Anda di halaman 1dari 21

NABI MUHAMMAD SAW:

PEMIMPIN AGAMA DAN KEPALA

NEGARA

Makalah
Dipresentasikan dalam Seminar Mata Kuliah Dinamika Peradaban
Islam Program Pascasarjana (S2) Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar Semester I Kelompok SHI.2 Tahun Akademik 2022/2023

Oleh :
Muhammad Fakhri Muiz

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M. A.

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Alhaamdulillah segala puji bagi Allah atas limpahan rahmat dan nikmatnya yang
begitu luas sehingga sampai saat ini penulis mampu menyelesaikan tugas makalah.
Mata Kuliah “Dinamika Peradaban Islam” Program Pascasarjana Dirasah Islamiyah
Konsentrasi Syariah Hukum Islam dengan judul “Nabi Muhammad saw: pemimpin agama
dan kepala negara”.
Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada sebaik-baik suri teladan dan
panutan kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat, keluarga
dan pengikutnya yang senantiasa berjalan diatas petunjuknya. Dalam menyelesaikan makalah
ini, penulis menyadari akan adanya banyak kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak yang penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik lagi. Semoga apa yang telah penyusun sajikan pada lembaran-lembaran ini
dapat dinikmati oleh para pembaca baik itu dari kalangan mahasiswa, peneliti maupun dari
khalayak umum agar menjadi pemberat timbangan kebaikan penulis di hari akhir kelak.
Amin.

Makassar, Ahad 17 Maret 2023

Muhammad Fakhri Muiz


DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
A. Kondisi Masyarakat Arab Menjelang Datangnya Islam .................................. 3
B. Biografi Singkat Nabi Muhammad saw ......................................................... 4
C. Nabi Muhammad saw: Pemimpin Agama dan Kepala Negara di Mekkah ...... 5
D. Nabi Muhammad saw: Pemimpin Agama dan Kepala Negara di Madinah ..... 11
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Peradaban adalah suatu proses perubahan cara hidup manusia. Dalam hal ini,
kemajuan yang dicapai meliiputi aspek bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan, sosial, politik,
hukum, dan agama. Dalam prosesnya, peradaban berjalan secara berasngsur-angsur dalam
kurun waktu yang sangat lama.
Kajian tentang The Islamic Civilzation atau peradaban Islam tidak bias dilepaskan dari
peradaban Arab sebagai tempat lahir dan berkembangnya agama Islam. Oleh karena itu,
terkadang peradaban ini disebut dengan peradaban Arab, karena pertama kali peradaban ini
muncul di kalangan bangsa arab, meskipun kemudian meluar dan dikembangkan oleh
genarasi Islam dari selain bangsa Arab, baik melalui transfer ilmu, kesamaan tipologi dan
standar, maupun bahasa dan tulisannya.
Nabi Muhammad saw, hadir di tengah-tengah kaum jahiliyah dengan membawa sinar
terang dalam kehidupan gelap mereka. Islam yang diwahyukan kepada beliau bertujuan untuk
memperbaiki moral mereka. Selain untuk memperbaiki dan menyempurkan akhlak manusia,
Nabi Muhammad saw diutus agar memiliki ilmu pengetahuan. Peradaban Islam dimulai dari
zaman Nabi Muhammad saw sampai sekitar abad ke-13 M. Kemilangan peradaban Islam
telah berhasil membangun peradaban-peradaban yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan kelas
dunia. Sejarah telah mencatat, kejayaan Islam dalam membangun peradaban manusia tidak
bias dibantah. Dalam sejarah peradaban Islam, tercatat tinta emas bagaimana para sahabat
dengan semangat mempelajari ilmu pengetahuan, baik dari al-Qur’an dan hadits. Kemudian,
melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diaplikasikan ke dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan. 1
Adapun Nabi Muhammad saw dalam pandangan Umat Islam, adalah seorang
pahlawan utama. Sedangkan, menurut pandangan para pemikir dari agama-agama lain dia
adalah pembangun umat terbesar, diakui mutlak. Oleh karena itu tidak patut kita berbicara
tentang kepahlawanan tanpa mendahulukan tentang kepahlawanan Muhammad saw.2

1
Abdul Syukur al-Azizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta: Noktah, 2017), h. 10.
2
Muhammad Yusuf, Nabi Muhammad SAW; Pemimpin Agama dan Kepala Negara. Jurnal Al-
Udubiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 2 (2020), h. 2.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara di
Mekkah ?
2. Bagaimana peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara di
Madinah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara
di Mekkah,
2. Untuk mengetahui peran Nabi Muhammad saw: pemimpin agama dan kepala Negara
di Madinah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Masyarakat Arab Menjelang Datangnya Islam


Secara umum, sejarah Arab terbagi ke dalam tiga periode utama:
1. Periode Saba-Himyar, yang berakhir pada awal abad ke 6 M,
2. Periode jahiliyah dalam satu segi dimulai dari “pencipataan Adam” hingga
kedatangan Muhammad, tetapi lebih khusus lagi meliputi kurun satu abad menjelang
kelahiran Islam,
3. Periode Islam, sejak kelahiran Islam hingga masa sekarang.
Istilah Jahiliyah yang biasanya diartikan sebagai “masa kebodohan” atau “kehidupan
bar-bar”, sebenarnya berarti bahwa ketika itu orang-orang arab tidak memiliki otoritas
hukum, nabi dan kitab suci. Pengertian itu dipilih karena kita tidak bisa mengatakan bahwa
masyarakat yang berbudaya dan mampu baca tulis seperti masyarakat Arab disebut sebagai
masyarakat bodoh dan barbar. Kata itu muncul beberapa kali dalam al-Qur’an (Q.S 3: 154,
5:50; 33: 33, 48:26). Karena keinginnya yang kuat untuk memalingkan masyarakat dari
gagasan-gagasan keagamaan pra-Islam terutama tentang penyembahan berhala, Nabi
Muhammad saw yang menganut paham monoteisme akhirnya mendeklarasikan bahwa agama
baru yang ia bawa menghapus semua agama sebelumnya. Belakangan hal itu dimaknai
sebagai bentuk larangan terhadap gagasan dan cita-cita pra Islam. Meski demikian, gagasan-
gagasan yang sudah tumbuh tidak mudah untuk dililangkan, dan satu suara saja tidak cukup
untuk menghilangkan masa lalu. 1
Hal yang menyebabkan bangsa Arab menjelang kelahiran Islam tidak memiliki peran
besar dan signifikan dalam peradaban manusia dikarenakan budaya jahiliyah mereka. Bangsa
Arab disibukkan dengan peperangan antar suku. Tidak jarang dikarenakan hal sepele mereka
melakukan perang besar yang berlangsung selama bertahun-tahun. Misalanya perang Basus
yang terjadi pada akhir abad kelima berlangsung sekitar 40 tahun. Perang ini melibatkan suku
Bakr di satu sisi dan suku Taghlib di sisi lainnya. Pemicu terjadinya perang ini sebenarnya
adalah hal kecil dan sepele yaitu karena seekor unta betina milik seorang perempuan tua suku
Bakr bernama Basus dilukai oleh kepala suku Taghlib. Kedua suku itu beragama kristen dan

1
Philip K. Haiti, History of The Arabs: From the Earliest Times to the Present, (Ed. Revisi-10; New
York: Palgrave Macmillan, 2002), Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs:
Rujukan Induk dan Paling Ototritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2013), h. 108.

3
4

mengklaim sebagai keturunan Wa‘il. Menurut legenda Ayyam al-Arab, perang itu
berlangsung selama 40 tahun dengan cara menyerang dan merampok satu sama lain.
Sementara itu, api peperangan terus dikobarkan lewat ungkapan-ungkapan puitis. Perang
saudara itu berakhir setelah kedua belah pihak lelah berperang dan akhirnya didamaikan oleh
al Mundzir III dari Hirah.

Perang lain yang terjadi tidak lama setelah perang Basus atau tepatnya pecah pada
paruh kedua abad keenam adalah Perang Dahis dan al-Ghabra. Peperangan ini melibatkan
suku ‘Abs dan suku saudara perempuannya, yaitu Dzubyan di Arab Tengah. Sama halnya
dengan pemicu perang Basus, perang Dahis dan al-Ghabra ini juga dipicu oleh hal kecil dan
tidak terlalu penting yaitu adanya tindakan curang orang-orang Dzubyan dalam sebuah
balapan antara kuda yang bernama Dahis milik kepala suku ‘Abs dan keledai yang bernama
al-Ghabra milik kepala suku Dzubyan. Peperangan ini pecah pada paruh kedua abad keenam,
tidak lama setelah tercapainya perdamaian Basus, dan berhenti selama beberapa dekade
hingga masa Islam.
Dari kedua perang di atas dapat dilihat bahwa hal kecil dan tidak terlalu penting dapat
menimbulkan peperangan bagi bangsa Arab sebelum Islam. Bagi mereka kehormatan adalah
segalanya. Mereka siap menutup mata untuk membela kehormatannya. Inilah yang dikenal
dengan membabi buta dalam membela kehormatan. Hal itulah yang membuat mereka
terkenal dengan sebutan bangsa jahiliyah. Hal itu pula yang membuat mereka tidak dikenal
oleh bangsa- bangsa lain ketika itu.2
B. Biografi Singkat Nabi Muhammad saw
Nabi Muhammad saw, dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di Mekah pada hari
senin tanggal 12 Rabiul Awal bertepatan dengan tahun Gajah dan empat puluh tahun setelah
kekuasaan Kisrah Anusyirwan atau bertepatan tanggal 20 April 571 M.
Nabi Muhammad saw lahir dari keturunan Quraisy. Quraisy adalah gelar yang
diberikan kepada anak cucu Kinanah yang berhasil mempertahankan Ka’bah dari serbuan
keturunan Himyar dari negeri yaman. Beliau mempunyai silsilah sebagaimana keluarga Arab
yang terhormat lainnya. Nabi Muhammad saw berasalah dair keturunan Ibrahim dan Ismail
yang sampai pada Hasyim. Dari pihak ayah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib
bin Hasyim bin Nadhar bin Ma’ad bin Adnan.
Nabi Muhammad saw lahir dalam keadaan yaim karena ayahnya meninggal sebelum
beliau lahir. Nabi Muhammad saw kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh yakni
Halimah

2
Kartika Sari, Sejarah Peradaban Islam, (Bangka: Shiddiq Press, 2015), h. 13.
5

as-Sa’diyah sampai usia empat tahun. Setelah dikembalikan kepada ibu kandungnya Sitti
Aminah, dua tahun dalam asuhan ibunya meninggal dunia. Selanjutnya Nabi Muhammad
saw di asuh oleh kakeknya Abdul Muthalib sekitar dua tahun sang kakek juga meninggal
dunia. Selanjutnya yang bertanggung jawab yang mengasuhnya adalah Abu Thalib. Dalam
asuhan pamannya inilah nabi Muhammad saw belajar memimpin karena mampu
mengembala kambing atau mampu mandiri dikarenakan kondisi ekonomi paman yang relatif
tidak berkecukupan. Selain itu Nabi Muhammad saw sering ikut bersama pamannya untuk
berdagang ke Syam.
Melalui perdagangan inilah awal pertemuan dengan Khadijah yang akhirnya menikah,
pada nabi Muhammad saw berusai 25 tahun. Dari perkawinan dengan Khadijah Nabi
Muhammad saw mendapatkan kebahagiaan selain menjadikan sebagai istri terkadang
Khadijah memberikan kasih sayang yang layaknya seorang ibu kandung karea sifat Khadijah
yang keibuan. Khadijah juga memberikan motivasi yang tinggi kepada Nabi Muhammad
terutama pada saat menerima wahyu sehingga menjadi pendamping yang sangat memahami
kondisi psikologi. 3

Adapun silsilah Nabi Muhammad saw, yang dikutip dalam tim penyusus Dar al-‘Ilm,
yaitu, 4

3
Ahkmad Saufi dan Hasmi Fadiilah, Sejarah Peradaban Islam, (Banjarmasin: Deepublish, 2015), h. 3-
4.
4
Dar al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta: Kaysa Media, 2011), h. 6.
6

C. Nabi Muhammad saw: Pemimpin Agama dan Kepala Negara di Mekkah


Pada periode Makkah, Nabi Muhammad saw lebih menitikberatkan pembinaan moral
dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah. Menurut catatan
sejarah bahwa sebelum agama Islam dating masyarakat Mekkah merupakan penyembah
berhala, terdapat sekitar 360 patung berhala, kepercayaan lain yakni menyembah api,
penyembah binatang dan langit, penganut Yahudi juga ada. Zaman sebelum datangnya Islam
disebut Zaman Jahiliyah.
Kehidupan yang sangat getir dan keras ditengah gurun pasir menyebabkan orang arab
masa itu mempunyai akhlak yang buruk, diantaranya :
a. Memandang rendah derajat manusia, membunuh bayi-bayi perempuan yang baru
lahir karena takut akan mendatangkan aib bagi keluarga serta takut kelaparan.
Memperjual belikan wanita.
b. Suka meninum khamr.
c. Suka berjudi, mengundi nasib, merampok dan menghalalkan segala cara untuk
mewujudkan keinginan.
d. Menyembah berhala yang diletakkan disetiap rumah dan sudut kota.
e. Suka peperangan dan perselisihan. 5
1. Pengangkatan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul
Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam setiap tahun Muhammad
mengasingkan diri ke Gua Hira’ untuk merenungi alam dengan ciptaannya. Istrinya Khadijah
memberi dukungan penuh terhadap keinginannya tersebut. Disediakannya makanan untuk
dibawa suaminya Nabi Muhammad saw sebagai bekal ke Gua Hira’ itu.
Demikianlah dilakukan Nabi Muhammad saw setiap tahun. Ketika usianya 40 tahun,
pada tanggal 17 Ramadhan 611 M, malaikat Jibril mendatanginya menyampaikan wahyu
Allah swt yang pertama surat al-Alaq (ayat 1-5). Berarti secara simbolis Muhammad telah
dilantik sebagai Nabi akhir zaman.
Nabi Muhammad saw. menceritakan peristiwa yang dialaminya itu kepada istrinya
Khadijah. Rasulullah dibawa Khadijah menghadap seorang pendeta Nasrani yang
berpengetahuan luas, bernama Waraqah bin Naufal. Setelah Nabi Muhammad saw
menceritakan pengalamannya itu, Waraqah berkata : “Inilah malaikat yang diturunkan Allah
Swt. pada Nabi-nabi sebelummu…”

5
Machfud Syaifudin, Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), h. 4-6.
7

Setelah wahyu pertama itu datang, terputuslah wahyu selama lebih kurang dua tahun,
kemudian Jibril datang lagi untuk membawa wahyu yang kedua, Surah al-Mudatsir (ayat 1-
7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka berarti Nabi Muhammad saw sudah mulai wajib
menyampaikan dakwah. 6

2. Strategi Dakwah
a. Secara sembunyi-sembunyi
Mekkah merupakan sentral agama bangsa Arab. Disana ada peribadatan terhadap
Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa
Arab. Cita-cita untuk memperbaiki keadaan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika orang
yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari lingkungan mereka. Hal ini membutuhkan
kemauan yang keras yang tidak bisa diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam
menghadapi kondisi ini, tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan
sembunyisembunyi, agar penduduk Mekkah tidak kaget karena tiba-tiba menghadapi sesuatu
yang menggusarkan mereka.
Pada awal mulanya Rasulullah SAW menampakkan Islam kepada orang yang paling
dekat dengan beliau. Anggota keluarga dan sahabatsahabat karib beliau. Beliau menyeru
mereka ini kepada Islam, juga menyeru kepada siapa pun yang dirasa memiliki kebaikan
yang sudah beliau kenal secara baik dan mereka pun mengenal beliau secara baik. Dalam
tarikh Islam, mereka disebut As-Sabiqunal Awwalun (yang terdahulu dan yang pertama
masuk Islam).7
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul pertama kali menerima wahyu di Gua Hira.
Pada saat itu dia sangat prihatin terhadap kesukaran-kesukaran di Mekkah yang menyebabkan
dia berusaaha mencari keheningan dan memisahkan diri dari pergaulan masyarakat dengan
berkontempolasi di Gua hira yang letaknya tidak jauh dari sebelah utara kota Mekkah. Hal ini
menunjukkan bahwa sebelum pengangkatan sebagai nabi yang benar dan lurus, beliau
memilih Gua Hira sebagai tempat yang cocok untuk mewujutkan harapannya. Disana beliau
bertafakur sehingga pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat Jibril mendapat

6
Syamruddin Nasution, Sejarah Perkembangan Peradaban Islam, (Riau: CV. Asa Riau, 2007), h. 36-37.
7
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), h. 17.
8

perintah dari Allah swt. Untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad
saw. sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Alaq: 96/1-5:
‫}اَّلِذ ي َعَّل‬3{ ‫}اْق ْأ َو َر ُّبَك اَأْلْك ُم‬2{ ‫}َخ َلَق اِإْل ْن اَن ِم ْن َعَلٍق‬1{ ‫اْق ْأ ِباْس ِم َر ِّبَك اَّلِذ ي َخ َلَق‬
‫َم‬ ‫َر‬ ‫َر‬ ‫َس‬ ‫َر‬
‫ِب‬
}5{ ‫َل‬
‫}َعَّلَم اِإْل ْنَس اَن َم ا ْمَل َيْع ْم‬4{ ‫اْلَق َلِم‬
Terjemahannya:
“1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, 4) Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Setelah menerima wahyu yang pertama, Nabi Muhammad SAW sudah terpilih menjadi
Rasul. Wahyu pertama belum mengisyaratkan sebagai perintah untuk menyampaikan seruan
kepada suatu agama. Setelah wahyu kedua turun yang terdapat dalam firman Allah swt dalam
Q.S. Al-Mudatsir: 74/1-7:

‫ْمَت‬ ‫اَل‬ ‫ا‬‫َف‬ ‫ُّر‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ِث‬


}4{ ‫} ا َك َفَطِّه‬3{ ‫} َّبَك َفَك ِّب‬2{
‫}ُق َفَأْنِذ‬1{ ‫ا َأُّي ا اْل َّد ِّث‬
‫ُن‬ }5{
‫ْه‬
‫ْر َو ْجَز ُجْر َو ْن‬ ‫ْر َو َي َب‬ ‫َي َه ُم ُر ْم ْر َو َر‬
‫ِل‬ ‫ِث‬
}7{
‫}َو َر ِّبَك َفاْص ْرِب‬6{ ‫َتْس َتْك ُر‬
Terjemahannya
“1) Hai orang yang berkemul (berselimut), 2) bangunlah, lalu berilah peringatan! 3) dan
Agungkanlah Tuhanmu!, 4) dan bersihkanlah pakaianmu, 5) dan tinggalkanlah segala perbuatan
yang keji, 6) dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak, 7) Dan karena Tuhanmu, bersabarlah”.

Ketika turunnya perintah untuk berdakwah, Nabi Muhammad saw pertama-tama


mulai berdakwah secara diam-diam di lingkungannya dan di antara rekan-rekannya. Oleh
karena itu, keluarga dan sahabatnya yang pertama kali menerima dakwah dari Nabi
Muhammad saw. Saat itu, Nabi Muhammad saw menasihati keluarga dan kerabatnya untuk
meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah swt dan upaya itu terbukti
berhasil.8
Mereka adalah istri beliau, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, pembantu
beliau, Zaid bin Haritsah,anak paman beliau, Ali bin Abu Thalib, yang saat itu Ali masih
anak- anak dan hidup dalam asuhan beliau, dan sahabat karib beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Bakar yang dikenal kaumnya sebagai seorang laki-laki yang lemah lembut, pengasih dan
ramah, dan memiliki akhlak yang mulia bersemangat membantu Rasul mendakwahkan Islam.
Berkat seruannya, ada beberapa orang yang masuk Islam, yaitu :
a. Utsman bin Affan,

8
Dede Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 63-64.
9

b. Az-Zubair bin Al-Awwan,


c. Abdurrahman bin Auf,
d. Sa’d bin Abi Waqqash,
e. Thalhah bin Ubaidillah
Ada juga lainnya yang termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam, yaitu :
a. Bilal bin Rabbah,
b. Abu Salamah bin Abdul Asad,
c. Amir bin Al-Jarrah,
d. Al- Arqam bin Abil Arqam,
e. Fathimah bin Al-khattab,
f. Khabbab bin Al-Arrat, dan banyak lagi lainnya
Lama kelamaan, dakwah Islam didengar orang-orang Quraisy pada tahapan ini,
sekalipun dakwah itu masih dilakukan secara sembunyisembunyi dan perorangan. Selama
tiga tahun dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan. Selama
jangka waktu ini telah terbentuk sekelompok orang-orang mukmin yang senantiasa
menguatkan hubungan persaudaraan dan saling bahu-membahu. Penyampaian dakwah terus
dilakukan, hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasulullah saw menampakkan dakwah
kepada kaumnya. Menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang berhala-berhala sesembahan
mereka.9
b. Secara terang-terangan
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah ialah dengan mengundang kerabat dekat
beliau, seperti Bani Hasyim dan beberapa orang Bani Al-Muthalib bin Al-Manaf. Beliau
menyeru kaumnya kepada Allah dan berserah diri kepada Rabb-Nya. Namun dari sekian
banyak yang datang, semua menentang Rasulullah, hanya Abu Thalib-lah yang mendukung
dan memerintahkan melanjutkan perjuangan Rasul. Setelah Nabi Muhammad saw merasa
yakin terhadap dukungan dan janji Abu Thalib untuk melindunginya dalam menyampaikan
wahyu Allah, maka suatu hari beliau berdiri di atas Shafa, lalu berseru: “Wahai semua
orang!” maka semua orang berkumpul memenuhi seruan beliau, lalu beliau mengajak mereka
kepada tauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada hari akhirat.
Dari yang hadir disitu, Abu Lahab angkat bicara :
“Celakalah engkau untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan
kami.”
Lalu turun ayat: “Celakalah kedua tangan Abu Lahab”

9
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 18.
10

Seruan beliau semakin menggema seantero Mekkah, hingga kemudian turun ayat Q.S.
al-Hijr: 15:94,

‫ِك‬
}94{
‫َفاْص َدْع َمِبا ُتْؤ َم ُر َو َأْع ِر ْض َعِن اْلُم ْش ِر َني‬
Terje mah nya:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.

Maka Rasulullah saw langsung bangkit menyerang berbagai khurafat dan kebohongan
syirik dengan menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak memiliki
nilai. Mekkah berpijar dengan api kemarahan, bergolak dengan keanehan dan pengingkaran,
tatkala mereka mendengar suara yang memperlihatkan kesesatan orang-orang musyrik dan para
penyembah berhala. Suara itu seakan-akan petir yang membelah awan, berkilau, menggelegar
dan mengguncang udara yang tadinya tenang. Orang-orang Quraisy bangkit untuk menghadang
revolusi yang datang secara tak terduga ini, dan yang dikhawatirkan akan merusak tradisi
warisan mereka.
Orang-orang Quraisy bingung, karena sepanjang sejarah nenek moyang mereka dan
perjalanan kaumnya, mereka tidak pernah mengetahui bandingan yang seperti itu. Setelah
menguras pikiran, tidak ada jalan lain lagi bagi mereka menghadapi orang yang jujur dan
dapat dipercayai ini (Muhammad saw) kecuali mendatangi paman beliau, Abu Thalib.
Mereka meminta kepadanya agar menghentikan segala apa pun yang diperbuat anak
saudaranya. Dengan perkataan yang halus dan lemah lembut, Abu Thalib menolak
permintaan mereka. Maka mereka pun pulang dengan tangan hampa sehingga Rasulullah saw
bisa melanjutkan dakwah, menampakkan agama Allah swt dan menyeru kepada-Nya.
Semenjak penolakan itu, dan orang-orang Quraisy tahu bahwa Muhammad saw sama sekali
tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka memeras pikiran dan menyimpulkan untuk
membenamkan dakwah ini. 10
Sejak saat itulah, Rasulullah saw mulai mendakwahi kaumnya di tempat terbuka agar
manusia beriman dan menyembah Allah swt. Semua kalangan dari penduduk Mekkah di
berbagai lapisan Masyarakat, baik hamba sahaya, tidak terkecuali dari kalangan bangsa
Quraisy.
Dakwah secara terang-terangan ini memiliki beberapa tahapan:

10
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 19.
11

1) Mengundang kaum kerabat keturunan dari Bani Hasyim untuk menghadiri jamuan
makan dan mengajak mereka agar masuk Islam.
2) Rasulullah saw mengumpulkan para penduduk kota Mekkah, terutama yang
bertempat tinggal di bukit shafa, yang terletak jauh dari Ka’bah,
3) Rasulullah saw menyampaikan dakwahnya kepada para penduduk di kota Mekkah.11

D. Nabi Muhammad saw: Pemimpin Agama dan Kepala Negara di Madinah


1. Membangun Masyarakat di Madinah
Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw adalah membangun mesjid. Beliau
terjun langsung dalam pembangunan mesjid itu, memindahkan bata dan bebatuan. Mesjid itu
bukan hanya merupakan tempat sholat semata, tapi juga merupakan sekolah bagi orang-orang
Muslim untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingan-bimbingannya, sebagai balai
pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa
pengaruh perselisihan semasa jahiliyah.
Di samping semua itu, mesjid tersebut juga berfungsi sebagai tempat tinggal orang-
orang Muhajirin yang miskin, yang datang ke Madinah tanpa memiliki harta, tidak punya
kerabat dan masih bujangan atau belum berkeluarga. Selain membangun mesjid sebagai
tempat untuk mempersatukan umat manusia, Rasulullah saw juga mengambil tindakan yang
sangat monumental dalam sejarah, yaitu usaha mempersatukan antara orang-orang Muhajirin
dan Anshar. Beliau mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar agar saling tolong
menolong, saling mewarisi harta jika ada yang meninggal dunia di samping kerabatnya.
Maka persaudaraan ini membuat fanatisme jahiliyah menjadi cair dan tidak ada sesuatu yang
dibela kecuali Islam. Di samping itu agar perbedaan-perbedaan keturunan, warna kulit dan
daerah tidak mendominasi, agar seseorang tidak merasa lebih unggul dan merasa lebih rendah
kecuali karena ketakwaan. 12
Rasulullah saw menjadikan persaudaraan ini sebagai suatu ikatan yang harus benar-
benar dilaksanakan, bukan sekedar isapan jempol dan omong kosong semata melainkan harus
merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta, saling mengasihi dan
memberikan pertolongan dalam persaudaraaan ini. Rasulullah saw mempersaudarakan
mereka dengan ketentuan-ketentuan agama Islam atas keridhaan Allah swt. Dengan
hikmah

11
Musyarif, Sejarah Peradaban Islam: Pra Islam sampai Bani Umayyah, (Makassar: Kaaffah Learning
Center, 2019), h. 31.
12
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 22.
12

kepintarannya ini, Rasulullah saw telah berhasil memancangkan sendi-sendi masyarakat yang
baru. Beliau juga menganjurkan agar mereka men-shadaqah-kan hartanya, dan juga
menganjurkan mereka agar menahan diri dan tidak suka meminta-minta, kecuali terpaksa,
dan menyeru agar senantiasa sabar dan merasa puas.
Begitulah cara beliau mengangkat moral dan spirit mereka, membekali mereka
dengan nilai-nilai yang tinggi. Sehingga mereka tampil sebagai sosok yang ideal dan manusia
yang sempurna. Dengan cara ini Nabi Muhammad saw mampu membangun sebuah
masyarakat yang baru di Madinah, yaitu suatu masyarakat yang mulia lagi mengagumkan
yang dikenal sejarah.13 Nabi Muhammad saw membangun penduduk yang ada di wilayah
Madinah menjadi
suatu masyarakat. Orang-orang Madinah mengakui Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin
mereka sekaligus sebagai Rasul. Mereka dikukuhkan bahkan dipersaudarakan dengan orang-
orang Muslim Mekkah yang berhijrah. Jadilah mereka sebagai sebuah masyarakat Muslim di
Madinah. Pusat aktivitas umat Islam adalah di masjid. Masjid tidak hanya sebagai tempat
ibadah, tetapi juga sebagai tempat bagi Nabi Muhammad saw untuk menyampaikan
pendidikan Islam serta mengatur urusan umat dan negara Madinah. Bahkan, masjid juga
digunakan oleh para pemuda untuk berlatih bela diri
Selanjutnya, Nabi Muhammad saw menata kehidupan sosial, ekonomi dan politik
negara Madinah. Dukungan dua suku terbesar di Madinah yaitu suku‘Aus dan Khazraj
memudahkan Nabi Muhammad saw untuk menggalang potensi masyarakat dalam membangun
Madinah. Penggalangan kekuatan juga dilakukan dengan penduduk non-Muslim di dalam
negara Madinah. Segala bentuk peraturannya, diatur dalam suatu dokumen yang kemudian
disebut dengan Piagam Madinah, sebagai konstitusi atau undang-undang dasar negara Islam
pertama yang didirikan oleh Nabi Saw di Madinah. 14
Piagam Madinah, menurut sementara ahli, disusun kurang dari dua tahun setelah
kedatangan Nabi Muhammad saw di Madinah. Politik negara Madinah termaktub dalam
Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal. Ibnu Ishaq yang menyusun kembali Piagam
Madinah tersebut menyatakan bahwa, Piagam Madinah ditulis oleh Nabi Muhammad saw.
Piagam tersebut menyangkut perjanjian antara golongan Muhajirin dan Anshar dengan
golongan Yahudi, sebagai sebuah naskah perdamaian dan persetujuan yang terkait dengan
agama dan hak milik mereka, serta kewajiban tertentu sebagai warga negara Madinah.

13
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 23.
14
Wilalae, Sejarah Islam Klasik, (Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif kasim Riau, 2016), h.
117-178.
13

2. Kebijakan Politik Rasulullah saw di Madinah


Perpindahan umat Islam dari Makkah ke Madinah merupakan peristiwa sangat
penting yang membawa perubahan signifikan dalam dinamika umat Islam. Oleh sebab itu,
sangat tepat ketika Rasulullah saw kemudian mengganti nama Yasrib menjadi Madinah al-
Rasul saw (artinya: kota Rasulullah saw), Madinah al-Nabi (artinya: kota Nabi saw) atau
Madinah al- Munawwarah (artinya: kota yang bersinar) karena agama Islam tersebar dengan
pesat ke seluruh penjuru dunia berawal dari kota Madinah ini. Pada periode Madinah ini
umat Islam mengawali pembentukan sistem masyarakat dengan tatanan baru yang lebih
kompleks dan berbentuk dawlah (negara) berdasarkan aturan-aturan Islam dengan Rasulullah
saw sebagai pemimpinnya dan Madinah sebagai ibukota. 15
Sebagai seorang pemimpin pemerintahan, Rasulullah saw melaksanakan
kepemimpinannya dengan penuh tanggung jawab melalui berbagai kebijakan politiknya
sehingga mampu meletakkan pondasi penting bagi pengembangan peradaban Islam yang
cemerlang. Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw untuk menjalankan
pemerintahan ialah pendirian Masjid Nabawi di tanah yang dibeli dari dua anak yatim
bernama Sahl dan Suhayl, tempat unta Nabi Muhammad saw berhenti ketika memasuki
Madinah. Masjid itu mempunyai berbagai fungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, sarana
pendidikan Islam, pusat pengelolaan urusan-urusan pemerintahan, dan tempat tinggal bagi
fakir miskin. Saat itu dikumandangkan pula adzan sebagai panggilan shalat.
Sedangkan arah kiblat awalnya diserahkan kepada kaum Muslimin berdasarkan al-
Qur'an, Surat al-Baqarah [2], ayat 115. Selanjutnya Rasulullah menentukan agar arah kiblat
dibatasi hanya menghadap Bait alMaqdis (al-Masjid al-Aqsa) di Palestina hingga akhirnya
turun Surat al-Baqarah [2], ayat 115 yang memerintahkan pengalihan kiblat ke ka’bah di
Makkah.
Kemudian Rasulullah saw memperkokoh persaudaraan sesama umat Islam
(berjumlah sekitar 90 orang) termasuk antara kaum Muhajirin (penduduk Makkah yang
berhijrah) dan Ansar (penduduk Madinah yang menolong Muhajirin) di rumah Anas ibn
Malik agar ikatan fanatisme kesukuan selama masa jahiliyyah berganti menjadi ikatan
ukhuwwah Islamiyyah.
Di antaranya, Nabi Muhammad saw memperbarui persaudaraannya dengan ‘Ali ibn
Abi Talib dan Hamzah ibn ‘Abd al-Muttalib dengan Zayd ibn Harisah, serta Abu Bakr
dengan Kharijah ibn Zuhayr al-Khazraji, ‘Umar ibn al-Khattab dengan ‘Utban ibn Malik
al-

15
Ahmad Chirol Rofiq, Sejarah Islam, (Malang: Gunung Riau, 2017), h. 77.
14

Khazraji, Abu ‘Ubaydah ibn alJarrah dengan Sa’d ibn Mu’adz dari Banu al-Asyhal, ‘Abd al-
Rahman ibn ‘Awf dengan Sa’d ibn al-Rabi’ al-Khazraji, ‘Usman ibn ‘Affan dengan Aws ibn
Sabit dari Banu al-Najjar, Talhah ibn ‘Ubayd Allah dengan Ka’b ibn Malik dari Banu
Salamah, dan Bilal ibn Rabbah dengan AbuRuwayhah. 16
Rasulullah saw selanjutnya memperkokoh kesepakatan seluruh masyarakat
Madinah antara umat Islam dan umat non-Islam agar selalu toleransi dan tolong menolong.
Kebebasan beragama mendapat jaminan perlindungan. Pada saat itu, penduduk Madinah
terklasifikasi menjadi tiga kelompok, yakni umat Islam (Muhajirin dan Ansar), umat
Yahudi (Banu Qaynuqa’, Banu al-Nadir, dan Banu Qurayzhah), dan orang-orang Arab
musyrik. Mereka juga menyepakati bahwa segala perselisihan diserahkan penyelesaiannya
kepada Rasulullah saw sebagai pemimpin masyarakat Madinah. Mereka harus bersama-
sama menghadapi segala bahaya dari musuh yang mengancam keamanan Madinah. Perjanjian
itu tertuang dalam Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah.
Sebagai konsekuensi pengamanan terhadap eksistensi pemerintahan di Madinah,
maka penggunaan tindakan militer tidak dapat dihindarkan. Allah Swt bahkan
mengizinkan umat Islam untuk melaksanakan peperangan dalam rangka pembelaan dan
perlindungan kepada keselamatan negara bersama masyarakatnya, sebagaimana dalam
Surat al-Hajj [22], ayat 39, Surat al-Baqarah [2], ayat 190, dan Surat al-Tawbah [9], ayat
36.
17

Dalam teori dan praktek, Nabi Muhammad saw menempati suatu posisi yang unik
sebagai pemimpin dan sumber undang-undang spiritual Ketuhanan, sekalius juga pemimpin
pemerintahan Islam yang pertama. Dalam kerangka sejarah telah ditegaskan bahwa sejak
hijrah ke Madinah tahun 522 M sampai saat wafat pada 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad saw
berperan sebagai pemimpin yang tidak dibantah (unquestionable leader) bagi negara Islam
yang baru lahir itu.
Sebagai negarawan, Nabi Muhammad Saw membangun kekuatan dengan cara
mempersatukan umat, menghapus perbedaan kasta, menyeimbangkan perekonomian,
menegakkan keadilan, membentuk angkatan perang, membagikan rampasan perang dan
melakukan ekspansi daerah. Non-muslim yang tunduk pada aturan Islam, mereka diberi
kelayakan untuk hidup bersama, bahkan Nabi Muhammad saw dijadikan tumpuan untuk

16
Ahmad Chirol Rofiq, Sejarah Islam, h. 78.
17
Ahmad Chirol Rofiq, Sejarah Islam, h. 79.
15

diminta pendapat dan memberikan kebijakan bagi non-muslim yang menuntut hak dan
keadilan.
Pasca Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, beliau tampil sebagai pemimpin
masyarakat yang oleh sejumlah pakar digambarkan sebagai negara. Hal itu karena
terpenuhinya unsur-unsur negara di dalamnya seperti: adanya wilayah, penduduk,
pemerintahan dan kedaulatan. Oleh karena itu, Muhammad saw bukan hanya Nabi tetapi juga
kepala negara (negarawan). 18
Peran Nabi Muhammad saw di Mekkah sebagai kepala agama telah mampu
mewujudkan non negara. Ajaran Islam dapat diaktualisasikan sesuai dengan kemampuan
sehingga terbentuk masyarakat muslim yang siap menjalankan hukum dan ajaran agama
yang kesiapan masyarakat terikat pada faktor iman dan amal shaleh.
Nabi Muhammad saw tidak bisa tampil sebagai kepala negara di Mekkah bukan
semata karena faktor masyarakat mengenal ajaran tauhid tetapi lebih dari itu adalah
dominasi kecemburuan sosial, kesamaan hak kekhawatiran hilangnya sumber ekonomi
utamanya kekuatan tergesernya kemapanan sistem struktur kekuasaan para tokoh Quraisy
apabila Islam berkembang dan menjadi agama masyarakat. Proses Nabi Muhammad saw
memperoleh otoritas kepala negara bermula dari bai’at al-aqabah sebuah perikatan berisi
pengakuan dan penaklukan diri kepada Islam sebagai agama yang konsekuensinya adalah
terwujudnya masyarakat muslim yang dikendalikan oleh kekuasaan yang dipegang oleh
rasulullah.
Dengan demikian, terbentuklah masyarakat muslim yang pertama dengan fungsi-
fungsi sederhana dalam sebuah masyarakat dan negara Madinah (kota). Sistem yang
digunakan Nabi Muhammad saw dalam menjalankan politiknya adalah syariah dengan
mengutamakan politik musyawarah yang menekankan persamaan dan keadilan dalam
mewujudkan kerja sama antara komunitas yang ada dengan otoritas sebagai Rasulullah saw
dalam memutuskan berbagai masalah yang timbul. 19

18
Ahmad Fadholi, Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Negara. Misykah : Jurnal Pendidikan dan
Studi Islam, Vol. 5, No. 2, (2020), h. 19-20.
19
Sutriani, Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Kepala Negara. Jurnal Sulesana, Vol. 6, No. 2,
(2011), h. 153.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat kami tarik dari penjelasan makalah diatas,
adalah sebagai berikut :
1. Dalam teori dan praktek, Nabi Muhammad saw menempati suatu posisi yang
unik sebagai pemimpin dan sumber undang-undang spiritual Ketuhanan,
sekalius juga pemimpin pemerintahan Islam yang pertama. Dalam kerangka
sejarah telah ditegaskan bahwa sejak hijrah ke Madinah tahun 522 M sampai
saat wafat pada 8 Juni 632 M., Nabi Muhammad saw berperan sebagai
pemimpin yang tidak dibantah (unquestionable leader) bagi negara Islam yang
baru lahir itu. Sebagai negarawan, Nabi Muhammad Saw membangun kekuatan
dengan cara mempersatukan umat, menghapus perbedaan kasta,
menyeimbangkan perekonomian, menegakkan keadilan, membentuk angkatan
perang, membagikan rampasan perang dan melakukan ekspansi daerah. Non-
muslim yang tunduk pada aturan Islam, mereka diberi kelayakan untuk hidup
bersama, bahkan Nabi Muhammad saw dijadikan tumpuan untuk diminta
pendapat dan memberikan kebijakan bagi non-muslim yang menuntut hak dan
keadilan.
2. Pasca Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, beliau tampil sebagai
pemimpin masyarakat yang oleh sejumlah pakar digambarkan sebagai
negara. Hal itu karena terpenuhinya unsur-unsur negara di dalamnya seperti:
adanya wilayah, penduduk, pemerintahan dan kedaulatan. Oleh karena itu,
Muhammad saw bukan hanya Nabi tetapi juga kepala negara (negarawan).
Peran Nabi Muhammad saw di Mekkah sebagai kepala agama telah mampu
mewujudkan non negara. Ajaran Islam dapat diaktualisasikan sesuai dengan
kemampuan sehingga terbentuk masyarakat muslim yang siap menjalankan
hukum dan ajaran agama yang kesiapan masyarakat terikat pada faktor iman
dan amal shaleh.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan pada lembaran-lembaran
terbatas ini, semoga dengan terbatasnya kajian pada tema ini sedikit bisa memberi
kontribusi untuk memahami hakikat dari kajian manthuq dan mafhum. Segala saran

16
17

dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari para pembaca budiman agar
dapat kami perbaiki dan revisi kembali dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Ahkmad Saufi dan Hasmi Fadiilah, Sejarah Peradaban Islam. Banjarmasin:
Deepublish, 2015.
al-Azizi, Abdul Syukur. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Noktah,
2017.
Dar al-‘Ilm. Atlas Sejarah Islam. Jakarta: Kaysa Media, 2011.
Fadholi, Ahmad. Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Negara. Misykah :
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 5, No. 2, (2020).
Haiti, Philip K. History of The Arabs: From the Earliest Times to the Present. Ed.
Revisi-10; New York: Palgrave Macmillan, 2002. Terj. R. Cecep Lukman
Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of The Arabs: Rujukan Induk dan
Paling Ototritatif tentang Sejarah Peradaban Islam. Cet. I; Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2013.
Musyarif. Sejarah Peradaban Islam: Pra Islam sampai Bani Umayyah. Makassar:
Kaaffah Learning Center, 2019.
Nasution, Syamruddin. Sejarah Perkembangan Peradaban Islam. Riau: CV. Asa
Riau, 2007.
Rofiq, Ahmad Chirol. Sejarah Islam. Malang: Gunung Riau, 2017.
Sari, Kartika. Sejarah Peradaban Islam. Bangka: Shiddiq Press, 2015.
Supriyadi, Dede. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Sutriani, Muhammad Sebagai Pemimpin Agama dan Kepala Negara. Jurnal Sulesana,
Vol. 6, No. 2, (2011).
Syaifudin, Machfud. Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.
Wilalae. Sejarah Islam Klasik. Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif kasim
Riau, 2016.
Yusuf, Muhammad. Nabi Muhammad SAW; Pemimpin Agama dan Kepala Negara.
Jurnal Al-Udubiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi Islam, Vol. 1, No. 2 (2020).
Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing, 2016.

18

Anda mungkin juga menyukai