Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN & HADIST


“Kodifikasi Hadits”

Disusun Oleh :
Kelompok 8 Kelas B

Nama Kelompok : NPM

1. IKHSAN MAULANA 2351010182


2. SELVIANA 2351010100
3. ELSA YENTIKA 2351010035

Dosen Pengampu :
Annisa Saraswati, S.H.,M.H

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kodifikasi Hadits” ini tepat pada waktunya tanpa kendala apapun.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadits yang diampu oleh Ibu Annisa
Saraswati, S.H.,M.H selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Akuntansi Istishna khususnya bagi kami dan bagi para pembaca. Namun
kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari
segi penulisan maupun segi penyusunan, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun, kami terima dengan senang hati demi perbaikan
makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi para pembacanya, atas
perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk membuat makalah kami ucapkan
terimakasih

Bandar Lampung, 09 November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL ...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..............................................................................2
C. Tujuan ................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodifikasi Hadits .............................................................4


B. Latar Belakang Kodifikasi Hadits .....................................................5
C. Tokoh-tokoh Kodifikasi Hadits .........................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................9
B. Saran ..................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an dan Hadist adalah dalil utama dalam menjalankan syari’at


Allah, mayoritas manusia menggunakan Al-Qur’an dan Hadist sebagai
dalil Naqli dalam menjawab persoalan-persoalan Agama.

Nabi Muhammad SAW pembawa Syari’at Allah diatas permukaan


bumi ini, semua aktifitas Nabi Muhammad SAW menjadi contoh
suritauladan bagi ummat Islam, dan patut dicontohi, patut juga diacung
jempol, tetapi setelah beliau wafat timbul berbagai persoalan ditengah-
tengan masyarakat, yang mana persoalan tersebut untuk diputuskan perlu
kepada jawaban yang konkrit, maka para Khulafaurrasyidin menjadikan
Al-Qur’an sebagai dalil utama, kemudian menjadikan semua perkataan
Nabi, perbuatan, dan pengakuan Nabi menjadi dalil kedua dalam
pegangngan untuk memutuskan persoalan yang terjadi dalam kalangan
masyarakat.1

Hadits Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam telah dibukukan sejak


zaman Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam, akan tetapi masih bersifat
personal. Kodifikasi hadits yang bersifat umum dan resmi dengan
mendapat perintah dari seorang khalifah terjadi pada masa Tabi’in, yaitu
pada masa Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz. Adapun al-Qur’an telah
dikodifikasikan secara resmi pada masa sahabat dengan perintah Khalifah
Abu Bakar ash shidiq radiyallahu ‘anhu.2

1
Munawarsyah Munawarsyah, “Sejarah Resmi Kodifikasi Hadits Nabi Muhammad SAW
Sebagai Sumber Hukum Islam,” Universal Grace Journal 1, no. 1 (2023): 13–14.
2
Nur Kholis bin Kurdian, “Tipologi Kitab Riyadlush Shalihin Dalam Kodifikasi Hadits,”
Al-Majaalis 1, no. 1 (2013): 3.

4
Hadits Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam adalah salah satu dari
dua sumber pokok ajaran Islam, dan salah satu dari dua wahyu yang
diturunkan kepadanya. Sebagimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

٤ ‫ ِاْن ُهَو ِااَّل َو ْح ٌي ُّيْو ٰح ۙى‬٣ ‫َو َم ا َيْنِط ُق َع ِن اْلَهٰو ى‬


Artinya :
1. Dan tidak pula berucap (tentang Al-Qur’an dan penjelasannya)
berdasarkan hawa nafsu(-nya).
2. Ia (Al-Qur’an itu) tidak lain, kecuali wahyu yang disampaikan
(kepadanya) ( Q.S An-Najm : 3-4 )

Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

٧ ‫َو َم ٓا ٰا ٰت ىُك ُم الَّر ُسْو ُل َفُخ ُذ ْو ُه َو َم ا َنٰه ىُك ْم َع ْنُه َفاْنَتُهْو ۚا َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َش ِد ْيُد اْلِع َقاِۘب‬.....
Artinya :

“….Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang


dilarangnya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” ( Q.S Al-Hasyr : 7 )

Oleh sebab itu, tidak benar pemahaman seseorang tentang agama ini
tanpanya. Berdasarkan ayat tersebut, maka para sahabat dan generasi-
generasi berikutnya sangat perhatian dengan hadits Rasulullah
shallaallahu’alaihi wa sallam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Kodifikasi Hadits?

5
2. Bagaimana Latar Belakang Kodifikasi Hadits?

3. Siapa Saja Tokoh-tokoh Kodifikasi Hadits?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Kodifikasi Hadits

2. Untuk Mengetahui Latar Belakang Kodifikasi Hadits

3. Untuk Mengetahui Tokoh-tokoh Kodifikasi Hadits

BAB II
PEMBAHASAN

6
A. Pengertian Kodifikasi Hadits

Kodifikasi hadits menurut bahasa adalah pendewanan hadits atau


pembukuan hadits. Sedangkan menurut terminologi artinya pengumpulan
dan penyusunan hadits yang secara resmi didasarkan perintah khalifah
dengan melibatkan beberapa personil, yang ahli dalam masalah ini, bukan
yang dilakuan secara peseorangan seperti yang terjadi di masa-masa
sebelumnya. Sementara dalam Tesaurus Bahasa Indonesia, kodifikasi
dimaknai sebagai pencatatan, pendataan; kategorisasi, klasifikasi,
penggolongan, penyusunan dan sistematisasi. Secara istilah, kodifikasi
adalah penulisan-pengumpulan-penyusunan hadis Nabi Muhammad SAW
yang kemudian dibukukan secara resmi berdasarkan perintah khalifah
dengan melibatkan beberapa personel yang memiliki otoritas dan potensi
dalam bidang hadis.3

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa kodifikasi hadis


merupakan upaya penghimpunan tulisan-tulisan hadis yang telah disusun
dengan berbagai prosedur hingga terbentuk suatu mushaf resmi yang dapat
dijadikan sumber referensi islamologi yang kredibel dan akuntabel.
Kodifikasi hadis yang dimaksud mencakup segala macam model yang
dilakukan oleh para ulama hadis sejak diberlakukan perintah pembukuan
hingga sekarang.

Sebagaimana Al-Qur’an, hadits juga mengalami proses panjang dalam


pembukuannya. Proses pembukuan hadits sebenarnya terlambat sampai
seratus tahun lebih dikarenakan faktor-faktor berikut :

1. Kekuatan hafalan dan kecerdasan mereka sudah dapat diandalkan


sehingga mereka tidak perlu menulis hadits.
2. Semula adanya larangan dari nabi untuk menulis hadits, seperti
terdapat dalam shohih muslim. Hal itu karena dikhawatirkan sejumlah

3
Rohasib Maulana, “Historiografi Kodifikasi Hadis,” AL-THIQAH: Jurnal Ilmu
Keislaman 6, no. 1 (2023): 1–17.

7
hadits akan bercampur dengan Al-Qur‟an, sehinggga Al-Qur‟an tidak
murni lagi.

Para ahli hadits menyatakan bahwa penulisan hadits telah dimulai


sejak Rasulullah saw masih hidup, kemudian tulisan hadits tersebut
disebut dengan shahifah (suhuf) (jamak). Seperti shahifah as-shadiqah
karya Abdullah bin Amr bin As.Shahifah ini sampai kepada kita melalui
kitab kumpulan hadis karya Ahmad bin Hanbal yang berjudul Musnad.
Akan tetapi di antara para ahli hadits berbeda pendapat tentang kebolehan
menulis hadis pada saat Nabi saw masih hidup, yang didasarkan adanya
hadis yang membolehkan dan melarang menuliskanya.

B. Latar Belakang Kodifikasi Hadits

Banyak opini yang menyebar dikalangan sebagian publik akademis


bahwa hadits Nabi selama satu abad penuh belum ditulis dan masih berupa
hafalan yang ditransfer dari masa ke masa, opini tersebut disebabkan
adanya perkataan sebagaian ulama hadits yang menyatakan bahwa yang
pertama kali mengkodifikasi hadits adalah Ibn Shihab al-Zuhri (setelah
mendapat perintah dari Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz). Pendapat
tersebut menyebar kira-kira 5 abad berturut-turut hingga datang masa
Khatib al-Baghdadi yang telah meneliti dan mengumpulkan data otentik
dari fakta-fakta yang ada, sehingga ia dapat menjelaskan kepada umat
bahwa hadits Nabi telah dibukukan sejak abad pertama hijriyah,
penelitiannya tersebut ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul “Taqyid
al-‘Ilm” .4

Kemudian, pada masa Rosulullah SAW. Beliau memerintahkan


kepada para sahabat untuk menulis hadis-hadisnya, Beberapa fakta yang
membuktikan hal itu diantaranya:

4
bin Kurdian, “Tipologi Kitab Riyadlush Shalihin Dalam Kodifikasi Hadits,” 74.

8
1. Perkataan Abu Hurairah, “Tidak ada diantara para sahabat Nabi yang
lebih banyak haditsnya dariku kecuali ‘Abdullah bin ‘Amr karena ia
menulis (hadits dari Rasulullah) sedangkan aku tidak pernah
menulisnya”.5

2. Rasulullah pernah memerintakan para sahabat untuk menuliskan hadits


kepada seorang laki-laki dari negeri Yaman seraya berkata,
“Tuliskanlah hadits untuk Abu Shah..”.6
3. Adanya penulisan hadits pada Suhuf (lembaran-lembaran). Seperti;

a) Lembaran Abu Bakar al-Shiddiq yang ada di dalamnya


haditshadits tentang sadaqah.
b) Lembaran Ali bin Abi Thalib.
c) Lembaran ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Dan lain sebagainya.

4. Adanya dorongan untuk menghapal hadits dan menguatkan hapalan


tersebut dengan cara menulis hadits tersebut terlebih dahulu dan
menghapalnya, setelah mereka hapal dan kuat hapalannya maka tulisan
tersebut mereka hapus dengan tujuan agar mereka tidak bergantung
dengan tulisan tersebut.

5. Adanya surat menyurat antara mereka dalam menyampaikan hadits


Nabi. Misalnya: Jabir bin Samurah menulis beberapa hadits dan
mengirimkannya kepada ‘Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash atas
permintaan darinya.7

Kemudian pada generasi Tabi’in, hadits dikodifikasikan secara resmi


atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, al-Zuhri berkata, “Umar bin
Abdul Aziz memerintahkan kepadaku untuk mengumpulkan hadits-hadits

5
Muhammad Abu Abdillah al-Ja’fi, “Al-Bukhâri, Al-Jâmi’al-Shahih Al-Mukhtashar”
(Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), 54.
6
Ibid., 60.
7
Athoillah Umar, “Manahijul Muhadditsin Sejarah Penulisan Kitab Hadis Dari Abad
Pertama Hingga Abad Empat” (Dim ar Jaya Pre ss, 2020).

9
Nabi, maka setelah terkumpul aku menulisnya pada beberapa buku, dan
beliau mengirimkannya kepada para pemimpin.
Kemudian pada generasi Tabi’ al-Tabi’in. Pada masa ini muncullah
buku-buku hadits yang tidak hanya ditulis dan dibukukan saja akan tetapi
disusun dan ditertibkan berdasarkan bab-bab tertentu (tasnif), seperti
buku-buku Muwatta’, Sunan, Musannaf, Jami’ dan buku-buku Ajza’. 8
Selain itu, ada beberapa pendapat yang mencoba menyimpulkan
bahwa:
1. Larangan menulis hadis terjadi pada periode awal kerasulan, disaat
banyaknya wahyu yang diturunkan, sedangkan izin penulisannya
disabdakan pada periode akhir kerasulan.
2. Larangan penulisan hadis itu ditujukan bagi orang yang kuat
hafalannya dan tidak dapat menulis dengan baik, serta dikhawatirkan
salah dan bercampur dengan Al-Qur’an. Izin menulis hadis diberikan
kepada orang yang pandai menulis dan tidak dikhawatirkan salah dan
bercampur dengan Al-Qur’an.
3. Larangan itu ditujukan bagi orang yang kurang pandai menulis
dikhawatirkan tulisannya keliru, sementara orang yang pandai menulis
tidak dilarang menulis hadis.
4. Larangan hadis tentang menulis hadis di mansukh oleh hadis yang
menganjurkan menulis hadis.
5. Larangan itu bersifat umum, sedangkan izin menulis hadis bersifat
khusus, yakni kepada para sahabat yang pandai menulis sehingga tidak
dikhawatirkan akan mencampurkan catatan hadis dengan Al-Qur’an.
6. Larangan ditujukan untuk kodifikasi formal sedangkan izin ditujukan
untuk sekedar dalam bentuk catatan yang dipakai sendiri.
7. Larangan berlaku ketika wahyu masih turun, belum dihafal dan dicatat.
Adapun ketika wahyu yang turun sudah dihafal dan dicatat, maka
penulian hadis diizinkan.9
8
H Dasmun and M SI, “Studi Al-Quran Dan Al-Hadits,(Pendekatan Historis Dan
Filologi),” Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 2, no. 1 (2015): 85–94.
9
M Ag Idri, Studi Hadis (Kencana, 2013), 37–38.

10
Dengan demikian, paparan di atas menunjukkan bahwa penulisan
hadis diperbolehkan bahkan dianjurkan sejak adanya perintah nabi
Muhammad saw kepada sahabat yang pandai menulis.

C. Tokoh-tokoh Kodifikasi Hadits

Hadits Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam telah dibukukan sejak


zaman Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam, akan tetapi masih bersifat
personal. Kodifikasi hadits yang bersifat umum dan resmi dengan
mendapat perintah dari seorang khalifah terjadi pada masa Tabi’in, yaitu
pada masa Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz. Adapun al-Qur’an telah
dikodifikasikan secara resmi pada masa sahabat dengan perintah Khalifah
Abu Bakar ash shidiq radiyallahu ‘anhu.

Sebagaian ulama hadits menyatakan bahwa yang pertama kali


mengkodifikasi hadits adalah Ibn Shihab al-Zuhri, Ar-Robi' bin Subaih,
Said bin Abi Arubah dan lainnya (setelah mendapat perintah dari Khalifah
‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
kodifikasi hadis merupakan upaya penghimpunan tulisan-tulisan hadis
yang telah disusun dengan berbagai prosedur hingga terbentuk suatu
mushaf resmi yang dapat dijadikan sumber referensi islamologi yang
kredibel dan akuntabel. Kodifikasi hadis yang dimaksud mencakup segala
macam model yang dilakukan oleh para ulama hadis sejak diberlakukan
perintah pembukuan hingga sekarang.

Banyak opini yang menyebar dikalangan sebagian publik akademis


bahwa hadits Nabi selama satu abad penuh belum ditulis dan masih berupa
hafalan yang ditransfer dari masa ke masa, opini tersebut disebabkan
adanya perkataan sebagaian ulama hadits yang menyatakan bahwa yang
pertama kali mengkodifikasi hadits adalah Ibn Shihab al-Zuhri (setelah
mendapat perintah dari Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Aziz). Pendapat
tersebut menyebar kira-kira 5 abad berturut-turut hingga datang masa
Khatib al-Baghdadi yang telah meneliti dan mengumpulkan data otentik
dari fakta-fakta yang ada, sehingga ia dapat menjelaskan kepada umat
bahwa hadits Nabi telah dibukukan sejak abad pertama hijriyah,
penelitiannya tersebut ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul “Taqyid
al-‘Ilm”.

B. Saran

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan mengenai materi yang


menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kesalahan dan
kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan referensi yang kami
peroleh. Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun dan menyempurnakan makalah ini, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

al-Ja’fi, Muhammad Abu Abdillah. “Al-Bukhâri, Al-Jâmi’al-Shahih Al-


Mukhtashar.” Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.

12
Dasmun, H, and M SI. “Studi Al-Quran Dan Al-Hadits,(Pendekatan Historis Dan
Filologi).” Risâlah, Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 2, no. 1 (2015): 85–
94.
Idri, M Ag. Studi Hadis. Kencana, 2013.
Kurdian, Nur Kholis bin. “Tipologi Kitab Riyadlush Shalihin Dalam Kodifikasi
Hadits.” Al-Majaalis 1, no. 1 (2013): 1–24.
Maulana, Rohasib. “Historiografi Kodifikasi Hadis.” AL-THIQAH: Jurnal Ilmu
Keislaman 6, no. 1 (2023): 1–17.
Munawarsyah, Munawarsyah. “Sejarah Resmi Kodifikasi Hadits Nabi
Muhammad SAW Sebagai Sumber Hukum Islam.” Universal Grace Journal
1, no. 1 (2023): 13–20.
Umar, Athoillah. “Manahijul Muhadditsin Sejarah Penulisan Kitab Hadis Dari
Abad Pertama Hingga Abad Empat.” Dim ar Jaya Pre ss, 2020.

13

Anda mungkin juga menyukai