Kelompok 2
DISUSUN OLEH
BONE 2021
i
KATA PENGANTAR.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini sebagai salah satu tugas kelompok
Mata Kuliah “Sistem Peradilan”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari kata
kesempurnaan. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dari kami selaku penulis
dalam hal wawasan. Namun terlepas dari semua itu, kami sudah berusaha sesuai
kemampuan terbaik yang kami miliki.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran penyusunan makalah yang kami buat ini. Kami berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami sendiri selaku penulis dan
kepada para pembaca.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar i
Daftar isi ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 2
BAB II Pembahasan
A. Peradilan pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq 3
B. Peradilan pada masa Umar bin Khattab 4
C. Peradilan pada masa Usman bin Affan 6
D. Peradilan pada masa Ali bin Abi Thalib 7
BAB III Penutup
A. Kesimpulan 8
B. Saran 9
Daftar Pustaka 10
ii
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. status sebagai Rasulullah tidak
dapat diganti oleh siapapun, tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai
pimpinan kaum muslimin mesti ada gantinya. Orang tersebut dinamakan khalifah
an nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas islam) dalam
memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan meletarikan hukum-hukum Agama
Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera
bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi
perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah
sahabat Abu Bakar sebagai khalifah, artinya pengganti Rasulullah SAW yang
kemudian diangkat menjadi khalifah atau amirul mu’minin.
Keputusan rasulullah SAW yang tidak menunjuk penggantinya sebelum
beliau wafat dan menyerahkan pada forum musyawarah pada sahabat merupakan
produk budaya Islam yang mengajarkan bagaimana cara mengendalikan negara
dan pemerintah secara bijaksana dan demokratis.
Sejak saat itulah Islam memasuki periode baru yang dipimpin oleh
khulafaur rasyidin, terjadi beberapa perubahan dalam corak pemerintahan dan
islam semakin berkembang. Khulafaur Rasyidun terdiri dari Abu Bakar ash-
shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan serta Ali bin Abi Thalib
memberikan warna tersendiri bagi peradilan islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana peradilan pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq
2. Bagaimana peradilan pada masa Umar bin Khattab
3. Bagaimana peradilan pada masa Usman bin Affan
4. Bagaimana peradilan pada masa Ali bin Abi Thalib
C. Tujuan
1
2
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
yang beliau hadapi, beliau pun memuji Allah. Jika tak ada yang mengetahui
hukum Nabi, maka beliau mengumpulkan para pemimpin untuk berembuk
putusan apa yang akan diberikan. Jika mereka semua sependapat untuk
menetapkan sesuatu hukum, maka beliau pun berpegang pada putusan itu. Inilah
dasar ijma’.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab telah diadakan pemisahan tugas
antara kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan peradilan. Namun peradilan pada
masa itu masih dibatasi wewenangnya pada masalah perdata saja.
Adapun pengangkatan qadhi pada masa Umar, yaitu qadhi daerah mulanya
ditunjuk oleh khalifah sendiri. Khalifah yang mengutus dari pusat pemerintahan
ke suatu daerah. Tetapi apabila khalifah tidak menetapkan dan mengutus
seseorang yang telah ditetapkan untuk suatu daerah, maka khalifah
mengintruksikan kepada gubernurnya mengangkat qadhi menurut pilihannya
sendiri. Sudah barang tentu pengangkatan yang dilakukan oleh para gubernur itu
atas nama khalifah. Oleh karena itu, khalifah dapat menyetujui pengangkatan itu
atau membatalkannya serta memecatnya karena khalifah adalah pemegang
kekuasaan tertinggi (kepala negara) dalam negara atas nama umat.
Para hakim pada masa Umar dalam peradilan, mereka memutuskan perkara
dengan merujuk kepada al-Qur’an. Jika mereka tidak mendapati hukum dalam al-
Qur’an, mereka mencarinya dalam sunnah. Tapi, jika mereka tidak mendapatkan
sesuatu didalamnya, mereka bertanya kepada fuqaha mujtahidin, apakah di antara
mereka terdapat orang yang mengerti sesuatu dalam sunnah mengenai perkara
yang dihadapi. Jika didapatkan, mereka berpedoman dengan apa yang dikatakan
orang yang mengetahuinya tersebut setelah dilakukan upaya penguatan. Jika tidak
didapatkan, mereka berijtihad secara kolektif jika topik permasalahan terdapat
hubungan dengan prinsip-prinsip dasar bagi jamaah dan berijtihad secara individu
dalam masalah-masalah sektoral yang khusus dengan individu.
Pada masa ini, pembinaan penyelenggaraan peradilan mendapat perhatian
besar. Salah satu bentuk pembinaan tersebut adalah adanya sebuah surat yang
memuat beberapa petunjuk Umar kepada salah seorang qadhinya yaitu Abu Musa
al Asy’ary dalam menyelenggarakan tugas peradilan. Petunjuk tersebut dikenal
dengan Risalatul qadha Umar bin Khattab yang hingga sekarang ini masih
dipandang sebagai prinsip-prinsip penyelenggaraan kekuasaan peradilan.
Hal yang menarik dari pembahasan mengenai peradilan pada masa Umar
ini adalah masalah Umar bin Khattab dengan ijtihadnya yang telah menjadi
sorotan utama dalam dunia hukum Islam. Ketertarikan terhadap bentuk ijtihadnya
6
Dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa surat khalifah Utsman tersebut
adalah memerintahkan kepada petugas-petugas dan para qadhanya agar
menjalankan keadilan dalam melaksanakan tugasnya terhadap masyarakat dan
melarang untuk berbuat curang dalam menjalankan tugas mereka.
8
9
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap agar semakin menambah
wawasan mahasiswa Hukum Tata Negara dalam memahami pembahasan yang
ada dalam jurusannya.
DAFTAR PUSTAKA
Syamsudin dan Siti Nafisah. Peradilan Islam Pada Masa Ali bin Abi Thalib.
Makalah. IAIN Syekh Nurjati Cirebon. 2015.
10