Disusun Oleh :
Kelompok 8 Kelas B
Dosen Pengampu :
Annisa Saraswati, S.H.,M.H
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL ...........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................................9
B. Saran ..................................................................................................9
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Munawarsyah Munawarsyah, “Sejarah Resmi Kodifikasi Hadits Nabi Muhammad SAW
Sebagai Sumber Hukum Islam,” Universal Grace Journal 1, no. 1 (2023): 13–14.
2
Nur Kholis bin Kurdian, “Tipologi Kitab Riyadlush Shalihin Dalam Kodifikasi Hadits,”
Al-Majaalis 1, no. 1 (2013): 3.
4
Hadits Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam adalah salah satu dari
dua sumber pokok ajaran Islam, dan salah satu dari dua wahyu yang
diturunkan kepadanya. Sebagimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
٧ َو َم ٓا ٰا ٰت ىُك ُم الَّر ُسْو ُل َفُخ ُذ ْو ُه َو َم ا َنٰه ىُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهْو ۚا َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد اْلِع َقاِۘب.....
Artinya :
Oleh sebab itu, tidak benar pemahaman seseorang tentang agama ini
tanpanya. Berdasarkan ayat tersebut, maka para sahabat dan generasi-
generasi berikutnya sangat perhatian dengan hadits Rasulullah
shallaallahu’alaihi wa sallam.
B. Rumusan Masalah
5
2. Bagaimana Latar Belakang Kodifikasi Hadits?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
6
A. Pengertian Kodifikasi Hadits
3
Rohasib Maulana, “Historiografi Kodifikasi Hadis,” AL-THIQAH: Jurnal Ilmu
Keislaman 6, no. 1 (2023): 1–17.
7
hadits akan bercampur dengan Al-Qur‟an, sehinggga Al-Qur‟an tidak
murni lagi.
4
bin Kurdian, “Tipologi Kitab Riyadlush Shalihin Dalam Kodifikasi Hadits,” 74.
8
1. Perkataan Abu Hurairah, “Tidak ada diantara para sahabat Nabi yang
lebih banyak haditsnya dariku kecuali ‘Abdullah bin ‘Amr karena ia
menulis (hadits dari Rasulullah) sedangkan aku tidak pernah
menulisnya”.5
5
Muhammad Abu Abdillah al-Ja’fi, “Al-Bukhâri, Al-Jâmi’al-Shahih Al-Mukhtashar”
(Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), 54.
6
Ibid., 60.
7
Athoillah Umar, “Manahijul Muhadditsin Sejarah Penulisan Kitab Hadis Dari Abad
Pertama Hingga Abad Empat” (Dim ar Jaya Pre ss, 2020).
9
Nabi, maka setelah terkumpul aku menulisnya pada beberapa buku, dan
beliau mengirimkannya kepada para pemimpin.
Kemudian pada generasi Tabi’ al-Tabi’in. Pada masa ini muncullah
buku-buku hadits yang tidak hanya ditulis dan dibukukan saja akan tetapi
disusun dan ditertibkan berdasarkan bab-bab tertentu (tasnif), seperti
buku-buku Muwatta’, Sunan, Musannaf, Jami’ dan buku-buku Ajza’. 8
Selain itu, ada beberapa pendapat yang mencoba menyimpulkan
bahwa:
1. Larangan menulis hadis terjadi pada periode awal kerasulan, disaat
banyaknya wahyu yang diturunkan, sedangkan izin penulisannya
disabdakan pada periode akhir kerasulan.
2. Larangan penulisan hadis itu ditujukan bagi orang yang kuat
hafalannya dan tidak dapat menulis dengan baik, serta dikhawatirkan
salah dan bercampur dengan Al-Qur’an. Izin menulis hadis diberikan
kepada orang yang pandai menulis dan tidak dikhawatirkan salah dan
bercampur dengan Al-Qur’an.
3. Larangan itu ditujukan bagi orang yang kurang pandai menulis
dikhawatirkan tulisannya keliru, sementara orang yang pandai menulis
tidak dilarang menulis hadis.
4. Larangan hadis tentang menulis hadis di mansukh oleh hadis yang
menganjurkan menulis hadis.
5. Larangan itu bersifat umum, sedangkan izin menulis hadis bersifat
khusus, yakni kepada para sahabat yang pandai menulis sehingga tidak
dikhawatirkan akan mencampurkan catatan hadis dengan Al-Qur’an.
6. Larangan ditujukan untuk kodifikasi formal sedangkan izin ditujukan
untuk sekedar dalam bentuk catatan yang dipakai sendiri.
7. Larangan berlaku ketika wahyu masih turun, belum dihafal dan dicatat.
Adapun ketika wahyu yang turun sudah dihafal dan dicatat, maka
penulian hadis diizinkan.9
8
H Dasmun and M SI, “Studi Al-Quran Dan Al-Hadits,(Pendekatan Historis Dan
Filologi),” Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 2, no. 1 (2015): 85–94.
9
M Ag Idri, Studi Hadis (Kencana, 2013), 37–38.
10
Dengan demikian, paparan di atas menunjukkan bahwa penulisan
hadis diperbolehkan bahkan dianjurkan sejak adanya perintah nabi
Muhammad saw kepada sahabat yang pandai menulis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
kodifikasi hadis merupakan upaya penghimpunan tulisan-tulisan hadis
yang telah disusun dengan berbagai prosedur hingga terbentuk suatu
mushaf resmi yang dapat dijadikan sumber referensi islamologi yang
kredibel dan akuntabel. Kodifikasi hadis yang dimaksud mencakup segala
macam model yang dilakukan oleh para ulama hadis sejak diberlakukan
perintah pembukuan hingga sekarang.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
12
Dasmun, H, and M SI. “Studi Al-Quran Dan Al-Hadits,(Pendekatan Historis Dan
Filologi).” Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 2, no. 1 (2015): 85–
94.
Idri, M Ag. Studi Hadis. Kencana, 2013.
Kurdian, Nur Kholis bin. “Tipologi Kitab Riyadlush Shalihin Dalam Kodifikasi
Hadits.” Al-Majaalis 1, no. 1 (2013): 1–24.
Maulana, Rohasib. “Historiografi Kodifikasi Hadis.” AL-THIQAH: Jurnal Ilmu
Keislaman 6, no. 1 (2023): 1–17.
Munawarsyah, Munawarsyah. “Sejarah Resmi Kodifikasi Hadits Nabi
Muhammad SAW Sebagai Sumber Hukum Islam.” Universal Grace Journal
1, no. 1 (2023): 13–20.
Umar, Athoillah. “Manahijul Muhadditsin Sejarah Penulisan Kitab Hadis Dari
Abad Pertama Hingga Abad Empat.” Dim ar Jaya Pre ss, 2020.
13