Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM ISLAM PADA PERIODE TABI’IN


(Pertumbuhan Dan Perkembangan Golongan Politik Dan Sekte)
Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah:
Sejarah Legislasi Hukum Islam
Dosen Pengampu: Nur Kholis Majid, S.H.I., M.H.I

Disusun Oleh: Kelompok 4

1. Efinda Zalzilatul Muntamah (190711100076)


2. Putri Arista (190711100027)
3. Intan Putriana (190711100034)
4. Winanda Mustofa (190711100065)

HUKUM BISNIS SYARIAH


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah
Sejarah Legislasi Hukum Islam.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal
sebagai refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan
dengan pengangkatan judul makalah yang ada, keterbatasan waktu dan
kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang
membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.
Amin.

Bangkalan, 20 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I.....................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2

1.3 Tujuan Masalah..........................................................................................2

BAB II...................................................................................................................3

PEMBAHASAN....................................................................................................3

2.1 Fakktor Perkembangan Hukum Islam........................................................3

2.2 Sumber-Sumber Hukum Islam...................................................................4

2.3 Pengaruh Ahli Hadist dan Ahlu Ra'yu Hukum Islam.................................7

2.4 Pengaruh Golongan Politik terhadap Hukum Islam...................................9

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP.............................................................................................................12

3.1 Kesimpulan.................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum sejarah Perkembangan Hukum Islam dibagi menjadi
tiga periode yaitu, Klasik, tengah, dan modern. Pada masa klasik
hukum islam dipandang mampu merespon secara kreatif dan fleksibel
terhadap berbagai persoalan hukum yang dihadapi umat islam.
Perkembangan tersebut mencapai klimaksnya pada masa akhir akhir
periode klasik yakni masa hidupnya Aimmat al-Madhahib al-Arbaah.
Disusul kemudian dengan periode tengah,satu masa yang ditandai
dengan muncul dan mapannya sejumlah madhzab atau aliran fiqih.
Dengan kokohnya madhzab-madhzab tersebut maka persoalan prinsip
dasar hukum islam dipandang telah selesai
Sumber utamanya hukum islam adalah wahyu Ilahi. Akan tetapi,
disamping itu terdapat sumber-sumber pokok atau utama hukum Islam
adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan susmber-
sumber tambahan meliputi Ijma’ (konsensus), Qiyas (Analogi), Ihtisan
kebijaksanaa hukum, Kemaslahatan, Uruf (adat kebiasaan), Sadduz-
zariah (tindakan prefentif) istihab (kelangsungan hukum), Fatwa sahabat
Nabi Muhammad SAW, dan Syaru Man Khoblana (hukum agama
samawi terdahulu).
Proses Lahir dan Berkembangnya al-Hadis dan al-Ra’yu tumbuh dan
berkembang pesat seiring dengan perkembangan dunia islam yang
mengalami masa kemajuannya yang pertama, Khususnya dalam bidang
pengetahuan dan filsafat, tepatnya pada masa kekhalifahan dipegang
oleh Dinasti ‘Abbasiyyah. dimasa inilah mulai timbul usaha
menterjemahkan dan mengembangkan beragam ilmu pengetahuan dan
falsafah Yunani. Gerakan tersebut dimulai dari awal pemerintahan
‘Abasiyyah pasa masa Khalifah al-Mansyur (w. 775 M.) tetapi mencapai

1
puncaknya pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid
(w.809m.) dan al-Makmun (w.833 M.).

Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan


munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong
terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang
dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan
Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase
ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak
perkembangan-perkembangan keilmuan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja Faktor Perkembangan Hukum Islam?


2. Apa saja Sumber-Sumber Hukum Islam?
3. Bagaimana pengaruh Ahli Hadist dan Ahlu Ra’yu terhadap Hukum
Islam?
4. Bagaimana Pengaruh Golongan Politik terhadap Golongan Hukum
Islam

1.3 Tujuan Masalah

1. Agar kita mengetahui apa saja Faktor Perkembangan Hukum Islam.


2. Agar kita mengetahui apa saja Sumber-Sumber Hukum islam.
3. Agar kita mengetahui bagaimana Pengaruh Ahli Hadist dan Ahlu
Ra’yu terhadap Hukum Islam.
4. Agar kita mengetahui bagaimana Pengaruuh Golongan Politik
terhadap Golongan Hukum Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Faktor Perkembangan Hukum Islam


Secara umum sejarah Perkembangan Hukum Islam dibagi menjadi
tiga periode yaitu, Klasik, tengah, dan modern. Pada masa klasik
hukum islam dipandang mampu merespon secara kreatif dan fleksibel
terhadap berbagai persoalan hukum yang dihadapi umat islam.1.
Perkembangan tersebut mencapai klimaksnya pada masa akhir akhir
periode klasik yakni masa hidupnya Aimmat al-Madhahib al-Arbaah.
Disusul kemudian dengan periode tengah,satu masa yang ditandai
dengan muncul dan mapannya sejumlah madhzab atau aliran fiqih.
Dengan kokohnya madhzab-madhzab tersebut maka persoalan prinsip
dasar hukum islam dipandang telah selesai.
Berbagai kajian hukum islam berikunya selalu berlandaskan pada
pemikiran-pemikiran yang secara mendasar telah dibangun oleh para
imam madhzab. Pada akhirnya keadaaan membaa ke masa yang dikenal
dengan kejumu dan atau disebut dengan masa kegelapan hukum islam.
Hukum islam sebagai aspek kebudayaan dan peradaban islam mencapai
puncak kejayaan pada masa Dawlah Abbasiyah selama kurang lebih 250
tahun.2
Fase zaman keemasan hukum islam, sejarawan menyebutnya fase
kesempurnaan, karena fase ini “lahir” para ahli hukum islam yang

1
Ahmad Wahidi, Manipulasi Hukum Islam (Cet.I; Malang: UIN-Malang Press, 2009.) , hal. 21.
2
Ibid.

3
menemukan dan merumuskan garis-garis besar hukum islam dikenal
dengan A’immat al madhahib. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang
terminology dari hukum islam, Shariah, dan fiqih. Belakangan muncul
setalah adanya orang-orang barat yang mengadakan penelitian tentang
ajaran islam, mereka menerjemahkan (menyebut ) Syariah atau fiqih
dengan Islamic law (hukum Islam) sehingga popular dikalangan
penelitian umat islam sendiri.
Sejarah perkembangan hukum Islam dua periode tersebut akhir masa
klasik dan tengah dalam dua periode tersebut disinyalir muncul dan
maraknya wacana hilah dan praktiknya dalam dunia hukum islam. Masa
kejayaan dan keemasan hukum islam berdasarkan catatan sejarah, masa
kejayaan hukum islam berlangsung kurang lebih selama 250 tahun.
Dimulai dari abad 11 H/ VIIM. Sampai dengan abad IV H/X H.
Ditandai dengan tumbunya dawlah atau pemerintahan Ummayah yang
digantikan dengan pemerintahan Abbasiyah.3

2.2 Sumber-Sumber Hukum Islam


Sumber utamanya hukum islam adalah wahyu Ilahi. Akan tetapi,
disamping itu terdapat sumber-sumber pokok atau utama hukum Islam
adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan susmber-
sumber tambahan meliputi Ijma’ (konsensus), Qiyas (Analogi), Ihtisan
kebijaksanaa hukum, Kemaslahatan, Uruf (adat kebiasaan), Sadduz-
zariah (tindakan prefentif) istihab (kelangsungan hukum), Fatwa sahabat
Nabi Muhammad SAW, dan Syaru Man Khoblana (hukum agama
samawi terdahulu).
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an bukanlah sebuah kitab undang-undang hukum (legal kode). Ia
adalah sebuah kitab petunjuk dan bimbingan agama secara umum.
Oleh karena itu, ketentuan hukum dalam Al-Qur’an tidak bersifat
rinci, pada dasarnya ketentunan Al-Qur’an merupakan kaidah-kaidah

3
Ibid.

4
umum. Hanya beberapa butir ketentuan mengenai perkawinan dan
kewarisan yang dirinci dalam Al-Qur’an.
2. Sunnah
Sunnah pada intinya adalah ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW. Yang
disampaikan lewat ucapannya, tindakannya, atau persetujuannya.
Ajaran-ajaran yang merupakan sunnah ini direkam atau diwertakan
dalam suatu rekaman yang dinamakan hadis. Jadi hadis adalah
rekaman warta mengenai perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi
Muhammad SAW. Sunnah merupakan isi yang terkandung dalam
hadist, dan hadis adalah rekaman melalui sunnah Nabi Muhammad
SAW.
3. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para Mujtahid ahli hukum yang menemukan
penemuan hukum syara’ sesudah jaman Nabi Muhammad SAW.
Mengenai hukum suatu kasus tertentu.tidak semua masa menerima
ijma’ konsep seperti ini. Ahli-ahli hukum seperti Hambali hanya
menerima ijma’ para sahabat Nabi Muhammad SAW. Sedangkan
ijma’ di generasi tersebut tidak diterima dengan alasan bahwa
kemungkinan terjadinya ijma’ seperti itu secara factual adalah sulit.
4. Qiyas
Qiyas adalah perluasan ketentuan hukum yang disebutkan dalam teks Al-
Qur’an dan sunnah sehingga mencakup hal serupa yang tidak
disebutkan dalam kedua sumber pokok berdasarkn persamaan sifat
causa legis antara kedua kasus dimaksud dengan kata lain, qiyas
adalah pengelompokan kasus baru belum ada ketentuan hukum nya
didalam kedua sumber pokok dalam kategori kasus yang sudah ada
ketentuan hukumnya qiyas (analogi)
5. Maslahat Mursalah
Maslahat secara harfiah berarti menfaat dan mursalah bearti netral. Sebagai
istilah hukum islam, maslahat mursalah dimaksudkan sebagai segala
kepentingan yang bermanfaat dan baik, namun tidak ada nas khusus.
Dengan kata lain maslahat mursalah adalah segala kepentingan yang

5
baik yang tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan sunnah Nabi
Muhammad SAW. Dan juga tidak terdapat penegasannya didalam
kedua sumber secara langsung.
6. Istishan
Secara harfiah istishan berarti memandang baik. Dalam teori hukum islam,
istishan merupakan suatu kebijaksanaan hukum atau perkecualian
hukum. Maksudnya, kebijaksanaan untuk tidak memberlakukan
peraturan umum mengenai suatu kasus, melainkan kasus itu
diterapkan ketentuan khusus sebagai kebijaksanaan dan perkecualian
terhadap ketentuan umum karena adanya hukum islam (dalil) yang
mengharuskan diambilnya kebijaksanaan tersebut.
7. Istishab
Istihab bearti kelangsungan status hukum suatu hal di masa lalu pada masa
kini dan masa depan sejauh belum ada perubahan terhadap status
hukum tersebut. Istihab ada 3 macam, kelangsungan status hukum
keboleh umum,kelangsungan kebebasan asli dan kelangsungan
hukum yang sudah ada. Dari sini, dirumuskan kaidah hukum islam
yang berbunyi “pada asasnya segala sesuatu itu (diluar ibadah)
boleh hukumnya sampai ada dalil yang melarang”
8. Saddudz-dzari’ah
Secara harfiah artinya menutup jalan, sud nya menutup jalan menuju sesuatu
yang dilarang oleh Hukum Syariah. Sebagai terminologi hukum
islam, merupakan tindakan preventif dengan melarang suatu
perbuatan yang menurut hukum syara sebenarnya diperbolehkan,
namun melalui istijad. Prbuatan tersebut dilarang karena dapat
membawa kepada sesuatu yang dilarang atau menimbulkan
mudhorat.
9. ‘Urf (adat)
Dalam istilah hukum islam adalah suatu hal yang diakui kebenarannya dan
diikuti oleh dan menjadi kebiasaan dalam masyarakat, baik berupa
perkataan ataupaun perbuatan, sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan nas-nas Syariah atau ijma’. Hukum islam mengakui adat

6
istiadat masyarakat sebagai sumber hukum, akan tetapi tidak
beberapa syarat. Dari prinsip adat ini dilahirkan beberapa kaidah
hukum islam, antara lain.
1. Adat menjadi sumber penetapan hukum.
2. Prakktik masyarakat adalah hujjah yang wajib diamalkan.
10. Qaul sahabat nabi
Sahabat nabi adalah orang yang hidup se zaman dengan Nabi Muhammad
SAW. Dan pernah bertemu dengan beliau walaupun hanya sebentar.
Qaul Sahabat Nabi adalah pendirian seorang sahabat mengenai suatu
masalah hukum ijtidiah baik yang tercermin dalam fatwa nya
maupun keputusannya yang menyangkut masalah. Qaul sahabat
merupakan hasil ijtihad murni, maka qaul tersebut diperselisihkan
oleh ahli hukum islam apakah memiliki sumber hukum atau tidak.4

2.3 Pengaruh Ahli Hadist dan Ahlu Ra’yu Terhadap Hukum Islam
Di masa pemerintahan Umar bin Khattab, daerah wilayah daulah
Islam bertambah luas. Hal ini menyebabkan tersebarnya para sahabat
dan para tabi’in ke berbagai kota untuk menjadi hakim dan mufti.
Masyarakat setempat belajar kepada mereka urusan-urusan agama dana
dari mereka pula masyarakat mempelajari Alquran dan hadis serta
memahaminya. Walaupun di kala itu masyarakat telah mempunyai
kebudayaan-kebudayaan lain yang mempengaruhinya, namun para
fuqaha dapat menimbulkan pengaruh baru. Karena itu dapat dipahami
bahwa penyebab yang mempengaruhi perkembangan fiqih di daerah-
daerah itu. Pertama, lingkungan. Kedua, sistem atau metode yang
ditempuh para fuqaha dalam mnyingkap hukum. Oleh karenanya, kota-
kota yang didiami sahabat itu, merupakan suatu madrasah yang
mempunyai corak tersendiri.
Madrasah-madrasah yang terbentuk ada dua, yaitu madrasah
Ahlul Ra’yi dan madrasah Ahlul Hadis. Jika madrasah Ahlul Ra’yi

4
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Cet.II; jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.),
hal. 15-23.

7
lebih banyak menggunakan rasio dalam berijtihad, maka madrasah
Ahlul Hadis lebih membatasi diri dengan sekedar yang ada di dalam
nash saja. Tetapi, bukan berarti madrasah Ahlul Hadis sama sekali tidak
menggunakan Al Ra’yu dalam berijtihad. Hanya saja, dalam
penggunaannya, Ahlul Hadis mengambil porsi menggunakan rasio yang
lebih sedikit dari Ahlul Ra’yi.

Perbedaan yang terdapat di antara aliran-aliran hukum tersebut pada


dasarnya disebabkan oleh faktor geografis seperti kesulitan
berkomunikasi yang disebabkan oleh letak wilayah yang berjauhan,
keanekaragaman kondisi sosial setempat, adat kebiasaan, dan praktik
sehari-hari. Jadi, perbedaan yang muncul diantara mereka bukanlah
disebabkan oleh ketidak sepakatan tentang prinsip dan metode.5

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ulama Hijaz menjadi Ahlul Hadis


dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Mereka terpengaruh oleh jalan pikiran guru mereka yang terlalu


sangat

berpegang pada nash-nash dan sangat teliti dalam menggunakan ijtihad bi Al


Ra’yi. misalnya Ibnu Abbas, Zubair, Abdullah bin Umar bin
Khattab, dan Abdullah bin Amr bin Ash.

b. Mereka banyak hafal hadis-hadis Nabi saw dan fatwa sahabat di


samping sangat sedikit terjadi peristiwa-peristiwa baru yang tidak
terdapat bandingannya di masa sahabat.6
c. Mereka hidup dalam keadaan permulaan perkembangan Islam,
manakala mereka diminta berfatwa tentang suatu masalah, maka
terlebih dahulu mereka memeriksa Kitabullah, kemudian sunnah
Nabi saw, kemudian Fatwa sahabat. Mereka baru menggunakan Al
Ra’yu jika tidak ditetapkan hukumnya dalam nash. 7
5
Joseph Schacht, An Itroduction of Islamic Law, Terj. Joko Supomo, Pengantar Hukum Islam
(Cet.I ; Bandung: Penerbit Nuansa, 2010), hal. 63
6
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan dalam Masalah Pernikahan (Cet.I; jakarta: Penerbit Pustaka
Firdaus, 2003.) , hal. 56-57.
7
Asep Saifuddin, kedudukan Mazhab dalam Syariah Islam (Cet.I. Jakarta: Pustaka Al Husna,
1984.), hal. 35-36

8
d. Meningkatnya pertikaian politik di kalanagan mereka, karena
golongan yang muncul sebelumnya, tertutama golongan Syi’ah dan
Khawarij, masing-masing menempuh jalan sendiri. Mereka tidak
menerima riwayat atau pendapat selain dari golongannya sendiri.
Hal ini pula yang mengakibatkan munculnya pemalsuan hadis.
e. Terpencarnya domisili para ulama di berbagai kota pusat
pemerintahan (Madinah). Faktor ini menyebabkan pula munculnya
dua aliran fikih yang berbeda, madrasah Ahlul Hadis
mengutamakan hadis daripada akal, sedangkan madrasah Ahlul
Ra’yi akan menolak hadis jika dinilainya hadis tersebut tidak

kuat (dhaif).

Pada periode awal Islam, kecenderungan penggunaan Al Ra’yu


sebagai alat ijtihad sudah menjadi fenomena tersendiri. Hal ini
dimaklumi mengingat salah satu alat pokok untuk melakukan ijtihad
adalah Al Ra’yu. Secara bahasa, Al Ra’yu berarti pendapat dan
pertimbangan. Kata ini merupakan bentuk masdhar dari wazan fa’lin.
Bisa juga berarti mengetahui dengan keyakinan hati. Akan tetapi, yang
paling lazim dalam makna awalnya, Al Ra’yu digunakan untuk
menyebutkan pertimbangan yang matang dari akal manusia. Oleh
karena itu, tradisi arab menyebut Zu Ra’yi bagi orang-orang yang
mempunyai pertimbangan dan kematangan mental.8

Menurut Abdul Wahhab Khallaf dalam kitabnya, Al-Ijtihad bi al


Ra’yi, bahwa secara harfiah kata Al Ra’yu berarti perenungan secara
kontemplatif. Menurut Ahmad Hasan bahwa Al Ra’yu adalah yang
digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang dipertimbangkan dengan
akal mengenai masalah yang dihadapi, mempunyai konotasi yang sama
dengan ijtihad.9

8
Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, (Cet. I; Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), hal.
247
9
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Cet.I; Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), hal. 16.

9
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa Al Ra’yu
begitu penting dalam kehidupan, karena Al Ra’yu sendiri merupakan
bagian dari tubuh manusia. Yaitu, yang lazim disebut dengan akal. Agar
optimalisasi akal dan rasio dapat dilaksanakan, maka akal atau rasio
harus berlandaskan pada asas yang mengantarkannya menuju tingkat
pemahaman. Asas tersebut, secara umum dikembalikan kepada faktor
karakteristik wahyu atau kepada karakteristik akal. Ketimpangan yang
terjadi pada asas, akan memberikan efek kepada sisi ketimpangan
dalam segi pemahaman. Selanjutnya, secara otomatis akan
mengakibatkan ketimpangan dalam memahami maksud-maksud Ilahi.10

2.4 Pengaruh Golongan Politik terhadap Golongan Hukum Islam

Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan


munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong
terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang
dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan
Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase
ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak
perkembangan-perkembangan keilmuan.

1. Khawarij
Pemahaman Khawarij ini berimlpikasi terhadap pemahaman
fiqih. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan
diantaranya adalah masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh
Manna Al-Qatthan, kaum Khawarij salah satu kelompok Islam yang
paling ekstrim dalam melihat sesuatu, baik itu dalam iman atau
kekafiran.

Khawarij hanya mengakui Al-Qur’an sebagai satu-satunya


sumber Tasyri’ sehingga mereka tak mengakui adanya sunnah, ijma’
Muhammad Suhufi, Fatwa dan Dinamika Hukum Islam di Indonesia, (Cet. I; Makassar:
10

Alauddin Press, 2011), hal. 68-69.

10
atau yang lainnya. Akibatnya adalah mereka selalu menentang dan
tidak sependapat ketika salah satu paham berbeda dengan Al-Qur’an.
Hal ini terlihat ketika mereka menilai bagaimana para sahabat atau
tabi’in menggunakan sunnah dan ijma’.11

2. Syi’ah
Lantaran kesendirian Syi’ah dalam kehendak dan buruk sangkanya
terhadap orang yang berbeda dengannya, itu membawa pengaruh
dalam terhadap fikih Islam di antara mereka. Dan hal itu terjadi karena
fikih menurut mereka, meskipun bersandar pada Al-Qur’an dan
Sunnah, tetap saja menyalahi fikih ahli sunnah dalam beberapa segi.

Pertama, Syi’ah menafsirkan Al-Qur’an dengan penafsiran yang


sesuai prinsip yang dianutnya dan tidak menerima tafsir dan tidak
menerima tafsir yang bersandar pada hadis yang bukan dari imamnya.

Kedua, mereka tidak menerima berbagai hadis, kaidah-kaidah dasar


fikih dan masalah furu, yang berasal dari Ahli Sunnah apapun jua
tingkat keshahihhannya.

Ketiga, mereka tidak mengakui Ijma’ seperti pokok-pokok syara’


dan mereka juga tidak menerima Qiyas (analogi).

3. Sunni (Ahlus- Sunnah Wal Jama’ah)


Golongan ini adalah orang-orang yang bersikap abstain
(apolitis) dan tidak ikut-ikutan terjun kedalam pergolakan politik.
Mereka tidak mau bergabung dengan pasukan Ali dan para lawan
politiknya. Kelompok ini menempuh jalur ilmu yang benar dan
manhaj yang lurus serta kajian yang tepat dalam memahami agama
Allah, memahami secara teliti terhadap ajaran syari’at berdasarkan
penjelasan Al-Qur’an dan Sunnah yang suci serta riwayat-riwayat dari
para sahabat, serta menghindari segala pengaruh fitnah yang terjadi
diantara sahabat diakhir khalifah Ali bin Abi Thalib.12
11
Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan Hukum Islam), hal.104-105.
12
Mufy World, Pengaruh aliran-aliran politik (syiah, khawarij dan sunni terhadap
perkembangan hukumislam), http://mufeecrf.blogspot.com/2011/08/pengaruh-aliran-aliran-politik-
syiah.html, diakses pada tanggal 21 Februari 2020 pukul 14:12 WIB.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan Hukum Islam mencapai klimaksnya pada masa akhir


akhir periode klasik yakni masa hidupnya Aimmat al-Madhahib al-
Arbaah. Disusul kemudian dengan periode tengah, satu masa yang
ditandai dengan muncul dan mapannya sejumlah madhzab atau aliran
fiqih. Dengan kokohnya madhzab-madhzab tersebut maka persoalan
prinsip dasar hukum islam dipandang telah selesai. Berbagai kajian
hukum islam berikunya selalu berlandaskan pada pemikiran-pemikiran
yang secara mendasar telah dibanguun oleh para imam madhzab. Pada
akhirnya keadaaan membawa ke masa yang dikenal dengan kejumu dan
atau disebut dengan masa kegelapan hukum islam. Hukum islam
sebagai aspek kebudayaan dan peradaban islam mencapai puncak
kejayaan pada masa Dawlah Abbasiyah selama kurang lebih 250 tahun.
Sumber utamanya hukum islam adalah wahyu Ilahi. Akan tetapi,
disamping itu terdapat sumber-sumber pokok atau utama hukum Islam
adalah Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan susmber-

12
sumber tambahan meliputi Ijma’ (konsensus), Qiyas (Analogi), Ihtisan
kebijaksanaa hukum, Kemaslahatan, Uruf (adat kebiasaan), Sadduz-
zariah (tindakan prefentif) istihab (kelangsungan hukum), Fatwa
sahabat Nabi Muhammad SAW, dan Syaru Man Khoblana (hukum
agama samawi terdahulu).
Dua bentuk pemikiran Hukum tersebut, Ahl al-hadis dan Ahl al-
Ra’yi pada kenyatannya telah berhasil memberikan kontribusi yang
banyak bagi para penciptaan dasar-dasar hukum pada Mazhab-mazhab
hukum Islam yang terkenal yang dibangun oleh masing-masing imam
Mazhabnya. Dan kebanyakan perbedaan pendapat di antara para Imam
Mazhab dalam menetapkan hukum adalah didasarkan pada perbedaan
di dalam memandang dasar-dasar yang ada di dalam hukum Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. (2010). Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Hosen, I. (2004). Fiqih Perbandingan Dalam Masalah Pernikahan. Jakarta:


Pustaka Firdaus.

Ismatullah, D. (2011). Sejarah Sosial Hukum Islam. Bandung: CV Pustaka


Setia.

Saifuddin, A. (1984). Kedudukan Mazhab dalam Syariah Islam. Jakarta: Al


Husna.

Sopyan, Y. (2010). Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan Hukum Islam).


Jakarta: Rajawali Press.

Suhufi, M. (2011). Fatwa Dan Dinamika Hukum Islam Di Indonesia.


Makassar: Alauddin Press.

Supomo, J. (2010). Pengantar Hukum Islam. Bandung: Nuansa.

Wahidi, A. (2009). Manipulasi Hukum Islam. Malang: UIN-Malang Press.

13
World, M. (2020, Februari 21 pukul 14:12 WIB). Pengaruh Aliran-Aliran
Politik (Syiah, Khawarij dan Sunni Terhadap Perkembangan Hukum
Islam). http://mufeecrf.blogspot.com/2011/08/pengaruh-aliran-
aliran-politik-syiah.html.

Yanggo, H. T. (1997). Pengantar Perbandingan Mazhab. Jakarta: Logos


Wacana Ilmu.

14

Anda mungkin juga menyukai