Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH

PENGANTAR HUKUM ISLAM


SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM

Dosen Pengampu :
ASMAN M.Ag

OLEH:

SYAIDA ULFA
NIM. 301.2022.002

Semester : I
Kelompok : 1

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2022 M/ 1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan untuk tuhan yang maha Esa atas limpahan
rahmat taufik serta hidayah-Nya, jadi makalah sejarah perkembangan hukum
islam say aini dapat terselesaikan dengan baik guna memenuhi tugas mata kuliah
pengantar hukum islam. Makalah ini merupakan kumpulan bahan yang bersumber
dari buku dan internet dengan harapan makalah ini dapat memberikan pemahaman
untuk mahasiswa tentang sejarah perkembangan hukum islam saya.

Semoga makalah ini dapat menambah ilmu bukan hanya untuk mahasiswa
saja namun juga unuk pelajar dan masyarakat umum. Kami menyadari
sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,
jadi kami membuuhkan saran dan kritik yang membangun untuk penyajian dan isi
agara kedepannya kami dapat Menyusun makalah lebih baik lagi.

Sambas, 8 Oktober 2022

Syaida ulfa

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................1
C. Tujuan ................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3
A. Sejarah perkembangan dan pertumbuhan hukum islam.....................3
B. Masa nabi Muhammad SAW.............................................................3
C. Masa khulafaur rasyidin..................................................................... 5
D. Masa pembinaan hukum islam........................................................... 9
E. Masa pengembangan dan pembukuan hukum islam.......................... 9
F. Masa kemunduran hukum islam ........................................................10
G. Masa kebangkitan Kembali hukum islam..........................................10
BAB III PENUTUP......................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum memiliki arti seperangkat peraturan atau norma yang digunakan
untuk mengatur tingkah laku masyarakat yang tumbuh berkembang pada
masyarakat tersebut atau dibuat oleh pemerintah. Sedangkan Hukum Islam adalah
hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, hadist atau sunnah Rasulullah dan ijtihad
guna mengatur tingkah laku, perilaku dalam kehidupan bermasyarakat baik kaum
muslim maupun non muslim. Hukum islam memiliki konsep dasar dan kerangka
yang trans-sedental (wahyu).
Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia
lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan tuhan,
hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan benda serta
alam sekitar.
Periode dalam perkembangan hukum islam terbagi dalam beberapa tahap,
mulai dari masa pembentukan dan pertumbuhan, masa puncak pengembangan,
dan masa kemunduran. Makalah sejarah perkembangan hukum islam ini akan
membahas tentang perkembangan hukum islam pada masa Rasulullah SAW dan
khulafaur rasyidin.

B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini antara lain:
a. Bagaimana perkembangan hukum islam pada masa Rasulullah
b. Bagaimana perkembangan hukum islam pada masa khulafaur rasyidin
1) Abu bakar as siddiq
2) Umar bin khattab
3) Usman bin affan
4) Ali bin abi thalib
c. Bagaimana perkembangan hukum islam pada masa pembinaan

1
d. Bagaimana perkembangan hukum islam pada masa pengembangan dan
masa pembiukan
e. Bagaimana keadaan pada masa kemunduran hukum islam
f. Bagaimana keadaan pada masa kebangkitan hukum islam
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum islam pada masa


Rasulullah
b. Untuk mengetahui sejarah perkembangan hukum islam pada masa khulafaur
rasyidin
c. Untuk pengetahui perkembangan hukum islam dari masa pembinaan,
pengembangan, kemunduran sampai kebangkitan hukum islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Islam

Para penulis sejarah telah membagi tahap-tahap perkembangan hukum


islam. Pembagian ke dalam tahap-tahap itu tergantung pada tujuan dan ukuran
yang mereka pergunakan dalam mengadakan pentahapan. Ada yang membaginya
kedalam lima, enam, atau tujuh tahapan. Namun demikian pada umumnya mereka
membagi tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhan hukum islam itu ke dalam
lima masa :

1. Masa nabi Muhammad SAW (610-632 M).


2. Masa khulafa al-rasyidin (632-662 M)
3. Masa pembinaan, pengembangan dan pembukuan (abad VII – X)
4. Masa kelesuan pemikiran (abad X-XIX M)
5. Masa kebangkitan Kembali (abad XIX M – sekarang)

B. Masa Nabi Muhammad (610-632 M).

Periode pembentukan dan pertumbuhan hukum islam dimulai pada fase


tasyri’ (perundang-undangan hukum islam) di masa kenabian yang dimulai ketika
Allah mengutus Nabi Muhammad SAW membawa wahyu yang berupa Al-Qur’an
saat beliau berada di gua Hiro pada hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 13
sebelum Hijriah (611 M). Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan
tasyri’, karena pada masa inilah terbentuknya hukum Islam. Beliau hijrah ke
madinah dan ayat-ayat ahkam pun turun beserta hadis-hadis yang berkenaan
dengannya.1

Periode ini merupakan pertumbuhan tasyri’ yang berlangsung selama 22


tahun 2 bulan 22 hari. Pada periode ini ada dua fase yaitu :

1
Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’: Sejarah Pembinaan Hukum Islam dari
Masa ke Masa (jakarta: Amzah, 2013), hal 42-43.

3
1. Fase Rasulullah berada di Makkah (selama 12 tahun), fokus utama fase ini
adalah penyebaran dakwah ketauhidan dan berusaha memalingkan umat
manusia dari menyembah berhala.
2. Fase Rasul berada di Madinah (selama 10 tahun), pada fase ini media-media
dakwah telah berjalan lancar dan Islam telah terbina menjadi umat dan
menjadi satu pemerintahan.

Sumber-sumber tasyri’ yang digunakan pada zaman Rasul ada tiga yaitu Al-
Qur’an, Hadis dan Ijtihad. Apabila terjadi suatu peristiwa yang menghendaki
adanya hukum yang mungkin timbul karena adanya suatu pertanyaan, perselisihan
atau adanya permintaan kepada Rasul, maka Allah mewahyukan kepada Rasul
lewat wahyu-wahyu-Nya. Bila belum ada, maka rasul melakukan ijtihad untuk
menetapkan hukum. Kalaupun ijtihad yang dilakukan Rasul salah, maka Allah
akan mengingatkan atau membenarkannya.

Pemegang wewenang tasyri’ adalah Nabi sendiri. Segala persoalan hukum


yang timbul diputuskan melalui wahyu dan ijtihad beliau, walaupun proses awal
melalui ijtihad sebagian sahabat. Pada masa ini, sahabat telah melakukan ijtihad.
Tetapi, ijtihad yang dilakukan sahabat hanya terbatas pada waktu-waktu tertentu
seperti karena sulitnya untuk diklarifikasi kepada Rasul terlebih dahulu
disebabkan jarak atau khawatir hilangnya kesempatan dan waktu.

Yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah wahyu-wahyu Tuhan. Diantara


wahyu-wahyu itu terdapat ayat-ayat hukum. Menurut penelitian Abdul Wahab
Khallaf, Guru Besar Hukum Islam di Universitas Kairo, ayat-ayat hukum
mengenai soal-soal ibadah ada 140 ayat didalam Al-Qur’an (ayat-ayat ibadah ini
berkenaan dengan sholat,zakat dan haji), sedangkan ayat Al-Qur’an mengenai
ilmu Mu’amalah jumlahnya 228, kurang lebih 3% dari jumlah seluruh ayat-ayat
yang terdapat dalam Al-Qur’an. Klarifikasi 228 ayat hukum yang terdapat dalam
Al-Qur’an itu menurut penelitian Prof Abdul Wahab Khallaf adalah sebagai
berikut :

4
a. Hukum Keluarga yang terdiri dari hukum perkawinan dan hukum
kewarisan sebanyak 70 ayat.
b. Hukum perdata lainnya, di antaranya hukum perjanjian (perikatan)
terdapat 70 ayat.
c. Mengenai hukum ekonomi keuangan termasuk hukum dagang terdiri
dari 10 ayat.
d. Hukum pidana terdiri dari 30 ayat.
e. Hukum tata negara terdiri dari 10 ayat.
f. Hukum internasionan terdapat 25 ayat.
g. Hukum acara dan peradilan terdapat 13 ayat.

Ayat-ayat tersebut pada umumnya berupa prinsip-prinsip saja yang harus


dikembangkan lebih lanjut, waktu Nabi masih hidup, tugas untuk mengembangan
dan menafsirkan ayat-ayat hukum ini terletak pada diri beliau sendiri melalui
ucapan dan perbuatan beliau yang disebut sunnah yang kini dapat dibaca dalam
kitab Al-Qur’an sebagai norma dasar, Nabi Muhammad memecahkan setiap
masalah yang timbul pada masanya dengan sebaik-baiknya. Selain berdasarkan
wahyu, Nabi Muhammad dalam memutuskan sesuatu berdasarkan pendapat beliau
sendiri dengan sunnahnya.2

C. Masa Khulafaur Rasyidin (632 M – 662 M)

Masa pemerintahan khulafa al-rasidin sangat penting dilihat dari


perkembangan hukum islam karena dijadikan model atau contoh oleh generasi-
generasi berikutnya, terutama generasi ahli hukum islam di masa sekarang
tentang cara mereka menemukan dan menerapkan hukum islam pada waktu ini.
Hukum islam sahabat mulai dilakukan dengan ijtihad, karena setelah Rasulullah
saw. Wafat, kepemimpinan berpindah kepada Khulafa Al-Rasidin. Sebagai akibat
meluasnya wilayah islam, para sahabat menemukan berbagai peristiwa yang
belum pernah terjadi pada masa Rasul. Di wilayah taklukannya, antara lain Syam,
Irak, Mesir, Perisa dan lain-lain, para sahabat menemukan berbagai peraturan
2
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam 2002; Islam
untuk Disiplin Ilmu Hukum (hal 32-33).

5
yang belum mereka kenal, banyak tradisi dan adat istiadat yang jauh bebeda
dengan yang ada di Jazirah Arab, serta peristiwa-peristiwa baru yang belum
pernah dijumpai di Mekah atau Madinah, yang kesemuanya memerlukan
penyelesaian menurut hukum islam. Untuk menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi mereka menggunakan ijtihad3,yakni berusaha sungguh-sungguh dengan
mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli
hukum) yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas
atau tidak ada ketentuannya di dalam Al-Quran dan Sunnah Rasululah. Pada
umumnya para Khalifah dalam memutuskan masalah tidak sendirian tetapi
mereka bertanya terlebih dahulu kepada sahabat lain. Sikap ini menunjukkan
bahwa penafsiran terhadap Al-Quran bukan hak prerogratif khalifah, selanjutnya
keputusan diambil dari hasil consensus yang lazim disebut dengan ijma’. Jika
dilihat dari luasnya wilayah Islam, nampak bahwa consensus bukanlah hasil
kesepakatan umat Islam, tetapi kesepakatan beberapa pemuka Islam yang
dipandang mewakili keseluruhan. Konsensus yang menghasilkan pengangkatan
Abu Bakar sebagai khalifah adalah contohnya. Pada saat itu umat Islam
dihadapkan pada persoalan “siapa orang yang pantas untuk menggantikan Nabi
Muhammad sebagai pemimpin umat dan kepala negara”. Keputusan akhirnya
diambil berdasarkan qiyas atas posisi Abu Bakar sebagai pengganti Nabi
mengimami salat ketika beliau tidak dapat mengimami salat karena sakit.
Kadangkala keputusan khalifah ditetapkan setelah melalui adu argumentasi.4

Di samping itu masih banyak ijtihad yang dilakukan para Khulafa Al-
Rasyidin, antara lain ketika para sahabat hendak membagi harta rampasan perang.
Pada saat itu terjadi perbedaan pendapat, apakah harta rampasan itu dibagi sama
rata antara orang Muhajirin dengan orang Anshar atau tidak. Umar berpendapat :
“kami tidak menyamakan antara orang-orang yang meninggalkan kampung
halaman dan harta mereka untuk hijrah mengikuti Rasulullah, dengan orang yang

3
Khozin Siraj, Hukum Islam (yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1984),hlm.18.

4
Muhammad Zuhri, Hukum Islam Dalam Lintasa Sejarah (jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,1996),hlm.88.

6
masuk Islam karena terpaksa.” Sedangkan Abu Bakar berpendapat bahwa
“mereka masuk Islam bukan karena terpaksa tetapi karena Allah dan
pahalanyapun urusan Allah dunia hanyalah sarana saja”, kemudian berdasarkan
ra’yunya Abu Bakar membagi harta rampasan sama antara orang Muhajirin dan
Anshar. Kemudian ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah , ia membagi harta
rampasan berdasarkan jerih payah masing-masingorang dalam berjuang.5

Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Umar tidak memberi bagian


zakat kepada muallaf. Berdasarkan surat Al-Taubah ayat 60, mereka berhak
mendapat bagian zakat. Akan tetapi Umar bin Khattab tidak memberikan bagian
zakat kepada mualaf. Pada hal pada masa Nabi Muhammad dan Abu Bakar
memberi sebagian zakat kepada muallaf. Terhadap muallaf Umar berkata :
“sesungguhnya Allah telah menguatkan hati Islam dan tidak membutuhkan kamu.
Jika kamu bertauba, silahkan, tetapi jika tidak, maka antara kami dan kamu adalah
pedang. Di sini Umar melihat bahwa pembagian zakat untuk muallaf pada masa
lalu atas dasar pertimbangan maslahat. Kini yang lebih maslahat adalah bila
mereka tidak diberi zakat. Umtuk alasan yang sama Umar juga pernah
memutuskan bahwa talak yang dijatuhkan oleh suami tiga sekaligus berarti jatuh
pada talak tiga, karena pada waktu itu orang bermain-main dengan talak. Dan
kasus-kasus yang sudah dikemukakan nampak bahwa dalam mengambil
keputusan Umar tidak hanya berpedoman pada lahiriah nas, tetapi pada jiwa yang
terkandung dalam nas wahyu.

Usman bin affan pada waktu menjadi khalifah juga melakukan


pembukuan/penulisan Al-Quran dengan satu huruf (satu versi Al-Quran),
membuang mushaf versi lain merupakan ijtihad Usman menghadapi keaneka
ragaman bacaan Al-Quran yang mengarah pada keragaman pemahaman terhadap
Islam. Hal ini memungkinkan menimbulkan pertentangan di antara umat Islam
dan ijtihad inipundisetujui oleh para sahabat. Dengan adanya mushaf yang
seragam bagi umat Islam diharapkan adanya keseragaman dalam membaca dan
memahami ayat Al-Quran sehingga tidak menimbulkan perpecahan dan konflik di

5
Ahmad Amin, Fajr al-islam (Mesir: Maktabah al-Nahdlah al-Misriyyah,1975),hlm.97.

7
antara umat Islam sendiri. Hl ini jelas tidak diragukan oleh Usman bin Affan.
Oleh karena itu dengan ijtihadnya beliau penulisan mushaf yang dikenal dengan
mushaf Usmani sebagaimana yang kita baca sekarang.6

Pada zaman kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tidak banyak


mengembangkan hukum islam yang baru dan keadaan negara tidak stabil. Pada
masa ini puls timbul bibit perpecahan yang mengakibatkan munculnya kelompok-
kelompok, diantaranya yaitu kelompok Ahlusunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah.
Terdapat perbedaan pendapat diantara para sahabat tentang wanita yang ditinggal
mati oleh suaminya sebelum melakukan hubungan suami istri. Menurut Ibnu
Mas’ud wanita itu berhak mengambil maskawin seperti biasa dari harta
peninggalan suaminya seperti terjadi pada Barwa’ binti Wasyik al-Aslamiyah di
zaman Rasulullah. Namun Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa, ketentuan
seperti itu merugikan satu pihak. Sehingga wanita itu tidak berhak mengambil
maskawin dari harta peninggalan suaminya sebelum terjadi hubungan suami-istri.
“Kami tidak akan meninggalkan al-Quran hanya karena pernyataan seorang saja”,
kata Ali. Dari sini nampak bahwa Ali telah sampai pada penggunaan qiyas, sebab
dalam al-Quran tidak ada ketentuan tentang masalah ini, yang ada hanyalah
wanita yang ditalak oleh suaminya sebelum melakukan hubungan suami-istri. Dan
rupanya Ali mengqiyaskan wanita yang ditinggal mati oleh suaminya sebelum
melakukan hubungan tadi dengan wanita yang ditalak dalam keadaan yang sama.

Adapun para sahabat Nabi yang ahli di bidang hukum di Madinah antara
lain antara lain adalah : Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Talib, Zaid bin Sabit, Ubay bin Ka’b, Abdullah bin Umar,
Aisyah. Sedangkan Abdullah bin Malik dan Abu Musa Al-Asy’ari di Basrah,
Mu’az bin Jabal’Ubadah bin Samitdi Syam, dan Abdullah bin Amrbin Ash di
Mesir.

6
Yunita Susmartianingsih. Masa Pembinaan, Pengembangan, Pembukuan. (Jakarta: sinar
grafika2017.) hlm 44

8
Adapun para sahabat Nabi yang ahli di bidang hukum di Madinah antara
lain antara lain adalah : Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, Ali bin Abi Talib, Zaid bin Sabit, Ubay bin Ka’b, Abdullah bin Umar,
Aisyah. Sedangkan Abdullah bin Malik dan Abu Musa Al-Asy’ari di Basrah ;
Mu’az bin Jabal’Ubadah bin Samitdi Syam ; dan Abdullah bin Amrbin Ash di
Mesir.

D. Masa Pembinaan Hukum Islam

Masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan hukum Islam (abad ke 7-


10) atau disebut juga Masa Kejayaan Islam ditandai dengan meninggalnya atau
berakhirnya periode khulafaur Rasyidin yang kemudian muncul periode khalifah
Umayyah(662-750 M)dan Khalifah Abbasiyah(750-1258). Pada kedua periode
tersebut hukum fikih islam tumbuh Subur.7

E. Massa Pengembangan Dan Pembukuan Hukum Islam

Masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan hukum Islam oleh para


Sahabat Nabi pada abad VII-X M.Disamping periode Nabi Muhammad dan
periode Khulafa Rasyidin. Periode pengembangan, pembinaan dan pembukuan
hukum Fiqih Islam perlu dikaji dan dipahami dengan baik, karena dalam periode
inilah hukum Islam dikembangkan lebih lanjut. Masa pembinaan, pengembangan,
dan pembukuan hukum islam (abad ke 7-10) atau disebut juga Masa Kejayaan
Islam ditandai dengan meninggalnya atau berakhirnya periode Khulafaur Rasyidin
yang kemudian muncul periode Khalifah Ummayah (662-750 M) dan Khalifah
Abbasiyah(750-1258). Perkembangan masa kejayaan Islam, periode ini
merupakan masa keemasan umat Is lam yang ditandai dengan berkembangnya
berbagai bidang ilmu seperti, filsafat pemikiran ilmu kalam, hukum tasawuf,
teknologi, pemerintahan, arsitektur, dan berbagai kemajuan lainnya.8

F. Masa kemunduran hukum islam


7
Adam Parawansa Shahbubakar.. Masa Pembinaan, Pengembangan, Pembukuan Hukum
Islam Oleh Para Sahabat Nabi Pada Abad VII-X M 2009 (jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,1996),hlm.91

9
Pada awal abad ke-3 H, di tengah-tengah pesatnya perhatian ulama terhadap
perkembangan fiqh, mulai terjadi “pemasungan” terhadap kebebasan berpendapat.
Khalifah al-Makmun, al-Mu’tashim dan al-Wasiq berusaha keras untuk
memaksakan ideologi mu’tazilah27 kepada para ulama. Kondisi demikian
menyebabkan para ulama mulai “tertekan” dan secara perlahan mereka mulai
menampakkan dukungannya terhadap ideologi mu’tazilah. Sejak saat itu,
Mu’tazilah menjadi sasaran kecaman pedas dan kritik tajam oleh para ulama,
terutama Ahmad b. Hanbal (164 H-231 H). Seiring dengan pemasungan
kebebasan berpendapat tersebut terjadi pro dan kontra terhadap pemerintahan
Daulah Abbasiyah. Para ulama yang tinggal di daerah-daerah tertentu mulai
mengadakan ”pembelaan” terhadap mazhabnya. Hal ini menimbulkan sikap
ta’assub (fanatisme) secara berlebihan dari ulama kepada para imam dan ajaran-
ajarannya. Pada masa ini merupakan masa yang sangat menyedihkan, di mana
pertikaian (niza’/ tanazu’) terjadi di mana-mana dan berlangsung sangat lama.28
Kondisi sosial politik pada saat itu mulai tidak menentu. Pada pertengahan abad
ke-4 H pemerintah Daulah Abbasiyah terpecah-pecah menjadi negara-negara kecil
yang mempunyai otonomi sendiri-sendiri yang saling bersaing dan berperang. Hal
ini berlangsung terus-menerus sampai jatuhnya Bagdad, ibukota Daulah
Abbasiyah ke tangan Hulagu Khan, panglima tentara Tartar pada tahun 656 H9

G. Masa kebangkitan kembali hukum islam

Fenomena-fenomena yang muncul pada akhir abad ke-13 H merupakan


suatu wujud kesadaran dari kebangkitan hukum Islam. Bagi mayoritas pengamat,
sejarah kebangkitan dunia Islam pada umumnya dan hukum Islam khususnya,
terjadi karena dampak Barat. Mereka memandang Islam sebagai suatu massa yang
semi mati yang menerima pukulan-pukulan yang destruktif atau pengaruh-
pengaruh yang formatif dari barat. Fase kebangkitan kembali ini merupakan fase

8
Abubakar. Masa PePembukuan Hukum Islam (jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada,1996),hlm.91
9
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:
UI Press, Cetakan kelima, 1986) h. 38-40.

10
meluasnya pengaruh barat dalam dunia Islam akibat kekalahan-kekalahan dalam
lapangan politik yang kemudian diikuti dengan bentuk-bentuk benturan
keagamaan dan intelektual melalui berbagai saluran yang beraneka ragam tingkat
kelangsungan dan intensitasnya. Periode kebangkitan ini berlangsung mulai sejak
abad ke 19, yang merupakan kebangkitan kembali umat islam, terhadap periode
sebelumnya, periode ini ditandai dengan gerakan pembaharuan pemikiran yng
kembali kepada kemurnian ajaran islam.10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

10
Harun Nasution, pengantar hukum islam, (Jakarta: UI Press, 2005) h. 38-40.

11
Dapat ditarik kesimpulan periode Nabi Muhammad dan periode Khulafa
Rasyidin. Periode pengembangan, pembinaan dan pembukuan hukum Fiqih Islam
perlu dikaji dan dipahami dengan baik, karena dalam periode inilah hukum Islam
dikembangkan lebih lanjut. Periode ini berlangsung lebih kurang 250 tahun
lamanya, dimulai pada bagian kedua abad VII sampai dengan abad X Masehi.
Dilihat dari kurun waktu ini, pembinaan dan pengembangan hukum Islam
dilakukan dimasa pemerintahan Khalifah Ummayah (662-750) dan Khalifah
Abbasiyah (750-1258). Dan oleh karena itu pula dalam kepustakaan sering
dikatakan bahwa hukum fiqih Islam berkembang dimasa Ummayah dan berbuah
di zaman Abbasiyah.
Hukum fiqih Islam sebagai salah satu aspek kebudayaan Islam
mencapai puncak perkembangannya di zaman Khalifah Abbasiyah yang
memerintah selama kurang lebih 500 tahun. Dimasa inilah lahir para ahli hukum
Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fiqih Islam serta
muncul berbagai teori hukum yang masih dianut dan dipergunakan oleh Ummat
Islam sampai sekarang.

B. Saran
Makalah ini saya buat pasti masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
tulisan dan kata-kata yang kurang cocok dibaca, maka dengan terbuka saya
menerima masukan dari para pembaca yang budiman dan baik berupa saran, kritik
yang bersifat konstruktif karena dengan saran dan kritik saya dapat memperbaiki
lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’: Sejarah Pembinaan Hukum Islam
dari Masa ke Masa jakarta: Amzah, 2013

12
Departemen Agama RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam 2002;
Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum

Khozin Siraj, Hukum Islam (yogyakarta: Universitas Islam Indonesia

Muhammad Zuhri, Hukum Islam Dalam Lintasa Sejarah jakarta: PT.Raja


Grafindo Persada,1996

Ahmad Amin, Fajr al-islam (Mesir: Maktabah al-Nahdlah al-Misriyyah,1975

Yunita Susmartianingsih. Masa Pembinaan, Pengembangan, Pembukuan. Jakarta:


sinar grafika 2017

Adam Parawansa Shahbubakar.. Masa Pembinaan, Pengembangan, Pembukuan


Hukum Islam Oleh Para Sahabat Nabi Pada Abad VII-X M 2009 jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada,1996

Abubakar. Masa PePembukuan Hukum Islam jakarta: PT.Raja Grafindo


Persada,1996

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan,


Jakarta: UI Press, Cetakan kelima, 1986

Harun Nasution, pengantar hukum islam, Jakarta: UI Press, 2005

13

Anda mungkin juga menyukai