Disusun Oleh :
Nelta Elva Fadhila (20103050037)
Linda Arista Meylina (20103050042)
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya. Sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Tugas makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradilan Islam. Terima kasih kami
ucapkan kepada pihak-piha yang telah bersedia membantu melancarkan penulisan
makalah ini. Dalam hal ini, pihak-pihak yang dimaksud yaitu :
1. Kedua orang tua kami yang selalu mendukung dalam penulisan makalah
ini
2. Dr. Malik Ibrahim, S. Ag, M. Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah
Sejarah Peradilan Islam.
3. Dan teman-teman kelas HKI (C) yang telah membantu selama penulisan
makalah ini.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Perkembangan Peradilan Islam Sebelum Masa Dinasti Abbasiyah..........3
2.2 Kondisi Politik Era Dinasti Abbasiyah.....................................................4
2.3 Karakteristik Peradilan Masa Abbasiyah..................................................8
2.4 Peradilan Pada Masa Dinasti Abbasiyah.................................................12
2.5 Manajemen Hakim Pada Masa Dinasti Abbasiyah.................................16
2.6 Perbedaan Peradilan Masa Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah............17
BAB III..................................................................................................................21
PENUTUP..............................................................................................................21
3.1 Kesimpulan..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
CV PENULIS.........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan lain yang tak kalah penting adalah dalam bidang peradilan
dimana pada masa Abbasiyah sistem administrasi peradilan pada masa ini
sudah tersusun dengan rapi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya lembaga
lembaga peradilan yang terbentuk pada masa ini. Makalah ini akan mencoba
memaparkan lebih jauh sejarah peradilan di masa Dinasti Abbasiyah
PEMBAHASAN
1
Awal Rifai Wahab, Asni, Muh. Saleh Ridwan. “Peradilan Islam pada Masa Rasulullah
dan Khulafaurasyidin: Studi Komparatif Peradilan Islam Era Klasik”, BUSTANUL FUQAHA:
Jurnal Bidang Hukum Islam Vol. 3, No. 1 (2022), hlm. 32-46.
4
2
Ibid, hlm. 32-46
3
As’ari, Transformasi Peradilan pada Masa Umar Bin Abdul Aziz, Jurnal Islamika,
Volume 17, Nomor 1, 2017, hlm. 31.
5
Kejayaan Daulah Bani Abbas terjadi pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid
(170-193 H/78-809 M) dan anaknya Al-Makmun (198-218 H/ 813-833 M).
ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan
melimpah, keamanan terjamin. Pada masanya hidup para filosof, pujangga,
ahli baca Alquran dan para ulama dibidang agama. Dari semua khalifah
Abbasiyah, al-Makmun (m. 813-833) tampil sebagai khalifah yang paling
gigih berusaha mewujudkan kerajaan yang ideal. Ia berkeinginan agar
kekhalifahan mandiri dari pengaruh tentara dan dari para pemimpin agama
popular dengan cara memikat hati dan pikiran rakyatnya secara langsung. Ia
mengadopsi sebuah kebijakan kultural yang dirancang untuk meningkatkan
tatanan budaya tinggi dan standar intelektualitas yang luhur.
Disisi lain, kemajuan politik yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah ini
adalah masuknya orang-orang Persia ke dalam pemerintahan. Dinasti ini telah
memberikan peluang yang cukup besar kepada orang-orang Mawali
keturunan Persia untuk menduduki jabatan-jabatan penting dan strategis
seperti jabatan Wazir. Dengan demikian, pengaruh Persia semakin signifikan
dalam tatanan kehidupan politik pada masa itu. Kehidupan ala Persia menjadi
trendsetter, baik pemikiran maupun gaya hidup. Hal ini berlaku tidak hanya
4
Abdullah Manshur, Perkembangan Politik Dan Ilmu Pengetahuan Pada Dinasti
Abbasiyah.
6
pada kalangan masyarakat awam, akan tetapi juga terjadi di kalangan elit
pemerintahan.
1. Aspek Khilafah
Berbeda dengan pemerintahan Bani Umaiyah, Bani Abbas
menyatukan kekuasaan agama dan politik. Perhatian mereka terhadap
agama tentu tidak terlepas dari pertimbangan politis, yaitu untuk
memperkuat posisi dan melegitimasikan kekuasaan mereka terhadap
rakyat. Pemanfaatan bahasa agama dalam pemerintahan ini terlihat
dalam pernyataan al-Manshur bahwa dirinya adalah wakil Allah di
bumi-Nya (Zhill Allahfi al-Ardh),
2. Aspek Wizarah
Wizarah adalah salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu
tugas-tugas kepala negara. Orang yang membantu dalam pelaksanaan
tugas-tugas kenegaraan tersebut dinamakan wazir. Sebelum masa Bani
Abbas, wizarah memang sudah ada, namun belum terlembaga. Pada
masa Bani Abbas, di bawah pengaruh kebudayaan Persia, wazir ini
mulai dilembagakan. Dalam pemerintahan al-Saffah, wazir yang
diangkatnya adalah Abu Salamah al-Khallal ibn Sulaiman al-
Hamadzani. Wazir bertugas sebagai tangan kanan khalifah.
3. Asperk Kitabah
Pada masa Bani Abbas berkuasa, juga diangkat katib-katib oleh wazir
untuk membantu wazir dalam pemerintahan, ini disebabkan karena
besarnya pengaruh wazir pada masa itu, sehingga wazir membutuhkan
tenaga-tenaga untuk membantu tugastugasnya dalam mengkoordinasi
masing-masing departemen. Di antara jabatan katib ini yaitu: katib al-
5
Nurfazillah, Praktik Politik Dalam Sejarah Islam Era Dinasti-Dinasti Islam, Al-Jjtima’i,
Vol. 6, No. 1, Oktober 2020
7
1. Mazhab Hanafi
Pendiri atau pembangun mazhab Hanafi ialah : Nu‟man bin Tsabit bin
Zauhti yang dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699
M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan hari lahirnya Imam
Syafi‟i R. A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An
Nu‟main. Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak). Abu Hanifah
dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra‟yi. Dalam menetapkan hukum Islam,
baik yang diistinbathkan, dari al-Qur‟an ataupun hadits, beliau banyak
menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dari khabar ahad.
Apabila terdapat hadits yang bertentangan, beliau menetapkan hukum
dengan jalan qiyas dan istihsan.
Mahzab Hanafi berkembang saat Abu Yusuf, murid Abu Hanifah diangkat
menjadi qodli dalam tiga pemerintahan Abbasiyah, yaitu Khalifah al-
Mahdi, al-Hadi, dan Harun alRasyid (dengan kitab al-kharaj disusun atas
permintaannya).9 Kealimannya di bidang hukum Islam menjadikan Abu
Yusuf diangkat menjadi hakim di Baghdad dan kemudian menjadi hakim
8
Muhammad Habibi, “Legalitas Hukum Islam dalam Sistem Peradilan Indonesia”, Media
Syari’ah: Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Vol 2, No 22, 2020, hlm. 132-133
9
Nafiul Lubab dan Novita Pancaningrum, Mazhab: Keterkungkungan Intelektual Atau
Kerangka Metodologis (Dinamika Hukum Islam), YUDISIA, Vol. 6, No. 2, Desember 2015
10
10
M. Iqbal Juliansyahzen, “Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah: Sebuah Kajian Sosio-
Historis Seputar Hukum Keluarga”, Jurnal Al-Mazahib, Vol 3, Nomor 1, (Juni 2015) Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 77-78 http://journal.uin-suka.ac.id
11
Darmawati. H, Hukum Islam Pada Masa Imam-Imam Mujtahid (101 H – 350 H / 750 M
– 961 M), Sulesana, Volume 7 Nomor 2 Tahun 2012
11
sebagai tokoh Ahlur Ra'yi yang juga murid Imam Abu Hanifah. Beliau
juga belajar dari banyak ulama-ulama Hijaz.
Imam Syafi‟i adalah pakar yurisprudensi Islam, salah seorang tokoh yang
tidak kaku dalam pengambilan hukum dan tanggap terhadap keadaan
lingkungan tempat beliau menentukan hukum, sehingga tidak segan-segan
untuk mengubah penetapan yang semula telah ia lakukan untuk
menggantikan dengan hukum yang baru, karena berubah keadaan
lingkungan yang dihadapi.
4. Mazhab Hambali
Mazhab ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Hambal. Imam Ahmad ibn
Hanbal al Syaibany dilahirkan di Baghdadtepatnya di kota Maru/Mery,
kota kelahiran sang ibu, pada bulan Rabiulawal tahun 164 H atau bulan
Nopember 780 M. Imam Ahmad ibn Hanbal menganggap Imam Syafi’i
sebagai guru besarnya, oleh karena itu di dalam pemikiran ia banyak
dipengaruhi oleh Imam Syafi’i. Thaha Jabir Fayadl al-Ulwani mengatakan
bahwa cara ijtihad Imam Ahmad ibn Hanbal sangat dekat dengan cara
ijtihad Imam as-Syafi’i. Ibn Qoyyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa
pendapatpendapat Imam Ahmad ibn Hanbal dibangun atas 5 dasar yaitu,
Nushus yaitu al-Quran dan hadits, Fatwa sahabat, Pendapat sahabat yang
dekat dengan al-Quran dan sunnah, Hadits mursal dan hadits dhaif, dan
Qiyas.
semazhab dengan qadhi, maka qadhi tersebut diganti dengan qadhi yang
semazhab dengannya12
I. Masa Abbasiyah I
Masa Abbasiyah I dapat dikatakan pula sebagai masa kejayaan Islam,
akan tetapi pada awalnya masa tersebut dikenal dengan taasub
madzhab karena begitu kentalnya kebiasaan tersebut masih
dipertahankan sedemikian rupa dan pada akhirnya karena masa
pemerintahan daulah tersebut telah berjalan kurang lebih lima abad
lebih lamanya dan juga telah terjadi pergantian raja yang silih
berganti, akhirnya daulah Abbasiyah semakin mengalami kemunduran
dan berakhir runtuh.
Pada zaman Abbasiyah hukum berdasarkan agama dan untuk
kepentingan agama pada zaman itu kejayaan maju. Akibatnya terjadi
pembaharuan-pembaharuan karena perkembangan ilmu pengetahuan
ekonomu dan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat, maka
terjadilah pertentangan di kalangan fuqaha dengan madzhab.
Khalifah Abu Ja’far ibn Manshur yang pada masa pemerintahannya
membentuk Lembaga-lembaga pemerintahan seperti al-hajib
(protokoler kenegaraan), wizarah (kementrian), al-katib (sekretaris
atau juru tulis), dan juga mendirikan al-qadi (peradilan). Pada saat itu
terbentuklah Qadh al-Qudhat oleh Khalifah di ibukota daulah yang
bertindak selaku jaksa agung, yang diangkat pada masa itu adalah Abu
Yusuf. Beliau adalah seorang faqih yang bermadzhab Hanafi. Oleh
karena itu para qadhi pada masa daulah Abbasiyah menjalankan
tugasnya berdasarkan arahan Qadhi al-Qudhat karena pada zaman itu
12
Muhammad Mutawali, Epistemologi Hukum Islam Dan Sistem Peradilan Dalam Islam,
Schemata, Volume 6, Nomor 2, Desember 2017
13
13
Frangky Suleman, “Peradilan Masa Bani Abbasiyah,” Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah Vol 14
No.1 (2016), hlm. 3- 4
14
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. Ke-5, hlm.
234-235
14
18
Frangky Suleman, “Peradilan Masa Bani Abbasiyah,” Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah Vol 14
No.1 (2016), hlm. 7-8
19
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm. 161
16
20
Hasbi Ash-shidddiqi, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 1997), hlm. 27
21
Basiq Djalil, Peradilan Islam, hlm.29
17
Pada masa Dinasti Abbasiyah, kondisi ekonomi umat islam semakin baik
sehingga hakim yang pada masa Dinasti Umayyah dibayar 10 dinar kini
memperoleh 30 dinar. Puncaknya pada masa keemasan Abasiyyah saat Al-
Makmun menjadi Khalifah. Gaji Isa bin Munkadir sebagai hakim di Mesir
mencapai 1000 dinar per-bulan. Suatu penghargaan bagi hakim dengan
jumlah gaji yang cukup besar. Karena kedudukan peradilan pada masa itu
bukan hanya menyelesaikan perkara-perkara sengkete, namun juga
memelihara hak-hak umum, memperhatikan anak-anak dibawah umur, orang
yang tidak cakap bertindak secara hukum seperti anak-anak yatim, orang gila,
orang pailit, dan sebagainya. Mengurus harta-harta wasiat, wakaf, dan masi
banyak lainnya.23
b. Gaji Hakim
Pada Masa Bani Umayyah. Hakim tidak lagi dibayar dengan
dirham namun dengan dinar. Pada masa itu pertumbuhan ekonomi pada
masa Bani Umayya mengalami peningkatan sehingga Negara mampu
menaikan gaji hakim menjadi 10 dinar perbulan. 24 Pada masa Abbasiyah,
perkembang ekonomi umat Islam semakin baik sehingga hakim yang
pada masa Umayah menerima 10 dinar kini memperoleh 30 dinar.
Puncaknya ada masa keemasan Abbasiyah saat Al-Makmun menjadi
Khalifah. Gaji Isa bin Munkadir sebagai hakim di Mesir mencapai 1000
Dinar perbulan. Jika benar apa yang dikatakan oleh Muhaimin Iqbal
dalam Dinar The Real Money hlm 29, bahwa 1 dinar = 4,25 gr emas 22
Karat = Rp. 425.000; (sesuai harga emas 22 karatper-satu gramnya) maka
4,25 gr emas 22 karat = Rp. 1. 806.250; jadi 1000 dinar jika di
konversikan ke bentuk rupiah sebesar Rp. 1.806.250.000; (satu milyar
delapan ratus enam juta dua ratus lima puluh ribu rupiah).25
c. Ijtihad Hakim
Pada masa Dinasti Umayyah hakim memutuskan perkara menurut
hasil ijtihadnya sendiri, dalam halhal yang tidak ada nash atau ijma‟.
Ketika itu mazhab belum lahir dan belum menjadi pengikat bagi putusan-
putusan hakim. Para hakim pada masa itu berpedoman kepada Al-Qur‟an
dan As-Sunnah.26 Sedangkan pada masa Abbasiyah mazhab-mazhab
sudah berkembang sangat pesat, kemudian para hakim tidak lagi
memiliki ruh ijtihad sementara telah berkembang mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi‟i dan Hanbali, maka para hakim diperintahkan memutuskan
perkara sesuai dengan mazhab-mazhab yang dianut para penguasa, atau
oleh masyarakat setempat. Di Iraq umpanya para hakim memutuskan
perkara dengan mazhab Abu Hanifah, di Syam dan Magribi para hakim
24
https://iainlangsa.ac.id/detailpost/hakim-antara-profesionalisme-dan-kesejahteraan,
diakses pada 15 Desember 2022
25
Siti Nuraviva, 2015, Skripsi, Manajemen Peradilan Islam di Era Abbasiyah, (Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah),, hlm. 63
26
Az’ari, 2017, “Transformasi Peradilan Pada Masa Umar bin Abdul Aziz”, Jurnal
Islamika, Vol. 17 No. 1, hlm. 31
19
Bani Umayyah memberikan hak dan perlindungan kepada warga negara yang
berada di bawah pengawasan dan kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kewenangan. Oleh karena itu,
Daulah ini membentuk lembaga kehakiman. Lembaga kehakiman ini
dikepalai oleh seorang ketua hakim (Qadhil Qudhah). Seorang hakum
memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum
berdasarkan al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum
terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan
penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau
pengaruh suatu golongan politik tertentu.28
27
Siti Nuraviva, 2015, Skripsi, Manajemen Peradilan Islam di Era Abbasiyah, (Jakarta :
UIN Syarif Hidayatullah), hlm. 54
28
Rina Mardiana, Resume Ilmu Pemerintahan, 2014, hlm. 15
20
29
Ibid, hlm. 17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peradilan islam dari masa Rasulullah hingga masa Abbasiyah mengalami
perkembangan yang berbeda-beda. Pada masa Rasulullah setiap
permasalahan yang ditemui sahabat dalam masalah hukum mereka langsung
menemui Rasul. Kemudian pada masa khalifah, qadhi diangkat langsung oleh
khalifah. kemudian pada masa Umayah belum ada tingkatan lembaga
peradilan atau qadhil qudhat maka masing-masing hakim berdiri sendiri.
Sedangkan dalam masa Abasiyah sudah ada qadhil qudhat yang berwenang
mengangkat qadhi pada peradilan provinsi dan kota.
Pada saat itu terbentuklah Qadh al-Qudhat oleh Khalifah di ibukota. Pada
masa Abbasiyah juga terdapat beberapa organisasi kehakiman yang berdiri
pada zaman itu, diantaranya yaitu Dar Qadhi al-Quha, Qudhah al-Aqaali,
Qudhah al-Amsaar, dan Al-Sultah al-Qadhaiyah. Adapun badan-badan
peradilan pada zaman Abbasiyah ada tiga macam, yaitu Al-Qadha, hakimnya
bergelar al-Qadhi: Al-Hisbah,hakim yang bergelar Muhtasib: Wilayat al-
Mazhalim, hakim yang bergelar Shahibul atau Qadhi al Mazhalim.
3.2
DAFTAR PUSTAKA
As’ari. 2017. “Transformasi Peradilan pada Masa Umar Bin Abdul Aziz,” dalam
Jurnal Islamika. Volume 17, Nomor 1.
Awal Rifai Wahab, Asni, Muh. Saleh Ridwan. 2022. “Peradilan Islam pada Masa
Rasulullah dan Khulafaurasyidin: Studi Komparatif Peradilan Islam Era
Klasik”, BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam, Volume 3,
Nomor 1.
Koto,Alaidin. 2016. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta : Rajawali Press, cet. ke-3.
Shiddiqi, Hasbi Ash. 1997. Peradilan dan Hukum Acara Islam. Semarang:
Pustaka Rizki Putra.
Suleman, Frangky. 2016. “Peradilan Masa Bani Abbasiyah,” dalam Jurnal Ilmiah
Al-Syir’ah. Volume 14, Nomor 1.
CV PENULIS
DATA PRIBADI
Nama : Nelta Elva Fadhila
Nim : 20103050037
Prodi : HKI
TTL : Bengkulu,31 Mei 2002
Alamat : Sawah Lebar,Ratu Agung
Kota Bengkulu
Nomor HP : 082289837570
PENDIDIKAN FORMAL
SD : SDIT IQRA’1 Kota Bengkulu
SMP : MTs Raudlatul Ulum Pati
SMA : MA Raudlatul Ulum Pati
DATA PRIBADI
Nama : Linda Arista Meylina
Nim : 20103050042
Prodi : HKI
TTL : Ngawi,30 Mei 2004
Alamat : Kwadungan, Ngawi,
Jawa Timur
Nomor HP : 085755306598
PENDIDIKAN FORMAL
SD : MIN 13 Ngawi
SMP : MTsN 2 Ngawi
SMA : MAN 1 Ngwi