Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TEKNIK UMUM 4

Disusun untuk memenuhi tugas, individu : Teknik Labor BKI

Oleh :
IVAN SYAHDILA (11940211336)

Dosen Pengampu :
RAHMAD M.Pd

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2021

0
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur bagi Allah SWT Tuhan yang maha esa atas segala
nikmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan sebaik –
baiknya. Makalah ini berisi teknik yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling untuk
membahas permasalahan siswa (konseli) dalam proses konseling. Teknik ini berisikan
pembatasan-pembatasan konselor berkenaan dengan sifat, kondisi, batas-batas dan tujuan
dari proses konseling.

Dalam penyusunan makalah ini penyusun melibatkan berbagai pihak, baik dari
lingkungan kampus maupun dari lingkungan sekitar penyusun dan pihak lainnya. Oleh
karena itu penyusun mengucapkan terimakasih atas segala dukungan yang diberikan
dalam penyusunan makalah ini. Meskipun makalah ini telah disusun secara maksimal
oleh penyusun, akan tetapi penyusun sebagai manusia biasa sangat menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Karenanya
penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
perbaikan makalah selanjutnya.

Besar harapan penyusun makalah ini dapat menjadi referensi untuk para pembaca
dalam dunia konseling khususnya dan masyarakat pada umumnya. Akhirnya ini yang
bisa penyusun sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
makalah ini dan semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk kita semua. Aamiin

Pekanbaru, Oktober 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Halaman

1. KATA PENGANTAR ............................................................................................... 1

2. DAFTAR ISI .............................................................................................................. 2

3. PENDAHULUAN

 Latar Belakang Penulisan ........................................................................................ 3

 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 3

 Ruang Lingkup Penulisan ....................................................................................... 3

4. PEMBAHASAN

 BAB I : HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN PENSTUKTURAN.......................

 Hakikat Penstrukturan ....................................................................................... 4

 Fungsi Penstrukturan ......................................................................................... 4

 Tujuan dan Prinsip Penstrukturan ..................................................................... 5

 BAB II : TAHAPAN DAN BENTUK PENSTRUKTURAN................................. 6

 Tahapan Penstrukturan ...................................................................................... 6

 Bentuk – Bentuk Penstrukturan ........................................................................ 7

 BAB III : PRAKTIK PENSTRUKTURAN............................................................ 9

5. PENUTUP

 Kesimpulan.............................................................................................................

11

 Saran .......................................................................................................................11

2
6. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Layanan format klasikal bertujuan untuk memberi bantuan kepada seluruh peserta didik
atau klien melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur agar klien memiliki
kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial
budaya dan agama), mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan
lingkungannya, mampu memenuhi kebutuhan dan menangani masalahnya, dan mampu
mengembangkan diri secara tumbuh dan produktif. Penstrukturan merupakan salah satu
teknik yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan
siswa (konseli) dalam proses konseling. Ada beberapa hal yang harus diatur menyangkut
waktu, topik, problem dan perbuatan. Sebab Konseling merupakan pembicaraan yang
memiliki arah tujuan tertentu, bukanlah pembicaraan biasa.

B. Tujuan Penulisan

Semua proses konseling pada dasarnya merupakan proses yang terstruktur. Setiap proses
konseling dapat digambarkan melalui parameter, prosedur, kondisi dan karakteristiknya.
Penggunaan struktur dalam konseling penting, sebab jika struktur tidak dikembangkan
oleh konselor maka tanpa disadari struktur dapat berkembang sendiri.

C. Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Hakikat Penstrukturan
2. Tahapan Penstrukturan
3. Bentuk – Bentuk Penstrukturan
4. Praktik Penstrukturan

3
BAB I

HAKIKAT, FUNGSI, DAN TUJUAN


PENSTRUKTURAN

A. Hakikat Penstrukturan atau Strukturing


Penstrukturan atau Strukturing adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan
batas-batas agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam
konseling (dalam buku Keterampilan Dasar Konseling, Mulawarman). Sedangkan menurut
Brammer dan Shostrom,1982 (dalam buku Keterampilan-Keterampilan Dasar Dalam
Konseling) menyatakan strukturing berisikan pembatasan-pembatasan konselor berkenaan
dengan sifat, kondisi, batas-batas dan tujuan dari proses konseling. Strukturing dapat
diterapkan di sepanjang proses konseling, meskipun tahap-tahap awal menjadi penting
khususnya untuk mendorong keterlibatan dan tanggung jawab klien.

Menata stuktur akan memberikan kerangka kerja atau orientasi terapi kepada klien.
Struktur konseling mempunyai dua unsur yaitu, pertama, unsure implicit dimana peranan
konselor yang secara umum diketahui klien, dan yang kedua, yaitu struktur yang formal
berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan membatasi proses konseling.

B. Fungsi Penstrukturan
Day & Sparacio,1980 (dalam buku Keterampilan-Keterampilan Dasar Dalam Konseling)
mengungkapkan bahwa fungsi strukturing dibagi menjadi 3:
1. Fungsi fasilitatif yaitu untuk memfasilitasi munculnya rasa tanggung jawab, komitmen,
dan keterlibatan atau partisipasi aktif klien dalam proses konseling.
2. Fungsi terapeutik yaitu untuk memecahkan masalah klien dan menyehatkan mental
individu yang bermasalah.
3. Fungsi protektif yaitu untuk melindungi klien agar merasa nyaman dalam melakukan
proses konseling,menjamin kerahasiaannya.

4
Adanya penstrukturan dapat membuat konseling menjadi lebih efisien, karena struktur
memformulasikan komponen-komponen dan atau variabel-variabel prosedur perlakuan
dirumuskan dengan jelas dan spesifik.

C. Tujuan dan Prinsip Penstrukturan

Penstrukturan merupakan salah satu teknik yang dilakukan dalam bimbingan dan
konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam proses konseling. Tujuan
dari penstrukturan yakni sebagai berikut :
1. Konseli memperoleh orientasi yang tepat terkait konseling yang ia jalani
2. Diperoleh kesamaan persepsi dan harapan yang realistik dalam konseling
3. Diperoleh kepastian bersama apakah konseli mau melanjutkan atau menghentikan
proses konseling.
4. Terbangun kesepakatan mengenai pola interaksi, tindakan, waktu, capaian, jaminan
dan konsekuensi penanyaan

Adapun prinsip-prinsip dalam penstrukturan yaitu sebagai berikut :


1. Dilakukan pada sesi awal pertemuan
2. Diberikan keadaannya membutuhkan

5
BAB II

TAHAPAN DAN BENTUK PENSTRUKTURAN

A. Tahapan Penstrukturan

Konseling merupakan suatu proses yang membutuhkan kerangka atau sruktur yang
koheren. Kerangka ini diperlukan sebagai panduan untuk konselor maupun klien,
meskipun hal ini tidak selalu harus diikuti.Kerangka ini menyediakan suatu peta atau
petunjuk dalam melakukan konseling. Egan (1994) membuat model struktural konseling
yang membagi proses konseling ke dalam tiga komponen utama, yaitu:

 Tahap Pertama Memeriksa situasi sekarang


Tahap pertama menunjukkan pada penekanan awal dari konseling, ketika klien didorong
untuk mengeksplorasikan masalah mereka saat itu juga mereka dapat mengembangkan
pemahaman yang mendalam terhadap masalah tersebut.

 Tahap Kedua Mengembangkan skenario baru yang diinginkan


Tahap kedua menunjukkan pada proses membantu klien untuk mengidentifikasi apa yang
mereka inginkan dan perlukan untuk menghadapi masalah secara efektif.

 Tahap Ketiga Bergerak kepada tindakan


Tahap ketiga menekankan pada tindakan, selama klien memikirkan cara yang benar untuk
menghadapi masalah mereka.Tahap ini meliputi jangkauan aktivitas praktikal untuk
mencapai hasil. Burnard (1994) memberikan model eight-stage yang menjelaskan berbagai
penekanan dimana suatu hubungan konseling berkembang. Tahapan ini dimulai dengan
bertemu klien dan diakiri dengan perpisahan,oleh klien, melalui hubungan terapi.

6
Model tahapan konseling lainnya dapat bermanfaat untuk melihat apa yang terjadi sebelum
klien bertemu dengan konselor.
 Tahap Pertama Pre-contemplation
Klien berpikir untuk mendapatkan pertolongan

 Tahap Kedua Establishment of contact


Klien saling menghubungi dengan konselor atau salah satu dari mereka

 Tahap Ketiga Imagining the relationship


Klien memeperoleh gambaran terhadap konselor dan hubungan yang akan dibentuk

 Tahap Keempat Client and counsellor meet


Ruang lingkup terhadap penekanan masalah yang didiskusikan dimana emosi dan katarsis
dapat muncul

 Tahap Kelima Clarity and focus


Kondisi masalah menjadi lebih jelas bagi klien, dimana klien mengalami pengurangan
tekanan dan perasaan akan dimengerti.

 Tahap Keenam Other Issue


Permasalahan yang berkaitan dengan masa lalu akan timbul dan perlu untuk ditempatkan

 Tahap Ketujuh Managament and Change


Cara penempatan masalah dengan diskusi dan disadari

 Tahap Kedelapan Apprehension about change


Efek perubahan di ungkapkan dengan ketakutan yang dibahas antara klien dan konselor

 Tahap Kesembilan Achievement


Klien merubah tindakan dan menerima beberapa perubahan.

 Tahap Kesepuluh Ending


Hubungan antara konselor dan klien sampai akhir, Klien lebih mandiri bisa menghadapi
sendiri.

B. Bentuk – Bentuk Penstrukturan


Ada 4 ( empat ) bentuk penstrukturan yakni sebagai berikut :

7
1. Time Limits (batasan waktu)
Batasan waktu dibutuhkan dalam proses konseling di sekolah-sekolah. Dalam setiap sesi
wawancara konseling hanya ada sejumlah waktu tertentu yang dapat diberikan konselor
kepada klien. Dalam hal ini konselor juga harus menyatakan pada awal pertemuan, berapa
lama konseling akan berlangsung. Hal ini sangat penting, karena konseli harus tahu berapa
waktu yang tersedia sehingga mereka dapat menyampaikan masalah-masalah yang
dialaminya dengan tenang karena tidak diburu-buru waktu. Menurut Brammer&Shostrom
dalam buku Keterampilan-keterampilan Dasar dalam Konseling menyatakan bahwa jika
batasan waktu diberikan maka klien seringkali memanfaatkan waktu semaksimal mungkin
untuk mempercepat proses terapeutik.

2. Action Limits (batasan tindakan)


Pembatasan tindakan di sini mengacu pada batas-batas tindakan yang boleh ataupun yang
tidak boleh dilakukan. Dalam konseling, konselor tidak boleh membatasi ekspresi verbal
konseli akan tetapi hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh konseli adalah melukai diri
sendiri dan orang lain, misalnya konseli boleh mengatakan apa saja kepada konselor, tetapi
konseli tidak boleh melukai konselor. Rogers (dalam Sunardi, 1991) menyatakan bahwa
melukai konselor yang ditakukan oleh konseli merupakan kesalahan dan ini dapat
menjadikan kegelisahan bagi konselor dalam hubungannya membantu konseli.

3. Role Limits (batasan peran)


Dalam berbagai setting konseling, konselor mungkin memiliki peran ganda. Struktur
peran tidak hanya dimaksudkan untuk membatasi siapa diri konselor pada saat ini (di
ruang konseling) tetapi juga apa yang harus diperankan oleh konselor dan klien dalam
proses yang akan berlangsung. Konselor menjelaskan peranannya dalam hubungan
konseling karena konseli kadang-kadang datang kepada konselor dengan konsepsi yang
salah. Beberapa konseli menganggap konseling sebagai obat mujarab yang dapat
menyembuhkan dengan cepat seperti memecahkan masalah dan memberikan nasihat.
Sedangkan konseli yang lain sering beranggapan bahwa tanggung jawab untuk sukses
terletak dipundak konselor, harapan-harapan yang tidak realistis ini memerlukan
penjelasan dari konselor bahwa dalam konseling yang menentukan keputusan atau yang
dapat memecahkan masalah adalah konseli sendiri, sedangkan konselor hanya membantu
mengarahkan

4. Problem Limits (pembatasan masalah)

8
Masalah-masalah yang dibahas dalam konseling yang sebaiknya didahulukan adalah
masalah-masalah yang paling mendesak untuk di pecahkan. Oleh karena itu, konselor
perlu mengkomunikasikan kepada konseli terlebih dahulu jika konseli datang dengan
membawa lebih dan satu masalah, misalnya “Anda mengalami tiga masalah, yaitu masalah
belajar, masalah sosial dan masalah pembagian waktu. Dan ketiga masalah itu mana yang
mendesak untuk dibicarakan.“

BAB III

PRAKTIK PENSTRUKTURAN

1. Time Limits (batasan waktu)


Waktu konseling diatur setiap pertemuan sekitar 45-60 menit. Aturan waktu perlu
dinyatakan di hadapan klien agar ia mau memanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya.Time
limit dapat digunakan diawal dan diakhir. Time Limit diakhir pertemuan dapat dilakukan
dengan dua cara baik verbal maupun non verbal:

Contohnya :
verbal:
“Tampaknya kita sudah lama sekali melakukan pembicaraan ini, apa yang bisa saudara
simpulkan diakhir pertemuan kita hari ini?”
Non verbal : dengan melihat jam tangan, jam dinding, menata buku, melakukan gerakan-
gerakan yang tidak biasa, mengangkat kedua tangan seperti pada saat bangun tidur

2. Action Limits (batasan tindakan)


Konselor membatasi perbuatan klien yang tidak normatif (norma moral, hukum atau
agama)
Contoh : Ada dua orang klien yang sedang bertengkar, lalu mereka memutuskan untuk ke
ruang konseling. Dalam keadaan tersebut konselor sebaiknya menyuruh klien duduk,
mencarikan minum, diam sejenak dengan duduk dipisahkan, lalu dimulailah proses
konseling apabila klien sudah dalam keadaan tenang. Sulit bagi konselor untuk
memaksakan proses konseling berlangsung dalam kondisi yang tidak tepat.

9
3. Role Limits (batasan peran)
Struktur digunakan terutama apabila klien diam karena mengalami resistensi pada
konselornya, Jika begitu Konselor lebih dahulu menggunakan keterampilan Silence
kemudian Structuring Role Limit.
Contoh : “Saudara, dalam melakukan proses konseling ini saya diikat oleh kode etik.
Percayalah pada saya, Saya akan menjaga rahasia Anda. Saya tidak dapat membantu Anda
apabila Anda tidak mau berbicara.”

4. Problem Limits (pembatasan masalah)


Tujuan dari struktur ini adalah agar klien dapat memahami permasalahan apa saja yang dia
hadapi saat ini dan proses konseling focus pada pemecahan masalah klien, tidak melebar
pada hal-hal yang kurang ada hubungannya dengan permasalahan klien.
Contoh : “setelah saya mendengar ceritamu tadi saya menangkap masalah yang Anda
hadapi tidak hanya satu, coba kemukakan ada berapa masalah yang Anda hadapi?”
Jika Konselor merasa ada masalah yang belum dikemukakan klien, maka konselor
bertanya dengan mengatakan, “Kelihatannya masih ada lagi?”, jika klien benar-benar tidak
tahu baru konselor yang meberitahukannya.

10
PENUTUP

 Kesimpulan

Penstrukturan dapat diterapkan di sepanjang proses konseling, meskipun tahap-tahap


awal menjadi penting untuk mendorong keterlibatan dan tanggung jawab klien. Semua
proses konseling pada dasarnya merupakan proses yang terstruktur, proses konseling
dapat digambarkan melalui parameter, prosedur, kondisi dan karakteristiknya.
Penggunaan struktur dalam konseling penting, sebab jika struktur tidak dikembangkan
oleh konselor maka tanpa disadari struktur dapat berkembang sendiri. Oleh karena itu ada
beberapa hal yang harus diatur dalam proses konseling menyangkut waktu, topik,
problem dan perbuatan.

 Saran

Penstrukturan dalam konseling penting, sebab jika struktur tidak dikembangkan oleh
konselor maka tanpa disadari struktur dapat berkembang sendiri. Oleh karena itu ada
beberapa hal yang harus diatur menyangkut waktu, topik, problem dan perbuatan
sebelum proses konseling dimulai. Agar proses konseling dapat bejalan dengan kondisi
yang tepat, sehingga tujuan dari proses konseling bisa tercapai dengan baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Day, R. W., & Sparacio, R. T. 1980. Structuring the Counseling Process. Personnel &
Guidance Journal, 59(4).

Fatimah.2017.Penerapan Teknik Strukturing “

Lumongga, D. N. .2014. Memahami dasar-dasar konseling dalam teori dan praktik.


Kencana.

Nn.2012. “ Pembatasan Teknik Strukturing “

Retno, dan Eko Darminto.2007.” Keterampilan – Keterampilan Dasar Dalam


Konseling”. Surabaya : UNESA University Press

Setiawan, Andiy.2012. “ Keterampilan Dasar Konseling

12

Anda mungkin juga menyukai