NEGARA
Makalah
Dipresentasikan dalam Seminar Mata Kuliah Dinamika Peradaban
Islam Program Pascasarjana (S2) Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar Semester I Kelompok SHI.2 Tahun Akademik 2022/2023
Oleh :
Muhammad Fakhri Muiz
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M. A.
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR
Alhaamdulillah segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmatnya yang
begitu luas sehingga sampai saat ini penulis mampu menyelesaikan tugas makalah.
Mata Kuliah “Dinamika Peradaban Islam” Program Pascasarjana Dirasah Islamiyah
Konsentrasi Syariah Hukum Islam dengan judul “Nabi Muhammad saw: pemimpin agama
dan kepala negara”.
Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada sebaik-baik suri teladan dan
panutan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat, keluarga
dan pengikutnya yang senantiasa berjalan diatas petunjuknya. Dalam menyelesaikan makalah
ini, penulis menyadari akan adanya banyak kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak yang penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Semoga apa yang telah penyusun sajikan pada lembaran-lembaran ini
dapat dinikmati oleh para pembaca baik itu dari kalangan mahasiswa, peneliti maupun dari
khalayak umum agar menjadi pemberat timbangan kebaikan penulis di hari akhir kelak.
Amin.
JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
A. Kondisi Masyarakat Arab Menjelang Datangnya Islam .................................. 3
B. Biografi Singkat Nabi Muhammad saw ......................................................... 4
C. Nabi Muhammad saw: Pemimpin Agama dan Kepala Negara di Mekkah ...... 5
D. Nabi Muhammad saw: Pemimpin Agama dan Kepala Negara di Madinah ..... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta: Noktah, 2017), h. 10.
2
Muhammad Yusuf, Nabi Muhammad SAW; Pemimpin Agama dan Kepala Negara. Jurnal Al-
Udubiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 2 (2020), h. 2.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara di
Mekkah ?
2. Bagaimana peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara di
Madinah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara
di Mekkah,
2. Untuk mengetahui peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara
di Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Philip K. Haiti, History of The Arabs: From the Earliest Times to the Present, (Ed. Revisi-10; New
York: Palgrave Macmillan, 2002), Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs:
Rujukan Induk dan Paling Ototritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2013), h. 108.
3
4
mengklaim sebagai keturunan Wa‘il. Menurut legenda Ayyam al-Arab, perang itu
berlangsung selama 40 tahun dengan cara menyerang dan merampok satu sama lain.
Sementara itu, api peperangan terus dikobarkan lewat ungkapan-ungkapan puitis. Perang
saudara itu berakhir setelah kedua belah pihak lelah berperang dan akhirnya didamaikan oleh
al Mundzir III dari Hirah.
Perang lain yang terjadi tidak lama setelah perang Basus atau tepatnya pecah pada
paruh kedua abad keenam adalah Perang Dahis dan al-Ghabra. Peperangan ini melibatkan
suku ‘Abs dan suku saudara perempuannya, yaitu Dzubyan di Arab Tengah. Sama halnya
dengan pemicu perang Basus, perang Dahis dan al-Ghabra ini juga dipicu oleh hal kecil dan
tidak terlalu penting yaitu adanya tindakan curang orang-orang Dzubyan dalam sebuah
balapan antara kuda yang bernama Dahis milik kepala suku ‘Abs dan keledai yang bernama
al-Ghabra milik kepala suku Dzubyan. Peperangan ini pecah pada paruh kedua abad keenam,
tidak lama setelah tercapainya perdamaian Basus, dan berhenti selama beberapa dekade
hingga masa Islam.
Dari kedua perang di atas dapat dilihat bahwa hal kecil dan tidak terlalu penting dapat
menimbulkan peperangan bagi bangsa Arab sebelum Islam. Bagi mereka kehormatan adalah
segalanya. Mereka siap menutup mata untuk membela kehormatannya. Inilah yang dikenal
dengan membabi buta dalam membela kehormatan. Hal itulah yang membuat mereka
terkenal dengan sebutan bangsa jahiliyah. Hal itu pula yang membuat mereka tidak dikenal
oleh bangsa- bangsa lain ketika itu.2
B. Biografi Singkat Nabi Muhammad saw
Nabi Muhammad saw, dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Mekah pada hari
senin tanggal 12 Rabiul Awal bertepatan dengan tahun Gajah dan empat puluh tahun setelah
kekuasaan Kisrah Anusyirwan atau bertepatan tanggal 20 April 571 M.
Nabi Muhammad saw lahir dari keturunan Quraisy. Quraisy adalah gelar yang
diberikan kepada anak cucu Kinanah yang berhasil mempertahankan Ka’bah dari serbuan
keturunan Himyar dari negeri yaman. Beliau mempunyai silsilah sebagaimana keluarga Arab
yang terhormat lainnya. Nabi Muhammad saw berasalah dair keturunan Ibrahim dan Ismail
yang sampai pada Hasyim. Dari pihak ayah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib
bin Hasyim bin Nadhar bin Ma’ad bin Adnan.
Nabi Muhammad saw lahir dalam keadaan yaim karena ayahnya meninggal sebelum
beliau lahir. Nabi Muhammad saw kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh yakni
Halimah
2
Kartika Sari, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka: Shiddiq Press, 2015), h. 13.
5
as-Sa’diyah sampai usia empat tahun. Setelah dikembalikan kepada ibu kandungnya Sitti
Aminah, dua tahun dalam asuhan ibunya meninggal dunia. Selanjutnya Nabi Muhammad
saw di asuh oleh kakeknya Abdul Muthalib sekitar dua tahun sang kakek juga meninggal
dunia. Selanjutnya yang bertanggung jawab yang mengasuhnya adalah Abu Thalib. Dalam
asuhan pamannya inilah nabi Muhammad saw belajar memimpin karena mampu
mengembala kambing atau mampu mandiri dikarenakan kondisi ekonomi paman yang relatif
tidak berkecukupan. Selain itu Nabi Muhammad saw sering ikut bersama pamannya untuk
berdagang ke Syam.
Melalui perdagangan inilah awal pertemuan dengan Khadijah yang akhirnya menikah,
pada nabi Muhammad saw berusai 25 tahun. Dari perkawinan dengan Khadijah Nabi
Muhammad saw mendapatkan kebahagiaan selain menjadikan sebagai istri terkadang
Khadijah memberikan kasih sayang yang layaknya seorang ibu kandung karea sifat Khadijah
yang keibuan. Khadijah juga memberikan motivasi yang tinggi kepada Nabi Muhammad
terutama pada saat menerima wahyu sehingga menjadi pendamping yang sangat memahami
kondisi psikologi. 3
Adapun silsilah Nabi Muhammad saw, yang dikutip dalam tim penyusus Dar al-‘Ilm,
yaitu, 4
3
Ahkmad Saufi dan Hasmi Fadiilah, Sejarah Peradaban Islam, (Banjarmasin: Deepublish, 2015), h. 3-
4.
4
Dar al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta: Kaysa Media, 2011), h. 6.
6
5
Machfud Syaifudin, Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), h. 4-6.
7
Setelah wahyu pertama itu datang, terputuslah wahyu selama lebih kurang dua tahun,
kemudian Jibril datang lagi untuk membawa wahyu yang kedua, Surah al-Mudatsir (ayat 1-
7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka berarti Nabi Muhammad saw sudah mulai wajib
menyampaikan dakwah. 6
2. Strategi Dakwah
a. Secara sembunyi-sembunyi
Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab. Disana ada peribadatan terhadap
Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa
Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika orang
yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan
kemauan yang keras yang tidak bisa diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam
menghadapi kondisi ini, tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan
sembunyisembunyi, agar penduduk Mekkah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi sesuatu
yang menggusarkan mereka.
Pada awal mulanya Rasulullah SAW menampakkan Islam kepada orang yang paling
dekat dengan beliau. Anggota keluarga dan sahabatsahabat karib beliau. Beliau menyeru
mereka ini kepada Islam, juga menyeru kepada siapa pun yang dirasa memiliki kebaikan
yang sudah beliau kenal secara baik dan mereka pun mengenal beliau secara baik. Dalam
tarikh Islam, mereka disebut As-Sabiqunal Awwalun (yang terdahulu dan yang pertama
masuk Islam).7
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul pertama kali menerima wahyu di Gua Hira.
Pada saat itu dia sangat prihatin terhadap kesukaran-kesukaran di Mekkah yang menyebabkan
dia berusaaha mencari keheningan dan memisahkan diri dari pergaulan masyarakat dengan
berkontempolasi di Gua hira yang letaknya tidak jauh dari sebelah utara kota Mekkah. Hal ini
menunjukkan bahwa sebelum pengangkatan sebagai nabi yang benar dan lurus, beliau
memilih Gua Hira sebagai tempat yang cocok untuk mewujutkan harapannya. Disana beliau
bertafakur sehingga pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat Jibril mendapat
6
Syamruddin Nasution, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam, (Riau: CV. Asa Riau, 2007), h. 36-37.
7
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), h. 17.
8
perintah dari Allah swt. Untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad
saw. sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Alaq: 96/1-5:
}اَّلِذ ي َعَّل3{ }اْق ْأ َو َر ُّبَك اَأْلْك ُم2{ }َخ َلَق اِإْل ْن اَن ِم ْن َعَلٍق1{ اْق ْأ ِباْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ي َخ َلَق
َم َر َر َس َر
ِب
}5{ َل
}َعَّلَم اِإْل ْنَس اَن َم ا ْمَل َيْع ْم4{ اْلَق َلِم
Terjemahannya:
“1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4) Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Setelah menerima wahyu yang pertama, Nabi Muhammad SAW sudah terpilih menjadi
Rasul. Wahyu pertama belum mengisyaratkan sebagai perintah untuk menyampaikan seruan
kepada suatu agama. Setelah wahyu kedua turun yang terdapat dalam firman Allah swt dalam
Q.S. Al-Mudatsir: 74/1-7:
8
Dede Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 63-64.
9
9
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 18.
10
Seruan beliau semakin menggema seantero Mekkah, hingga kemudian turun ayat Q.S.
al-Hijr: 15:94,
ِك
}94{
َفاْص َدْع َمِبا ُتْؤ َم ُر َو َأْع ِر ْض َعِن اْلُم ْش ِر َني
Terje mah nya:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.
Maka Rasulullah saw langsung bangkit menyerang berbagai khurafat dan kebohongan
syirik dengan menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak memiliki
nilai. Mekkah berpijar dengan api kemarahan, bergolak dengan keanehan dan pengingkaran,
tatkala mereka mendengar suara yang memperlihatkan kesesatan orang-orang musyrik dan para
penyembah berhala. Suara itu seakan-akan petir yang membelah awan, berkilau, menggelegar
dan mengguncang udara yang tadinya tenang. Orang-orang Quraisy bangkit untuk menghadang
revolusi yang datang secara tak terduga ini, dan yang dikhawatirkan akan merusak tradisi
warisan mereka.
Orang-orang Quraisy bingung, karena sepanjang sejarah nenek moyang mereka dan
perjalanan kaumnya, mereka tidak pernah mengetahui bandingan yang seperti itu. Setelah
menguras pikiran, tidak ada jalan lain lagi bagi mereka menghadapi orang yang jujur dan
dapat dipercayai ini (Muhammad saw) kecuali mendatangi paman beliau, Abu Thalib.
Mereka meminta kepadanya agar menghentikan segala apa pun yang diperbuat anak
saudaranya. Dengan perkataan yang halus dan lemah lembut, Abu Thalib menolak
permintaan mereka. Maka mereka pun pulang dengan tangan hampa sehingga Rasulullah saw
bisa melanjutkan dakwah, menampakkan agama Allah swt dan menyeru kepada-Nya.
Semenjak penolakan itu, dan orang-orang Quraisy tahu bahwa Muhammad saw sama sekali
tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka memeras pikiran dan menyimpulkan untuk
membenamkan dakwah ini. 10
Sejak saat itulah, Rasulullah saw mulai mendakwahi kaumnya di tempat terbuka agar
manusia beriman dan menyembah Allah swt. Semua kalangan dari penduduk Mekkah di
berbagai lapisan Masyarakat, baik hamba sahaya, tidak terkecuali dari kalangan bangsa
Quraisy.
Dakwah secara terang-terangan ini memiliki beberapa tahapan:
10
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 19.
11
1) Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim untuk menghadiri jamuan
makan dan mengajak mereka agar masuk Islam.
2) Rasulullah saw mengumpulkan para penduduk kota Mekkah, terutama yang
bertempat tinggal di bukit shafa, yang terletak jauh dari Ka’bah,
3) Rasulullah saw menyampaikan dakwahnya kepada para penduduk di kota Mekkah.11
11
Musyarif, Sejarah Peradaban Islam: Pra Islam sampai Bani Umayyah, (Makassar: Kaaffah Learning
Center, 2019), h. 31.
12
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 22.
12
kepintarannya ini, Rasulullah saw telah berhasil memancangkan sendi-sendi masyarakat yang
baru. Beliau juga menganjurkan agar mereka men-shadaqah-kan hartanya, dan juga
menganjurkan mereka agar menahan diri dan tidak suka meminta-minta, kecuali terpaksa,
dan menyeru agar senantiasa sabar dan merasa puas.
Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit mereka, membekali mereka
dengan nilai-nilai yang tinggi. Sehingga mereka tampil sebagai sosok yang ideal dan manusia
yang sempurna. Dengan cara ini Nabi Muhammad saw mampu membangun sebuah
masyarakat yang baru di Madinah, yaitu suatu masyarakat yang mulia lagi mengagumkan
yang dikenal sejarah.13 Nabi Muhammad saw membangun penduduk yang ada di wilayah
Madinah menjadi
suatu masyarakat. Orang-orang Madinah mengakui Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin
mereka sekaligus sebagai Rasul. Mereka dikukuhkan bahkan dipersaudarakan dengan orang-
orang Muslim Mekkah yang berhijrah. Jadilah mereka sebagai sebuah masyarakat Muslim di
Madinah. Pusat aktivitas umat Islam adalah di masjid. Masjid tidak hanya sebagai tempat
ibadah, tetapi juga sebagai tempat bagi Nabi Muhammad saw untuk menyampaikan
pendidikan Islam serta mengatur urusan umat dan negara Madinah. Bahkan, masjid juga
digunakan oleh para pemuda untuk berlatih bela diri
Selanjutnya, Nabi Muhammad saw menata kehidupan sosial, ekonomi dan politik
negara Madinah. Dukungan dua suku terbesar di Madinah yaitu suku‘Aus dan Khazraj
memudahkan Nabi Muhammad saw untuk menggalang potensi masyarakat dalam membangun
Madinah. Penggalangan kekuatan juga dilakukan dengan penduduk non-Muslim di dalam
negara Madinah. Segala bentuk peraturannya, diatur dalam suatu dokumen yang kemudian
disebut dengan Piagam Madinah, sebagai konstitusi atau undang-undang dasar negara Islam
pertama yang didirikan oleh Nabi Saw di Madinah. 14
Piagam Madinah, menurut sementara ahli, disusun kurang dari dua tahun setelah
kedatangan Nabi Muhammad saw di Madinah. Politik negara Madinah termaktub dalam
Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal. Ibnu Ishaq yang menyusun kembali Piagam
Madinah tersebut menyatakan bahwa, Piagam Madinah ditulis oleh Nabi Muhammad saw.
Piagam tersebut menyangkut perjanjian antara golongan Muhajirin dan Anshar dengan
golongan Yahudi, sebagai sebuah naskah perdamaian dan persetujuan yang terkait dengan
agama dan hak milik mereka, serta kewajiban tertentu sebagai warga negara Madinah.
13
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 23.
14
Wilalae, Sejarah Islam Klasik, (Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif kasim Riau, 2016), h.
117-178.
13
15
Ahmad Chirol Rofiq, Sejarah Islam, (Malang: Gunung Riau, 2017), h. 77.
14
Khazraji, Abu ‘Ubaydah ibn alJarrah dengan Sa’d ibn Mu’adz dari Banu al-Asyhal, ‘Abd al-
Rahman ibn ‘Awf dengan Sa’d ibn al-Rabi’ al-Khazraji, ‘Usman ibn ‘Affan dengan Aws ibn
Sabit dari Banu al-Najjar, Talhah ibn ‘Ubayd Allah dengan Ka’b ibn Malik dari Banu
Salamah, dan Bilal ibn Rabbah dengan AbuRuwayhah. 16
Rasulullah saw selanjutnya memperkokoh kesepakatan seluruh masyarakat
Madinah antara umat Islam dan umat non-Islam agar selalu toleransi dan tolong menolong.
Kebebasan beragama mendapat jaminan perlindungan. Pada saat itu, penduduk Madinah
terklasifikasi menjadi tiga kelompok, yakni umat Islam (Muhajirin dan Ansar), umat
Yahudi (Banu Qaynuqa’, Banu al-Nadir, dan Banu Qurayzhah), dan orang-orang Arab
musyrik. Mereka juga menyepakati bahwa segala perselisihan diserahkan penyelesaiannya
kepada Rasulullah saw sebagai pemimpin masyarakat Madinah. Mereka harus bersama-
sama menghadapi segala bahaya dari musuh yang mengancam keamanan Madinah. Perjanjian
itu tertuang dalam Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah.
Sebagai konsekuensi pengamanan terhadap eksistensi pemerintahan di Madinah,
maka penggunaan tindakan militer tidak dapat dihindarkan. Allah Swt bahkan
mengizinkan umat Islam untuk melaksanakan peperangan dalam rangka pembelaan dan
perlindungan kepada keselamatan negara bersama masyarakatnya, sebagaimana dalam
Surat al-Hajj [22], ayat 39, Surat al-Baqarah [2], ayat 190, dan Surat al-Tawbah [9], ayat
36.
17
Dalam teori dan praktek, Nabi Muhammad saw menempati suatu posisi yang unik
sebagai pemimpin dan sumber undang-undang spiritual Ketuhanan, sekalius juga pemimpin
pemerintahan Islam yang pertama. Dalam kerangka sejarah telah ditegaskan bahwa sejak
hijrah ke Madinah tahun 522 M sampai saat wafat pada 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad saw
berperan sebagai pemimpin yang tidak dibantah (unquestionable leader) bagi negara Islam
yang baru lahir itu.
Sebagai negarawan, Nabi Muhammad Saw membangun kekuatan dengan cara
mempersatukan umat, menghapus perbedaan kasta, menyeimbangkan perekonomian,
menegakkan keadilan, membentuk angkatan perang, membagikan rampasan perang dan
melakukan ekspansi daerah. Non-muslim yang tunduk pada aturan Islam, mereka diberi
kelayakan untuk hidup bersama, bahkan Nabi Muhammad saw dijadikan tumpuan untuk
16
Ahmad Chirol Rofiq, Sejarah Islam, h. 78.
17
Ahmad Chirol Rofiq, Sejarah Islam, h. 79.
15
diminta pendapat dan memberikan kebijakan bagi non-muslim yang menuntut hak dan
keadilan.
Pasca Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, beliau tampil sebagai pemimpin
masyarakat yang oleh sejumlah pakar digambarkan sebagai negara. Hal itu karena
terpenuhinya unsur-unsur negara di dalamnya seperti: adanya wilayah, penduduk,
pemerintahan dan kedaulatan. Oleh karena itu, Muhammad saw bukan hanya Nabi tetapi juga
kepala negara (negarawan). 18
Peran Nabi Muhammad saw di Mekkah sebagai kepala agama telah mampu
mewujudkan non negara. Ajaran Islam dapat diaktualisasikan sesuai dengan kemampuan
sehingga terbentuk masyarakat muslim yang siap menjalankan hukum dan ajaran agama
yang kesiapan masyarakat terikat pada faktor iman dan amal shaleh.
Nabi Muhammad saw tidak bisa tampil sebagai kepala negara di Mekkah bukan
semata karena faktor masyarakat mengenal ajaran tauhid tetapi lebih dari itu adalah
dominasi kecemburuan sosial, kesamaan hak kekhawatiran hilangnya sumber ekonomi
utamanya kekuatan tergesernya kemapanan sistem struktur kekuasaan para tokoh Quraisy
apabila Islam berkembang dan menjadi agama masyarakat. Proses Nabi Muhammad saw
memperoleh otoritas kepala negara bermula dari bai’at al-aqabah sebuah perikatan berisi
pengakuan dan penaklukan diri kepada Islam sebagai agama yang konsekuensinya adalah
terwujudnya masyarakat muslim yang dikendalikan oleh kekuasaan yang dipegang oleh
rasulullah.
Dengan demikian, terbentuklah masyarakat muslim yang pertama dengan fungsi-
fungsi sederhana dalam sebuah masyarakat dan negara Madinah (kota). Sistem yang
digunakan Nabi Muhammad saw dalam menjalankan politiknya adalah syariah dengan
mengutamakan politik musyawarah yang menekankan persamaan dan keadilan dalam
mewujudkan kerja sama antara komunitas yang ada dengan otoritas sebagai Rasulullah saw
dalam memutuskan berbagai masalah yang timbul. 19
18
Ahmad Fadholi, Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Negara. Misykah : Jurnal Pendidikan dan
Studi Islam, Vol. 5, No. 2, (2020), h. 19-20.
19
Sutriani, Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Kepala Negara. Jurnal Sulesana, Vol. 6, No. 2,
(2011), h. 153.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat kami tarik dari penjelasan makalah diatas,
adalah sebagai berikut :
1. Dalam teori dan praktek, Nabi Muhammad saw menempati suatu posisi yang
unik sebagai pemimpin dan sumber undang-undang spiritual Ketuhanan,
sekalius juga pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Dalam kerangka
sejarah telah ditegaskan bahwa sejak hijrah ke Madinah tahun 522 M sampai
saat wafat pada 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad saw berperan sebagai
pemimpin yang tidak dibantah (unquestionable leader) bagi negara Islam yang
baru lahir itu. Sebagai negarawan, Nabi Muhammad Saw membangun kekuatan
dengan cara mempersatukan umat, menghapus perbedaan kasta,
menyeimbangkan perekonomian, menegakkan keadilan, membentuk angkatan
perang, membagikan rampasan perang dan melakukan ekspansi daerah. Non-
muslim yang tunduk pada aturan Islam, mereka diberi kelayakan untuk hidup
bersama, bahkan Nabi Muhammad saw dijadikan tumpuan untuk diminta
pendapat dan memberikan kebijakan bagi non-muslim yang menuntut hak dan
keadilan.
2. Pasca Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, beliau tampil sebagai
pemimpin masyarakat yang oleh sejumlah pakar digambarkan sebagai
negara. Hal itu karena terpenuhinya unsur-unsur negara di dalamnya seperti:
adanya wilayah, penduduk, pemerintahan dan kedaulatan. Oleh karena itu,
Muhammad saw bukan hanya Nabi tetapi juga kepala negara (negarawan).
Peran Nabi Muhammad saw di Mekkah sebagai kepala agama telah mampu
mewujudkan non negara. Ajaran Islam dapat diaktualisasikan sesuai dengan
kemampuan sehingga terbentuk masyarakat muslim yang siap menjalankan
hukum dan ajaran agama yang kesiapan masyarakat terikat pada faktor iman
dan amal shaleh.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan pada lembaran-lembaran
terbatas ini, semoga dengan terbatasnya kajian pada tema ini sedikit bisa memberi
kontribusi untuk memahami hakikat dari kajian manthuq dan mafhum. Segala saran
16
17
dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca budiman agar
dapat kami perbaiki dan revisi kembali dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ahkmad Saufi dan Hasmi Fadiilah, Sejarah Peradaban Islam. Banjarmasin:
Deepublish, 2015.
al-Azizi, Abdul Syukur. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Noktah,
2017.
Dar al-‘Ilm. Atlas Sejarah Islam. Jakarta: Kaysa Media, 2011.
Fadholi, Ahmad. Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Negara. Misykah :
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 5, No. 2, (2020).
Haiti, Philip K. History of The Arabs: From the Earliest Times to the Present. Ed.
Revisi-10; New York: Palgrave Macmillan, 2002. Terj. R. Cecep Lukman
Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs: Rujukan Induk dan
Paling Ototritatif tentang Sejarah Peradaban Islam. Cet. I; Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2013.
Musyarif. Sejarah Peradaban Islam: Pra Islam sampai Bani Umayyah. Makassar:
Kaaffah Learning Center, 2019.
Nasution, Syamruddin. Sejarah Perkembangan Peradaban Islam. Riau: CV. Asa
Riau, 2007.
Rofiq, Ahmad Chirol. Sejarah Islam. Malang: Gunung Riau, 2017.
Sari, Kartika. Sejarah Peradaban Islam. Bangka: Shiddiq Press, 2015.
Supriyadi, Dede. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sutriani, Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Kepala Negara. Jurnal Sulesana,
Vol. 6, No. 2, (2011).
Syaifudin, Machfud. Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.
Wilalae. Sejarah Islam Klasik. Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif kasim
Riau, 2016.
Yusuf, Muhammad. Nabi Muhammad SAW; Pemimpin Agama dan Kepala Negara.
Jurnal Al-Udubiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 2 (2020).
Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing, 2016.
18