MAKALAH
Dosen Pembimbing
Dr. H. ANSORI, M.Ag
Disusun oleh
SISWOGO
NIM. 191765023
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya dengan judul “Studi Islam Dengan Pendekatan Hermeneutika”.
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Pendekatan Studi Islam. Terima
kasih kepada Dosen Pengampu dan semua rekan di kelas MPI-B 2019 yang telah
membantu dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini.
ii
Daftar Isi
Halaman Judul................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................... 2
Bab II Pembahasan ................................................................................ 3
A. Pengertian Studi Islam .......................................................... 3
B. Pengertian Hermenutika ........................................................ 4
C. Prinsip-Prinsip Pendekatan Hermenutika ............................. 5
D. Pendekatan Hermenutika dalam Studi Islam ........................ 7
Bab III Penutup ....................................................................................... 11
A. Kesimpulan............................................................................ 11
B. Saran ..................................................................................... 11
Daftar Pustaka ................................................................................................ 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini membahas tentang:
1. Apa pengertian studi islam?
2. Apa itu Hermenutika?
3. Apa prinsip-prinsip pendekatan hermeneutika?
4. Seperti apa pendekatan hermeneutika dalam studi islam?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, adalah:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan Studi Islam.
2. Sebagai media pembelajaran mengenai studi islam dengan pendekatan
hermeneutika.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Studi Islam menempatkan Islam sebagai objek kajian, maka kemudian
muncul pertanyaan, apa saja objek kajian islam? Secara harfiyah Atho’
Mudzhar (2004:3) mengatakan bahwa objek kajian islam adalah substansi
ajaran-ajaran Islam, seperti kalam, fiqih, dan tasawuf. Substansi ajaran-ajaran
Islam tersebut banyak terdokumentasi dalam bentuk tulisan atau teks.
B. Pengertian Hermeneutika
Pada Ensiklopedia Britanica tentang “heremeneutika’’ yang diungkap
oleh Fahmi Salim (2010:124) yang menyatakan bahwa “Hermeneutika adalah
kajian tentang kaidah–kaidah umum untuk menafsirkan Bibel, dan tujuan
utama dari hermeneutika dan metode-metode takwil Yahudi dan Nasrani
sepanjang sejarahnya adalah untuk menyingkap kebenaran dan nilai dari
Bibel”.
Ngainun Naim(2009:112), menjelaskan bahwa kata hermenutika
berasal dari kata Yunani hermeneuien yang berarti mengartikan, menafsirkan,
menerjemahkan, bertindak sebagai penafsir. Kata ini diasosiasikan pada Dewa
Yunani, Hermes, yang dianggap sebagai utusan para dewa bagi manusia.
Richard E. Palmer dalam Muflihah (2012:47-48) Hermes diassosiasikan
sebagai transmitor pesan dari dewa agar dapat ditangkap oleh intelegensia
manusia. Menurut Fahruddin Faiz (2005:4), pengasosiasian Hermeneutik
dengan Hermes ini saja secara sekilas menunjukkan adanya tiga unsur yang
pada akhirnya menjadi variabel utama pada kegiatan manusia dalam
memahami, yaitu:
1. Tanda, pesan atau teks yang menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran
yang diasosiasikan dengan pesan yang dibawa oleh Hermes.
2. Perantara atau penafsir (Hermes).
3. Penyampaian pesan itu oleh sang perantara agar bisa dipahami dan sampai
kepada yang menerima.
Saifuddin (2010:3), istilah hermenutika pertama kali ditemukan dalam
karya Plato. Plato dengan jelas menyatakan hermeneutika memiliki arti
menunjukkan sesuatu. Dalam Timeus Plato, kata hermenutika dikaitkan
dengan otoritas kebenaran. Stoicisme mengembangkan hermeneutika sebagai
ilmu interpretasi alegoris. Metode alegoris dikembangkan Philo of Alexandria.
Ia mengajukan metode typology yang menyatakan bahwa pemahaman makna
4
spiritual teks tidak berasal dari teks itu sendiri, tetapi kembali pada sesuatu
yang di luar teks.
Menurut Ansori (2009:55), hermeneutik juga dapat diartikan sebagai
salah satu metode interpretasi yang mempunyai tugas untuk memahami isi dan
makna sebuah kata, kalimat, teks, serta untuk menemukan instruksi-instruksi
yang terdapat dalam bentuk simbol-simbol.
Dalam hermeneutik, pada umumnya disepakati bahwa luas cakupan
hermeneutik berkisar pada tiga hal, yaitu dunia teks (the world of the text),
dunia pengarang (the world of the author), dan dunia pembaca (the world of
the reader), atau biasa disebut triadik hermeneutik. Hermeneutik berbicara
mengenai hampir semua hal yang berkaitan dengan tiga hal tersebut mencakup
teks, pembacaan, pemahaman, tujuan penulisan, konteks, situasi historis, dan
situasi atau kondisi paradigmatik pemaknaan pembaca ataupun pengarang.
Dikutip dari Ulya (2010:62), “Schleiermacher menggunakan
pendekatan psikologis yang menyatakan bahwa hermeneutika adalah kegiatan
penafsiran untuk mengalami kembali proses-proses mental dari pengarang
teks. Dilthey lebih menggunakan pendekatan historis dalam teori
hermeneutika. Dia berpendapat bahwa makna merupakan hasil dari aktifitas
penafsiran yang tidak ditentukan oleh subyek transendental tetapi lahir dari
realitas hidup yang menyejarah. Menurutnya teks adalah representasi dari
kondisi historikalitas pengarang teks.”
C. Prinsip-Prinsip Pendekatan Hermeneutika
Pendekatan hermeneutika umumnya membahas pola hubungan segitiga
antara teks, pembuat teks, dan pembaca atau penafsir teks. Seorang penafsir
dalam memahami sebuah teks dituntut untuk tidak sekadar melihat apa yang
ada pada teks, tetapi lebih pada apa yang ada di balik teks. Dengan demikian,
maka hermeneutika dapat didefinisikan sebagai: Pertama, mengungkapkan
pemikiran melalui kata-kata sebagai medium penyampaian, menerjemahkan,
dan bertindak sebagai penafsir. Kedua, usaha mengalihkan dari suatu bahasa
asing yang maknanya tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang dapat
dimengerti oleh si pembaca. Ketiga, pemindahan ungkapan pikiran yang
kurang jelas, lalu diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.
Hermeneutika tidak membedakan antara teks yang suci dan profan,
antara teks agama dan teks sekuler. Oleh karena itu, maka teks kitab suci
dianggap setara dengan teks-teks yang lainnya. Setiap teks bersifat terbuka
5
dan dapat diinterpretasikan oleh siapapun, sebab begitu sebuah teks
dipublikasikan, maka teks itu telah menjadi berdiri sendiri dan tidak lagi
berkaitan dengan si penulis. Oleh Karena itu, sebuah teks tidak harus
dipahami berdasarkan ide si pengarang melainkan berdasarkan materi yang
tertera dalam teks itu sendiri. Seseorang harus menafsirkan teks berdasarkan
apa yang dimiliki saat ini (vorhabe), apa yang dilihat (vorsicht), dan apa yang
akan diperoleh kemudian (vorgriff).
Kunci utama hermeneutika terletak pada penafsirannya. Tafsiran
hermeneutika bisa menjadi aturan hukum, karya sastra, teks filosofis, data
sejarah, dan sebagainya. Semua teks mengacu pada aturan penafsiran yang
sama. Dalam kajian hermeneutik tidak ada penafsiran yang tepat atau keliru,
benar atau salah. Yang ada hanyalah upaya yang bervariasi untuk mendekati
teks dari kepentingan dan motivasi yang berbeda. Dengan demikian maka
sangat logis bila secara konseptual hermeneutik mengisyaratkan bahwa tidak
ada suatu teks yang tidak dapat ditafsirkan.
Berikut adalah beberapa prinsip pendekatan hermeneutika :
1. Bila kaum strukturalis berkonsentrasi pada struktur, kaum hermeneutika
berkonsentrasi pada makna. Makna ada pada bahasa sebuah tradisi.
Pandangan ini berbeda dengan pandangan fenomenologis bahwa makna
ada pada kesadaran seseorang.
2. Bahasa adalah pusat kekuatan manusia. Menurut Gadamer, ada (being)
yang bisa dimengerti adalah bahasa. Tanpa bahasa tidaklah mungkin
memahaminya. Ini mengingatkan kita akan ungkapan lama zoon logon
echon, manusia sebagai makhluk berbicara. Sesuai pula dengan pepatah
Arab al-Insan hayawan naathiq.
3. Hermeneutika menekankan pemahaman dan komunikasi. Lewat bahasa
mereka berupaya untuk mendapatkan pemahaman berjamaah atau shared
view. Kuncinya adalah interpretasi terhadap teks. Bagaimana memahami
problem dalam konteks kita masa kini ihwal sesuatu yang tertulis dalam
teks tradisional yang jauh berbeda dalam ruang dan waktu.
4. Dalam tradisi hermeneutika, subjek dan objek tidak dipisahkan tetapi
malah terlibat dalam hubungan komunikatif. Konstruksi makna berdasar
pada intersubjektivitas dan dalam konteks tempat kejadian fenomena.
Subjektivitas yang dialami bersama secara kolektif jauh lebih bernilai
daripada kesimpulan subjektif dan idiosinkratik.
6
5. Subjek dimaknai demikian adanya karena dunia bahasa yang mereka gali.
Dunia adalah bagian dari bahasa. Dunia kita dibentuk oleh bahasa.
Interpretasi yang baik menyaratkan adanya keterkaitan (interplay) antar
dua konteks. Ini yang disebut Gadamer sebagai fusion of horizons. Dalam
tradisi hermeneutika pemahaman itu dideskripsi sebagai lived atau
existential, yakni teralami langsung, bukannya pengalaman yang dijaraki
(detached) dengan alasan demi objektivitasnya.
6. Tujuan akhir dari hermeneutika adalah pemahaman yang lebih baik atau
pemaknaan (sense making) dari interaksi berbagai konstruksi yang sudah
ada, lalu dianalisis agar lebih mudah dipahami pihak lain, sehingga
akhirnya dicapailah sebuah konsensus.
7. Pemahaman antarbudaya dan antar zaman seperti halnya pemahaman teks
juga, yaitu sebuah dialog lintas budaya dan lintas zaman. Tidak mungkin
ada titik temu pemahaman yang pasti, sebab masing-masing dibentuk oleh
dunia bahasa dan budayanya sendiri. namun masing-masing dapat
berupaya untuk mendapat pemahaman semaksimal mungkin.
D. Pendekatan Hermeneutika dalam Studi Islam
Hermeneutika sebagai pendekatan studi agama memiliki 6 (enam)
karakteristik. Pertama, hermeneutika adalah metode dan seni penafsiran teks
secara umum atau kalimat sebagai simbol teks itu sendiri. Kedua,
hermeneutika adalah metode yang memadukan dan menggabungkan antara
filsafat dan kritik sejarah. Ketiga, metode hermeneutika bertujuan mencari
makna yang terkandung dalam teks, namun yang dicari oleh hermeneut
(pelaku penakwilan bukanlah makna sederhana atau dangkal, melainkan
makna yang bernilai karena terkait dengan upaya penghargaan atas esensi
manusia. Keempat, hermeneutik adalah metode tafsir individualis sekaligus
objektif-idealis dan mengakui keragaman level metafisika. Kelima, fungsi
metode hermeneutika memiliki pembebasan (liberalisme). Keenam, metode
hermeneutika sebagai salah satu metode kritis-lebih dekat pada spirit metode
ilmu-ilmu fisika.
Hermeneutik adalah suatu pemahaman terhadap pemahaman yang
dilakukan oleh seseorang dengan menelaah proses asumsi-asumsi yang
berlaku dalam pemahaman tersebut, termasuk diantaranya konteks-konteks
yang melingkupi dan mempengaruhi proses tersebut. Setidaknya untuk dua
tujuan: Pertama, untuk meletakan hasil pemahaman yang dimaksud dalam
7
porsi dan proporsi yang sesuai, kedua, untuk melakukan suatu reproduksi
makna dari pemahaman terdahulu tersebut dalam bentuk kontekstualisasi,
menghadirkannya kembali kepada masyarakat yang hidup dalam tempat dan
waktu yang jauh berbeda.
Hermeneutik bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat dalam
sebuah simbol dengan cara membuka selubung-selubung yang menutupinya.
Hermeneutik membuka makna yang sesungguhnya sehingga dapat
mengurangi keanekaan makna dari simbol-simbol itu tadi. Berkaitan dengan
studi Islam, penting kiranya memahami makna dari ekspresi simbol-simbol
yang ada guna mengungkap makna sesungguhnya dibalik suatu teks atau
nash.
Alparslan (1996:29), Penggunaan hermeneutika dalam penafsiran ayat-
ayat al Quran mendapat tanggapan yang beragam dari para ulama dan
cendekiawan muslim. Setidaknya ada dua pendapat tentang penggunaan
hermeneutika ini dalam penafsiran al-Quran ini. Pertama, hermeneutika tidak
bisa digunakan untuk menafsirkan al Quran. Hermeneutika lahir dan
berkembang dari suatu peradaban dan pandangan hidup masyarakat
penemunya. Setiap ilmu, konsep atau teori termasuk hermeneutika, pasti
merupakan produk dari masyarakat, atau bangsa yang memiliki peradaban
dan pandangan hidup sendiri. Pendapat ini dianut oleh sebagian besar
mufassir. Beberapa cendekiawan, seperti Alparslam, Hamid Fahmy, Anis
Malik Toha, dan Wan Moh Nor sejalan dengan faham di atas.
Alparslan (salah seorang cendekiawan Turki) (1996:29) berpendapat,
”Pandangan hidup setiap peradaban merupakan kumpulan dari konsep-konsep
yang dalam konteks keilmuan berkembang menjadi tradisi ilmiah (scientifik
tradition). Tradisi ilmiah pada gilirannya menghasilkan berbagai disiplin
ilmu, seperti yang kita lihat sekarang, termasuk teori atau konsep
hermeneutika. Karena ilmu dilahirkan oleh pandangan hidup maka ia
memiliki presupposisi sendiri dalam bidang etika, ontologi, kosmologi dan
metafisika. Hal-hal inilah yang menjadikan ilmu (khususnya ilmu-ilmu
sosial), termasuk hermeneutika tidak netral.
Salah seorang pakar Hermeneutika Werner G.Jeanrond (1991:12-13)
menyatakan ada tiga milleu penting yang berpengaruh terhadap timbulnya
hermeneutika sebagai suatu metode, konsep atau teori interpretasi. Pertama
milleu masyarakat yang terpengaruh oleh pemikiran Yunani. Kedua milleu
8
masyarakat Yahudi dan Nasrani yang menghadapi masalah teks kitab suci
mereka dan berupaya untuk mencari model yang cocok untuk interpretasi.
Ketiga masyarakat Eropa di zaman Enlightenment yang berusaha lepas dari
tradisi dan otoritas keagamaan dan membawa hermeneutika keluar dari
konteks keagamaan. Milleu(Lingkungan)
Selain itu, Epistemologi dalam Islam berbeda dengan epistemologi
barat. Dalam Islam sumber inspirasi tidak hanya akal. Karena akal manusia
mempunyai keterbatasan. Al Quran banyak menyebutkan peristiwa yang
tidak bisa diterima oleh akal. Dan hal ini tidak pernah terlintas dalam
pemikiran para pakar hermeneutika. Misalnya ceritera kapalnya nabi Nuh,
nabi Ibrahim yang tidak mempan dibakar, nabi Musa yang dapat membelah
laut, Isra dan mi’rajnya nabi Muhammad SAW dan banyak lagi. Peristiwa-
peristiwa tersebut bukanlah khayalan akan tetapi merupakan khabar shadiq
(benar dan tidak diragukan lagi). Selain itu pula jika ilmu pengetahuan
berdasarkan pada kepentingan individu-baik bersifat politik, ekonomis
maupun idiologi, maka pengetahuan itu tidak dapat diaplikasikan untuk
kepentingan individu lain. Apatah lagi diaplikasikan untuk menjelaskan
makna-makna ajaran dalam al Quran. Memahami al Quran dengan metode
Habermas misalnya, justru merduksi ayat-ayat al Quran ke dalam makna-
makna individu. Dalam Islam wahyu (revelation) menempati posisi penting.
Rasio an sich sebagai sumber inspirasi seperti pendapatnya Habermas
berbeda dengan Islam yang menempatkan wahyu dan rasio sekaligus yang
berfungsi sebagai sumber dan penjelas termasuk juga ilmu pengetahuan. Di
sinilah letak perbedaan epistemologi hermeneutika Kritis dan Islam. Maliki
Ahmad Nasir (2004:36).
Kedua, hermeneutika adalah pengetahuan yang membahas penafsiran
dari suatu teks. Teks tersebut meliputi berbagai teks yang merupakan produk
ekspresi manusia. Menurut hermeneutika memiliki banyak persamaan dengan
ilmu tafsir yang sudah dikenal sejak abad pertama hijriyah. Walaupun
hermeneutika lahir dari masyarakat tertentu yang berbeda dengan masyarakat
yang memunculkan ilmu tafsir, akan tetapi sebagai ilmu ia bisa digunakan,
tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Komaruddin Hidayat
(1996:126).
Implementasi hermeneutika dalam Islam berbeda dengan hermeneutika
dalam dunia Kristen. Implementasi hermeneutika dalam dunia Kristen
9
digunakan untuk mencari orsinialitas kitab suci mereka. Mereka menemukan
teks kitab suci yang sangat beragam, sehingga mereka perlu mencari mana
dari semua itu yang asli dan paling benar. Sedangkan penggunaan
hermeneutika dalam dunia keilmuwan Islam digunakan bukan untuk mencari
keotentikan teks al-Quran, akan tetapi untuk mencari penafsiran yang paling
mendekati kebenaran.
10
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah dilakukan pembahasan terhadap pendekatan hermeneutik
dalam studi Islam , maka dapat disimpulkan dalam makalah ini sebagai
berikut :
1. Secara etimologis, kata “hermeneutik” berasal dari bahasa Yunani
hermeneuein yang berarti “menafsirkan”. secara harfiah dapat diartikan
sebagai “penafsiran” atau interpretasi.
2. Cara kerja hermeutik adalah relasi subyek (penafsir) dan obyek (yang
ditafsirkan). Subyek dan objek adalah term-term yang korelatif atau
saling mengabungkan diri satu sama lain, Arti atau makna diberikan
kepada objek oleh subyek, sesuai dengan cara pandang subyek.
3. Beberapa prinsip-prinsip pandangan hermeneutik adalah; a).
Berkonsentrasi pada makna, b). Bahasa adalah pusat kekuatan manusia,
c). menekankan pemahaman dan komunikasi, d). Tidak terpisahkan
antara subyek dan obyek, e). Tujuan akhir hermeneutik adalah
pemahaman yang lebih baik.
4. Implementasi hermeneutika dalam Islam berbeda dengan hermeneutika
dalam dunia Kristen. hermeneutika dalam dunia keilmuwan Islam
digunakan bukan untuk mencari keotentikan teks al-Quran, akan tetapi
untuk mencari penafsiran yang paling mendekati kebenaran.
B. Saran
Sebagai mahasiswa, sebaiknya memahami berbagai macam
pendekatan yang diaplikasikan dalam mengkaji atau belajar islam. Dalam
makalah ini pendekatan hermeneutika baru dikaji dalam taraf pengenalan
masih perlu kajian yang lebih mendalam lagi. Selain pendekatan
hermeneutika, ada beberapa pendekatan lain juga yang perlu dipelajari dan
didiskusikan.
11
Daftar Pustaka
12