting dari
usaha pelayanan bimbingan.

Pengertian konseling dalam bahasa Indonesia, juga dikenal dengan istilah


penyuluhan.Istilah bimbingan selalu dirangkai dengan istilah konseling. Hal ini
disebabkanbimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral.
Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di antara beberapa
teknik lainnya, namun konseling juga bermakna “hati dari program bimbingan”.2
Menurut Ruth Strangbahwa “Bimbingan itu lebih luas, sedangkan konseling
merupakan alat yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan”.

Konseling adalah Perjumpaan secara berhadapan muka antara Konselor


dengan konseli atau orang yang sedang dalam Pelayanan Bimbingan.Dalam proses
konseling terdapat tujuan tertentu, yaitu pemecahan sesuatu permasalahan atau
kesulitan yang dihadapi oleh klien. Dan pada prinsipnya proses konseling di lakukan
secara individual (between two person),yaitu anatara klien dan konselor (yang
memberikan konsultasi). 3Pemecahan masalah dalam proses konseling itu dijalankan
dengan wawancara antara klien dan konselor, dimana wawancara di lakukan secara
face to face.Sehingga bimbingan konseling dapat di artikan sebagai proses
pemberian bantuan dari konselor (pembimbing) kepada klien (si terbimbing) pihak
saling berinteraksi cara untuk mengatasi dan memecahkan masalah.
1
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2016), h. 10
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 2008), h.
949
3
Hallen, Bimbingan dan Konseling.(Bandung: Refika Aditama, 2016), h. 11

5
Sedangkan pengertian dari Konseling Terpadu itu sendiri adalah upaya
memberikan bantuan kepada klien kecanduan narkoba dengan menggunakan
beragam pendekatan konseling dan memberdayakan klien terhadap lingkungan
sosial agar klien segera menjadi anggota masyarakat yang normal, bermoral, dan
dapat menghidupi diri dan keluarga.4

Jadi, dari penjelasan diatas merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada
klien agar dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri, untuk
dimafaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa yang akan datang.

B. Metode Konseling Terpadu

Menurut Willis, (2010; 174) Metode Konseling Terpadu (MKT) adalah upaya
memberikan bantuan kepada klien kecanduan narkoba dengan menggunakan beragam
pendekatan konseling dan memberdayakan klien terhadap lingkungan sosial agar klien
segera menjadi anggota masyarakat yang normal, bermoral, dan dapat menghidupi diri
dan keluarga. Syarat utama MKT adalah klien telah selesai dengan program
detoxification di RSKO.

a. Konseling Individual
Menurut Ivey & Downing dalam Willis, (2010; 175) Konseling Individual (KI)
Penerapan KI adalah upaya membantu klien oleh konselor secara individual dengan
mengutamakan hubungan konseling antara konselor dengan klien yang bernuansa
emosional (dan keagamaan, jika konselor mampu), sehingga besar kepercayaan klien
terhadap konselor. Pada gilirannya klien akan bicara jujur membuka rahasia batinnya
(disclosure) yang selama ini tidak pernah dikemukakan kepada orang lain termasuk
keluarga.
KI bertujuan menanamkan kepercayaan diri klien atas dasar kesadaran diri untuk :
1. Tidak menyalahkan orang lain atas kecerobohan dan kesalahannya
mengkonsumsi narkoba.

4
Robert L.Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling Islam, (jakarta,
2017), h. 246-249
6
2. Menumbuhkan kesadaran untuk mengambil tanggung jawab atas perbuatannya
yang destruktif yang dilakukan selama ini dengan menerima segala akibatnya
(seperti; keluar dari sekolah/kuliah, kehilangan pekerjaan, dijauhi orang-orang
yang dicintai)
3. Menerima realitas hidup dengan jujur.
4. Membuat rencana-rencana hidup secara rasional dan sistematik untuk keluar
dari cengkeraman setan narkoba dan menjadi manusia yang baik.
5. Menumbuhkan keinginan dan kepercayaan diri untuk melaksanakan rencana
hidup tersebut
Jika konselor menguasai pendidikan agama akan lebih baik KI diiringi dengan
ajaran-ajaran agama seperti; penyerahan diri kepada Allah, menerima cobaan hidup
dengan tawakal, taat ibadah, dan berbuat baik terhadap sesama. Jika konselor tidak
menguasai soal agama, konselor harus mamasukkan seorang ahli agama kedalam tim
konselor.

Prosedur Konseling Individual :


Menurut Willis, (2010; 176) prosedur konseling individual sebagai berikut;
1. Konselor menciptakan hubungan konseling yang menumbuhkan kepercayaan
klien terhadap konselor, sehingga klien menjadi jujur dan terbuka, bersedia
mengatakan segala isi hati dan rahasia pribadi berkaitan dengan kecanduannya.
Hal ini disebabkan oleh sikap empati, hangat, terbuka, memahami, dan asli
(genuine) dari konselor, serta memiliki kemampuan-kemampuan teknik konseling
yang baik.
2. Konselor membantu klien agar dia mampu memahami diri dan masalahnya.
Kemudian bersedia bersama konselor untuk menemukan jalan keluar atas
kekacauan dirinya sehinga membuat keluarga klien menderita karena merasa
malu, mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan memungkinkan sekolah adik-
adiknya terganggu.
3. Konselor membantu klien untuk memahami dan menaati rencana atau program
yang telah disusun konselor bersama klien, selanjutnya klien siap untuk
melaksanakan program tersebut.

7
b. Bimbingan Kelompok (Bkl)
Menurut Yalom dalam Willis, (2010; 176) Bimbingan kelompok bertujuan
memberi kesempatan klien untuk berpartisipasi dalam memberi ceramah dan diskusi
dengan berbagai kelompok masyarakat seperti mahasiswa, sarjana, tokoh-tokoh
masyarakt, guru BK disekolah, para siswa, anggota DPR, ibu-ibu pengajian dan
sebagainya, melalui interpersonal relation, akan tumbuh kepercayaan diri klien.

Prosedur Bimbingan Kelompok :


1. Menyiapkan mental klien narkoba untuk menghadapi anggota keluarga. Alasannya
karena ada sebagian anggota keluarga yang jengkel, marah, dan bosan dengan
kelakuan klien yang mereka anggap amat keterlaluan, merusak diri, mencemarkan
nama keluarga, dan biaya keluar jadi besar untuk pemulihan. Mempersiapkan
mental klien berarti dia harus berani menerima kritikan-kritikan anggota keluarga
dan siap untuk berubah kepada kebaikan sesuai harapan keluarga.
2. Memberi kesempatan kepada setiap anggota keluarga untuk menyampaikan
perasaan terpendam, kritikan-kritikan, dan perasaan-perasaan negatif lainnya
terhadap klien. Di samping itu, ada kesempatan untuk memberi saran-saran, pesan,
keinginan-keinginan terhadap klien agar dia berubah. Semuanya bertujuan untuk
menurunkan stres keluarga sebagai akibat kelakuan klien sebagai anggota keluarga
yang dicintai (Horne & Ohlsen, 1982).
3. Selanjutnya, konselor memberi kesempatan kepada klien untuk menyampaikan isi
hatinya berupa kata-kata pengakuan jujur atas kesalahan-kesalahannya, serta
penyesalan terhadap masa lalu. Kemudian, klien mengemukakan harapan hidup
masa depan dan diberi kesempatan untuk berbuat baik terhadap diri, keluarga, dan
masyarakat.
4. Selanjutnya, konselor mengemukakan kepada keluarga tentang program pemulihan
klien secara keseluruhan. Maksudnya supaya keluarga klien menaruh kepercayaan
terhadap semua upaya konselor bersama klien. Selanjutnya, keluarga akan
mendorong penyembuhan klien dengan tulus dan kasih sayang,.
5. Konselor meminta tanggapan keluarga tentang program tersebut. Di samping itu,
diminta juga tanggapan mereka terhadap keadaan klien saat ini. Demikian juga,
8
tanggapan klien terhadap program yang telah disusun konselor, dan juga
tanggapan terhadap keluarganya. Tanggapan-tanggapan dari kedua pihak terhadap
program yang disusun konselor amat penting supaya semua pihak terutama klien
sungguh-sungguh didalam menjalani program pemulihan dirinya.

Secara berturut-turut telah dikemukakan program konseling yang memadukan


kegiatan konseling individual, bimbingan kelompok, dan konseling keluarga. Masih
dalam konteks bimbingan dan konseling, diberikan pula program pendidikan dan
pelatihan, serta program partisipasi terhadap kegiatan-kegiatan di masyarakat.

c. Konseling Keluarga
Menurut Willis, (2008; 173) Pemulihan klien terhadap narkoba sangat amat
diperlukan dukungan keluarga seperti ayah, ibu, saudara istri, suami, pacar, keluarga
terdekat. Fasilitator konseling keluarga adalah konselor, sedangkan pesertanya adalah
klien, orang tua, saudara, suami/istri, dan sebagainya. Anggota keluarga mempunyai
peran penting untuk pemulihan klien. Dampaknya tumbuh rasa aman, percaya diri, rsa
tanggung jawab klien terhadap diri dan keluarga.

Prosedur Konseling Keluarga (Kk) :


Menurut Willis, (2010; 178) Prosedur konseling keluarga yang harus ditempuh
untuk mencapai keberhasilan sebagai berikut;
1. Menyiapkan mental klien narkoba untuk menghadapi anggota keluarga.
2. Memberi kesempatan setiap anggota keluarga menyampaikan perasaan terpendam,
kritikan-kritikan, dan perasaan negatif lainnya terhadap klien.
3. Selanjutnya konselor memberi kesempatan kepada klien untuk menyampaikan isi
hatinya berupa kata-kata pengakuan jujur isi hatinya berupa kata-kata pengakuan
jujur atas kesalahan-kesalahannya.
4. Selanjutnya konselor mengemukakan kepada keluarga tentang program pemulihan
klien secara keseluruhan.
5. Konselor meminta tanggapan keluarga tentang program tersebut.
Secara berturut-turut telah dikemukakan program konseling yang memadukan
kegiatan konseling individual, bimbingan kelompok, dan konseling keluarga. Masih

9
dalam nuansa bimbingan dan konseling diberikan pula program pendidikan dan
pelatihan, serta program partisipasi terhadap kegiatan-kegiatan di masyarakat.

C. Pendidikan Dan Pelatihan


Menurut Willis, (2010; 179) Pendidikan, termasuk pendidikan agama, diberikan
kepada klien narkoba dengan tujuan untuk membentuk kepribadian klien yang sehat
(healty personality) sebagaimana dimiliki orang normal.
Menurut Maslow dkk dalam Willis, (2010; 179) ciri kepribadian yang sehat
sebagai berikut ;
1. Menerima kenyataan hidup secara baik. (tanpa konflik)
2. Menerima keadaan diri dan orang lain apa adanya.
3. Bersifat alami (mencintai alam sekitar)
4. Mampu memusatkan perhatian terhadap tugs dan masalh yang dihadapi.
5. Mampu mandiri
6. Memiliki rasa persahabatan dan kasih sayang.
7. Demokratis.
8. Punya rasa etis dan moral-religius.
9. Punya rasa humor.
Sifat yang sehat harus ditanamkan kepada diri individu sejak dini. Mengapa
klien narkoba perlu diberikan pendidikan etik, moral, dan agama? Pendidikan etika
religius perlu diajarkan untuk mencintai sesama, rasa hormat, menjaga diri dari
perbuatan yang tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan. Pemulihan klien narkoba
tidak cukup dengan sharing perasaan bosan saja, akan tetapi lebih ditekankan agar dia
lebh mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga tumbuh keyakinan pada dirinya.

D. Kunjungan (Visiting)
Menurut Willis, (2009; 184) Proses pemulihan dengan program kunjungan
diperlukan. Konselor harus mampu memilih objek kunjungan agar substansinya dapat
mempercepat pemulihan. Misalnya pesantren dan lembaga-lembaga keterampilan. Pada
kunjungan ke pesantren makna akan diperoleh klien terutama makna ketuhanan, hidup,

10
dan ibadah. Khusus makna hidup, dipesantren diajarkan tentang hidup sederhana,
kebersamaan, demokratis, dan etika moral-agama.

Prosedur Kunjungan Ke Pesantren :


Menurut Willis, (2010; 181) Prosedur kunjungan ke pesantren melalui tahapan
sebagai berikut;
1. Kunjungan ke pesantren dipandu oleh konselor dan timnya.
2. Klien dipersiapkan dulu mental, fisik, dan peralatan yang dibutuhkan untuk
kunjungan selama dua hari.
3. Konselor dan klien telah menyusun acara selama di pesantren.
4. Evaluasi hasil kunjungan oleh klien bersama konselor dan tim.

E. Partisipasi Sosial
Menurut jourard & Landsman dalam Willis, (2010; 182) Kegiatan ini bertujuan
untuk menanamkan kesadaran sosial atau hidup bermasyarakat secara wajar dan
produktif. Secara wajar artinya klien terlepas dari kebergantungan narkoba ia harus
kembali ke masyarakatnya dengan memenuhi nilai, norma, dan tuntutan sosial yang
demokratis dan bersahabat.

Prosedur Partisipasi Sosial :


Menurut Willis, (2010; 183) Untuk mencapai tujuan tersebut, prosedur kegiatan
partisipasi sosial melalui tahap sebagai berikut;
1. Konselor dan tim menyusun rencana partisipasi sosial seperti ikut kerja bakti di RT
dan RW setempat, ikut program olahraga dan seni pemuda, pengajian remaja masjid.
2. Mendiskusikan rencana tersebut dengan klien agar dia paham dan siap mental.
3. Pada hari H-nya konselor memberikan kesempatan klien berpartisipasi dalam
kegiatan yang telah direncanakan, sambil memantau dalam kegiatan sosial.
4. Evaluasi konselor dan tim bersama klien tentang keikutsertaannya dalam kegiatan
sosial.
5. Menerima penilaian klien tentang manfaat keikutsertaannya dalam kegiataan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Narkoba atau bisa juga disebut NAPZA yaitu narkotika, psikotropika, zat
adiktif, merupakan obat yang berbahaya dimana jika dikonsumsi secara terus menerus
akan menyebabkan penurunan kesadaran, hilangnya rasa, dan menimbulkan
ketergantungan, merusak otak, daya pikir, daya mengingat, menyimpan berkurang, dan
bisa berujung kematian.
Pemulihan para pecandu narkoba tidak bisa secara langsung dan harus melalui
berbagai tahap, seperti halnya para pecandu tidak bisa langsung sembuh dengan cara
mengonsumsi obat secara terus menerus karena akan mengalami ketergantungan, maka
dari itu para pecandu harus diarahkan pada hal kesibukan yang positif, konseling sangat
diperlukan dalam menangani pecandu narkoba, dengan metode konseling terpadu
diharapkan para pecandu narkoba bisa sadar, bisa bersosialisasi terhadap lingkungan
sekitar, menjadi anggota masyarakat yang normal, bermoral, dan bisa menghidupi
dirinya maupun keluarganya.
Konseling terpadu di dalamnya ada konseling individual, bimbingan kelompok,
konseling keluarga, pendidikan dan pelatihan, kunjungan (visiting), partisipasi sosial, di
dalam berbagai konseling tersebut ada prosedur pelaksanaan agar konselor dan klien
dapat terarah sesuai dengan yang diinginkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka,


2008),
Hallen, Bimbingan dan Konseling.(Bandung: Refika Aditama, 2016)

Robert L.Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling Islam,


(jakarta, 2017)

Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,2016)

Sofyan S. Willis. 2008. Konseling Keluarga “Family counseling” Bandung: Alfabeta

13

Anda mungkin juga menyukai