Anda di halaman 1dari 60

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TENTANG SEJARAH ISLAM

Dosen Pengampu :

Aufa Rizka Azzumi, S.E., M.A.

Disusun Oleh :

Annas Arfianto 21S1FAM0012

Suripno 21S1FAM0016

Hika Dwi Kartina Tiorizqi 21S1FAM0018

Mauliana Khoerun Nisa 21S1FAM0019

PROGAM STUDI S1 FARMASI

STIKES IBNU SINA AJIBARANG

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Kami sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Ajibarang, Desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover ..................................................................................................................... i

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah islam pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin .................. 5


B. Sejarah islam pada masa Bani Umayyah, Bani Abasiyah, dan
Nusantara................................................................................................. 16
C. Membumikan islam di Indonesia ............................................................ 29

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 48
B. Saran ..................................................................................................... 49

Daftar Pustaka .................................................................................................... 50

Lampiran ............................................................................................................. 51

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam, adalah agama yang suci, yang bersumber langsung dari sang
pencipta Allah SWT. Agama Islam diturunkan secara langsung dan diwahyukan
kepada nabi besar Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril.
Perkembangan Agama Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dijalankan
dengan bentuk pemerintahan yang berpedoman pada prinsip dan norma-norma
ajaran Agama. Sebelum Agama Islam datang wilayah semenanjung Makkah dan
Madinah, situasi dan kondisi sepanjang wilayah itu sangat tidak mencermin kan
kehidupan umat manusia yang terpuji. Situasi dan kondisi masyarakat diwilayah
jazirah Arab ini diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan.

Sebagai Rasul penutup Muhammad SAW, diberikan oleh Allah mujizat


AlQur’an sebagai petunjuk yang paling sempurna. Sehingga Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai ajaranya yang paling sempurna, sebagai
nikmat Allah yang cukup dan sebagai agama yang diridlai Allah.

Hingga pada akhirnya, Agama Islam mulai berkembang pesat ditengah


majunya peradaban Islam. Seiring dalam majunya era peradaban Islam, dimasa
inilah dimana, masa terakhir Nabi Muhammad telah menyapaikan dakwahnya
yang terakhir. Pada tahun 10 H (631 M) Nabi Muhammad SAW beserta
rombongan besar melaksanakan haji yang terakhir kalinya. Dalam kesempatan itu
turunlah ayat Al-Qur’an yang terakhir yaitu surah Al-Maidah ayat 3, yakni
sebagai berikut. Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu, dan Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan Aku relakan Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah
ayat 3.

Sehingga, pada masa dipenghujung perdaban Islam yang mulai maju,


setelah sepeninggal Rasulullah, empat pengganti beliau dalam mengurus
pengembangan dakwah dan penyiaran Agama Islam telah dipimpin oleh

1
pemimpin yang adil dan benar. Amin (2013e :93). Dalam perkembangan dan
pemerintahan Agama Islam dipimpin oleh empat sahabat terdekat selama 30
tahun. Kepemimpinan tersebut adalah periode empat Khalifah atau disebut
sebagai al-Khulafa al-Rasyidun, yang terdiri dari empat Khalifah, yaitu :

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq 11-13 H/632-634 M;


2. Umar Bin Khaththab 13-23 H/634-644 M;
3. Utsman Bin Affan 23-36 H/644-656 M;
4. Ali Bin Abi Thalib 36-41 H/656-661 M.

Khalifah Abu Bakar, dalam perjuangannya yang telah memberikan


perubahan besar bagi Agama Islam telah berhasil menetralisir keadaan dikalangan
yang hampir bersitegang dalam perihal pengganti Rasulullah. Khalifah Umar bin
Khattab dalam perjuanganya telah berhasil mengembalikan stabilitas
pemerintahan Islam yang bahkan penguatan negara hingga di semenanjung jazirah
Arabia, telah berhasil mengubah komunitas marginal padang pasir menjadi
pejuang yang gigih sehingga membuat imperium Persia dan Byzantium menyerah.
Perkembangan agama Islam pada masa Khalifah Utsman salah satu bentuk
kemajuan peradaban Islam, dalam kebijakan perkembangannya Langkah yang
diambil oleh Khalifah Utsman adalah untuk menuju peradaban Agama Islam yang
lebih maju.

Pada abad pertengahan, peradaban Islam mulai menguat dan


mendominasi. Islam menjadi “pusat kiblat” masyarakat Eropa yang mulai meniru
budaya Islam yang memiliki suatu peradaban yang maju pada masa itu. Pada
masa ini, Islam mencapai puncak masa kejayaan yang disebut sebagai “The
Golden Age of Islam” atau dapat diartikan sebagai masa keemasan Islam. Masa
keemasan Islam ini terjadi pada masa kepemimpinan Bani Abbasiyah, tepatnya
pada saat kepemimpinan Harun dan anaknya Ma’mun. Berbagai macam kemajuan
terjadi pada masa ini, seperti ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya. Hal ini
tidak terlepas dari adanya Darul Hikmah yang diketahui sebagai perpustakan
terbesar dengan ratusan ribu buku yang bersumber dari berbagai literatur dunia
yang telah dialih bahasakan.

2
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun
41H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/750 M.
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu
Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa
jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam
memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Muawiyah bin Abu Shofyan adalah
seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam
pada zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu
mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib.

Model akulturasi budaya lokal dengan Islam ini sering dianggap sebagai
penyebab munculnya karakter Islam abangan di kalangan masyarakat Jawa.
Sebagian orang bahkan menilai bahwa para Wali Songo sebagai ikon dai-dai awal
Islam di Indonesia dianggap belum berhasil sepenuhnya untuk mengislamkan
Jawa. Beberapa bukti disodorkan untuk memperkuat tesis tersebut, di antaranya
paham sinkretisme yang tampak masih dominan di kalangan masyarakat Jawa.
Walaupun bagi pihak yang mendukung metode dakwah Wali Songo di atas,
praktik-praktik yang sering dituduh sebagai sinkretisme tersebut bukan
sepenuhnya amalan yang bertentangan dengan Islam dan dapat dijelaskan melalui
perspektif mistisisme Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan dan penyebaran Agama Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW dan pada masa al-Khulafa al-Rasyidin?
2. Bagaimana pengembangan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah,
Bani Umayah, dan nusantara?
3. Bagaimana perkembangan dan tahap-tahap dalam membumikan islam di
nusantara?

3
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengembangan peradaban Islam pada masa Rasulullah
dan al-Khulafa al-Rasyidin
2. Untuk mengetahui pengembangan peradaban Islam pada masa Bani
Abbasiyah, Bani Umayah, dan nusantara
3. Untuk mengetahui perkembangan dan tahap-tahap dalam membumikan
islam di nusantara

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah islam pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin


1. Pengertian Khulfaurrasyidin
Khulafaur Rasyidin atau Khulafa ar-Rasyidun adalah wakil-wakil
atau khalifah-khalifah yang benar atau lurus. Mereka adalah waris
kepemimpinan Rasulullah selepas kewafatan junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Para tokoh ini merupakan orang-orang yang arif
bijaksana, jujur dan adil dalam memberikan keputusan dan menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat. Pada saat pelantikan
mereka dibuat secara syura yaitu perbincangan para sahabat atau pilihan
khalifah sebelumnya. Selepas pemerintahan ini, kerajaan Islam diganti
oleh kerajaan Ummaiyyah.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi Muhammad SAW
wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai
pemimpin agama dan kepala pemerintahan.

2. Peradaban Islam Pada Masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin


a. Peradaban Pada Masa Rasulullah SAW
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para
Sahabat adalah merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu
bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya
pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW. Kemudian pada
zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman
Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Khulafaur
Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi
yang kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu
tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam
mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai agama
Tauhid yang diridhoi. Perkembangan islam pada zaman inilah

5
merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju.
Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada zaman
Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar
biasa pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah
kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya. Sekaitan
dengan itu perlu kiranya kita melihat kembali dan mengkaji kembali
bagaimana sejarah islam yang sebenarnya.
Islam hadir di tengah masyarakat Arab pada saat usia Muhammad
40 tahun ketika beliau menerima wahyu dari Allah SWT untuk pertama
kalinya dengan perantara malaikat Jibril sebagai tanda kerasulannya
yang disusul kemudian oleh wahyu kedua yang menjadi awal aktivitas
dakwah beliau sebagai nabi dan rasulullah. Pada saat itulah, secara
tidak langsung, keadaan sosial dan politik masyarakat Arab mulai
berubah.Kita bisa membagi masa dakwah Rasulullah SAW menjadi dua
periode, yang satu berbeda secara total dengan yang lainnya, yaitu :
1) Periode atau fase Mekkah, berjalan kira-kira selama tiga belas tahun.
2) Periode atau fase Madinah, berjalan selama sepuluh tahun penuh.

3. Fase Mekkah
Periode Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan dakwah, yaitu :
a. Tahapan Dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama
tiga tahun.
b. Tahapan Dakwah secara terang-terangan ditengah penduduk Mekkah,
yang dimulai sejak tahun keempat dari nubuwah hingga akhir tahun
kesepuluh.
c. Tahapan Dakwah diluar Mekkah dan penyebarannya, yang dimulai
dari tahun kesepuluh dari nubuwah hingga hijrah ke Madinah.
1) Tahap pertama
Tiga tahun Dakwah secara sembunyi-sembunyi. Mekkah
merupakan sentral agama bangsa Arab. Disana ada peribadatan
terhadap Ka’bah dan penyembahan terhadap berhala dan patung-
patung yang disucikan seluruh bangsa Arab. Cita-cita untuk

6
memperbaiki keadan mereka tentu bertambah sulit dan berat jika
orang yang hendak mengadakan perbaikan jauh dari lingkungan
mereka. Hal ini membutuhkan kemauan yang keras yang tidak bisa
diguncang musibah dan kesulitan. Maka dalam menghadapi kondisi
ini, tindakan yang paling bijaksana adalah memulai dakwah dengan
sembunyi-sembunyi, agar penduduk Mekkah tidak kaget karena
tiba-tiba menghadapi sesuatu yang menggusarkan mereka.
Pada awal mulanya Rasulullah SAW menampakkan islam
kepada orang yang paling dekat dengan beliau. Anggota keluarga
dan sahabat-sahabat karib beliau. Beliau menyeru mereka ini
kepada islam, juga menyeru kepada siapa pun yang dirasa memiliki
kebaikan yang sudah beliau kenal secara baik dan mereka pun
mengenal beliau secara baik. Dalam tarikh islam, mereka disebut
As-Sabiqunal Awwalun ( yang terdahulu dan yang pertama masuk
islam). Mereka adalah istri beliau, Ummul Mukminin Khadijah
binti Khuwailid, pembantu beliau, Zaid bin Haritsah, anak paman
beliau, Ali bin Abu Thalib, yang saat itu Ali masih anak-anak dan
hidup dalam asuhan beliau, dan sahabat karib beliau, Abu Bakar
Ash-Shiddiq.
Abu Bakar yang dikenal kaumnya sebagai seorang laki-laki yang
lemah lembut, pengasih dan ramah, dan memiliki akhlak yang
mulia bersemangat membantu Rasul mendakwahkan islam. Berkat
seruannya, ada beberapa orang yang masuk islam, yaitu :
 Utsman bin Affan
 Az-Zubair bin Al-Awwan
 Abdurrahman bin Auf
 Sa’d bin Abi Waqqash
 Thalhah bin Ubaidillah
Mereka ini juga termasuk orang-orang yang lebih dahulu
masuk Islam, kawanan pertama dan fajar islam. Ada juga kawanan
lainnya yang termasuk orang-orang yang pertama masuk islam,
yaitu :

7
 Bilal bin Rabbah
 Abu Salamah bin Abdul Asad
 Amir bin Al-Jarrah
 Al- Arqam bin Abil Arqam
 Fathimah bin Al-khattab
 Khabbab bin Al-Arrat
 Dan banyak lagi lainnya
Setelah melihat beberapa kejadian disana-sini, ternyata
dakwah Islam sudah didengar orang-orang Quraisy pada tahapan
ini, sekalipun dakwah itu masih dilakukan secara sembunyi-
sembunyi dan perorangan. Namun merekan tidak ambil peduli
Selama tiga tahun dakwah masih dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dan perorangan. Selama jangka waktu ini telah
terbentuk sekelompok orang-orang mukmin yang senantiasa
menguatkan hubungan persaudaraan dan saling bahu-membahu.
Penyampaian dakwah terus dilakukan, hingga turun wahyu yang
mengharuskan Rasulullah SAW menampakkan dakwah kepada
kaumnya. Menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang berhala-
berhalasesembahan mereka.

2) Tahap Kedua
Dakwah secara Terang-Terangan. Langkah pertama yang
dilakukan Rasulullah ialah dengan mengundang kerabat dekat.
Beliau mengundang Bani Hasyim dan beberapa orang Bani Al-
Muthalib bin Al-Manaf. Beliau menyeru kepada kaumnya kepada
Allah dan berserah diri kepada RabbNya. Namun dari sekian
banyak yang datang, semua menentang Rasulullah, hanya Abu
Thaliblah yang mendukung dan memerintahkan melanjutkan
perjuangan Rasul, tetapi Abu Thalib tidak punya pilihan lain untuk
meninggalkan agama Bani Abdul Al-Muthalib.
Setelah Nabi SAW merasa yakin terhadap dukungan dan
janji Abu Thalib untuk melindunginya dalam menyampaikan

8
wahyu Allah, maka suatu hari beliau berdiri diatas Shafa, lalu
berseru :
“Wahai semua orang!” maka semua orang berkupul memenuhi
seruan beliau, lalu beliau mengajak mereka kepada tauhid dan
iman kepada risalah beliau serta iman kepada hari akhirat.”
Dari yang hadir disitu, Abu Lahab angkat bicara “ Celakalah
engkau untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau
mengumpulkan kami.”
Lalu turun ayat “ Celakalah kedua tangan Abu Lahab”
Seruan beliau semakin menggema seantero Mekkah, hingga
kemudian turun ayat,
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa
yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-
orang yang musyrik.”
Maka Rasulullah langsung bangkit menyerang berbagai
khurafat dan kebohongan syirik. Menyebutkan kedudukan berhala
dan hakikatnya yang sama sekali tidak memiliki nilai.
Mekkah berpijar dengan api kemarahan, bergolak dengan
keanehan dan pengingkaran, tatkala mereka mendengar suar yang
memperlihatkan kesesatan orang-orang musyrik dan para
penyembah berhala. Suara itu seakan akan petir yang membelah
awan, berkilau, menggelegar dan mengguncang udara yang tadinya
tenang. Orang-orang Quraisy bangkit untuk menghadang revolusi
yang datang secara tak terduga ini, dan yang dikhawatirkan akan
merusak tradisi warisan mereka.
Orang-orang Quraisy bingung, karena sepanjang sejarah
nenek moyang mereka dan perjalanan kaumnya, mereka tidak
pernah mengetahui bandingan yang seperti itu. Setelah menguras
pikiran, tidak ada jalan lain lagi bagi mereka menghadapi orang
yang jujur dan dapat dipercayai ini (Muhammad SAW) kecuali
mendatangi paman beliau, Abu Thalib. Mereka meminta

9
kepadanya agar menghentikan segala apa pun yang diperbuat anak
saudaranya.
Dengan perkataan yang halus dan lemah lembut, Abu
thalib menolak permintaan mereka. Maka mereka pun pulang
dengan tangan hampa sehingga Rasulullah bisa melanjutkan
dakwah, menampakkan agama Allah dan menyeru kepadaNya.
Semenjak penolakan itu, dan orang-orang Quraisy tahu
bahwa Muhammad SAW sama sekali tidak menghentikan
dakwahnya, maka mereka memeras pikiran dan menyimpulkan
untuk membenamkan dakwah ini.

3) Tahap Ketiga
Dakwah diluar Mekkah. Karena keadaan semakin
mendesak, tekanan disana sini terhadap pengikutnya, Rasulullah
memerintahkan agar kaumnya hijrah dan mendakwahkan islam ke
Habasyah. Rasulullah tahu bahwa raja yang berkuasa adalah
seorang raja yang yang adil, tak bakal ada seorang pun yang
teraniaya disisinya.
Pada bulan Rajab tahun kelima dari nubuwah,
sekelompok sahabat hijrah yang pertama kali ke Habasyah, terdiri
dari dua belas orang laki-laki dan empat orang wanita, yang
dipimpin Utsman bin Affan.
Karena siksaan dan penindasan yang ditimpakan orang-
orang Quraisy semakin menjadi-jadi, Nabi SAW tidak melihat cara
lain kecuali memerintahkan mereka untuk hijrah untuk kedua
kalinya. Kali ini hijrah berjumlah delapan puluh tiga orang laki-laki
dan delapan belas wanita. Sementara itu, Rasulullah SAW tetap
berada di Mekkah untuk terus mendakwahkan Agama Allah buat
penduduk Mekkah.
Banyak kejadian yang terjadi setelah Rasulullah
menetapkan perintah kepada pengikutnya untuk hijrah ke
Habasyah. Dari keislamannya Umar bin Khattab dan Hamzah bin

10
Abdul Muthalib, yang membuat islam semakin kuat, hingga
keadaan duka hati Rasulullah atas meninggalnya paman beliau Abu
Thalib dan Istri beliau Khadijah binti Khuwailid.
Pada tahun kesepuluh dari nubuwah, Rasulullah SAW
pergi ke Thaif, beliau pergi dengan berjalan kaki. Dengan
didampingi pembantunya Zaid bin Haritsah, beliau mengajak
penduduk setiap kabilah yang ia lalui kepada islam. Namun tak
satu pun yang memenuhinya.
Sesampainya di Thaif, beliau menyeru agama Allah
kepada pemimpin Bani Tsaqif. Namun semua menolaknya dan
mencaci maki beliau sambil melempari batu kearah beliau.
Pembantu Nabi SAW, Zaid senantiasa melindungi beliau.
Saat musim haji tiba, beliau kembali ke Mekkah dan
berdakwah kepada orang-orang yang melaksanakan haji dari segala
penduduk diluar Mekkah. Agama Allah mereka bawa ke negerinya.
Hingga tersebar luaslah islam di jazirah Arab. Diantaranya yaitu :
 Suwaid bin Shamit, Dia adalah seorang penyair yang cerdas dari
pendudukYatsrib yang juga di juluki Al-Kamil oleh kaumnya.
 Iyas bin Mu’adz, Dia seorang pemuda belia dari Yatsrib.
 Abu Dzarr Al-Ghifary, Dia termasuk penduduk pinggiran
Yatsrib.
 Thufail bin Amr Ad-Dausy, Dia seorang Penyair cerdas dan
pemimpin Kabilah Daus
 Dhimad Al-Azdy, Dia berasal dari Azd Syanu’ah dari Yaman.
Dalam beberapa waktu, sampailah islam ke penjuru
jazirah Arab, hingga ke Madinah, islam di Madinah disambut baik
oleh penduduk. Dakwah berhasil di bumi Yatsrib ini. Semua
ketentuan Allah membuat islam semakin bercahaya dan bersinar.
4. Fase Madinah
Setelah Islam berhasil dan diterima penduduk Madinah melalui
peristiwa Baiat aqabah pertama dan kedua. Islam mulai memancangkan
tonggak negara ditengah padang pasir yang bergelombang kekufuran dan

11
kebodohan. Ini merupakan hasil paling besar yang diperoleh islam
semenjak dakwah dimulai.
Rasulullah memerintahkan seluruh pengikutnya Hijrah ke
Madinah, tak tersisa seorang mukmin pun berada di Mekkah kecuali
Rasulullah SAW, Abu Bakar, Ali bin Abu Thalib, dan beberapa orang
yang memang diperintahkan untuk tetap di Mekkah sampai ada perintah
dari Allah SWT.
Pada suatu ketika Jibril turun kepada beliau membawa wahyu
dari Allah, seraya mengabarkan persekongkolan Quraisy yang hendak
membunuh Rasulullah dan bahwa Allah telah mengizinkan beliau untuk
pergi serta menetapkan waktu hijrah.

b. Peradaban pada masa Khulaaurrasyidin


Pada masa Khulaaurrasyidin, syura juga terus dilakukan oleh
para khulafaurrasyidin, baik dalam menetapkan solusi atas permasalahan-
permasalahan sehari-hari maupun yang secara khusus berhubungan dengan
masalah politik dan kepemerintahan. Untuk yang terakhir ini dapat kita
lihat pada pemilihan mereka sebagai khalifah sepeninggal Rasul.
Tentunya, sebagai pengecualian, pembai’atan Ali yang tidak melalui syura
karena kondisi waktu itu yang mulai menampakkan perebutan kekuasaan
dengan cara-cara yang kurang bijaksana.
c. Perkembangan Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin
1) Peradaban pada masa Abu Bakar As Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Nabi Muhammad SAWTidak meninggalkan wasiat tentang siapa
yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat islam
setelah setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan
tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena
itulah, tidak lama setelah beliau wafat, belum lagi jenazahnya di
makamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai
kota Bani Sa’idah, madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang
akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot
karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Ashar, sama-

12
sama merasa berhak menjadi pemimpin umat islam. Namun, dengan
semangat ukhuwah islamiah yang tinggi akhirnya, Abu Bakar terpilih.
Rupanya semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang
tinggi dari umat islam, sehingga masing-masing pihak dapat
menerimanya.
Beliau termasuk dalam golongan as saabiqun al-awwalun
(golongan pertama yang masuk Islam). Nama lengkapnya adalah
Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Pada masa kecilnya beliau
bernama Abdul Ka’bah. Nama ini diberikan kepadanya sebagai realisasi
zadzar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar
oleh Nabi Saw menjadi Abdullah. Sedangkan gelar as-shiddiq diberikan
oleh Nabi Saw karena keteguhan imannya dan pembenarannya pada
peristiwa isra’ dan mi’raj Nabi Saw. Ayahnya bernama Utsman bin
Amr bin Sa’ad bin Taim bin Murra bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Talib bin
Fihr bin Nadr bin Malik. Ibunya bernama Ummu Khair Salma binti
Sakr yang berasal dari keturunan Quraisy. Garis keturunan ayah dan
ibunya bertemu pada kakeknya yang bernama Ka’b bin Sa’ad bin Taim
bin Murra.Sejak kecil beliau dikenal sebagai anak yang baik, sabar,
jujur dan lemah lembut. Beliau menjadi sahabat Nabi Saw sejak
keduanya masih remaja.
Pada awal pemerintahannya, beliau diuji dengan adanya ancaman
yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang
kepemimpinannya. Diantaranya perbuatan makar tersebut ialah
timbulnya orang-orang yang murtad, orang-orang yang tidak mau
mengeluarkan zakat, orang-orang yang mengaku menjadi nabi, dan
pemberontakan dari beberapa kabilah.

2) Peradaban pada masa Umar bin Khattab (13-24 H/634-644 M)


Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al-
Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘adi bin Ka’ab bin
Lu’ay. Dilahirkan di kota Mekah, empat tahun sebelum Perang Fijar
sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Al-Khudari Bek, tiga belas

13
tahun lebih muda dari Nabi Muhammad Saw. Ayahnya bernama
Khattab bin Nufail al-Mahzumi al-Quraisi dari suku Adi dan Ibunya
bernama Hantamah binti Hasyim. Suku Adi merupakan salah satu suku
terpandang di kalangan Arab dan termasuk rumpun Quraisy.
Umar memiliki kecerdasan dan kekuatan tubuh yang luar biasa.
Pada tingkat kecerdasannya, ia mampu memprediksi dan
memperkirakan hal-hal yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang. Maka iapun ditunjuk oleh Kabilahnya untuk mewakili setiap
diplomasi antar kabilah di Arab. Diplomasinya diakui oleh bangsa Arab
saat itu. Namun diapun diakui sebagai pribadi yang gagah berani dan
perkasa, tidak sedikit orang-orang quraisy yang jatuh tersungkur
dikalahkan oleh Umar dalam setiap laga pertandingan gulat dan adu
otot antar kabilah.
Peran Umar dalam penyebaran agama Islam sangat besar, hal ini
telah diperkirakan sebelumnya oleh Nabi Saw. Maka saat itu beliau
berdo’a pada Allah Swt, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah
seorang dari Amr bin Hasyim atau Umar bin Khattab“. Do’a Nabi ini
diijabahi oleh Allah Swt, dan akhirnya Umar masuk Islam pada tahun
616 M. Masuknya Umar ini kemudian diikuti oleh putera sulungnya
Abdullah dan Isterinya Zainab binti Ma’zun. Selain itu keislaman Umar
membuka jalan bagi tokoh-tokoh Arab lainnya untuk masuk Islam.
Umar adalah orang pertama dari kalangan sahabat yang
mencetuskan ide tentang perlunya dilakukan pengumpulan ayat-ayat
Al-Qur’an. Ketika itu ayat-ayat Al-Qur’an yaang telah ditulis oleh para
sahabat tersebar diberbagai lempengan batu, pelepah kurma, tulang-
tulang dan sebagainya. Tempatnyapun berserakan ditangan para
sahabat, tidak terkumpul dalam satu tempat.
Pada masa Khalifah Abu Bakar terjadi banyak peperangan yang
didalamnya gugur banyak sahabat penghafal Al-Qur’an. Diantaranya
dalam perang Yamamah saja 70 orang penghafal Al-Qur’an gugur.
Oleh karena itu Umar khawatir para penghafal Al-Qur’an akan habis.
Dengan alasan itu ia mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera

14
dikumpulkan semua tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Pada mulanya Abu
Bakar keberatan menerima usul Umar itu, karena Nabi Saw tidak
pernah melakukan hal serupa. Namun atas desakan Umar usul itupun
disetujuinya. Abu Bakar lalu mempercayakan tugas pengumpulan itu
kepada Zaid bin Tsabit, karena dia adalah penulis wahyu pada masa
Rasulullah Saw.

3) Peradaban pada masa Utsman bin Affan (24-36 H/644-656 M)


Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abu ash bin
Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf bin Qushai. Nasabnya
bertemu dengan Nabi pada kakeknya yang keenam.
Ayahnya adalah Affan bin Ash yang meninggal pada masa
Jahiliyyah sebelum diutusnya Nabi. Dan Ibunya bernama Arwa binti
Kuraib bin Rabi’ah. Dia telah masuk Islam dan hidup di Madinah.
Rasulullah telah membaiatnya dan ia meninggal pada masa
kekhalifahan puteranya. Sedangkan neneknya bernama Ummu Hakim
binti Abdul Muthalib, bibi Nabi Muhammad SAW.Putra-putri Utsman
antara lain: Abdullah Al-Akbar, Abdullah Al-Ashghar, Amru, Khalid,
Al-Walid, Sa’id, Abdul Malik, Maryam, Ummu Sa’id, Aisyah, Ummu
Amru, dan Ummul Banin. Semua putera-puterinya tersebut merupakan
hasil pernikahan beliau dengan dua puteri Nabi yakni Ruqayyah dan
Ummi Kultsum. Maka saat itu beliu dijuluki Dzun-Nurain(Pemilik Dua
Cahaya).
Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kesemua anak
Utsman tersebut berasal dari pernikahan beliau dengan beberapa wanita
muslimah lain pasca isteri-isteri terdahulu meninggal, seperti beliau
menikahi Sakhithah binti Ghazwan sepeninggal Ummi Kulstum. Lalu
Fathimah binti Walid, Ummul Banin binti Uyainah bin Hisham dan
Nailah binti Al-Farafishah (seorang wanita Nasrani yang masuk Islam).

15
4) Peradaban pada masa Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)
Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu
Nabi Muhammad SAW yang kemudian menjadi menantunya karena
menikahi puteri Nabi SAW yakni Fatimatuz Zahra. Ali ikut dengan
Nabi SAW sejak kelaparan melanda kota Mekah untuk menghindari
ancaman kelaparan tersebut.
Beliau masuk Islam saat masih berusia 13 tahun, hal ini menurut
M. Saban. Sedangkan menurut Mahmudunnasir, Ali masuk Islam saat
berusia 9 tahun. Beliau memiliki beberapa saudara antaralain Thalib,
Uqail, Ja’far dan Ummu Hani’.
Mahmudunnasir selanjutnya menulis bahwa Ali termasuk salah
seorang yang sangat lihai dalam memainkan pedang dan pena, bahkan
ia dikenal sebagai seorang orator. Ia juga seorang yang pandai dan
bijaksana, sehingga menjadi penasihat pada jaman Khalifah Abu Bakar,
Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan.
Keadaan Umat Muslim Pada Masa Ali
Menurut Ali Mufrodi, setelah wafatnya Utsman bin Affan,
banyak sahabat yang sedang mengunjungi wilayah-wilayah yang baru
ditaklukkan yang diantaranya Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin
Awwam.
Peristiwa terbunuhnya Utsman menyebabkan perpecahan
dikalangan umat Islam menjadi empat, yaitu :
a) Pengikut Utsman, yaitu yang menuntut balas dendam atas kematian
Utsman dan mengajukan Mu’awiyah sebagai Khalifah.
b) Pengikut Ali, yakni yang mengajukan Ali sebagi Khalifah.
c) Kaum Moderat, tidak mengajukan calon, menyerahkan urusannya
pada Allah.
d) Golongan yang berpegang pada prinsip Jama’ah, diantara Sa’ad bin
Abi Waqas, Abu Ayub Al-Anshari, Usamah bin Zaid, dan
Muhammad bin Maslamah yang diikuti oleh 10.000 sahabat dan
tabi’in yang memandang bahwa Utsman dan Ali sama-sama sebagai
pemimpin.

16
B. Sejarah islam pada masa Bani Umayah, Bani Abasiyah, dan Nusantara
1. Sejarah Peradaban Islam Masa Daulah Bani Umayyah
a. Berdirinya Bani Umayyah

Setelah masa pemerintahan Khulafaurrasyidin berakhir,


pemerintahan Islam dilanjutkan oleh Bani Umayyah. Bani Umayyah
didirikan oleh seorang sahabat dari suku Quraisy bernama
Mu‟awwiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M hingga tahun
132 H/750 M melalui peristiwa tahkim.

Nama dinasti ini dinisbahkan kepada Umayyah bin „Abd Asy-


Syams, yaitu kakek buyut dari khalifah pertama bani Umayyah,
Mu‟awwiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah adalah seorang penguasa
yang ahli dan menguasai masalah politik, ahli siasat, cerdik, kuat dan
memiliki planning yang bagus dalam urusan pemerintahan. Maka bukan
sesuatu yang mengherankan jika dia dapat menjadi gubernur selama 22
tahun, yaitu pada masa khalifah Umar dan Utsman tahun 13 -35 H.

Dalam peristiwa tahkim itu, khalifah Ali telah tertipu oleh siasat
Muawiyah yang pada akhirnya ia mengalami kekalahan dalam segi
politis. Sehingga Mu‟awwiyah berhasil mendapat kesempatan untuk
menobatkan dirinya sebagai khalifah sekaligus raja.

Muawiyah sebagai pendiri dinasti Bani Umayyah pada awalnya


dipandang negatif oleh sebagian besar sejarawan. Keberhasilannya
memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin
dicapai melalui cara yang curang.

Lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat


prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan dalam Islam, karena dialah
yang memulai mengubah sistem kepemimpinan negara menjadi
monarki atau kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun.

Kesuksesan kepemimpinan Bani Umayyah dengan sistem turun


temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk

17
menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah.
Muawiyah bermaksud mencontoh sistem kepemimpinan monarki di
Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah,
namun dia memberikan penafsiran baru dari kata tersebut untuk
mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya "khalifah Allah"
dalam pengertian "penguasa" yang diangkat oleh Allah.

Dinasti Umayah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Bani Umayah yang didirikan oleh Mu‟awiyah bin Abu Sufyan yang
berpusat di kota Damaskus, Syiria. Fase ini berlangsung sekitar
hampir 1abad, yaitu sekitar 90 tahun, dan mengubah sistem
pemerintahan dari khilafah menjadi monarki atau kerajaan.
2) Bani Umayah di Andalusia (Spanyol) yang pada awalnya merupakan
wilayah taklukan Umayyah yang dipimpin oleh Gubernur pada
zaman Walid bin Abdul Malik, kemudian diubah menjadi kerajaan
yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah berhasil
menaklukan Bani Umayah di Damaskus.

b. Para Khalifah Bani Umayyah

Masa kekuasaan Bani Umayyah yang hampir mencapai satu


abad, tepatnya 90 tahun ini telah dipimpin sebanyak 14 orang khalifah.
Khalifah yang pertama menjabat adalah Mua‟wwiyah bin Abu Sufyan,
sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad.
Adapun urutan khalifah-khalifah yang menjabat pada masa
pemerintahan Bani Umayyah adalah sebagai berikut:

1) Mu‟awiyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M)


2) Yazid I bin Mu‟awiyah (60-64H/679-683M)
3) Mu‟awiyah II bin Yazid (64H/683M)
4) Marwan I bin Hakam (64-65H/683-684M)
5) Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M)
6) Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)

18
7) Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)
8) Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)
9) Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
10) Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742)
11) Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M)
12) Yazid bin Walid bin Malik (126H/743M)
13) M. Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H/743-744M)
14) Marwan II bin Muhammad (127-132H/744-750M)
15) Sistem Politik Kenegaraan Bani Umayyah

Sistem politik kenegaraan yang diterapkan pada masa


pemerintahan Bani Umayyah merupakan perpaduan antara sistem Islam
dengan sistem BizantiumPersia. Perpaduan ini ternyata membawa
kemajuan bagi Islam yang mana hal tersebut merupakan sebuah prestasi
yang mampu dicapai oleh Bani Umayyah, dan dapat juga dikatakan
Bani Umayyah ini mampu menanamkan dan memadukan Chauvimisme
dan militerisme dalam aspek pemerintahan. Kecakapannya dalam
bidang politik dan militer sangat luar biasa, militer dan tentara bani
Umayyah dikenal sebagai tentara yang paling disiplin dalam sejarah
peperangan Islam. Dengan demikian politik dan strategi yang
diterapkan oleh pendiri Bani Umayyah memberikan masukan yang
besar dalam penguasaan wilayah-wilayah baru.

Yang menjadi catatan sejarah adalah sistem pemerintahan yang


berubah dari sistem “Bai‟at–Formatur” menjadi bentuk kerajaan.
Kemudian dari sisi kekuasaan khalifah pemerintahan Bani Umayyah ini
sedikit berbeda dengan masa Khulaurrasyidin dimana terjadi pemisahan
antara urusan keagamaan dengan pemerintahan. Hal ini dapat dipahami
karena Mu‟awiyah sebagai penguasa pertama negara bukanlah seorang
yang ahli dalam soal-soal keagamaan, sehingga masalah yang
berhubungan dengan keagamaan diserahkan kepada para ulama.

Oleh karena itu diangkatlah qodhi atau hakim. Pada umumnya


para qodhi tersebut menghukum sesuai dengan ijtihadnya yang

19
bersandarkan kepada Al-Qur‟an dan hadis sebagai sumber utama.
Dengan sistem tersebut seorang pemimpin dapat lebih konsentrasi
terhadap pemerintahan dan politik, karena yang khusus menjalankan
masalah keagamaan secara praktis yakni para qodhi.

c. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah

Selama hampir satu abad memerintah, Bani Umayyah telah


banyak mencapai kemajuan - kemajuan oleh khalifah - khalifah yang
berkuasa pada waktu itu, di antaranya adalah:

1) Perluasan Wilayah

Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era


agresif, dimana usaha perluasan wilayah dan penaklukan yang
terhenti sejak zaman kedua khulafaurrasyidin terakhir menjadi fokus
perhatiannya. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun berkuasa, banyak
negeri di empat penjuru mata angin beramai - ramai masuk ke dalam
kekuasaan Islam, yang mana meliputi wilayah Spanyol, seluruh
wilayah Jazirah Arab, Syiria, Palestina, Afrika Utara, sebagian
daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri
yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztari
yang termasuk Soviet Rusia.

2) Bidang Pemerintahan.

Dalam hal administrasi pemerintahan, Bani Umayyah


membentuk beberapa Diwan (depertemen) yang terdiri dari:

a) Diwan Rasail, bertugas mengurus surat-surat negara. Diwan ini


terbagi dua macam, yaitu sekretariat negara pusat dan sekretariat
provinsi.
b) Diwan al-Kharaj, bertugas mengurus pajak. Diwan ini dibentuk di
setiap provinsi yang dikepalai oleh Shahib al-Kharaj.
c) Diwan al-Barid, merupakan badan intelijen yang bertugas sebagai
penyampai rahasia daerah kepada pemerintahan pusat.

20
d) Diwan al-Khatam, Mu‟awiyah merupakan orang pertama yang
mendirikan Diwan Khatam ini sebagai departemen pencatatan.
Setiap peraturan yang dikeluarkan khalifah harus disalin dalam
suatu register, kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke
alamat yang dituju.Diwan Musghilat, bertugas untuk menangani
berbagai kepentingan umum.
3) Bidang Politik Kenegaraan

Peristiwa penting yang menjadi kemajuan dalam bidang


politik kenegaraan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah
peristiwa ‘Amul Jama’ah atau tahun persatuan umat Islam. Peristiwa
amul jama’ah adalah bersatunya umat Islam kepada kekuasaan
Mu‟awwiyah. Ini merupakan pembuka jalan untuk menyusun
kekuasaan baru umat Islam setelah terjadi perpecahan antara Ali dan
Mu‟awiyah. Pada saat inilah Mu‟awiyah dipercaya umat Islam
secara mayoritas untuk menyebarkan Islam ke penjuru dunia.
Dengan peristiwa ini juga, maka Mu‟awiyah berhasil
mengkosolidasikan situasi dalam negeri dan setelah berhasil di
dalam negeri, maka segera mengadakan ekspansi dan perluasan
wilayah.

4) Bidang Kemiliteran

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, dibentuk


organisasi militer yang terdiri dari angkatan laut (al-bahriyah) dan
angkatan kepolisian (as-syurtah).

5) Bidang Ekonomi

Perekonomian merupakan salah satu unsur terpenting


dalam memperlancar proses pembangunan suatu negara. Sebab
apabila suatu negara mengalami kemerosotan ekonomi, maka akan
berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan yang akan
dilakukan.

21
Pada masa pemerintahan Abdul Malik, perkembangan
bidang perdagangan dan ekonomi dan teraturnya pengelolaan
pendapatan negara yang didukung oleh keamanan dan ketertiban
yang terjamin telah membawa masyarakatnya pada tingkat
kemakmuran. Realisasinya dapat dilihat dari hasil penerimaaan pajak
di wilayah Syam saja tercatat 1.730.000 dinar emas dalam setahun.

Kemakmuran masyarakat Bani Umayyah juga terlihat pada


masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Kemiskinan dan
kemelaratan telah dapat diatasi pada masa pemerintahan khalifah ini.
Kebijakan yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz dalam
implikasinya dengan perekonomian yaitu membuat aturanaturan
mengenai takaran dan timbangan, dengan tujuan agar dapat
membasmi pemalsuan dan kecurangan dalam pemakaian alat-alat
tersebut.

6) Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.

Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan), terdapat beberapa


kemajuan yang diraih pada masa Bani Umayyah dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan, diantaranya sebagai berikut:

a) Pengembangan bahasa Arab.


b) Marbad sebagai kota pusat kegiatan ilmu.
c) Ilmu qira‟at
d) Ilmu tafsir.
e) Ilmu hadist.
f) Ilmu fiqih.
g) Ilmu nahwu
h) Ilmu tarikh.
i) Usaha penerjemahan.

Diantara ilmu pengetahuan lain selain ilmu keagamaan juga


dikembangkan seperti ilmu pengobatan, ilmu hisab dan sebagainya.

22
Mereka mengkhususkan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa
Latin yang berkembang dari Yunani diterjemahkan ke bahasa Arab.

7) Bidang Pengembangan Bahasa Arab

Khalifah Bani Umayyah berupaya meneruskan tradisi


menjaga kemurnian bahasa Arab sebagaimana yang telah dilakukan
pada masa-masa sebelumnya. Pada masa tersebut, tepatnya ketika
pemerintahan khalifah Abdul Malik, dinyatakan dengan tegas bahwa
bahasa resmi kerajaan adalah bahasa Arab. Dengan demikian
bahasa-bahasa lain yang mendominasi di wilayah kekuasaan
semakin tergantikan oleh bahasa Arab.

Selain penetapan kebijakan bahasa Arab sebagai bahasa


resmi kerajaan, juga dilakukan beberapa kebijakan-kebijakan lain
yang bertujuan untuk mengembangkan bahasa Arab pada masa
pemerintahan Bani Umayyah, diantaranya:

a) Menggantian mata uang yang sebelumnya memakai bahasa


Persia dan Bizantium dengan mata uang baru yang berisi
tulisan-tulisan berbahasa Arab.
b) Penyempurnaan konten bahasa Arab yang mencakup
penambahan titik – titik pada huruf Arab dan perumusan tanda
vokal dhommah, fathah, dan kasroh agar memudahkan bagi
orang-orang non Arab untuk membaca tulisan berbahasa Arab.
Selain itu juga pada aspek kosakata, sehingga muncul istilah-
istilah berbahasa Arab yang cukup memadai yang bisa
digunakan dalam bidang hukum, tata negara, retorika, tata
bahasa, dan lain sebagainya. Namun sayangnya belum
merambah pada bidang kedokteran, filsafat, dan ilmu sains.

Selain menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi


kerajaan sebagai bentuk upaya mengembangkan bahasa Arab, sya‟ir
berbahasa Arab pada masa kekhalifahan Bani Umayyah juga ikut
berkembang, hal ini disebabkan banyaknya muncul aliran dan

23
fanatisme terhadap kelompok masing-masing sehingga bermunculan
sya‟ir yang memuji kelompoknya sendiri dan sya‟ir yang mencela
lawannya. Juga penguasa memberi dukungan untuk
menyelenggarakan lomba membaca puisi berbahasa Arab dengan
penghargaan yang menjanjikan. Berangkat dari itu, maka mulailah
terbentuk dasar-dasar kaidah ilmu balaghah yang sejak masa
Jahiliyah dan permulaan Islam sudah nampak kecintaan dan
perhatian masyarakat Arab terhadap ilmu balaghah.

d. Masa Kemunduran dan Keruntuhan Bani Umayyah

Pada masa-masa awal kekuasaan, Bani Umayyah mengalami


kemajuan yang pesat. Kemajuan-kemajuan banyak diraih pada masa
pemerintahan Muawiyah sampai kepada Hisyam. Sedangkan pada
tahun berikutnya sudah mengalami kemunduran dan hingga akhirnya
kekuasaan Bani Umayyah runtuh disebabkan oleh berbagai faktor.

Adapun beberapa faktor penyebab kemunduran dinasti umayyah


adalah:

1) Adanya gerakan oposisi dari pendukung Ali dan Khawarij baik yang
dilakukan secara terbuka maupun tertutup. Hal ini banyak mencuri
perhatian pemerintah ketika itu.
2) Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu
yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.
Pengaturan sistem penggantian khalifah yang tidak jelas
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan
anggota keluarga istana.
3) Terjadinya pertentangan etnis antara suku Arabia utara (Bani Qays)
dan Arabia selatan (Bani Kalb) yang sudah sejak zaman sebelum
Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para
penguasa Bani Umayyah sulit menggalang persatuan dan kesatuan.
Di pihak lain, sebagian besar golongan Mawalli (Non Arab)
terutama di Irak dan bagian timur lainnya merasa tidak puas karena

24
status Mawalli itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah
dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperilhatkan pada masa Bani
Umayyah.
4) Kelemahan dan ketidakmampuan beberapa Khalifah Bani Umayyah
dalam memimpin pemerintahan, kemudian ditambah lagi dengan
pola hidup yang mewah, boros, mabuk-mabukan dan perilaku yang
tidak mencerminkan seorang pemimpin. Sehingga golongan tokoh
agama sangat kecewa karena perhatian penguasa terhadap agama
sangat kurang.
5) Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-‟Abbas
bin Abdul Mutalib. Gerakan ini mendapat dukungan dari Bani
Hasyim, golongan Syi‟ah, dan kaum Mawalli yang sangat kecewa
dengan system pemerintahan Bani Umayyah.

2. Sejarah Peradaban Islam Masa Daulah Bani Abbasiyah

Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya


system internal dan performance penguasa Bani Umayyah yang berujung
pada keruntuhan dinasti Umayah di Damaskus, maka upaya untuk
menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah dari kalangan bani
Abbasiyah. Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati
masyarakat terutama dari kalangan Syi’ah, karena bernuansa keagamaan,
dan berjanji akan menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikkan
oleh khulafaurrasyidin.

Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman


Nabi yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini
didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah
Ibn al- Abbas. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada bani
Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani
Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut
mereka, orang Umayyah secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi

25
perang Siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah,
mereka mengadakan gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan
terhadap dinasti Umayyah. Di antara yang mempengaruhi berdirinya
khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang
sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah
yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok
diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-
50) serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk islam yang
mayoritas dari Persi). Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah
ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke
barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke
Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara daerah
satu dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi
budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren
dan style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-
anak khalifah diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam
mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman terkenal bermunculan,
diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq.
Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari
pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita.

Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan


rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain
dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi setempat (Persia)
mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan
meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh
bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan
agama Islam, Kristen, dan Majusi.

Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi


berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut
jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar,
kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga

26
khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan
panglima), Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya.
petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum
terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa
buruh dan petani. Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3
tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu
dengan yang lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan
peranannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi
SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan).
Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan Khurasan.

Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim


bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga
Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan
kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi
Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani
Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya
mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen
pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah
terpengaruh nafsu dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang
menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah
mendapatkan dukungan.

Selama kekuasaan mereka tersebut, peradaban Islam sangat


berkembang. Jika pada masa Bani Umayyah lebih dikenal dengan upaya
ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang lebih dikenal adalah
berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas
orang-orang ‘Arab Oriented’, dinasti Abbasiyah lebih bersifat
internasional, assimilasi corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi
Timur, Mesir dan sebagainya.

Dinasti Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik,


dan menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah Islam. Diktum dari
Tsalabi: ‘ al-Mansur sang pembuka, al-Ma’mun sang penengah, dan al-

27
Mu’tadhid sang Penutup’ mendekati kebenaran, Setelah al-Watsiq
pemerintahan mulai menurun hingga al-Mu’tashim khalifah ke 37, jatuh
dan mengalami kehancuran di tangan orang Mongol 1258.

Di era Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan Islam berkembang


pesat. Masa puncaknya ketika pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid
(786-809 H) dan Khalifah Al-Ma'mun Ar-Rasyid (813-833 H).

Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Daulah


Abbasiyah (2012), Khairul Umam merangkumnya sebagai berikut :

a. Ilmu Tafsir

Pada masa Dinasti Abbasiyah, berkembang dua aliran tafsir


yang terus digunakan hingga sekarang. Dua aliran tafsir itu adalah tafsir
bi al-ma’tsur dan tafsir bi ar-ra’yi. Aliran pertama lebih menekankan
kepada penafsiran ayat-ayat Alquran dengan hadis dan pendapat-
pendapat para sahabat. Sementara itu, aliran yang kedua lebih banyak
berpijak pada logika daripada nas syariat. Ahli tafsir Alquran yang
terkenal di masa itu adalah Ibn Jarir al-Thabari dengan karangannya
yang bertajuk Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Alquran. Ada pula dikenal Al-
Baidhawi dengan Mu’allim Al-Tanzil, Al-Zamakhsyari dengan
karangannya yang berjudul Al-Kasyaf, Al-Razi dengan Tafsir Al-Kabir,
dan lain sebagainya.

b. Ilmu Kalam atau Teologi Islam

Berkat singgungan Islam dengan filsafat Yunani, berkembang


juga ilmu kalam atau teologi Islam di masa Dinasti Abbasiyah. Alquran
dan hadis ditelaah kembali menggunakan akal dan rasio. Salah satu
mazhab ilmu kalam, aliran Mu'tazilah, mencapai masa keemasannya di
Dinasti Abbasiyah. Tokoh-tokoh seperti Washil bin Atha', Abu Huzail,
dan An-Nadzham tercatat sebagai orang-orang berpengaruh di aliran
ini. Di masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma'mun, aliran Mu'tazilah
bahkan dijadikan mazhab resmi dinasti ini. Terdapat pula ulama Abu

28
Hasan Al-Asyari yang berusaha menjembatani pemikiran Mu'tazilah
dan hadis-hadis nabi. Pemikirannya hingga sekarang terus dipelajari
umat Islam.

c. Ilmu Tasawuf

Di masa Dinasti Abbasiyah, muncul beberapa tokoh tasawuf


besar seperti Imam Ghazali, Al-Hallaj, Syahabuddin, Al-Qushairi, dan
lain sebagainya. Ilmu tasawuf mengalami perkembangan pesat dan
dikaji ulang untuk menjawab tantangan zamannya. Kitab yang dikarang
Imam Ghazali Ihya Ulumuddin terus dipelajari hingga sekarang.
Demikian juga karangan Al-Hallaj, At-Thawashin, hingga Awarifu Al-
Ma'arif yang ditulis Syahabuddin.

d. Ilmu Geografi

Pada masa Dinasti Abbasiyah, peta dunia atau globe pertama


dibuat. Globe ini dikenal dengan sebutan Tabule Regoriana.
Penyusunan globe ini dipelopori oleh Al-Idrisi atau Abu Abdullah
Muhammad bin Muhammad bin Abdullah Al-Idrisi. Peta berbahasa
Arab tersebut menampilkan daratan Eurasia, benua Afrika, dan Asia
Tenggara. Peta Tabule Regoriana inilah yang dijadikan rujukan
Christopher Columbus untuk mengelilingi dunia hingga menemukan
benua Amerika.

e. Ilmu Kimia

Salah satu tokoh terbesar di bidang kimia yang lahir di masa


Dinasti Abbasiyah adalah Jabir bin Hayyan. Hingga sekarang, ia diakui
sebagai Bapak Kimia Bangsa Arab. Jabir mengembangkan secara
ilmiah dua operasi utama kimia, yaitu kalnikasi dan reduksi kimia. Ia
juga memperbaiki metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan
kristalisasi. Beberapa buku hasil karangannya masih menjadi rujukan
hingga sekarang mencakup Kitab At-Tajmi' (tentang Konsentrasi), Az-

29
Zi’baq As-Syarqi (Air Raksa Timur), Kitab Ar-Rahmah, dan lain
sebagainya.

f. Ilmu Kedokteran dan Farmasi

Di masa Dinasti Abbasiyah, penyakit cacar dan measles


pertama kali dibedakan. Prinsip seton dalam operasi juga ditemukan.
Tokoh pelopornya yang terkenal adalah Ar-Razi atau Abu Bakar
Muhammad Bin Zakariya Ar-Razi. Pada saat itu, Ar-Razi adalah dokter
anak masyhur dengan karya kedokteran Al-Hawi, buku ensiklopedia
kedokteran. Selain itu, ada juga Ibnu Sina atau Abu Ali Husain bin
Hasan Ali bin Sina yang mengkodifikasi pemikiran kedokteran Yunani
dan Arab di bukunya Al-Qanun fi At-Thib. Karyanya juga berupa
ensiklopedia kedokteran, serta menjadi referensi penting kedokteran di
masa itu, bahkan sempat menjadi rujukan primer kedokteran di Eropa
selama lima abad (dari abad ke-12 hingga 17 M).

g. Ilmu Matematika

Ilmu matematika mencapai kemajuan pesat di masa Dinasti


Abbasiyah. Tokoh terkenalnya adalah Muhammad bin Musa Al-
Khawarizmi yang menemukan angka 0 (nol). Di masa itu, dikenal juga
bilangan positif dan negatif, pengetahuan tentang akar, aljabar, dan
aritmatika. Buku fenomenal yang dihasilkan Al-Khawarizmi adalah
Hisab Al-Jabr. Ia juga menjelaskan mengenai logaritma dan dikenal
sebagai penemu pertama kalkulasi tersebut. Di masa Dinasti Abbasiyah,
ilmu matematika klasik di Yunani dan India dipelajari untuk
menghasilkan integrasi matematika modern. Buku-buku Yunani
diterjemahkan ke Bahasa Arab untuk dipelajari dan dikembangkan.

h. Sejarah

Di bidang sejarah, muncul sejarawan besar Ibnu Khaldun.


Awalnya, ia belajar di Al-Azhar, Mesir. Usai menuntut ilmu di sana,
Ibnu Khaldun mendirikan lembaga pendidikannya sendiri untuk

30
mengkaji dan mempelajari sejarah. Murid-murid yang belajar langsung
pada Ibnu Khaldun adalah Al-Aqrizi, Ibnu Hajar Al-Asqalani,
Jalaluddin As-Suyuti,

3. Sejarah Islam di Nusantara

Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar


di seluruh dunia. Pada saat ini diperkirakan bahwa jumlah umat Muslim
mencapai 207 juta orang, sebagian besar menganut Islam aliran Suni.
Jumlah yang besar ini mengimplikasikan bahwa sekitar 13% dari umat
Muslim di seluruh dunia tinggal di Indonesia dan juga mengimplikasikan
bahwa mayoritas populasi penduduk di Indonesia memeluk agama Islam
(hampir 90% dari populasi Indonesia). Namun, kendati mayoritas
penduduk beragama Islam, Indonesia bukanlah negara Islam yang
berdasarkan pada hukum-hukum Islam.

Justru, Indonesia adalah sebuah negara sekuler demokratik tetapi


dengan pengaruh Islam yang kuat. Sejak awal berdirinya negara ini, sudah
ada banyak perdebatan politik mengenai dasar ideologi negara Indonesia.
Sejumlah kelompok Islam konservatif (termasuk sejumlah partai politik)
berpendapat bahwa Indonesia seharusnya menjadi sebuah negara Islam.
Namun, karena ada puluhan juta penduduk non-Muslim, apalagi banyak
penduduk yang menganut Islam di Indonesia bukan orang Muslim yang
mempraktekkannya dengan sangat ketat (nominal Muslim), berdirinya
sebuah negara Islam (sekaligus penerapan hukum syariah) selalu dianggap
sebagai pemicu perpecahan dan separatisme.

Proses Islamisasi di Indonesia (atau tepatnya di wilayah yang


sekarang dikenal sebagai Indonesia) telah berlangsung selama berabad-
abad dan terus berlanjut hingga saat ini. Islam menjadi sebuah kekuatan
yang berpengaruh melalui serangkaian gelombang dalam berjalannya
sejarah (gelombang-gelombang ini yaitu perdagangan internasional,
pendirian berbagai kesultanan Islam yang berpengaruh, dan gerakan-
gerakan sosial).

31
a. Masuknya Islam di Indonesia

Menurut buku "Sejarah Indonesia Periode Islam" oleh Ricu


Sidiq dan kawan-kawan, sejarah mencatat bahwa sejak awal Masehi,
pedagang-pedagang dari India dan China sudah memiliki hubungan
dagang dengan penduduk Indonesia.

Meski terdapat beberapa teori mengenai kedatangan agama


Islam di Indonesia, banyak ahli percaya bahwa masuknya Islam ke
Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita China zaman Dinasti
Tang.

Berita tersebut mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat


permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai
barat Sumatra Utara. Sementara sejarah masuknya Islam pada abad ke-
13 Masehi, lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan
dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.

Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang


menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan
berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.

Bukti yang turut memperkuat pendapat ini adalah


ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al Saleh
yang berangka tahun 1297. Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam
pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini
menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka,
jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur.

Islam di Jawa masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai


dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah
yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran,
Kecamatan Manyar, Gresik. Kemudian di Kalimantan, Islam masuk
melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan
Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di

32
Ketapang, Kalimantan Barat, ditemukan pemakaman Islam kuno.
Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun
1340 Saka (1418 M).

Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai


yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang
bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggang Parangan. Di
Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang
disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di
Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki
Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.

Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-


Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara
Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam
ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam
pada tahun 1603. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh
keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh
Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.

b. Media dalam Islamisasi

Dalam buku "Sejarah Indonesia Periode Islam" juga dijelaskan


media atau saluran-saluran dalam perkembangan islam di Indonesia, di
antaranya:

1) Perdagangan

Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah


perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7
hingga ke-16 M, membuat pedagang pedagang Muslim (Arab,
Persia, dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-
negeri Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.

33
Media islamisasi melalui perdagangan dinilai sangat
menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam
kegiatan perdagangan secara langsung.

2) Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status


sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga
penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk
menjadi istri saudagar.

Saat menikah dengan saudagar Islam, proses sebelumnya


adalah memeluk agama Islam terlebih dahulu. Berawal dari situ,
kemudian banyak kampung kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-
kerajaan muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan.

3) Tasawuf

Salah satu saluran Islamisasi yang dinilai memiliki peran


yang signifikan dalam penyebaran ajaran Islam adalah tasawuf.
Dalam konteks penyebaran ajaran Islam di Nusantara, para pengajar
tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan
ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.

4) Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan. Proses


pendidikan dan pengajaran Islam ini sudah berlangsung sejak Islam
masuk ke Nusantara. Ketika pemeluk agama Islam sudah banyak dan
telah terbentuk komunitas muslim, maka proses pendidikan dan
pengajaran Islam tidak lagi hanya dilaksanakan secara informal,
tetapi sudah dilaksanakan secara teratur di tempat-tempat tertentu.

Secara umum, model pendidikan pada masa itu ada dua,


yakni pendidikan langgar dan pendidikan pesantren.

34
5) Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal


adalah pertunjukan wayang. Dikatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah
tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.

Sunan Kalijaga tidak pernah meminta upah pertunjukan,


tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya untuk
mengucapkan kalimat syahadat.

Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita


Mahabharata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan
ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan
sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.

6) Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk


Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh
politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.

Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun di


Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan nonIslam. Kemenangan kerajaan
Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam
itu masuk Islam.

c. Peranan Wali dan Ulama

Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara


mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam
dahulu juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang
datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam
melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi

35
masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial
budaya.

Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis


budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di
samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren- pesantren
sebagai sarana pendidikan Islam.

Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Wali


Songo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan
tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut:

1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), menyiarkan Islam di sekitar


Gresik.
2) Sunan Ampel (Raden Rahmat), menyiarkan Islam di Ampel,
Surabaya, Jawa Timur.
3) Sunan Drajat (Syarifudin), menyiarkan agama di sekitar Surabaya.
4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), menyiarkan Islam di Tuban,
Lasem, dan Rembang.
5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said), menyiarkan Islam di
Jawa Tengah.
6) Sunan Giri (Raden Paku), menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu
Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku.
7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq), menyiarkan Islam di Kudus, Jawa
Tengah.
8) Sunan Muria (Raden Umar Said), menyiarkan Islam di lereng
Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah.
9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), menyiarkan Islam di
Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.

Melompat ke masa kini, Indonesia mengalami pertumbuhan


ekonomi yang cukup cepat sejak tahun 1970an, jumlah penduduk kelas
menengah bertambah dengan cepat dan hal ini ditunjukkan dengan

36
peningkatan berkelanjutan produk domestik bruto per kapita (berarti
penduduk semakin banyak mengonsumsi produk dan jasa). Apalagi
masyarakat Indonesia seperti juga trennya di seluruh dunia semakin
mengalami proses urbanisasi (sebuah proses yang berhubungan erat
dengan modernisasi dan industrialisasi).

Mengingat penduduk Muslim setara dengan hampir 90% dari


jumlah total penduduk Indonesia, mereka dipengaruhi oleh
perkembangan-perkembangan ini yaitu peningkatan konsumsi dan
urbanisasi. Di kota-kota besar terutama di pulau Jawa yang merupakan
pulau paling padat penduduk di Indonesia kelompok masyarakat ini
menunjukkan gaya hidup yang semakin konsumtif. Hal ini terutama
berlaku untuk komponen kelompok Muslim moderat yang berjumlah
sangat besar. Mereka semakin menerapkan gaya hidup perkotaan yang
modern, yang didukung dengan alat-alat elektronik dan gaya busana
terbaru. Walaupun peminat fashion Islam sedang meningkat cukup
cepat di Indonesia, permintaan untuk perbankan syariah dan
pelancongan halal masih tetap rendah, bahkan pelancongan halal justru
dikembangkan sebagai strategi untuk menarik wisatawan Muslim asing
untuk menghabiskan liburan di Indonesia

Fariasi Agama Islam di Indonesia

Tibanya Islam di kepulauan ini memiliki dampak-dampak


yang beragam bagi komunitas-komunitas lokal tergantung konteks
historis dan sosial dari wilayah tempat kedatangannya. Di beberapa
bagian dari Nusantara, kota-kota bermunculan akibat para pedagang
Muslim mendirikan tempat permukiman di sana. Namun di wilayah-
wilayah lain, Islam tidak pernah menjadi agama mayoritas,
kemungkinan karena letaknya jauh dari rute-rute perdagangan yang
penting (seperti wilayah Indonesia timur yang terletaknya jauh dari
jalur dagang utama, bahkan terletaknya di semacam 'kekosongan
ekonomi'). Sementara itu, di wilayah-wilayah yang memiliki pengaruh
kuat dari kebudayaan animisme atau Hindu-Buddha, penyebaran agama

37
Islam diblokir oleh kebudayaan-kebudayaan yang telah ada (seperti di
wilayah Bali yang didominasi kebudayaan Hindu sampai saat ini) atau
agama Islam jadi bercampur dengan sistem-sistem kepercayaan
(animisme) yang sudah ada (contoh-contohnya masih bisa ditemukan di
Jawa Tengah).

Sejak terbitnya buku (terkemuka) Clifford Geertz berjudul


'The Religion of Java' (diterbitkan pada tahun 1960), para ilmuwan
cenderung membagi komunitas Islam Jawa (kelompok Muslim terbesar
di Indonesia) di dalam dua kelompok:

1) Abangan : mereka adalah umat Muslim tradisionil yang berarti


mereka masih menerapkan dogma-dogma agama tradisional Jawa,
yang mencampurkan ajaran Islam dengan agama Hindu, Buddha,
dan animism. Anggota dari kelompok ini umumnya bertempat
tinggal atau berasal dari wilayah pedesaan.
2) Santri; kelompok ini bisa disebut sebagai umat Muslim ortodoks.
Mereka umumnya bertempat tinggal atau berasal dari wilayah
perkotaan dan lebih berorientasi pada mesjid dan Al-Quran.

Geertz sebenarnya juga menyatakan ada kelompok ketiga,


yaitu priyayi (kelompok bangsawan tradisional), namun karena ini
merupakan kelompok kelas sosial dan bukan kelompok agama, maka
kelompok priyayi ini tidak kami masukkan dalam pembagian
masyarakat di atas.

Penyebaran Islam di Indonesia seharusnya tidak dipandang


sebagai proses yang cepat dan yang berasal dari satu asal atau sumber
saja. Sebaliknya, lebih tepat kalau dipandang sebagai proses yang
didorong beberapa gelombang Islamisasi yang sangat berkaitan dengan
perkembangan internasional dalam dunia Islam; sebuah proses yang
terus berlanjut sampai dengan hari ini. Seperti yang telah dijelaskan di
atas, para pedagang Muslim yang datang ke wilayah kepulauan ini pada
abad-abad pertama era Islam bisa dianggap sebagai gelombang

38
pertama. Gelombang kedua juga sudah kami sentuh di atas, yaitu
pendirian kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

Dua gelombang reformasi penting lainnya yang bertujuan


untuk mengembalikan kemurnian Islam seperti yang diterapkan pada
masa Nabi Muhammad adalah gerakan Wahabi dan gerakan Salafi.
Kedua gerakan ini datang dari jauh. Gerakan Wahabi datang dari Arab
dan mulai memberikan pengaruh di wilayah kepulauan ini sejak awal
abad ke-19, sementara gerakan Salafi datang dari Mesir pada akhir abad
ke-19. Kedua gerakan ini memiliki dampak yang sangat kuat dalam
proses penyebaran agama Islam ortodoks di Nusantara.

Perkembangan penting lainnya di proses Islamisasi di


Indonesia adalah pembukaan Kanal Suez pada tahun 1869 yang
mengimplikasikan karena perjalanan ke Mekah menjadi lebih mudah
adanya lebih banyak peziarah antara Indonesia dan Mekkah. Hal ini
menyebabkan semakin intensifnya komunikasi Indonesia dengan pusat-
pusat agama di Timur Tengah.

Kendati begitu, gelombang-gelombang Islamisasi juga


menyebabkan ketegangan dan perpecahan di dalam komunitas Islam
Indonesia karena tidak semua orang setuju dengan kedatangan gerakan
Islam ortodoks. Contohnya, perbedaan antara komunitas modernis
(santri) dan komunitas tradisionalis (abangan) disebabkan karena reaksi
komunitas tradisionalis melawan gerakan reformasi di abad ke-19.
Perbedaan ini masih tampak dalam dua organisasi Islam yang paling
berpengaruh di Indonesia pada saat ini. Muhammadiyah, sebuah
organisasi sosial yang didirikan pada tahun 1912 di Jawa, mewakili
komunitas Islam modernis yang menolak Islam Jawa yang mistis
(tradisional). Pada saat ini, kelompok ini memiliki sekitar 50 juta
anggota. Sebagai reaksi atas pendirian Muhammadiyah, para pemimpin
tradisional Jawa mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926.
Para anggota NU masih dipengaruhi oleh elemen-elemen mistis
sebelum kedatangan agama Islam. Para pemimpin NU juga cenderung

39
lebih toleran pada agama-agama lain. Jumlah anggotanya saat ini
mencapai 90 juta orang.

C. Membumikan islam di Imdonesia

1. Menelusuri Transformasi Wahyu dan Implikasinya terhadap Corak


Keberagamaan

Dalam ajaran islam, wahyu Allah selain berbentuk tanda-tanda


(ayat) yang nirbahasa, juga bermanifestasi dalam bentuk tanda-tanda (ayat)
yang difirmankan. Untuk memudahkan pemahaman, kita bedakan antara
istilah wahyu (dengan “w” kecil) dan Wahyu (dengan “W” besar). Wahyu
dengan w kecil menyaran pada tanda-tanda intruksi arahan, nasihat,
pelajaran, dan ketuhan Tuhan yang nirbahasa, dan mewujud dalam alam
semesta dan isinya, termasuk dinamika social budaya yang terjadi di
dalamnya. Adapun Wahyu dengan W besar menyaran pada tanda-tanda,
instruksi, arahan, nasihat, pelajaran, dan ketentuan Tuhan yang
difirmankan melalui utusan-Nya (malaikat) dan diakses secara khusus oleh
orang-orang pilihan yang disebut sebagai nabi atau rasul (meskipun kedua
istilah ini sebenarya berbeda, namun sementara ini dianggap sama).
Tanda-tanda Tuhan di alam semesta ini ada yang dipahami secara sama,
pada sembarang waktu dan tempat. Sebaliknya, tanda-tanda Tuhan ada
pula yang dibaca dan dipahami secara berbeda karena perbedaan kadar
kemampuan jiwa, rasa, dan fisik. Menurut Sahrur dalam Al-Quran wa al-
Kitab tanda tanda Tuhan yang di angkap secara universal itulah yang di
sebut dengan ayat-ayat muhkamat. Adapun tanda-tanda yang dibaca secara
berbeda-beda sesuai dengan perkembangan kemampuan nalar manusia,
disebut dengan ayat ayat mutasyabihat.

Ayat-ayat yang terdapat di alam semesta dengan berbagai


dinamika di dalamnya dibaca dan dimaknai secara komprehensif oleh
beberapa orang pilihan yang disebut dengan nabi rasul. Para nabi dan
rasul merupakan orang-orang pilihan karena mereka telah dikaruniai bakat

40
kecerdasan paripurna sehingga dapat men“download” ayat-ayat Tuhan
yang di-upload di alam ini dan mem-breackdown-nya menjadi sebuah
pelajaran, nasihat, ketentuan, instruksi, dan informasi dari Tuhan yang
berbentuk bahasa. Ketika masih dalam bentuknya yang asli berupa alam
yang terbentang, wahyu belum diidentifikasi sebagai shuhuf al-Ula (kitab
Ibrahim), Taurat (kitab Musa), Zabur (kitab Dawud), Injil (kitab lsa), atau
Al-Quran (Nabi Muhammad SAW). Wahyu dengan w kecil sebagai ayat
yang terbentang baru diidentifikasi sebagai sebutan manakala telah
diperspesi oleh para nabi dan rasul Ketika ia dipersepsi oleh nabi
berkebangsaan Yahudi, maka munculah Taurat yang berbahasa lbrani.
Ketika ia dipersepsi oleh nabi yang berkebangsaan Arab maka munculah
Al-Quran yang berbahasa Arab.

Wahyu (dengan W besar) difirmankan untuk menjawab beberapa


permasalahan yang tidak dilemukan jawabannya dalam tanda-tanda Tuhan
yang terbentang, untuk memotivasi manusia agar makin detil dalam
membaca dan memahami alam yang terbentang, sehingga ia bisa
memperoleh rnakna dari setiap fenomena yang dialaminya. Tidak hanya
itu, Wahyu difirmankan juga untuk memperpendek proses pembacaan
terhadap alam (wahyu yang terbentang). Apabila manusia diberi
kesempatan untuk membaca dan memahami alam dengan segenap potensi
nalar, rasa, dan jiwa yang dimilikinya, ia akan membutuhkan waktu yang
lama untuk mencapai jawaban final. Namun berkat Wahyu, proses yang
panjang dan berliku tersebut dapat disingkat sedemikian rupa sehingga
manusia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jawaban final
kehidupan. Agaknya faktor sosial-budaya dan bakat intelektual yang
dimiliki oleh masing-masing nabi membuat Wahyu pun terfirman dengan
teknik dan content yang berbeda Wahyu Allah yang terbentang dalam
alam geografis dan sosial budaya Arab, akan ditangkap oleh nabi
berkebangsaan Arab dan dibesarkan dalam tradisi intelektual Arab
otomatis akan menjadi Wahyu yang berbahasa Arab lengkap dengan kultur
Arab pada masa wahyu difirmankan Artinya, ke-Araban Al-Quran
misalnya, sangat dipengaruhi oleh kultur Arab Nabi Muhammad Al-

41
Quran menjadi sebuah bacaan berbahasa Arab dan menyapa umat manusia
dengan logika bangsa Arab abad ke-7 karena ia diturunkan kepada Nabi
Muhammad yang berkebangsaan Arab. Wahyu Allah (dengan w kecil)
pada mulanya bersifat universal dan historis. Sebagai tanda-tanda Tuhan
yang terbentang, keberadaan wahyu melintasi zaman dan melintasi ruang.
Namun ketika wahyu tersebut di-downtoad menjadi wahyu terfirman,
maka ia berubah menjadi wahyu yang historis (menyejarah). Hal itu
dikarenakan substansinya yang universal kini harus diwadahi dalam
lokahtas ekspres, Begitu wahyu Allah (dengan w kecil) berubah menjadi
wahyu terfirman selanjulnya disebut Firman saja) maka ia terikat dalam
ruang ekspresi yang dibatasi oleh letak geografis dan ruang waktu.. lni
merupakan babak awal terjadinya perbedaan corak pemahaman agama.

Dalam nalar Islam, wahyu yang terbentang diakses dan


didownIoad oleh Nabi Muhammad dengan bakat intelektual yang luar
biasa dan karunia Allah melalui Malaikat Jibril. Wahyu terfirman itu lalu
disebut Al-Quran. Apabila mengacu pada pemikiran yang
dikemukakan Sahrur, tanda-tanda Allah di alam terbentang disebut dengan
Al-Quran al-Aztnm sedangkan tanda-tanda yang terclapat dalam wahyu
terfirman disebut dengan Al-Quran al-Karim. Selanjutnya dalam
pembahasan di buku ini, ada baiknya kita tetap mengunakan istilah wahyu
terbentang (At-Quran al-Azhim) dan wahyu terfirman (AI-Quran al-
Karim). Wahyu terfirman rnerupakan bentuk relasi antara nalar
manusia, wahyu terbentang, dan karunia rahrnat Tuhan. Melalui rahmat-
Nya, Allah memberikan karunia kepada alam semesta untuk
menampung dan merepresentasikan tanda-tandaNya. Di sisi lain, melalui
rahmat-Nya pula manusia diberi kemampuan nalar untuk berpikir,
memahami, dan menghayati tanda-tanda alam sebagai tanda-tandaNya.
Al-Quran al-Karim merupakan salah satu bentuk relasi antara nalar Arab
abad ketujuh, wahyu terbentang (Al-Quran al-Azhim), dan karunia rahmat
Allah tersebut. Mulanya, Al-Quran sebagai wahyu terfirman
disampaikan secara lisan, sesuai dengan tuntutan konteks situasional
waktu diturunkan. Ada tiga situasi yang mendorong terjadinya peristiwa

42
pewahyuan secara lisan, yaitu : adanya pertanyaan tentang sebuah
masalah, problematika sosial-budaya yang harus dicarikan solusinya, dan
misi kenabian untuk merombak budaya suatu umat. Al-Quran sebagai
wacana lisan sangat kental diwamai oleh konteks sosial-budaya dan situasi
peristiwa komunikasi kehka ia difirmankan melalui lisan Nabi
Muhammad. Implikasinya, sebagai wacana lisan, Al-Quran sering kali
menggunakan ragam ungkapan dan ekspresi kebahasaan yang
mengedepankan keterbukaan dan pemaknaan yang dinamis, selama ia
tidak menyimpang dari konteks komunikasi tersebut. Pemaknaan tersebut
muncul dalam bentuk respon langsung berupa sikap yang dilakukan
audiens kala itu. Fokus pada respon rnerupakan salah satu ciri komunikasi
lisan, ketika terjadi tindak saling merespon antara komunikator (dalam hal
ini nabi) dan komunikan (audiens Al-Quran).

Keterbukaan dalam pembacaan Al-Quran diartikan sebagai


pemaknaan Al-Quran yang hidup, progresif, mengalir sesuai dengan
konteks situasional bangsa Arab kala itu. Audiens Al-Quran kala itu masih
dapat melihat secara langsung waktu, tempat, dan alasan sebuah ayat turun
sehingga mereka langsung mengambil sikap berdasarkan pemahaman
mereka yang komprehensif tentang peristiwa pewahyuan tersetut. Sahabat
tidak mengalami kesulitan untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan wacana Al-Quran karena mereka paham bermr tentang
situasi komunikasi ketika Al-Quran difirmankan nabi pun tidak menuntut
sahabat terlalu jauh untuk menyikapi Al-Quran sebagai teori-teori filosofis
dengan menjejalkan argumen-argumen teoretis. Bagi nabi ketika itu, Al-
Quran adalah pedoman gerak dan bersikap sehingga begrtu mendengar
wacana lisan Al-Quran umat manusia dapat langsung
memfungsionalisasikan Al-Quran dalam realita kehidupan mereka.
Implikasinya, nabi banyak menoleransi berbagai model pembacaan Al-
Quran asalkan masih sejalan dengan tujuan agama yaitu untuk menyucikan
jiwa agar manusia dapat tunduk dan patuh kepada Tuhan. Problematika
lain yang muncul dengan adanya kodifikasi Al-Quran menjadi mushaf
adalah hal yang disebut dengan pemihakan ayat. Artinya perbedaan

43
corak pemaharnan dan orientasi keberagamaan umat menjadi bervariasi
akibat pemihakan mereka terhadap beberapa doktrin yang ditemukan
dalam ayat-ayat tertentu, tanpa memberikan porsi yang cukup untuk
menyikapi ayat-ayat lainnya yang memiliki aksentuasi yang berbeda.
Perbedaan Qadariyah dan Jabariyah, misalnya merupakan contoh yang pas
untuk menggambarkan adanya pemihakan berlebihan terhadap doktrin
pada ayat-ayat tertentu. Dalam tradisi muktazilah, bahkan dikatakan
apabila ditemukan ayat-ayat yang tidak sejalan dengan ayat-ayat utama
yang rnereka jadikan rujukan, maka dilakukan mekanisme pemalingan
makna yang disebut dengan takwil.

Sejak dulu para ulama merasa perlu untuk melakukan kerja


rekonstruksi peristiwa pewahyuan agar dapat mencapai pemahaman Al-
Quran yang tepat dan sesuai dengan dinamika zaman. Maka rnuncullah
beraneka ragam, corak, dan model penafsiran sebagai upaya untuk
menyingkap kandungan makna Al-Quran agar ia dapat difungsionaliasikan
dalam kehidupan. Berbagai model pembacaan Al-Quran dilakukan
dengan mengacu pada tiga aspek utama, yaitu teks Al-Quran sebagai
sebuah :

a. Kesatuan tema.
b. Konteks historis yaitu konteks situasional yang melingkupi peristiwa
pewahyuan, peristiwa penafsiran masa nabi, dan masa-masa generasi
sebelumnya sebagai sumber inspirasi penafsiran, dan
c. Konteks pembacaan. yaitu situasi kondisi pada saat Al-Quran dibaca
dan ditafsirkan kembali oleh seorang penafsir dengan mengacu pada
berbagai pendekatan dan problematika kehidupan kontemporer.

Melalui model pembacaan seperti itu maka dimungkinkan


terjadinya proses pengayaan tafsir, sesuai dengan latar geografis, sosial-
budaya, dan spirit zaman saat Al-Quran ditafsirkan. Dengan kata lain
perbedaan latar belakang keilmuan penafsir akan memperngaruhi corak
pemahaman terhadap Al-Quran, begitu pula perbedaan latar sosial-budaya
dan geografi penafsir akan berbeda hasil tafsirnya. Seseorang yang

44
dibesarkan di lingkungan yang rasional akan cenderung memperlakukan
Al-Quran sebagai kajian filsafat, sebaliknya, seorang yang terbiasa
bergelut dengan kajian-kajian Eeologis akan memposisikan AlQuran
sebagai teks dokrin dan dogma. Seseorang yang besar dalam kuitur
budaya Arab tentunya akan memiliki pemahaman berbeda dengan orang
lain yang besar dalam kultur budaya Asia atau Eropa. Pembaca AlQuran
abad ketujuh tentunya juga akan memiliki pemahaman yang berbeda
dengan pembaca AlQuran abad kedua puluh satu. Ini semua menunjukkan
bahwa Al-Quran dapat menjadi amber inspirasi bagi semua orang
sepanjang masa dan di seluruh dunia. Inilah yang disinyalir oleh Ali bin
Abi Thalib dengan pernyataanrya yang terkenal Al-Quran baina daffatai
almushaf la yanthiq wa innama yatakallamu bihi ar-rijal (AlQuran yang
terdapat dalam mushaf ddak berbicara, yang membuatnya berbicara adalah
para pembacanya).

2. Menanyakan Alasan Perbedaan Ekspresi dan Praktik Keberagamaan

Terdapat dua hal yang secara dominan mempengaruhi dinamika


dan struktur social masyarakat yaitu agama dan budaya lokal. Dalam
masyarakat Indonesia, dua hal tersabut memiliki peranan penting dalam
membentuk karakter dan perilaku sosial yang kemudian sering disebut
sebagai “jati diri” orang Indonesia. Karakter tersebut mewamai hampir
semua aspek sosial masyarakat Indonesia baik secara politik. ekonomi
maupun sosial budaya. Agama diyakini memiliki nilai-nilai transenden
sehingga sering dipahami sabagai suatu dogma yang kaku. Namun, nilai-
nilai budaya relatif dipandang lebih fleksibel sesuai kesepakatan-
kesepakatan komunitas untuk dyadikan sebagai standar normatif. Karena
adanya perbedaan karakter agama dan budaya itulah maka sering kali
nilai- niiai agama dipertentangkan dengan ndai-nilai budaya lokal yang
sebenarnya telah rnempengaruhi perilaku sosial seseorang.

45
Waktu masuknya Islam ke Indonesia (Nusantara) masih
diperdebatkan. Ada yang berpendapat bahwa sejak sebelum hijrah telah
ada orarng Arab yang tinggal di kepulauan ini. Lalu pada abad ke-13
munculah untuk pertama kali sebuah komunitas Islam, yang selanjutnya
mengalam perkembangan pesat pada abad ke-15. Pada abad ke17/ke-l8
bahkan mayoritas penduduk Jawa dan Sumatera telah memeluk Islam.
Mulanya Islam masuk ke Indonesia mlalui pedagang dari Gujarat dan
Malabar India. Lalu belakangan masuk pula pedagang dan dai-dai Islam
dari Hadramaut, di samping saudagar-saudagar Islam dari Cina. Islam
disebarkan dengan cara-cara damai dengan aliansi politik dan pembiaran
terhadap budaya-budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, selama sejalan
dengan prinsip-prinsip Islam. Unsur-unsur budaya lokal non-lslam (Arab)
bahkan melekat dalam karakter, pemikiran, dan praktik keagamaan umat
Islam Indonesia. Hal itu mengingat Islam yang masuk ke Indonesia adalah
Islam sufistik yang memang memiliki karakteristik terbuka, damai, dan
ramah terhadap perbedaan.

Model akulturasi budaya lokal dengan Islam ini sering dianggap


sebagai penyebab munculnya karakter Islam di kalangan masyarakat Jawa.
Sebagian orang bahkan menilai bahwa para Wali Songo sebagai ikon dai-
dai awal Islam di Indonesia dianggap belum berhasil sepenuhnya untuk
mengislamkan Jawa. Beberapa bukti disodorkan untuk memperkuat tesis
lersebut, di antaranya paham sinkretisme yang tampak masih dominan di
kalangan masyarakat Jawa. Walaupun bagi pihak yang mendukung metode
dakwah Wali Songo di atas praktik-praktik yang sering dituduh sebagai
sinkretisme tersebut bukan sepenuhnya amalan yang bertentangan dengan
islam dan dapat dijelaskan melalui perspektif mistisisme Islam.

Sejalan dengan itu, muncul pertanyaan, bagaimana seharusnya


kita mampu memosisikan diri terkait dengan hubungan agama dan budaya
lokal. Hendaknya kita memosisikan keduanya secara proporsional, jangan
sampai kita hanya mengakui nilai-nilai agama sebagai satu-satunya konsep
yang mengarahkan perilaku tanpa peduli pada nilai-nilai budaya

46
lingkungan sekitar. Sebaliknya, jangan pula kita hanya berpakem pada
budaya dan tradisi tanpa pertimbangan-pertimbangan yang bersumber dari
agama. Tanyakan pada teman Anda pandangan mereka tentang
proporsionalitas hubungan antara agama dan budaya lokal di atas. Adanya
akulturasi timbal-balik antara Islam dan budaya lokal (local genius) dalam
hukum Islam secara metodologis harus diakui eksistensinya. Dalarn
kaidah ushol fiqh kita tamukan misalnya kaidah, al-addah muhkamah adat
itu bisa dijadikan hukum) atau kaidah “al- addah syari'atun muhkamah”
(adat adalah syariat yang dapat dijadikan hukum). Kaidah ini memberikan
justifikasi yuridis bahwa kebiasaan suatu masyarakat bisa dijadikan dasar
penetapan hukum ataupun sumber acuan untuk bersikap. Hanya saja tidak
semua adat tradisi bisa dijadikan pedoman hukum karena tidak semua
unsur budaya pasti sesuai dengan ajaran Islam. Unsur budaya lokal yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam akan diganti atau disesuaikan dengan
semangat tauhid.

Rasul telah mencontohkan cara melakukan akulturasi antara


ajaran lslam dan tradisi bangsa Arab pada abad ke-7. Ada tiga mekanisme
yang dikkukan beliau untuk menyikapi tradisi yang telah berkembang kala
itu. Pertama, menerima dan melestarikan tradisi yang dianggap baik
seperti tradisi musyawarah, kumpul-kumpul pada hari Jumat, dan khitan.
Kedua, menerima dan memodifikasi tradisi yang secara substansi sudah
baik, tetapi dalam beberapa aspek implemantasinya bertentangan
dengan semangat tauhid, misalnya ritus haji dan umroh, kurban, dan
poligami. Ketiga menolak tradisi yang dianggap melanggengkan nilai,
moralitas, dan karakter jahiliah, dan menggantikannya dengan tradisi baru
yang mengembarkan dan memperkuat nilai, moralitas, dan karakter islami,
seperti tradisi berjudi, berhala. minum-minurnan keras, dan kawin kontrak.
Berbicara tentang karakteristik muslim Indonesia, artinya berbicara
tentang relasi antara budaya Indonesia dan ajaran Islam. Juga perlu kita
ketahui bahwa antara agama dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan karena
agama tidak akan memanifestasi tanpa media budaya, dan budaya tidak
akan bemlnilai luhur tanpa agama. Semula lslam memanikstasi dalam

47
budaya Arab, lalu seiring dengan penyebaran Islam, ia pun termanifestasi
dalam budaya-budaya lainnya.

Pada abad kesembilan belas dan awal abad kedua puluh,


keterlibatan Indonesia dengan dunia Islam lainnya meningkat secara
signifikan. Jumlah orang yang berhaji ke Mekah meningkat, jumlah
sarjana Indonesia yang pergi ke Timur Tengah untuk belajar agama juga
meningkal secara signifikan. Pada periode itu berkembang pemikiran
revivalisme Islam dengan semangat mengembalikan kemurnian Islam
untuk mengembalikan kejayaan umat Islam. Beberapa pelajar Islam
Indonesia yang belajar di Timur-Tengah mengadopsi gagasan revivalisme
ini lalu membuat serangan kuat terhadap pemikiran keagamaan di
Indonesia. Model keberagamaan Islam Indonesia yarig "sinkretis"
mendapat kecaman pedas dari kelompok ini. Menurut mereka, praktik
keagamaan yang sinkretis membuat umat Islam kehilangan identitas
keislaman yang murni dan terjerumus pada campur aduk antara Islam dan
paganisme atau animisme-dinamisme. Manifestasi ekstrem dari kelompok
ini bahkan menolak setiap bentuk persinggungan ajaran Islam dengan
unsur unsur budaya yang tidak berasal dari lslam itu sendiri. .

Mereka juga menolak adanya pengaruh Hindu-Buddha, Kristen-


Katolik, bahkan pengaruh budaya lokal yang sudah mapan di tengah
masyarakat. Semua ekspresi keberagamaan yang merupakan perpaduan
antara Islam dan budaya-budaya lain dianggap sudah tidak mumi dan
berbau bidah bahkan berbau syirik. Namun, ironisnya kelompok ini
terjebak pada simplifikasi teologis karena menganggap bahwa budaya
Islam adalah budaya Arab. Revivalisme dengan gerakan purifikasinya
kerap kali menjadi biang munculnya radikalisme. Radikalisme agama telah
menjadi kekhawatiran bangsa karena praktik keberagamaan tersebut
merapuhkan kebhinekaan dan kedamaian. Gerakan purifikasi ini
mengingkari unsur lokalitas yang turut membentuk Islam Indonesia. Oleh
karena itu, keberagamaan ini menafikan pluralisme sedemikian rupa

48
sehingga cenderung intoleransi, eksklusifisme, anti-keragaman
(multikulturalisme) dan pada titik krttis bisa melahirkan teronsme.

Dengan demikian, ditengah adanya dua corak utarna


keberagamaan umat Islam Indonesia yaitu sufistik tradisionalis dan
revivalis fundamentalis. Kelompok pertama sangat akomodatif terhadap
perbedaan dan pengaruh luar, bahkan toleran terhadap praktik-praktik
keagamaan yang tidak sejalan dengan rasionalitas dan norma-norma Islam
sendiri. Sebaliknya. klompok kedua lebih rasional dalam menyikapi tradisi
kagamaan, namun cenderung eksklusif dan agresif terhadap praktik-
praktik yang dianggap tidak memiliki dasar hukum dalam ajaran Islam.

3. MenggaIi Sumber Historis, Sosiofogis, Teologis, dan Filosofis tentang


Pribumisasi Islam

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Islam dapat


diaksentuasikan dengan berbagai cara sesuai dengan konteksnya.
Aksentuasi islam yang beragam tersebut dimungkinkan terjadi. SaIah satu
penyebabnya karena adanya akulturasi Islam dengan budaya Iokal.
Akulturasi Islam dengan budaya Iokal tertantu menunjukkan adanya upaya
pribumisasi Islam. Pribumisasi Islam menyaran pada transformasi nitai-
nilai Isfam universai daIam wadah budaya, geografis, dan ruang waktu
tertentu. Melalui pribumisasi Islam diharapkan dapat hadir dalam
dinamika kehidupan kekinian dan menjawab berbagai problematika sosial-
budaya yang berkembang dalam sebuah ruang, waktu, dan geografis
tertentu.

a. Menggali Sumber Historis


Istilah pribumisasi diperkenalkam oleh Gus Dur (KH
Abdurrahman Wahid) sebagai alematif dalam upaya pencagahan
praktik radikasme agama. Penghargaan Gus Dur terhadap metamorfosis
islam Nusantara yang menempatkan lslam secara kontekstual sebagai
bagian dari proses budaya. Kalau boleh disadari meskipun sedikit
terlambat, tempo itu dapat ditempatkan sebagai cara pandang futuristik

49
Gus Dur perihal Islam Indonesia ke depan agar tidak terperangkap
dalam radikalisme dan terorisme. Dua hal yang mencerabut Islam dari
akar Nasantara. Pribumisasi lslam menampilkan bahwa praktik
keisarnan "tidak selaIu identik" dengan pengalaman Arab (Arabisme).
Ia adaptif dengan Iokalitas. Pribumisasi merupakan semangat lanutan
dari perjuangan kakek Gus Dur, KH Hasym Asy'ari. Kelahiran-
Nahdhatul Ulama (NU) merupakan kristalisasi sernangat pribumisasi
islam di lndonesia. Organisasi ini berdiri untuk membela praktik-
praktik, keberagamaan kaum lstam tradisionalis dari kritikan dan
serangan agresif paham puritanisme yang dipengaruhi gerakan Wahabi
di Saudi Arabia-NU dengan pendekatan sufistiknya mau menerima dan
mengakomodasi praktik keberagamaamnya. Berbeda dengan organisasi
Muhammadyah dengan teologi Salafinya justru menganggap praktik
keeragamaan yang memadukan Islam dengan budaya lokal adalah
praktik TBC (takhayul, bidah, dan churafat/ khurafat)

Apabila kita tengok sejarah perkembangan Islam di


Indonesia. dakwah yang dilakukan oleh para dai yang membawa Islam
ke indonesia selalu mempertimbangkan kearifan Iokal (local wisdom)
yang menjadi realitas kebudayaan dalam masyarakat Indonesia.
Keberagaman suku, budaya, dan adat-istiadat mendorong
keanekaragaman ekspresi kaislaman di Indonesia. Dakwah Wali Songo
di Pulau Jawa merupakan contoh kongkret dakwah yang sengaja
melakukan inkulturisasi Islam. Para wali mempergunakan instrumen-
instrumen kebudayaan yang ada untuk memasukkan pesan-pesan Islam.
Misalnya, tradisi selamatan tiga hari, tujuh hari, seratus hari, pada masa
dahulu di masyarakat Jawa dilaksanakan jika anggota keluarga
meninggal dunia. Oleh para wali, momen dan forum kumpul-kumpul
tersebut dibiarkan, tetapi dimodifikasi dengan membaca Yasin, Tahlil
Tasbih, Tahmid, dan Selawat, dengan diselingi pesan-pesan keagamaan.
Pagelaran wayang, yang merupakan media hiburan dan edukasi
masyarakat Hindu-Jawa, dimodifikasi sedemikian rupa.

50
Pengajaran Islam seperti ini menambah eksotisme
kemanusiaan dan mampu mereduksi (menghindari) konstruksi jihad
sebagai eskalasi psikologis-mental perang. Islam mengedepankan
kehalusan budi dalam membawa pesan-pesan doktrin dan tetap
menghidupkan ekspresi lokalitas. Pribumisasi Islam di antaranya
mengambil bentuk seni vokal (tembang) yang dipergunakan untuk
menyampaian pesarn pesan moral Islam. Pribumisasi Islam adalah
psikologi indigenos yang mengembangkan spiritualitas keberagamaan
berangkat dari akar kearifan lokal. Khazanah kearifan lokal itu
ditafsirkan membentuk variarsi keberagamaan yang dapat dimaknai ke
dalam berbagai sifat.

b. Menggali Sumber Sosiologis

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim


terbesar di dunia. Fenomena ini tentu tidak bisa dilepaskan dari jasa
para dai muslim sepanjang sejarah masuknya Islam di Indonesia.
Mereka berasal dari Arab, Persia, India, bahkan dari Cina. Kedatangan
mereka ke Indonesia tadak saja untuk memperkenalkan Islam, tetapi
juga dengan membawa seperangkat keilmuan Islam yang sudah
mengalami proses pengembangan di tanah asalnya, Timur Tengah.

Sebelum Islam datang, penduduk Indonesia (baca Nusantara)


telah menganut agama, baik yang masih primitif seperti animisme-
dinamisme maupun yang sudah berbentuk agama formal seperti Hindu
atau Budha. Namun demikian, berdasarkan catatan sejarah yang ada,
kedatangan islam tidak disertai dengan konflik sosial-keagamaan yang
cukup berarti. Keberhasilan islamisasi generasi awal setidaknya
disebabkan oleh dua faktor; yaitu faktor strategi dakwah dan faktor
daya tarik ajaran Islam itu sendiri.

51
c. Menggali Sumber Teolgis dan Filosofis

Secara filosofis, pribumisasi islam didasari oleh paradigma


sufistik tentang subtansi keberagamaan. Dalam paradigma sufistik,
agama memiliki dua wajah yaitu aspek esoteris (aspek dalam) dan
aspek eksoterik (aspek luar). Dalam tataran esoteris, semua agama
adalah sama karena ia berasal dari Tuhan Yang tunggal. Dalam
pandangan sufistik, bahkan dikatakan semua yang maujud di alam ini
pada hakikatnya berasal dari Wujud Yang satu (Tuhan Yang Maha
Esa). Alam ciptaan dengan pluraritas manifestasinya pada hakikatnya
diikat oleh sebuah keberaran universal yang berasal dari Sang
Pencipta.

Secara teologis, tauhid bukan sekedar pengakuan atau persaksian


bahwa tiada tuhan selain Allah, tapi pemaknaan terhadap tauhid
melampaui dari sekedar pengakuan atas eksistensinya yang tunggal.
Jika kita tarik pemaknaan tauhid dalam ranah reaktas ciptaan (makhluk)
maka tauhid berarti pengakuan akan pluralitas atas senilai Dia
(makhluk-Nya). Hanya Dia yang tunggal, dan seain Dia adaiah plural.
AI-Quran juga mengemukakan, bahwa Allah menakdirkan pluralitas
sebagai karakterstik makhluk ciptaan-Nya. Tuhan tidak menakdirkan
pluraktas dalam ciptaan untuk mendorong ketidakharmonisan dan
perang. Pliralitas sekaligus menjadi bukti relativitas makhluk. Karna
sifat telativitanya tersebut, makhluk Allah tidak mungkin menyamai
kemutlakan Sang Pencipta.

4. Membangun Argumen tentang Urgensi Pribumisasi Islam

Bangsa Indonesia sangat memerlukan kerja kolaboratif dan


koordinatif dari berbagai komponen untuk menggalang semua potensi
bangsa agar terjadi sebuah kerjasama yang efektif dan produktif bagi
pembumian lslam yang penuh rahmat. Namun, upaya-upaya seperti itu
sering kali terhambat oleh adanya potensi-potensi konflik yang sangat
banyak di negeri ini (agama, etnis, strata sosial, dan sebagainya). Salah

52
satu potensi konflik yang mungkin dapat menghalangi proses
pembangunan dan modernisasi di Indonesia adalah pemahaman agama.

Sering kali ajaran agama, yang bernilai universal dan tidak


memihak, berubah menjadi sebuah pemahaman agama yang bersifat
sektarian dan lokal. Sering kali Tuhan yang Mahaluhur dan Mahamulia
diseret oleh subjektvitas manusia untuk membenarkan sikap sektarian
tersebut. Teks suci agama pun tidak luput dari tangan- tangan nakal
manusia. Teks sengaja dipahami secara lepas dari konteks kebahasaan dan
sosio-psiko-historisnya agar dapat dijadikan alat untuk mengafirkan orang
lain yang berbeda pemahamannya.

Pada kondisi saat dunia mulai mengarah kepada peradaban global


dan keterbukaan, maka ajaran agama perlu kembali dirujuk untuk
ditransformasikan nilai-nilai Iuhurya sehingga dapat memunculkan
sebuah pemahaman agama dan sikap keberagamaan yang bebas dari
fanatisme sektarian, stereotip radikal, dan spirit saling mengafirkan antara
sesama umat seagama, atau antara umat yang berbeda agama apabila kita
kernbali melihat contoh rasul dengan masyarakat madaninya, maka kita
dapati bahwa potensi-potensi konflik akan tapat dieliminasi dengan
mengedepankan persamaan dalam keragaman. Artinya, Islam mengajarkan
bahwa perbedaan itu adalah fitrah (given) dari Tuhan tetapi dalam
menjalani hidup ini hendaknya kita tidak mempertajam perbedaan
tersebut. Sebaliknya, justru kita harus mencari unsur-unsur persamaan di
antara kita. Sebagai ilustrasi, bisa saja kita berbeda suku bangsa, adat, dan
bahasa, tetapi kita harus mengedapankan kesadaran bahwa ada satu
persamaan yang mengikat kita semua, yaitu kesadaran bahwa kita adalah
bangsa Indonesia.

53
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menerima wahyu kedua, rasulullah menyadari tugas yang


dibebankan pada dirinya. Maka mulailah secara diam-diam mengajak orang
memeluk Islam., mula-mula kepada keluarga keudian para sahabat dekat. Setelah
Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah yang bersifat rahasia, Allah SWT
memerintahkan kepada Nabi untuk berdakwah secara teang-teangan, yaitu dengan
turunnya ayat (Q.S Al Hijr15:94) yang Artinya: “ maka sampaikanlah oleh mu
secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepada mu) dan
berpalinglah dari orang-orang musrik”.

Setalah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), Nabi


resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Kedudukannya sebagai Rasul secara
otomatis merupakan sebagai Kepala Negara. Dalam rangka memperkokoh
masyarakat dan negara baru itu, Nabi segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat.

Faktor penyebab kemunduran Bani Umayyah :

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan


2. Konflik Islam dengan Kristen
3. Tidak adanya ideologi pemersatu
4. Ekonomi
5. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Abbas ibn abdul
Muthalib.

Islam datang ke Indonesia ketika masih ada pengaruh yang kuat


antara Hindu danBuddha. Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan
kebudayaan Islam melalui jalurperdagangan, sama seperti ketika berkenalan
dengan agama Hindu dan Buddha. PersebaranIslam pertama kali terjadi di

54
masyarakat pesisir laut dimana mereka lebih terbuka denganbudaya asing
dan perdagangan. Setelah itu, islam meyebar ke daerah pedalaman
danpegunungan melalui aktivitas ekonomi, pendidikan, dan politik

B. Saran

Demikian pembahasan makalh kami mengenai “Sejarah Islam” .Penulis


menyadari dalam penyusunan makalah masih ada kesalahan dalam penulisan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk menyempurkan
makalah ini. danselanjutnya. Semoga makalh ini dapat memberikan manfaat
untuk para pembaca.

55
DAFTAR PUSTAKA

Indah mandasari. 2019. “Teori masuknya islam di nusantara”.Diakses melalui


link
https://www.researchgate.net/publication/338067670_Teori_Masuknya_I
slam_ke_Nusantara pada 13 Desember 2021
Sang Pemimpi. April 2020. Makalah Bagaimana Membumikan Islam di
Indonesia (Mata Kuliah; PAI) diakses melaui link
https://randyzn0208.blogspot.com
E Zainudin.2015. Perkembangan islam pada masa Khulafaur Rasyidin. Diakses
melalui link https://ejournal.unisnu.ac.id/JI/article/download/1337/1345
pada 11 Desember 2021
YN Azizah · 2019. Makalah islam pada masa Bani umayyah.
https://id.scribd.com/document/250004880/Makalah-Islam-Pada-Masa-
Bani-Umayyah pada 10 Desember 2021

56
Lampiran

Pembagian Tugas Makalah Dan PPT Mata Kuliah PAI :

1. Hika Dwi Kartina Tiorizki 21S1FAM0018


a. Mencari materi pembahasan tentang membumikan Islam di Indonesia
b. Membuat ppt berdasarkan makalah yang dibuat

2. Suripno 21S1FAM0016
Mencari materi pembahasan :
a. Sejarah Islam pada masa Rasulullah
b. Sejarah Islam pada masa Khulafaur Rasyidin

3. Mauliana Khoerun Nisa 21S1FAM0019


Penulisan dan penyusunan makalah meliputi :
a. Penulisan Kata Pengantar
b. Penulisan Pendahuluan (latar belakang, rumusan masalah dan tujuan
penulisan)
c. Penulisan Penutup (kritik dan saran)

4. Annas Arfianto 21S1FAM0012


Mencari materi pembahasan :
a. Sejarah Islam pada masa Bani Umayyah
b. Sejarah Islam pada masa Bani Abbasiyah
c. Sejarah Islam Nusantara
d. Final editing

57

Anda mungkin juga menyukai