Anda di halaman 1dari 17

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASY

IDIN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK II
ADDIEN ZAFRIYAN AL-AKHSAN
HANA SYAKIRA KARTIKA
MUHAMMAD AYYAS SUKINDI
NAFISA AULIA RAHMA
NURUL KAROMATU DIANA
ZABRAN AQEELA FAINAN ALSYANDA
KELAS X MIPA-2
MADRASAH ALIYAH NEGERI INSAN CENDEKIA PEKALONGAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah milimpahkan rahmat dan karunianya.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, dengan judul “Khulafaurrasidin”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ustadz
Tapsirudin M.Pd.I. yang telah memberikan tugas terhadap kami, kami juga ingin
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses pembuatan
makalah ini.

Makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan keterbatasaan pengalaman dan pengetahuan
yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak demi menyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT kami berharap makalah ini dapat memberikan
banyak manfaat bagi pembacanya.

Pekalongan, 09 Februari 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
1.1 Utsman Bin Affan................................................................................................................5
1.1.1 Biografi Singkat...........................................................................................................5
1.1.2 Pengangkatan Menjadi Khalifah................................................................................6
1.1.3 Kebijakan dan Pencapaian..........................................................................................6
1.1.4 Wafat............................................................................................................................8
1.2 Ali Bin Abi Thalib................................................................................................................9
1.2.1 Biografi Singkat...........................................................................................................9
1.2.2 Pengangkatan Menjadi Khalifah..............................................................................10
1.2.3 Kebijakan dan Pencapaian........................................................................................11
1.2.4 Wafat..........................................................................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
1.3 Kesimpulan.........................................................................................................................13
1.4 Saran...................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mengetahui sejarah menjadi salah satu cara penting untuk menyingkap tentang bag
aimana esensi dan esksistensi Islam yang sebenarnya yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW beserta para sahabatnya.Sehingga kemudian hal itu menggiring kita kepada wa
wasan dan pemahaman baru sebagai bahan perbandingan serta revelansinya terhadap
keadaan Islam dalam konteks era ini. Sementara Peradaban Islam itu sendiri pada das
arnya ialah merupakan keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan Islam d
ari waktu ke waktu lainnya, atau sejak zaman lahirnya Islam hingga sekarang.

Namun, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, status sebagai Rasulullah tidak dap
at diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau
yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Oleh karena
itu kepemimpinan tersebut diteruskan oleh para sahabatnya yang terlibang sangat dek
at dengan Rasulullah SAW semasa hidupnya untuk melanjutkan napak tilas perjuanga
n Rasulullah SAW, dan masa itu disebut masa Khulafaur Rasyidin.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusya
warah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi perdebatan sengit an
tara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah sahabat Abu Bakar sebag
ai Khalifah, artinya pengganti Rasul SAW yang kemudian disingkat menjadi Khalifah
atau Amirul Mu’minin. Keputusan Rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantin
ya sebelum beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah para sahabat mer
upakan produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negar
a dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis.

Sedangkan Kata khulafaurrasyidin sendiri berasal dari bahasa arab yang terdiri dari
kata ‘khulafa’ dan ‘rasyidin’, ‘khulafa’ mempunyai arti pemimpin dalam arti orang ya
ng mengganti kedudukan rasullah SAW sesudah wafat melindungi agama dan siasat
(politik) keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah ditentukan oleh batasba
tasnya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam. Adapun kata rasyidin
itu berarti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai arti pemimpin yang b
ijaksana sesudah Nabi Muhammad wafat.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Peradaban Islam masa Khulafaur Rasyidin?
b. Bagaimana proses pemilihan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib hingga
diangkat menjadi khalifah?
c. Apa saja Pencapaian Peradaban pada masa Khulafaur Rasyidin dibawah
kepemimpinan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib?
C. Tujuan Penelitian
Pada kesempatan kali pemakalah akan membahas tentang dua orang khalifah
terakhir umat islam yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib serta menjelaskan
terkait apa saja pencapaian dari masing-masing khalifah. Sehingga kemudian tujuan
makalah ini ialah agar mampu menunjukan hal-hal apa saja persamaan dan perbedaan
pola pencapaian oleh di antara masing-masing khalifah tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Utsman Bin Affan


1.1.1 Biografi Singkat

Nama lengkap Utsman bin Affan ialah Utsman bin Affan bin Abi alAsh bin
Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah lahir
pada tahun kelima setelah tahun Gajah (tahun kelahiran Muhammad) di Makkah.ada
yang berpendapat bahwa ia lebihtepatnya lahir di Thaif. Nama Kuyah beliau adalah
Abu Amr dan Abi Abdullah, al-Quraisy al-Umawi, Amirul Mukminin dzun nurain
yang telah berhijrah dua kali dan suami dari dua orang putri Rasulullah SAW.

Utsman bin Affan adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang diberitakan masuk
surga dan salah seorang anggota dari enam anggota Syura serta salah seorang dari tiga
orang kandidat Khalifah dan akhirnya terpilih menjadi Khalifah sesuai dengan
kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar, juga merupakan khulafaurrasyidin yang
ketiga, dan salah seorang pemimpin yang mendapat petunjuk yang mana kita
diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka. Beliau adalah seorang yang rupawan,
lembut, mempunyai jenggot yang lebat, berperawakan sedang, berambut lebat, bentuk
mulutnya bagus, kulitnya berwarna sawo matang. Dikatakan bahwa pada wajah beliau
terdapat bekas cacar.

Utsman bin Affan memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar, termasuk dalam
Assabiqqunal Awalun dan menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi SAW. Beliau
sangat kaya tetapi berlaku sederhana, dan sebagian besar kekayaannya di gunakan
untuk kepentingan Islam. Beliau mendapatkan julukan Dzun nurain, artinya yang
memiliki dua cahaya karena menikahi dua putri Nabi SAW secara berurutan setelah
yang satu meninggal. Beliau juga merasakan penderitaan yang disebabkan oleh
tekanan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin di Mekkah, dan ikut hijrah ke
Abenasia beserta istrinya. Selain itu, Ustman memiliki sifat dan perangai yang sangat
pemalu. Rasa malu itu terlahir dari rasa hormat dari melihat dirinya yang sangat
mengagungkannya beriring dengan kekurangan yang dia rasakan pada dirinya sendiri,
seolah-olah beliau dikalahkan oleh rasa kagum dan hormatnya kepada Robbnya, dan
melihat dirinya dengan pandangan yang penuh kekuranagan serta kehinaan, itu adalah
karakteristik para hamba yang mendekatkan diri kepada Robb mereka, sehingga para
malaikat pun malu kepadanya, oleh karena itu Nabi SAW malu kepada Utsman dan
waktu itu pula beliau menutup pahanya dan segera merapihkan pakaiannya saat
usman masuk menemuinya.

Selama masa Rasulullah Utsman bin Affan telah menyaksikan hampir seluruh
peristiwa dan peperangan yang dialami umat islam masa itu, kecuali perang Badar
karena ia harus mengurusi istrinya Ruqayyah yang sedang sakit. Beliau dikenal oleh
sifat demawannya, beliau telah banyak menyumbangkan dan menginfakkan banyak
hal kepada umat islam. Seperti meyumbangakn 10.000 dinar untuk membiatai
pasukan usra, dan membeli lahan/benda lalu menginfakkannya kepada umat muslim

1.1.2 Pengangkatan Menjadi Khalifah

Khalifah Umar bin Khattab setelah ditikam oleh Abu Lu’lu’ah melihat bahwa
ajalnya sudah dekat. Beliaupun ingin menunjuk khalifah berikutnya yang akan
menggantikannya pada waktu ajalnya telah tiba.
Cara pemilihannya ialah Umar bin Khathab memilih enam orang shabat Rasulullah
yang pantas untuk menjadi pemimpin umat islam berikutnya. Dan juga ditetapkan
cara pemilihan, seperti, jumlah suara yang cukup untuk memilih khalifah, keputusan
majlis, cara pemilihan ketika suara imbang, dan memerintahkan kepada para pasukan
untuk mengawasi jalannya pemilihan, mencegah kekacauan dengan cara tidak
memperbolehkan orang yang tidak berkepentingan untuk masuk atau mendengar
pembahasan majlis. Majlis ini dikenal dengan Ahhlul Halliwal-Aqdi. Yang dibuat
untuk menghindari kesalahpahaman dan ketidakadilan dalam proses pemilihan.
Beliau menunjuk enam orang calon untuk menjadi kepala negara berikutnya
setelah kematiannya yang diajukan kepada majelis Syura. Enam calon tersebut
adalah: Ali bin Abi Thalib, Utman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi
Waqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Ketika Umar bin Khattab
telah wafat, para majelis Syura berkumpul dirumah Al-Musawwir bin Mukhrimah
kecuali Thallahah. Ini sesuai pesan Umar bin Khattab. Ternyata ketika itu muncul
persaingan dan perdebatan diantara mereka, tapi hal ini dapat diredam oleh
Abdurrahman bin Auf
Setelah bermusyawarah diantara sahabat terpilihlah Usman bin Affan sebagai
khalifah selanjutnya. Usman bin Affan dibai’at menjadi khalifah pada hari Senin 28
Dzulhijjah tahun 23 H, dan mulai menjalankan tugas kekhalifahannya pada bulan
Muharam tahun 24 H. Tapi berdasarkan hasil musyawarah Dewan Syura bersepakat
memilih Utsman pada tanggal 3 Muharram 24 H dan dibait setelah shalat zhuhur dan
Utsman menjadi imam pertama pada Shalat Ashar. Usman bin Affan wafat pada 18
Dzulhijjah tahun 35 H bertepatan dengan 20 Mei 656 M setelah menjadi khalifah
selama kurang lebih 12 tahun.

1.1.3 Kebijakan dan Pencapaian

1. Kodifikasi Mushaf Al-Qur’an


Kodifikasi Al-Qur’an era khalifah Utsman didorong oleh situasi yang berbeda
dari situasi yang dihadapi khalifah Abu Bakar, yaitu banyaknya penaklukan kota-kota
dan sebaran umat Islam di berbagai kota-kota yang jauh. Selain itu, kebutuhan umat
Islam yang telah menyebar di berbagai penjuru negeri terhadap kajian Al-Qur’an
mengharuskan kerja-kerja kodifikasi Al-Qur’an di era Utsman bin Affan RA.
Sedangkan setiap penduduk mengambil qiraah dari sahabat rasul yang cukup terkenal
di daerah tersebut dan sering kali telah mengalami kekeliruan karena faktor geografis.

Penduduk Syam membaca Al-Qur’an dengan qiraah Ubay bin Ka’ab. Penduduk
Kufah membaca Al-Qur’an dengan qiraah Abdullah bin Mas’ud. Selain mereka
membaca Al-Qur’an dengan qiraah Abu Musa Al-Asy’ari. Perbedaan versi ini
membawa konflik di tengah masyarakat. Kondisi darurat mendorong Khalifah
Utsman bin Affan RA untuk mengatasi situasi sosial yang semakin memburuk.
Dengan Mushaf Utsmani, khalifah Utsman RA mengatasi konflik sosial, menyudahi
pertikaian, dan melakukan perlindungan terhadap orisinalitas dan otentisitas Al-
Qur’an dari penambahan dan penyimpangan seiring dengan peralihan zaman dan
pergantian waktu.

Solusi yang diambil Sayyidina Utsman RA berangkat dari kecerdasan pikiran dan
keluasan pandangannya untuk mengatasi konflik sosial sebelum memuncak. Beliau
kemudian memanggil para sahabat terkemuka ahli Al-Qur’an untuk mencari akar
masalah dan mencoba mengatasinya.

Dari Imam Bukhari dalam Kitab Shahih-nya menceritakan dari sahabat Anas bin
Malik RA, bahwasannya Hudzaifah Ibnul Yaman RA datang menemui Utsman bin
Affan RA. Hudzaifah yang saat itu bertugas dalam ekspedisi penaklukan Armenia dan
Azerbaijan melaporkan perjalanannya kepada Utsman RA dan menemukan bahwa
terdapat banyak keragaman versi bacaan Al-Qur’an (di mana mereka saling
mengafirkan karena perbedaan versi bacaan). Setelah mendengar laporan dari
Hudzifah Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafshah RA (karena saat itu
hafshah menyimpan mushaf peninggalan masa kekhalifahan Abu Bakar RA dan Umar
RA). Utsman bin Affan berencana meminjam mushaf tersebut untk menyalinnya.

Untuk melakukan kodifikasi mushaf Al-Qur’an ini dipililah 4 orang, salah satunya
adalah Zaid bin Tsabit (sebagian ulama ada yang meriwayatkan bahwa kodifikasi al-
Qur’an dilakukan oleh 12 orang). Proses kodifikasi tidak hanya sekadar menyalin Al-
Qur’an, akan tetapi mereka melakukan verifikasi dan pemeriksaan lebih lanjut
sebelum ditulis ke mushaf yang baru. Setelah proses kodifikasi Al-Qur’an selesai
Utsman bin Affan menyebarkan mushaf salinannya ke berbagai penjuru. Bebragai
riwayat berbeda pendapat mengenai jumlah mushaf yang disebarkan, ada yang
menyebutkan 4, 5 dan 7 mushaf.

2. Pembentukan Angkatan Laut


Yang mengusulkan pembentukan pasukan angkatan laut ini adalah Muawiyah
bin Abu Sofyan. Awalnya Muawiyah sudah pernah mengusulkan pembentukan
pesukan angkatan laut pada masa Khalifah Umar bin Khattab, tetapi saat itu Umar
menolak usulan dari Muawiyah. Pada masa Khalifah Utsman bi Affan, Utsman
menerima usulan dari Muawiyah tersebut dan mulai merealisasikan pembentukan
pasukan angkatan laut. Pada masa itu Utsman sekadar membolehkan melakukan
serangan serangan melalui jalur laut. Jadi pasukan Muslim tidak dipaksa/diwajibkan
untuk mendaftar di angakatan laut, akan tetapi bagi yang ingin mendaftar juga tidak
dilarang

3. Renovasi Masjid Nabawi


Masjid Nabawi didirikan pertama kali oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika pertama kali tiba di Madinah saat berhijrah. Pada awal pembuatan,
masjid ini berukuran kecil. Dengan semakin banyaknya umat islam, pada masa
khalifah Umar bin Khattab mulai memperluas masjid. Pada masa khalifah Utsman bin
Affan memperluas sekaligus memberi bentuk dan corak yang indah.

Pada masa khalifah Ustman bin Affan ra, yakni pada tahun 29 H, daya tampung
masjid kembali tidak mencukupi. Para sahabat mengadukan hal tersebut pada sang
khalifah. Setelah diadakan musyarawah, masjid sepakat untuk diperluas. Dari sisi
selatan (kiblat masjid) ditambah 10 hasta, sisi barat 10 hasta, dan sisi utara 20 hasta.
Sisi utara tetap tidak dilakukan penambahan area, dibiarkan sama seperti pada masa
khalifah Umar, karena keberadaan makam para istri Nabi. Secara keseluruhan, dari
sisi utara ke selatan menjadi 170 hasta, dan dari sisi timur ke barat menjadi 130 hasta.
Tambahan lahan masjid secara keseluruhan 496 Meter2. Pada masa ini, renovasi
masjid menjadi perhatian utama. Dinding, tiang, dan atap diganti dengan bahan yang
lebih baik dari sebelumnya. Namun demikian, pintu masjid tetap berjumlah 6 (enam).

4. Perluasan Wilayah Islam


Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan wilayah Islam semakin
meluas. Wilayah perluasan di masa khalifah Utsmab bin Affan diantaranya:
1. Perluasan ke Khurasan dipimpin Sa'ad bin Ash dan Huzaifah bin Yaman
2. Perluasan ke Armenia yang dipimpin Salam Rabiah Al Bahiy.
3. Afrika Utara (Tunisia) Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sa'ad bin Abi Sarah.
4. Penaklukan Ray dan Azerbeijan yang dipimpin Walid bin Uqbah.

1.1.4 Wafat

Utsman bin Affan wafat pada tanggal 17 Juni 656 Masehi ( 17 Dzulqidah 35
Hijriah). Utsman bin Affan meninggal karena dibunuh di rumahnya sendiri. Pada
masa itu sedang panas mengenai pemberontakan dan fitah atas pengangkatannya
menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab.

Pemicunya adalah surat palsu yang diduga ditulis oleh Marwah bin Hakam,
Sekretaris Utsman, hingga kemudian para pemberontak yang dipimpin oleh
Muhammad bin Abu Bakar tersebut meminta lokasi Marwah saat ini, namun Utsman
tidak mau memberitahunya karena takut bila Marwah akan dibunuh, akibatnya para
pemberontak pun mengepung kediaman Utsman bin Affan. Tahap awal pengepungan
rumah Utsman tidak parah, tetapi ketika hari-hari berlalu, para pemberontak
meningkatkan tekanan mereka terhadap Utsman. Dengan kepergian para peziarah dari
Medina ke Mekah, tangan para pemberontak semakin diperkuat, dan sebagai
konsekuensinya krisis semakin diperdalam. Para pemberontak memahami bahwa
setelah Haji, umat Islam berkumpul di Mekah dari semua bagian dunia Muslim
mungkin berbaris ke Madinah untuk membebaskan Utsman. Karena itu mereka
memutuskan untuk mengambil tindakan terhadap Utsman sebelum ziarah berakhir.
Selama pengepungan, Utsman ditanya oleh para pendukungnya, yang kalah jumlah
dengan para pemberontak, untuk membiarkan mereka berperang melawan
pemberontak dan mengusir mereka. Utsman mencegah mereka dalam upaya untuk
menghindari pertumpahan darah Muslim oleh Muslim. Sayangnya bagi Utsman,
kekerasan masih terjadi. Gerbang-gerbang rumah Utsman ditutup dan dijaga oleh
prajurit yang terkenal, Abd-Allah bin al-Zubayr. Putra-putra Ali, Hasan ibn Ali, dan
Husayn ibn Ali , juga menjadi salah satu penjaga.

Pada tanggal 17 Juni 656, ketika amarah Muhammad bin Abu Bakar mencapai
puncaknya dan menemukan gerbang rumah Utsman yang dijaga ketat oleh para
pendukungnya, Muhammad bin Abu Bakar bersama dua orang lainnya memanjat
dinding belakang dan merayap masuk, meninggalkan para penjaga di gerbang yang
tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam. Sebelum masuk, Muhammad bin Abu
Bakar sudah berpesan kepada dua laki-laki yang ada di sampingnya jika dirinya sudah
meringkus Utsman, mereka berdua diperintahkan untuk masuk dan memukul Utsman
sampai Utsman terbunuh. Namun, Niatnya untuk membunuh ia urungkan begitu
Utsman mengingatkan bahwa andai Abu Bakar (ayah Muhammad) melihat ini, pasti
tidak senang. Begitu Muhammad bin Abu Bakar melepaskan Utsman, masuk dua
orang laki-laki tadi dan memukul Utsman sampai terbunuh.

1.2 Ali Bin Abi Thalib


1.2.1 Biografi Singkat
Ali bin Abi Thalib bin Abd. Al-Mutthalib bin Hasyim bin Abd. Al-Mabaf al-
Hasyimi al-Quraisyiy. Beliau dilahirkan di Mekah pada tahun 603 M dan wafat di
Kufah pada 17 ramadhan 40 H / 24 januari 661 M. Beliau merupakan khalifah
keempat dari khulafa ar- rasyidin. Beliau termasuk golongan pemeluk islam
pertama dan salah satu sahabat Nabi, disamping itu ia adalah sepupu dari Nabi saw,
pernikahannya dengan Fatimah az Zahra menjadikan ia sebagai menantu Nabi
Muhammad. Ayahnya bernama Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin
Abdul Manaf, beliau adalah kakak kandung ayah Nabi saw. Ibunya bernama Fatimah
binti As’ad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Sewaktu lahir beliau diberi nama Haidarah
oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya dengan Ali.

Ketika beruasia 6 tahun, beliau diambil sebagai anak asuh oleh Nabi saw.
sebagaimana Nabi pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu Muhammad saw.
diangkat menjadi rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang
menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi saw.

Ali  terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa. Keberaniannya


menggetarkan hati lawan- lawannya. Ia mempunyai sebilah pedang (warisan dari
Nabi saw.) bernama “Zul Faqar” atau lebih dikenal dengan sebutan pedang Zulfikar.
Ia turut serta hampir pada semua peperangan yang terjadi di masa Nabi saw. dan
selalu menjadi andalan pada barisan terdepan.

Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak ilmu tentang keagamaan secara
mendalam, sebagaimana tergambar dari sabda Nabi saw. “ Aku kota ilmu
pengetahuan, sedang Ali pintu gerbangnya” karena itu, nasihat dan fatwanya selalu di
dengar para khalifah sebelumnya. Ia selalu ditempatkan pada jabatan qadi atau mufti.
Ali juga diberi julukan/gelar dari Nabi saw. yaitu Abu turab artinya adalah “bapak
debu atau bapak tanah” julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.

1.2.2 Pengangkatan Menjadi Khalifah

Setelah Usman ibn Affan meninggal, orang banyak menemui Ali untuk
membai’atnya sebagai Khalifah karena tiada lagi yang lebih layak dan lebih berhak
selain dirinya, namun ia menolaknya sambil berkata: Ini bukan urusan kalian, tetapi
urusan ahli syura dan Ahli Badar. Dalam versi lain, dikatakan bahwa Ai menolak
dengan mengatakan: jangan kamu lakuakan itu, saya lebih cocok menjadi Wazir
daripada menjadi Amir. Akhirnya, karena kuatnya desakan sebagian besar sahabat
baik dari kalangan Muhajirin maupun dari kelompok Anshar, termasuk Thalhah dan
Zubair, maka Ali pun menerima pembai’atan mereka dengan syarat bai’at tersebut
dilakaukan di Mesjid bukan di tempat tersembunyi untuk menghindarkan prasangka
oramg bahwa ia berambisi menjadi Khalifah sekaligus menghilangkan tuduhan
tentang keterlibatannya dalam pembunuhan Usman. Pembai’atan ini berlangsung di
Mesjid nabawi, pada hari Jum’at, tanggal 13 Zulhijjah tahun 35 H.

Menurut catatan sejarah, Talhah merupakan orang pertama di antara sahabat yang
membai’at Ali, kemudian diikuti oleh Zubair meskipun mereka melakukan hal itu
karena terpaksa atas desakan orang banayak. Hal yang sama diikuti pula oleh sahabat
dan umat islam lainnya. Terdapat sebagian kecil sahabat dan penduduk Madinah yang
tidak setuju dengan pembai’atan Ali, di antaraanya adalah Sa’ad Ibn Abi Waqqas,
Abdullah Ibn Umar, Hasan Ibn Tsabit, Ka’ab Ibn Malik, Musallamah Ibn Mukhallid,
Abu Said al- Khudri, mereka semua adalah termasuk keluarga Usman kecuali dua
nama yang terdepan yaitu Sa’ad Ibn Abi Waqqas dan Abdullah Ibn Umar.

Sementara iu di damaskus, Mu’awiyah menyatakan keengganananya membai’at


Ali dan menuntut Ali memberi hukuman kepada para pemberontak yang telah
membunuh Usman. Tuntutan tersebut ia proklamirkan dengan mempertontonkan
pakaian Usman yang koyak dan berlumuran darah dan juga jari Nailah istri Usman
yang terpurtus akibat penganiayaan dan perlakuan kejam pemberontak. Hal ini
dimaksudkan untuk memperkuat alasannya untuk tidak mendukung Ali.
Berdasarkan kronologi pengangkatan Ali sebagai Khalifah, tampak tidak
sepenuhnya mendapat dukungan umat Islam ketika itu. Hal ini disebabkan karena saat
pengangkatannya yang tidak menguntungkan, seandainya pengangkatan Ali sebagai
khalifah tidak didahului oleh peristiwa tragis pembunuhan Utsman, tentu saja
kekhalifaan Ali akan mendapat dukungan umat Islam secara lebih luas, mengingat
figure Ali sebagai seorang tokoh telah diakui sejak masa Rasul dan dihormati pada
masa Abu Bakar dan Umar. Beliau juga merupakan salah seorang kandidat Khalifah
penggati Umar Ibn Khattab sejak terbentuknya Ahli Syura.

Suatu tindakan yang patut mendapat pujian dari Ali adalah keberanian beliau
menerima jabatan Khalifah di tengah-tengah suasana yang tidak stabil. Ada beberapa
alasan mengapa Ali menerima amanat tersebut di antaranya, pertama, adalah adanya
kondisi umat islam dan Negara ketika itu sangat membutuhkan pemimpin dalam
upaya menetralisasi keadaan, kedua, pengangkatan dirinya sudah mendapat
persetujuan mayoritas umat Islam.

1.2.3 Kebijakan dan Pencapaian

1. Pergantian Pejabat Pemerintah Lama


Setelah menjadi Khalifah, hal pertama yang dilakukan Ali bin Abi Thalib adalah m
emberhentikan sebagian besar gubernur yang diangkat pendahulunya Utsman bin Aff
an, kemudian menggantinya dengan tokoh-tokoh lain.

Hal itu beliau lakukan karena diduga bahwa salah satu penyebab utama meunculn
ya reaksi protes dari kalangan pemberontak terhadap khalifah Usman adalah ketidaks
ukaan mereka terhadap kebijakan khalifah Usman mengangkat para pejabat yang bera
sal dari keluarganya. Terlebih lagi, mereka menganggap bahwa pejabat-pejabat itulah
yang telah memicu munculnya gerakan pemberontakan. Maka dari itu, dalam rangka
melenyapkan bibit reaksi buruk masyarakat, akhirnya Ali bin Abi Thalib
memberhentikan para pejabat yang dinilai buruk kinerjanya.

Berikut ini beberapa gubernur yang diangkat sebagai pengganti pejabat di masa
khalifa Usman bin Affan:
• Sahl bin Hanif sebagai Gubernur Syiria
• Umrah bin Shihab sebagai Gubernur Kufah
• Usman bin Hanif sebagai Gubernur Basrah
• Ubaidah bin Abbas sebagai Gubernur Yaman
• Qais bin Sa’ad sebagai Gubernur Mesir

2. Penarikan Tanah milik Negara


Selama pemerintahan Utsman bin Affan, banyak para pejabat yang menguasai
harta negara. Saat itu, mereka memang diberi beragam fasilitas oleh khalifa
h. Oleh karena itu ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi Khalifah, beliau menarik tan
ah-tanah yang dulu oleh Utsman dihadiahkan kepada para pendukungnya dan has
il tanah itu diserahkan kepada kas Negara.

Setelah melihat adanya tanah dan harta rampasan dan lain-lain yang sehar
usnya tersimpan dalam baitul mal ternyata berada di tangan para sahabat Uts
man dan keluarganya, maka wajar ia mengembalikannya ke kas negara. Namun,
hal itu jugalah yang akhirnya menjadi boomerang bagi Ali binAbi Thalib dalam menjalan p
emerintahan sehingga hampir sepanjang pemerintahan Ali dapat dikatakan tida
k pernah lepas dari konflik.
3. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Karena kecintaanya terhadap ilmu pengetahuan, maka setelah dirinya diangkat
menjadi Khalifah, Ali bin Abi Thalib melakukan pengembangan dalam bidang
tersebut . Menurutnya, daerah kekuasaan yang semakin luas, tentunya banyak wilayah
yang tidak mengerti bahasa Arab. Padahal ajaran Islam disampaikan dengan
menggunakan bahasa Arab. Keprihatinan inilah yang kemudian mendorong khalifah
Ali untuk mensistematisasikan bahasa Arab.

Dalam pelaksanaannya, Abu al Aswad ad Duali diperintahkan untuk memberikan


tanda baca pada huruf-huruf Arab. Selain itu, dia juga diperintah untuk menulis buku
yang berisi pokok-pokok pikiran ilmu nahwu (kaidah bahasa Arab). Dengan
demikian, kaum muslimin yang bukan berasal dari bangsa Arab juga mampu
mempelajari al Qur’an dan hadis Rasulullah saw dengan baik. Untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan, khaifah Ali juga membangun dan menata sebuah
kota baru di Kufah. Kota itulah yang akhirnya dijadikan sebagai pusat pengembangan
ilmu pengembangan seperti Nahwu, Tafsir, Hadis dan sebagainya.

4. Menghadapi para Pemberontak


Setelah diangkat menjadi Khalifah, ternyata terdapat beberapa pihak yang tidak
puas dengan kebijakan kebijakan yang diterapkan oleh Ali bin Abi Thalib . Sehingga
beberapa kelompok yang tidak puas akhirnya melakukan pemberontakan. Sedikitnya
dua pemberontak besar pun harus dihadapi oleh Ali Bin Abi Thalib dalam sebuah
peperangan yakni Perang Jamal (Perang Unta) dan Perang Siffin.

Perang Jamal merupakan peperangan menghadapi Thalhah, Zubair dan Aisyah yan
g tidak puas terhadap kebijakan yang diterapkan Ali Bin Abi Thalib. Dinamakan
perang Jamal karena ketika peprangan tersebut, Ummul Mukminin, Aisyah binti Abu
Bakar berperang dengan menaiki Unta (jamal). Perang ini terjadi karena Mereka kece
wa terhadap Ali Bin Abi Thalib yang tidak mau menghukum para pembunuh Utsman
Bin Affan. Setelah perundingan damai yang dilakukan Ali gagal, akhirnya perang pun
berlangsung. Alhasil, Ali Bin Abi Thalib berhasil mengalahkan lawanya. Thalhah dan
Zubair terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim ke Madinah.

Kemudian, Perang Siffin adalah peperangan yang terjadi antara pasukan Ali bin A
bi Thalib dengan pasukan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada tahun 37 H/658 M, Muawi
yah tidak mau membai'at Khalifah Ali, sekaligus menolak pencopotannya sebagai Gu
bernur Syam oleh Khalifah Ali. Di samping itu, Muawiyah bin Abi Sufyan juga meng
anggap Ali tidak mampu menegakkan syariat Islam karena tidak mampu menghukum
para pembunuh Utsman. Bahkan ia menuduh Ali di belakang tragedi pembunuhan ter
hadap Utsman. Jika Perang Jamal berhasil dimenangkan Khalifah Ali, akan tetapi Per
ang Shiffin tidak. Perang ini diakhiri dengan Tahkim (arbitrase). Tahkim ini tidak me
nyelasaikan masalah, melainkan memunculkan golongan baru yakni Al-Khawarij yak
ni orang-orang yang keluar dari barisan Ali Bin Abi Thalib. Pada masa pemerintahan
Ali Bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok yakni, Muawiyah, Sy
i’ah dan Al-Khawarij. Pada 20 Ramadhan 40 H/660 M Ali terbunuh oleh salah satu an
ggota kelompok Al-Khawarij, Ibnu Muljam.
1.2.4 Wafat
Setelah terjadinya perang Shiffin, pasukan yyang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib
pecah menjadi 3 kelompok, salah satunya adalah kelompok Khawarj, yaitu kelook
yang memisahkan diri dari pasukan Ali lantaran tidak senang dengan keputusan yang
Ali ambil kala itu. Dan kelompok inilah yang akhirnya memberontak, dan menyataka
n ketidaksetujuan mereka terhadap Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai penguasa
Suriah dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Mereka berencana membunuh ketig
a pemimpin itu.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, mereka menyuruh Abdurrahman bin Muljam
untuk membunuh Ali bin Abi Thalib di Kufah, Amr bin Bakar bertugas membunuh
Amr bin Ash di Mesir dan Hujaj bin Abdullah ditugaskan membunuh Muawiyah di
Damaskus.
Hujaj tidak berhasil membunuh Muawiyah lantaran dijaga ketat oleh pengawal.
Sedangkan Amr bin Bakar tanpa sengaja membunuh Kharijah bin Habitat yang
dikiranya Amr bin Ash. Saat itu Amr bin Ash sedang sakit sehingga yang
menggantikannya sebagai imam sholat adalah Kharijah. Akibat perbuatannya,
Kharijah pun dibunuh pula.
Sedangkan Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh Ali yang tengah menuju
masjid. Saat itu Ali sedang bersiap untuk melaksanakan sholat fajar, beliau melewati j
alan-jalan kota sambil berseru membangunkan penduduk. Saat itu dengan
mengendap-endap di kegelapan malam, Abdurrahman bin Muljam mendekati Ali. Ali
saat itu tidak memiliki pengawal sehingga pembunuhan gelap terhadapnya tentu hal
yang mudah, tidak membutuhkan waktu dan keberanian lebih. Ketika itu juga, dia
menikam Ali bin Abi Thalib.
Setelah bagian kepala Ali ditetak dengan pedang yang berlumur racun, ia segera
dibawa kerumahnya. Ketika dia harusnya meminta pertolongan, Ali justru meminta
orang-orang yang membawanya untuk kembali ke masjid melaksanakan sholat fajar
sebelum habis waktunya.
Pembunuhan tersebut terjadi pada Jumat Subuh 18 Ramadhan tahun 40 Hijriyah.
Khalifah Ali wafat pada Sabtu, 19 Ramadhan 40 Hijriyah dalam usia 63 tahun.
Syahidnya Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin..

BAB III

PENUTUP

1.3 Kesimpulan
Utsman bin Affan adalah salah satu dari Assabiqqunal Awalun atas ajakan Abu
Bakar dan salah seorang sahabat dekat Nabi Muhamad SAW. Beliau menjadi khalifah
ketiga setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Ia juga mendapatkan
julukan zun nurain, artinya yang memiliki dua cahaya karena menikahi dua putri Nabi
SAW.
Pembai’atan Utsman bin Affan dilakukan melalui pemilihan salah satu di antara 6
orang Ahlu Syura yaitu Ali bin Abi Thalib, Utman bin Affan, Abdurrahman bin Auf,
Saad bin Abi Waqash, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Khalifah
Utsman bin Affan memerintah selama 12 tahun dan selama masa pemerintahannya
beliau berhasil menorehkan beberapa prestasi seperti kodifikasi Mushaf Al-Qur’an,
renovasi masjid Nabawi, pembentukan angkatan laut, dan peluasan wilayah.
Utsman bin Affan wafat pada tanggal 17 Juni 656 Masehi (17 Dzulqaidah 35
Hijriah). Utsman bin Affan meninggal karena dibunuh di rumahnya sendiri. Karena
pada masa itu sedang panas mengenai pemberontakan dan fitnah atas pengangkatannya
menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab.
Pemerintahan Khalifah Utsman Bin Affan meninggalkan dampak terhadap
pemerintahan khalifah Ali Bin Abi Thalib seperti timbulnya pemberontakan,
terjadinya perebutan mahkota kepemimpinan, dan menyebabkan konflik internal
umat islam semakin menjadi dikalangan masyarakat muslim. Konflik itu
berkepanjangan yang tidak mudah diselesaikan pada waktu itu.
Sepeninggal Khalifah Utsman bin Affan, orang banyak menemui Ali untuk
membai’atnya sebagai Khalifah karena tiada lagi yang lebih layak dan lebih berhak
selain dirinya.
Ali wafat di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam,
seseorang yang berasal dari golongan Khawarij(pembangkang) saat mengimami shalat
subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas
terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah,
1.4 Saran
Kami merasa bangga sekaligus kagum atas perjuangan-perjuangan yang dilaku
kan oleh Khulafaur Rasyidin. Tapi yang di sayangkan pada masa pemerintahan Khula
faur Rasyidin salah satunya ialah: Para aparatur Negara di ambil dari kalangan keluar
ga Khalifah, dan ketidak tegasan dalam memutuskan/menyelesaikan masalah, hal ters
ebut yang menyebabkan perpecahan dan pemberontakan di kalangan umat Islam, sehi
ngga berdampak negatif di era globalisasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Hasan Ibrahim, 1979. Tarikh al-Islam al-Siyasy. Kairo: Maktabah al-Nahdah al-
Misriyah.
Tsuroyya, Elfa. 2020. Sejarah Kebudayaan Islam MA Kelas X. Jakarta: Direktorat KSKK
Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI.
Syalabi, A, 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Amin, Ahmad. Yaum Al-Islam. Ter. Abu Laila & Moh. Tohir. Bandung: CV Rosda. Tth.
Adiwarman Karim, Sejarah Ekonomi Islam, (Pustaka Pelajar, 2002)
Al-Maudadi, 1996. Abu 'la. Khilafah dan Kerajaan. Ter. Muhammad al-Baqir.
Amin, Ahmad. Yaum Al-Islam. Ter. Abu Laila & Moh. Tohir. Bandung: CV Rosda. Tth.
Amru Khalid, Khulafa¶ur Rasul, Terj.Farur Mu’is “Jejak para Khlaifah”, (Aqwam, 2007)
Bandung. Mizan.
H.M. Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam,(Semarang: Rasail, 2005),
Hasan, Hasan Ibrahim, 1979. Tarikh al-Islam al-Siyasy. Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misri
yah.
Iman As-Suyuti, Tarikh Khulafa’ Sejarah Para Pengewasa Islam,(Pustaka Al- Kausar,2005)
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin as-Suyuthi, Tarikh al-Kulafa, 1988
Kennedy, Hugh, 1986. The Prophet and The Age of The Caliphates. London: Longman.
Michael H Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah,(Pustaka Jaya, 1982)
Muhammad Ali Quthbi, al-Khulafau al-Rasyiduna, 1993
Muhammad Ali Quthbi, al-Khulafau al-Rasyiduna, 1993,
Rahmatullah, Muhammad. 2014. "Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq" dalam Jur
nal Khatulistiwa – Journal of Islamic Studies volume 4 (hlm. 197-204). Pontianak: Institut A
gama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.
Shaban, M.A, 1993. Sejarah Islam (Penafsiran Baru) 600-750. Ter. Machnun Husein.
Syalabi, A, 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Al-Syarkawa, Abd al-Rahman, tt., Ali Imam al-Muttaqin,Maktabah Gharib
Rasyid, Surayah, 2015. Kontroversi Sekitar Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, Makassar : UIN
Alauddin Makassar
Tsuroyya, Elfa. 2020. SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM MA KELAS X: Direktorat KSKK
Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI
Syalabi, Ahmad, 1978, Al-Tarikh al-Islam Wa al-Khadarah al-Islamiyah, Mesir: Maktabah al-Nahdah
l-Misriah
Al-Dainuri, Abi Muhammad Abd Allah Ibn Qutaibah, tt., Al-Imamah Wa al-Siyasah, Kairo: Al-
Halabi Wa al-Syurakauh
Al-Tabari, Abi Ja’far Muhammad Ibn Jarir, 1987, Tarikh al-Umam Wa al-Muluk, Beirut: dar al-Fikr
Asir, Ibn 1965, Al-Kamil fi al-Tarikh, Beirut, dar Shadir
Shaban, M.A., tt., Islamic History A New Interpretation, London: Cambridge University Press

Anda mungkin juga menyukai