Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH HUKUM ISLAM PADA MASA KHULAFA’UR RASYIDIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Mata Kuliah : Tarikh Tasyrik

Dosen Pembimbing :
Rukmana Prasetyo,M.H.I

Disusun Oleh : Kelompok 3


Yunita Pardina (2001010194)
Rina Yuliani (2001010152)
Diki Firmansyah (2001010037)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH (UNIVA)
MEDAN
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehardirat Allah SWT atas berkat dan rahmat yang telah
dilimpahkannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun pokok pembahasan yang dikaji dalam makalah ini adalah tentang “ Hukum Islam
Pada Masa Khulafa’ur Rasyidin yang bertujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Tarikh
Tasyrik.
Selanjutnya saya mengucapkan terimaka kasih kepada Ustadz Rukmana Prasetyo M.H.I yang
merupakan dosen Tarikh Tasyrik yang telah memimbing kami. Saya mohon bantuan yang
sebesar - besarnya jika masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah
ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesilapan baik dalam hal penulisan maupun isi. Kami mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca sekalian yang bersifat membangun yang bisa menjadi bahan acuan dan
pertimbangan bagi kami untuk kesempurnaan makalah di kemudian harinya.

7 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A. Hukum Islam Pada Masa Khulafa’ur Rasyidin....................................................................2
B. Hukum Islam Pada Periode Abu Bakar................................................................................2
C. Hukum Islam Pada Periode Umar Bin Khattab...................................................................4
BAB III.................................................................................................................................................6
PENUTUP............................................................................................................................................6
A. Kesimpulan..............................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................7

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan hukum islam dari masa ke masa dibagi dalam periodisasi oleh kaum
intelektual terdahulu. Periodisasi Fiqih terbagi menjadi enam, yaitu; periode Rasulullah
SAW,periode khulafaur rasyidin, periode tabi’in, periode keemasan dinasti Abbasiyah,
periode keterpakuan intelektual, dan periode kebangkitan kembali. Namun yang menjadi
fokus utama pada makalah ini yaitu tasyri’ pada periode khulafaur rasyidin. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum Islam pada periode
khulafaur rasyidin, untuk mengetahui apa saja sumber penetapan Hukum Islam pada
periode khulafaur rasyidin, untuk mengetahui ijtihad dari khulafaur rasyidin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sejarah perkembangan hukum Islam pada periode
khulafaurrasyidin dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal
tahun 11 H atau 632 M, dan diakhiri pada akhir abad pertama Hijriyah (11-41 H atau
632-661 M). Menurut para ahli sejarah islam, periode ini adalah periode penafsiran
undang-undang dan terbukanya pintu-pintu Istinbath Hukum atas kejadian-kejadian yang
tidak ada nash hukumnya.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum islam pada masa khulafa’ur rasyidin ?

2. Bagaimana hukum islam pada periode abu bakar ?

3. Bagaimana hukum islam pada periode umar bin khattab ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hukum islam pada masa khulafa’ur rasyidin

2. Untuk mengetahui hukum islam pada periode abu bakar

3. Untuk mengetahui hukum islam pada periode umar bin khattab

1
Jaih Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam (Cet. 1 Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000) hal-
37.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hukum Islam Pada Masa Khulafa’ur Rasyidin
Periode Khulafaur Rasyidin ini dimulai sejak wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal
12 Rabiul Awal tahun 11 H/632 M dan diakhiri pada akhir abad pertama Hijriyah (11-41
H/632-661 M). Menurut para ahli sejarah islam, Periode ini adalah periode Penafsiran
undang-undang dan terbukanya pintu-pintu istinbath hukum dalam kejadian-kejadian yang
tidak ada nash hukumnya. Dari pemuka-pemuka sahabat timbullah banyak pendapat dalam
menafsirkan nash-nash hukum dalam Al-Quran dan Al-Hadits yang dapat dipandang sebagai
pandangan yuridis bagi penafsiran-penafsiran nash serta sebagai penjelasannya. 2 Setelah
wafatnya Nabi, umat islam menghadapi banyak masalah. Hal ini dikarenakan semakin
meluasnya pemerintahan islam hingga melampaui semenanjung Arabia itu juga tentunya
membawa dampak yang begitu besar bagi perkembangan pemikiran umat islam pada masa
itu. Berbagai macam permasalahan yang timbul dikarenakan vakumnya pemerintahan dan
karena perluasan wilayah islam semakin memaksa para sahabat untuk benar-benar berijtihad
dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

B. Hukum Islam Pada Periode Abu Bakar


Masalah yang paling urgen di kalangan umat islam pasca wafatnya Nabi SAW adalah
masalah politik, terutama masalah imamah/kekhalifahan. Dalam masa kevakuman
pemerintahan ini, masyarakat islam membutuhkan sosok pemimpin baru, karena tanpa
kehadiran seorang pemimpin baru, wilayah kekuasaan islam yang telah membentang sampai
wilayah sebagian besar jazirah Arab, akan dengan mudah hancur/terpecah-belah kembali, di
samping kekhawatiran adanya serangan dari bangsa-bangsa lain, seperti Romawi dan Persia,
sehingga stabilitas keamanan umat islam saat itu terancam. Namun yang menjadi persoalan
adalah bahwa Nabi Muhammad di akhir hayatnya tidak meninggalkan wasiat tentang siapa
yang akan meneruskan perjuangannya menjadi khalifah dan menyebarkan agama islam ke
seluruh Dunia. Hal ini kemudian menjadi tanda Tanya sekaligus PR terbesar bagi umat islam
saat itu terutama para Sahabat Nabi Saw, Meskipun ada satu riwayat bahwa Nabi Saw telah
menulis sebuah wasiat untuk menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pertama, namun
kemudian dicegah oleh Umar bin Khattab.

2
Masa khulafa’ur rasyidin adalah dimulainya wafat Nabi Muhammad SAW sampai wafatnya Ali Bin Abi Thalib,
yakni dari tahun 11 H hingga tahun 40 H atau dari tahun 632 M hingga 661 M.

2
Sampai akhirnya muncullah suatu peristiwa bersejarah yang terkenal dengan sebutan
“Tsaqifah”. Peristiwa ini terjadi di Madinah, tepatnya di daerah Tsaqifah dengan penduduk
sekitarnya adalah mayoritas keturunan suku aus dan suku khazraj yang secara historis telah
menjadi musuh bebuyutan semenjak pra-islam. Kedua suku yang terkenal dengan sebutan
kaum Anshor, merasa paling berhak untuk menyatakan dan mengangkat diri mereka sebagai
seorang khalifah sebagai penerus dan pengganti Nabi SAW, karena atas jasa merekalah umat
islam bisa terus Berjaya hingga saat itu. Meskipun sebenarnya kedatangan Nabi dan Para
Muhajirin Lainnya ke kota yang dulu terkenal dengan nama Yatsrib itu adalah atas
permintaan dari kedua kelompok sosial itu, dengan tujuan agar perseteruan di antara kedua
suku itu berhenti, karena kalau peperangan antar kedua suku itu terjadi terus-menerus maka
kedua suku itu akan punah. Dan benar saja Nabi Muhammad dengan kekuatan Islam dan
akhlaknya yang luhur mampu mendamaikan kedua suku itu selama 13 tahun lebih.

Beralih ke masalah Tsaqifah, pada peristiwa ini, kedua suku itu serasa dikembalikan kembali
ke adat jahiliyah mereka, untuk saling bertarung dan bermusuhan kembali walaupun dalam
diri mereka telah tertanam nilai-nilai islam yang menjunjung tinggi perdamaian dan
persaudaraan. Bagi mereka, bila Nabi Muhammad telah wafat berarti tidak ada lagi seorang
pendamai di antara mereka, sehingga hal itu membuat mereka bermusuhan kembali. Pada
saat itu datanglah para sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, yang dipimpin oleh Abu Bakar
dan Umar. Umar dan sahabat lainnya kemudian langsung memplokamirkan Abu Bakar dari
golongan Muhajirin sebagai Pengganti Nabi sebagai Khalifah Umat Islam. tentu saja hal ini
tidak di setujui oleh kaum anshor, yaitu kedua suku aus dan khazraj, karena menurut mereka,
mereka tidak lebih baik dari golongan anshor. Namun, meskipun demikian, ternyata pada
akhirnya kedua suku itu “dikatakan” menyetujui Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Nabi
SAW. Namun sebenarnya tindakan mereka yang turut membaiat Abu Bakar sebagai khalifah
pertama tidak lebih hanyalah sebuah perfect disguise (Pura-pura yang sempurna). Fakta
sejarah telah membuktikan bahwa dipilihnya Abu Bakar saat itu sebagai seorang Khalifah
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: 1. Dari segi Nasab, Abu Bakar yang merupakan
Keturunan bani Taim, Sekelompok suku minoritas yang tida memihak kubu manapun itu
ternyata telah dianggap sebagai mediator bagi suku aus dan khazraj yang membutuhkan
seorang pemimpin yang tidak berasal dari kelompok mereka. Apakah pemimpin itu bernama
Abu Bakar atau Abu Jahal atau siapapun, bagi mereka itu bukanlah hal yang penting, karena
saat itu mereka sedang mempertaruhkan suatu hal yang sangat besar, yaitu kelangsungan
hidup kedua suku mereka. Jadi otomatis pada saat Umar membaiat Abu Bakar, maka Basyir

3
bin Sa’ad dari bani khazraj ikut membaiat Abu Bakar, yang kemudian langsung diikuti oleh
saingannya Usaid bin Hudhair dari bani Aus. Kemudian para pemuka-pemuka sahabat yang
lain termasuk Ali bin Abi Thalib juga membaia Abu Bakar secara keseluruhan. Menunjukkan
adanya Sistem Demokrasi pada masa itu. Sebenarnya dalam diri Abu Bakar tidak ada sama
sekali ambisi politik untuk memimpin umat islam, namun karena mempertimbangkan
kemaslahatan umum, maka Abu Bakar bersedia dilantik menjadi Khalifah. Hal lain yang
mendukung pengangkatan Abu Bakar Sebagai Khalifah saat itu adalah bahwa saat itu
beliaulah yang paling sepuh di antara para sahabat terdekat. Pada masa sebelum
pembaiatannya sebagai khalifah Abu Bakar juga berpidato kepada Kaum Anshor:
“Sesungguhnya orang-orang Arab tidak mengakui kekuasaan ini kecuali untuk orang-orang
Quraisy”. Perlu diketahui bahwa Abu Bakar adalah keturunan suku Quraisy, nama
lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’adalah bin
Taim. Bani Taim adalah satu dari dua belas cabang suku Quraisy. Setelah 2 tahun
memerintah (11-13 Hijriyah) akhirnya Abu Bakar menghembuskan Nafasnya yang terakhir
pada bulan Jumadil Akhir 13 H/634 M, setelah sebelumnya mewasiatkan Umar sebagai
Khalifah Penerusnya.3

C. Hukum Islam Pada Periode Umar Bin Khattab


Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza dari bani Adi bin Ka’ab. Bani Ka’ab
juga termasuk keturunan Quraisy. Dalam Islam, sebenarnya masalah-masalaah kekhalifahan
yang termasuk masalah keduniawian harus melalui ijma’ atau konsensus / musyawarah.
Sebagaimana firman Allah (‫)وشاورهم في األمر‬. Namun agaknya dalam pengangkatan Umar bin
Khattab ini terjadi sedikit Permainan Politik di tangan kaum Quroisy. Sebuah makalah yang
ditulis oleh Henri Lammens yang berjudul Kelompok Politik Tiga Orang (triumvirat) Abu
Bakar, Umar bin Khattab dan abu Ubaidah, yang menceritakan keakraban mereka bertiga
sejak awal masuk islam, dalam peperangan, hingga kepergiannya ke pertemuaan saqifah
tanpa memberitahu sahabat lainnya termasuk Ali bin Abi Thalib, untuk mengajukan Abu
Bakar sebagai Khalifah Pertama, ternyata tidak berhenti sampai di sini saja, persekongkolan
politik mereka berlanjut hingga saat pemberian wasiat Abu Bakar kepada Umar di tengah-
tengah sahabat yang lain sebagai khalifah penggantinya. Meskipun Abu Bakar beralasan agar
tidak terjadi konflik politik lagi seperti dahulu, namun sebagai manusia berjiwa Arab yang
menjunjung kesukuan Quraisy, tentu saja dia tidak ingin masyarakat islam dipimpin oleh
selain Suku Quraisy, sehingga dia kemudian berinisiatif untuk mewariskan kekhalifahannya

3
Muhammad Salam Madzkur, op. cit, hal-41.

4
kepada Umar bin Khattab. Diriwayatkan pula bahwa pada masa-masa menjelang
kematiannya, Umar bin Khattab berencana ingin mewasiatkan kekhalifahanna pada Abu
Ubaidah, kalau saja saat itu dia masih hidup dan umar tidak megutusnya sebagai panglima
pasukan untuk berperang dengan pasukan Romawi yang kemudian berakhir dengan kematian
Abu Ubaidah. Berbeda dengan Abu Bakar yang tidak terlalu suka dengan Politik, Umara
adalah sosok sahabat yang memiliki “naluri negarawan” yang besar, arif akan liku-liku
kekuasaan dan lebih paham tentang bagaimana caranya menangani penduduk Arab yang
berjiwa pengembala yang keras. Umar bukanlah prajurit yang hebat di medan peperangan,
bila dibandingkan dengan Ali bin Abu Thalib atau Hamzah, namun dalam mengatasi kemelut
politik ini, dia termasuk pemberani yang sedia juga menyerempet-nyerempet pada bahaya. Ia
malah berani menghapus kalimat adzan (‫ير العمل‬VV‫“ )حيا على خ‬marilah melakukan amal yang
baik”, konon untuk mengarahkan semangat perang jihad dan agar lebih memompa semangat
kaum muslimin yang disebarkan ke berbagai penjuru, ia juga berani menambahkan kalimat (
‫وم‬VV‫ير من الن‬VV‫الة خ‬VV‫”)الص‬Shalat itu lebih baik daripada tidur”, dia juga orang pertama yang
menjuluki didrinya sebagai Amirul mukminin, orang pertama yang membuat Pnanggalan
Islam / Hijriyah yang dimulai awal Hijrah Nabi Muhammad SAW, memelopori perluasan
masjidil haram, mmebentuk kantor pemerintahan, mata uang dll.4

Kekhalifahannya berakhir setelah kematian syahidnya akibat sebuah konspirasi politik yang
dirancang oleh musuh-musuh islam, terutama kalangan yahudi dan Persia, yang sangat
membencinya karena pada kekhalifahannya, Kekaisaran Persia telah dihilangkan dari muka
Bumi. Beliau Mati syahid terkena tikaman belati beracun saat sedang melakukan sholat
subuh, oleh seorang mantan budak Persia, Abu Lu’luah Al-Majusi. Sebelum naza’ dia sempat
ingin memilih Abu Ubaidah sebagai penerusnya, karena hubungan dekatnya dengan abu
ubaidah dari semenjak awal masuk islam, pembaiaatan Abu Bakar dan Pengangkatannya.
Namun karena sahabat terdekat seperjuangannya tela meninggal dunia, maka dia pun
mewasiatkan tampuk kekhalifahannya pada 6 orang sahabat yang termasuk dalam orang-
orang yang akan masuk surga berdasarkan hadits Rasulullah, yaitu: Utsman bin affan, Ali bin
abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdur Rahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqosh. Kepada 6
orang ini umar berwasiat untuk memilih salah satu di antara mereka sebagai khalifah
penerusnya. Umar bin Khattab Wafat pada bulan Dzulhijjah 23 H /643 M dan memerintah
selama 10 tahun lamanya.

4
Ibid hal,16-17.

5
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah hukum islam pada masa Khulafaur Rasyidin secara periodik terbagi menjadi
4, yaitu periode Abu Bakar, Periode Umar bin Khattab, periode Utsman bin Affan dan
periode Ali bn Abu Thalib. Yang perlu digaris bawahi dalam pemahaman mengenai tasyri’
pada masa ini adalah bahwa meskipun disebut periode khulafaur Rasyidin, namun dalam
praktisnya para mujtahid hukum bukan hanya para amirul mukminin yang 4 saja, akan tetapi
seluruh kibar sahabat yang hidup pada masa ini juga sering berijtihad terhadap semua
permasalahan yang dirasa aktual dan memiliki haajah di antara umat islam.

Dalam hal permasalahan hukum itu telah ada hukumnya dalam nash Al-Quran, maka
digunakanlah hukum yang didapat dari nash tersebut. Dan bila hukum permasalahan itu tidak
ditemukan dalam Al-Quran maka mereka mencari hukumnya di dalam hadits, namun karena
hadits masih belum dibukukan, maka sering terjadi perbedaan pendapat mengenai satu
persoalan yang sama tetapi menghasilkan produk hukum yang berbeda, tergantung kapasitas
hadits yang dimiliki masing-masing sahabat. Untuk menghadapai masalah ini, para sahabat
seringkali berdiskusi untuk saling bertukar wawasan tentang hadits yang mereka hafal. Dan
bila mereka tidak dapat menemukan hukumnya di dalam Al-Quran dan Hadits maka mereka
berijtiad dengan menggunakan ro’yu mereka sendir-sendiri, maka kemudian terciptalah
metode qiyas, penggalian illat hukum, ijma’, hingga akhirnya pada tahap penelusuran
substansi syariat dengan menggunakan metode maslahah, yaitu mencari hal yang maslahat
bagi manusia secara umum.

6
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran. Diterjemahkan oleh Mudzakir AS.
Cet. Kesebelas. 2007. Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa.

Al-Usairy, Ahmad. Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX). Cet.
Keenam. 2008. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

Ham, Musahadi. Evolusi Konsep Sunnah: Implikasinya pada Perkembangan hukum islam.
2000. Semarang: CV. Aneka Ilmu.

Zuhri, Muhammad. Hukum islam dalam lintasan sejarah. 1996. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai