Draft
Oleh:
A. SARTIKA.G
NIM: 01184126
Assalamualaikum Wr. Wb
proposal ini dengan judul ’’Tinjauan Hukum pencantuman label halal pangan dan
19” serta tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan
Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita
dalam penelitian pada skripsi atau tugas akhir, di dalam penulisan ini, penulis
menyadari bahwa penulisannya masih sangat sederhana dan jauh dari kata
disusun ini bisa bermanfaat. Dalam pembuatan draft proposal ini penulis sangat
kekurangannya untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis
Wassalamualaikum Wr.Wb
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Definisi Operasional 5
E. Tinjauan Pustaka 6
F. Kerangka Pikir 8
G. Hipotesis 9
H. Metode Penelitian 10
DAFTAR RUJUKAN 44
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini produk makanan, baik berupa bahan mentah maupun siap saji, telah
beredar luas dipasaran. Beredarnya produk tersebut memerlukan kontrol yang kuat
dari pemerintah maupun pihak yang terkait untuk memastikan bahwa produk
makanan yang beredar dipasaran memenuhi standart dan layak untuk dikonsumsi.
terhadap produk yang dikonsumsi. Dan juga mendorong para produsen untuk
atau media perantara yang mendistribusikan produk tersebut, hal ini sesuai dengan
UU Pangan yaitu “badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan
dan atau orang perorangan dalam badan usaha diberi tanggung jawab terhadap
tersebut.1
konsumen pada hakikatnya bertujuan unutk mencapai maslahat dari hasil transaksi
1
UU No.18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 41.
2
yang diperoleh apabila kegiatan usaha memberikan nilai tambah dari aspek
ekonomi.
yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan swadaya masyarakat untuk
masyarakat.2
masyarkat agar membatasi aktifitas diluar rumah sehingga pola kebutuhan hidup
masyarkat berubah dan meningkat, pola hidup konsumtif dan kebutuhan ekonomi
pangan jasa. Banyaknya produk olahan rumah tangga yang beredar ditengah
beberapa pelaku usaha dalam hal ini penerbitan sertifikat halal pada produk pangan
2
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2008.
3
dan jasa.
penyakit corona virus 2019 di seluruh dunia. Wabah COVID-19 pertama kali di
deteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada bulan Desember 2019 dan
COVID-19 memiliki gejala demam, batuk, dan sesak nafas, komplikasi berupa
virus mulai masuk di Indonesia pertama kali yaitu pada 02 Maret 2020. COVID-19
merupakan penyakit yang menular. Virus ini dapat menyebar melalui tetesan kecil
(droplet) dari hidung atau mulut pada saat batuk atau bersin yang kemudian droplet
orang meninggal dunia, dan 29.639.974 orang telah dinyatakan sembuh di Negara
Virus corona juga telah mewabah di Indonesia sejak awal Maret hingga saat
ini tersebar di 34 provinsi.4 Pandemi Covid-19 masih belum berakhir, jumlah orang
penting untuk menjaga jarak hingga aktivitas diluar rumah dibatasi sebagai
munculnya beberapa pelku usaha kecil maupun menengah menjual produk pangan
3
Ani Mardatila, “Sejarah Perkembangan Virus Corona dari Masa ke Masa”,
www.merdeka.com, diakses 13 April 2020
4
Wahbah al-Zuhaily, Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh Terjemah Abdul Hayyie Al-Kattani, Jilid 5
(Jakarta: Gema Insani, 2010), h. 304.
4
Islam juga mengajarkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik
ْٓ َو ُكلُ ْوا ِممَّا َر َز َق ُك ُم هّٰللا ُ َح ٰلاًل َط ِّيبًا ۖوَّ ا َّتقُوا هّٰللا َ الَّذ
ِي اَ ْن ُت ْم ِبهٖ م ُْؤ ِم ُن ْون
Terjemahannya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”. (QS.Al-Maidah:88).5
Jaminan Produk Halal Bab I Pasal 1 Nomor 2 yang menyatakan bahwa produk halal
adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Pada
dasarnya mereka kurang begitu mengamati bahwa masakan yang dikonsumsi halal
sesuai syariat Islam atau tidak. Rendahnya kesadaran konsumen muslim terhadap
makanan bersertifikat halal harus dikikis. Salah satu peraturan yang penting adalah
pengaruh yang besar terhadap jasmani dan rohani manusia. Apabila mengkonsumsi
makanan yang haram akan berdampak serius di dunia maupun diakhirat kelak.
harus lebih transparan dengan konsumen terkait produk makanan terutama terhadap
konsumen muslim yang senantiasa dituntut oleh ajaran agamanya agar selalu
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h.97.
5
masakan yang dikonsumsi halal atau tidak, karena masih ada home industry yang
hanya memasang logo halal tanpa dilengkapi sertifikat halal. Berdasarkan latar
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk pangan dan jasa Home
C. Definisi Operasional
secara operasional agar tidak salah persepsi. Untuk menghindari terjadinya kesalah
pahaman dalam pengertian yang dimaksud dari judul di atas, maka penulis
Hukum Islam adalah Suatu Produk hukum yang bersumber dari nash
Alquran, hadis, qiyas dan ijtihad para ulama untuk memutuskan suatu perkara
mengenai status perkara hukum. Atau berdasarkan Wahyu Allah dan Sunnah Rasul
tentang tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang
diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama Islam. Dalam hal
Jual Beli adalah Suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yaitu
berupa makanan yang mempunyai nilai, secara sukarela di antara kedua belah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dengan melihat latar
1. Untuk mengetahui prosedur dalam proses pencantuman label halal pada produk
2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap produk yang tidak memiliki
label Halal.
1. Untuk membuka cara berfikir dan merubah wawasan penulis dalam menyusun
karya Ilmiah.
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata
satu (SI) pada Fakultas Syariah jurusan Hukum Tata Negara Institut Agama Islam
Negri Bone.13
keadaan dan posisi saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang
bersifat apa adanya.6 Adapun yang menjadi obyek penelitian di sini adalah
6
Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode dan Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 30.
7
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan penelaahan terhadap hasil penelitian terdahulu
yang memiliki relevasi dengan kajian penelitian ini sekaligus untuk menjelaskan
perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya serta menjadikan penelitian
sebelumnya sebagai sumber dalam penelitian ini untuk melahirkan gagasan baru yang
belum pernah diteliti sebelumnya. Berdasarkan dari hasil penelusuran dalam berbagai
sumber, bahwa penelitian yang terkait langsung dengan rancangan penelitian ini yang
teridentifikasi sebagai berikut:
1. Eka Fasya Agustina dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
bahan yang beredar di Pasar Sayung merupakan produk titipan dari produsen
industri rumah tangga yang dititipkan kepada penjual di Pasar Sayung dengan akad
bagi hasil, penjual yang dititipi produk tersebut juga kurang mengetahui apa saja
yang harus ada dalam produk olahan kemasan guna melindungi hak-hak
konsumen.
barang dan/ atau jasa secara baik serta memperhatikan mutu barang kepada
produsen dan konsumen membuat produk tanpa komposisi bahan masih banyak
bahan ini, maka pelaku usaha yang memproduksi barang tersebut harus
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan pelaku usaha juga dapat dikenai
sanksi pidana. b. Menurut hukum Islam, bahwa jual beli produk olahan kemasan
tanpa komposisi bahan di Pasar Sayung tersebut termasuk jual beli yang sah tapi
8
alaih karena belum jelasnya bahan-bahan yang terkandung dalam makanan olahan
yang akan membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini mengartikan bahwa akad
dalam jual beli produk olahan kemasan tanpa komposisi bahan ini sah namun
2. A. Moh. Hamka Dalam Tesinya Yang Berjudul “Pencantuman Label Halal Pada
Pangan Dan Jasa Rumah Makan (Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen)“ Hasil
UUPK Pasal 8 Ayat (1) Huruf (h) dan UU Pangan Pasal 34 Ayat (1) mengenai tidak
Ayat (1), (2) dan (4) dan Pasal 29 Ayat (1) dan (2) yang secara implisit menjadi dasar
hukum dalam melindungi konsumen muslim dari pangan dan jasa rumah makan yang
terwujud. Implementasi hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha belum
terlaksana kaitannya dengan label halal karena belum ada aturan yang menegaskan
tentang kewajiban mencantumkan label halal dan mengenai pangan aman dan nyaman
masih diartikan sebagai pangan atau jasa rumah makan yang tidak mengandung atau
menggunakan bahan yang berbahaya. Pembinaan dan Pengawasan mengenai label halal
masih kurang maksimal dan pihak yang bertanggung jawab terhadap pangan dan jasa
rumah makan terfokus hanya pada cara produksi yang aman dari bahan baku dan
POM MUI melakukan sertifikasi bagi siapa saja pelaku usaha yang ingin memperoleh
Sertifikat Halal tanpa ada paksaan (sukarela) dan LPKSM termasuk YLKI yang
7
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2002). h. 56.
9
menjadi ujung tombak perlindungan konsumen belum melakukan upaya yang nyata
dalam melindungi konsumen muslim dari pangan dan jasa rumah makan yang tidak
halal.
F. Kerangka Pikir
Dasar Hukum
Nomor 8 Tahun 1999
tentang perlindungan
konsumen
G. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti di bawah dan thesa yang berarti
masih harus diuji atau rangkuman simpulan teoristis yang diperoleh dari tinjauan
pustaka. Hipotesis juga merupakan proporsi yang diuji kebenarannya atau merupakan
10
Ketika hasil perbandingan antara penerimaan (R) dengan biaya (C) Lebih kecil
dari satu (< 1) maka biaya prouksi dikatakan tidak efisien, ketika hasilnya lebih besar
H. Metode Penelitian
cara pengambilan data serta teknik-teknik analisis. Untuk lebih jelasnya, berikut ini
1. Jenis Penelitian
Informasi yang dimaksud yaitu informasi yang diperoleh dari data-data dalam
produksi fat bbq bone.
2. Pendekatan Penelitian
yang berupa angka atau data berupa kata-kata atau kalimat yang dikonversi menjadi
data yang berbentuk angka. Data yang berupa angka tersebut kemuadian diolah dan
8
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder, Ed.
Revisi 2, (Cet. V; Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 67.
9
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
h. 5.
11
3. Lokasi Penelitian
daerah penelitian adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah fat bbq bone yang
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, sumber data yang
digunakan adalah data sekunder. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Data merupakan bentuk jamak dari kata datum, yang berasal dari bahasa
Latin. Data dapat diartikan sebagai fakta-fakta, atau bisa dikatakan sebagai
a. Data primer
Data primer merupakan jenis data yang diperoleh dari sumber utama
(sumber asli), baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Sesuai dangan
asalnya dimana data tersebut diperoleh, maka data ini biasa disebut data mentah
(Raw data).12 Data primer dalam penelitian ini yang langsung dari lapangan
berupa data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data terkait karakteristik,
individu dan objek peneltian serta data yang berkaitan dengan unsur-unsur yang
10
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif (Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder), h,
20.
11
Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi, (Ed. 1; Cet. III;
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 118.
12
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian (Cet. 4; Yogyakarta: Gaja Mada University Press,
2012), h. 45.
12
digunakan dalam penelitian ini seperti biaya tetap seperti biaya sewa, biaya
variabel, harga jual dan penerimaan pada usaha fat bbq bone.
b. Data sekunder
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh.13 Data sekunder adalah data yang diproleh dari sumber kedua atau
sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. Data sekunder yang digunakan
dalam penelitian ini, yaitu: Dokumentasi dari fat bbq bone, laporan-laporan yang
penjelasan.14 Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting dalam penelitian
a. Observasi
13
Suharsimi Arikunto,” Penelitian Suatu Pendekatan Praktek “(Cet. XII; Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 107.
14
Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Pendidikan, Ed. 1, Cet. II;
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999, h. 169.
15
M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatis: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebujakan
Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Ed. 2, ([Cet.I]; Jakarta: Kencana, 2005), h. 143.
13
b. Wawancara
c. Dokumentasi
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang
akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri
16
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif ( Cet. IV; Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada,
2014) h. 109.
17
Sugiyono”Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D” (Cet. XXII; Bandung: Alfabeta,
2015), h. 244.
18
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah (Cet. IV;
Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 162.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
konsumen adalah pemakai barang. Istilah konsumen berasal dari kata consumer
kata konsumen adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan
produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang yang
diperjual belikan lagi. Jika ditelaah maka produsen berada pada posisi yang
lebih kuat dari pada konsumen, padahal dalam perdagangan itu haruslah adil
atau kedua pihak berada di posisi yang sejajar. Hal tersebut mendukung
atas produk barang atau jasa yang dibeli, pada tanggal 20 April 1999
Negara Republik Indonesia Nomor 3821. UUPK ini berlaku efektif pada
19
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), h. 2
15
konsumen secara legitimasi formal yang menjadi sarana dan kekuatan hukum
bagi konsumen dan tanggung jawab pelaku usaha sebagai penyedia pembuat
UUPK ini bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang
konsumen.
informasi tentang barang dan/ atau jasa baginya, dan menumbuhkan sikap
20
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:Rajawali Pers,
2010), h.1
21
Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2008), h. 9.
16
informasi itu;
keamanannya;
d) Pendidikan konsumen;
yaitu:
keseluruhan;
adil;
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual;
digunakan;
22
Celina Tri Siwi Kristianti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.
155.
18
Republik Indonesia23. Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila
konsumen;
kelompok diatas yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan, dan kepastian hukum.
disejajarkan dengan asas efisiensi. Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan
asas efisien karena menurut Himawan bahwa: “Hukum yang berwibawa adalah
melindungi diri;
23
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), h. 26.
24
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h. 33.
19
informasi;
Konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan
Konsumen Nasional.
25
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), h. 30.
20
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
diperdagangkan;
lainnya.
Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai
tukar barang dan/ atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku
usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang
diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang
berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek
yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah
daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih
murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang
26
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2011), h. 30
21
wajar.27 UUPK tidak hanya mengatur hak pelaku usaha saja, tetapi juga
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
yang berlaku;
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantian atas kerugian akibat
diperdagangkan;
atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian
UUPK menekankan bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha,
27
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia… h. 51.
28
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia…, h. 54.
22
dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik dimulai
sejak barang dirancang atau diproduksi sampai pada tahap penjualan, sebaliknya
pembelian barang dan/ atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena
2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,
4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
b. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
lainnya.
oleh Presiden Amerika serikat J.F. Kennedy di depan Kongres pada tanggal
l. Hak memilih;
transaksi pembelian barang atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena bagi
perlindungan konsumen secara patut. Kewajiban ini dianggap sebagai hal baru,
kewajiban secara khusus seperti ini dalam perkara perdata, sementara dalam
29
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), h. 39.
25
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Hak ini akan
sengketa secara patut. Hanya saja kewajiban konsumen ini, tidak cukup untuk
maksud tersebut jika tidak diikuti oleh kewajiban yang sama dari pihak pelaku
usaha.
2) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
nama barang, ukuran, berat, isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
dipasang dibuat.
barang atau jasa secara tidak benar, dan seolah–olah barang tersebut telah
tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna
tertentu.
barang atau jasa secara tidak benar, seolah-olah barang tersebut dalam
barang atau .jasa secara tidak benar, dan seolah-olah barang tersebut tidak
perlu dipatuhi oleh pelaku usaha atau penjual. Begitu banyak pula cara-
Cara negosiasi adalah cara penyelesaian perkara yang dilakukan antara pihak-
pihak yang bersengketa tanpa adanya pihak ketiga. Cara mediasi adalah cara
dengan memerlukan adanya pihak ketiga. Cara arbitrase adalah suatu tindakan
hukum ketika ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara
30
Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2014 ),
h. 27.
27
dua orang atau lebih kepada seseorang atau ahli yang disepakati bersama dengan
sengketa kepada badan hukum supaya diadili secara hukum yang berlaku.31
Konsumen, pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral
menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu
tertentu dan menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi.
Dalam sebuah transaksi jual beli juga tidak boleh terjadi unsur pemaksaan,
terutama dari pihak pelaku usaha atau penjual, ini diatur dalam pasal 15 Undang-
usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun
31
Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis, h. 27.
28
Tanggung jawab pelaku usaha atau penjual ini diatur dalam pasal 19 ayat 1
penggantian barang atau jasa yang sejenis, setara nilainya, atau perawatan
Akan tetapi tanggung jawab tersebut tidak perlu dilakukan oleh palaku usaha
apabila dalam transaksi yang melakukan kesalahan adalah pihak konsumen atau
pembeli, ini diatur dalam pasal 19 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan
pelaku transaksi. Apabila tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut maka salah
memberi tanggapan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen
peradilanpun juga tidak mudah, pasti ada beberapa hal yang perlu
kelemahan, dalam hal ini bisa diambil contoh misalnya BANI (Badan Arbitrase
Nasional Indonesia).
dihindari.
6) Putusan arbitrase mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara/
7) Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal karena berakhir atau batalnya
perjanjian pokok.
para pihak.
2) Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka
arbitrase tersebut.
Meskipun keputusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat kedua belah
pihak, namun dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan pembatalan, yaitu sebagai
berikut:
32
Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa, h. 102.
31
bersifat fundamental.
Sementara itu, dalam sebuah transaksi bisnis misalnya jual beli, penjual
bukanlah pihak yang satu-satunya harus bertanggung jawab terhadap barang yang
diperdagangkan. Dengan kata lain yang bisa dimintai tanggung jawab bisa dari
pihak agen atau distributor barang dagangan. Ini dibuktikan dengan adanya
Perlindungan Konsumen, berbunyi “pelaku usaha yang menjual barang atau jasa
kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan gugatan
konsumen apabila pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apapun atas barang atau jasa tersebut. ” Dan pasal 24 ayat 1b Undang-
usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab
atas tuntutan ganti rugi atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain,
didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang atau jasa
yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan
komposisi”.
Pelaku usaha yang berperan sebagai agen atau distributor juga dapat terbebas
dari tanggung jawab, ini diatur dalam pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi dan/ atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli
33
Ana Rokhmatusa’dyah, Hukum Investasi dan Pasar Modal (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.
125.
32
Sebelum Islam datang, Mekkah telah menjadi pusat perhatian seluruh kabilah
jazirah Islam karena adanya Ka’bah, dan suku Quraisy yang berdomisili di
Mekkah di kenal sebagai penjaga ka’bah yang merupakan tempat suci bagi
bangsa Arab. Suku Quraisy mendapat keuntungan besar atas status mereka
Quraisy tersebut di petik dalam skala yang lebih besar, yakni terjalinnya
hubungan politik ekonomi dan perdagangan yang lebih luas. Hal ini di buktikan
bagi suku Quraisy dari penguasa Negara-negara tetangga, pada waktu itu adalah
Irak, Syria, Yaman, dan Eropa. Karena pada itu pula Mekkah dianggap sebagai
ibukota seluruh jazirah Arab, dan juga di pandang sebagai pusat perdagangan
jazirah Arab.34 Pada saat itu, Mekkah telah mencapai kesuksesan yang sangat
mencengankan.
Keberhasilan bangsa Quraisy dalam perdagangan bukan tanpa alasan. Dalam The
Wealth of Nations, Adam Smith yang dianggap sebagai bapak Ilmu Ekonomi,
mengutip buku Doctor Pocock, yang menceritakan bahwa ketika para pedagang
34
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Tintamas, 1984), h. 23
35
Karen Amstrong, Muhammad Prophet For Our Time (Bandung: Mizan, 2007), h. 57.
33
Muslim akan memasuki suatu kota untuk berjualan, mereka akan mengundang
orang-orang yang lewat, termasuk orang miskin, untuk makan Perdagangan bagi
suku Quraisy dan bangsa Arab Umumnya merupakan fakta yang terjadi sebagai
akibat dari tandus dan gersangnya wilayah arab, sehingga sector pertanian buan
menjadi pilihan utama bagi bangasa Arab. Mereka makan bersama dan bersila,
mencatat tiga belas festival perdagangan di jazirah Arab pada zaman jahiliah.
Seluruh pasar dagang ini mampu mengundang pedagang dan pembeli dari timur
binti Khuwailid dengan mendapatkan imbalan dan/ atau upah. Kendatipun tidak
banyak literature yang berbicara tentang aspek perlindungan konsumen pada saat
36
Sami bin Abdullah al-Maghlust, Atlas Perjalanan Hidup Nabi Muhammad (Jakarta: AlMahira,
2009), h. 65
34
Rasulullah, konsumen juga mendapat perhatian dalam ajaran Islam, baik dalam
niali-nilai dan etika yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan bisnis.
melakukan perdagangan secara adil dan jujur. Selain itu pula, Rasulullah telah
yang adil dan jujur. Salah satu perinsip yang diletakkan Rasululah adalah
pihak dapat saling menjual dan membeli barang secara ikhlas tampa ada campur
Namun jika pasar dalam keadaaan tidak sehat, di mana terjadi kasus
pemerintah wajib melakukan regulasi harga pada tingkat yang adil antara
perodusen dan konsumen tampa ada pihak yang dirugikan atau diekploitsi oleh
pihak lain.38
ekonomi yang tidak adil dan menjerumus kepada penzaliman telah dihapus dan
37
Jusmaliani, Bisnis Berbasis Syariah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 49.
38
Ikhwan Hamdani, Sistem Pasar, Pengawasan Ekonomi (Hisbah) Dalam Perspektif Ekonomi
Islam (Jakarta: Nur Ihsani, 2003), h. 28.
39
Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Jakarta: Bank
35
penjual akan mendapatkan harga yang tinggi untuk barang yang cacat atau
informasi yang jelas tentang kualitas barang yang akan dia beli.
pujian kualitas secara tidak wajar, dengan tujuan untuk menaikkan harga
barang.40
dan di haramkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini tentu saja sangat
rohaniah.
yang akan dijual, tentu saja praktik perdagangan seperti ini sangat
merugikan konsumen.41
bahwa praktik perdagangan yang diajarkan Islam berpijak dari perlindungan hak-
hak konsumen, kendatipun pda saat itu terminologi “konsumen” belum dikenal.
Karena itu pula, kejujuran, keadilan dan transparansi merupakan pokok ajaran
konsumen yang ada pada masa Rosulullah tersebut belum terperinci secara
akhirnya diadopsi oleh dunia modern sekarang. Hal ini sekaligus bantahan
41
Abul Futuh habiri, Sukses Bisnis Berkat Wasiat Nabi… h. 75.
37
hukum dalam Islam yang telah disepakati oleh para fuqaha ada 4, yaitu
berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Sumber- sumber hukum ini
dalam ajaran Islam. Sunnah adalah sumber hukum kedua (sumber sekunder)
setelah Al-Qur’an, dan dapat dijadikan sumber hukum pertama (sumber primer)
Adapun ijma’ adalah kesepakatan semua mujtahid dari kalangan umat Islam pada
suatu masa, setelah wafatnya Rasulullah SAW atas suatu hukum syara’ mengenai
Rasulullah SAW dan hanya dapat dijadikan sebagai sumber hukum apabila tidak
menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nash-nya kepada kejadian yang
ada nash-nya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash. Qiyas ini
Sepintas ayat ini memang berbicara tentang riba, tetapi secara implisit
disebutkan tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya (tidak dizalimi dan tidak
pula dizalimi). Dalam konteks perdaganan, tentu saja potongan akhir ayat
perlindungan konsumen secara empiris seperti saat ini. Walaupun penuh dengan
perlindungan hak-hak pelaku usaha atau produsen dan konsumen. Kerena Islam
nilai keimanan dalam peraktik perdagangan dan peralihan hak. Terkait dengan
1) Khiyar Majelis
42
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, h.41
43
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 58.
39
jual beli selama keduanya masih dalam satu majelis (belum berpisah).
Khiyar merupakan hak yang ditetapkan unuk pelaku usaha dan konsumen,
jika terjadi ijab dan kabul antara produsen dan konsumen, dan akadnya
majelis.
2) Khiyar Syarat
Khiyar syarat adalah salah satu pihak yang berakad membeli sesuatu
dengan keentuan memiliki khiyar selama jangka waktu yang jelas. Selama
tersebut atau membatalkannya. Syarat ini juga oleh bagi kedua belah pihak
yang berakad secara bersama-sama, juga boleh bagi salah satu pihak saja ia
mempersyaratkannya.
3) Khiyar Aibi
4) Khiyar Tadlis
barang, maka haram baginya. Dalam hai ini pembeli memiliki khiyar
5) Khiyar Ru’yah
Khiyar jenis ini terjadi bila pelaku usaha menjual barang dagangannya
sementara barang tersebut tidak ada di dalam majelis jual beli. Jika pembeli
maka pembeli berhak menarik membatalkan diri dari akad jual beli
tersebut.44
6) Khiyar Ta’yin
barang yang dia inginkan dari sejumlah atau kumpulan barang yang di jual
(empat) ekor kambing dari sekumpulan kambing, maka pembeli diberi hak
perlindungan hak-hak konsumen pada saat ini. Namun jika dikaji secara
mendalam dari sisi pengaturan, nilai, dan tujuan memiliki peran dan fungsi
khiyar aibi dengan the right to safety, khiyar ta’yin dengan the right to
choose, khiyar tadlis dan aibi dengan the right tobe informed, khiyar
44
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 62.
41
Dhaman Itlaf adalah ganti rugi akibat dari perusakan barang. Ganti rugi
itlaf tidak hanya berhubungan dengan kerusakan harta benda saja, tetapi juga
menyangkut jiwa dan anggota tubuh manusia. Dhaman ‘aqdin adalah terjadinya
suatu aqad atau transaksi sebagai penyebab adanya ganti rugi atau tanggung
jawab. Ganti rugi wadh’u yadin adalah ganti rugi akibat dari kerusakan barang
yang masih berada di tangan penjual apabila barang belum diserahkan dalam
sebuah aqad yang sah dan ganti rugi karena perbuatan mengambil harta orang
lain tanpa izin. Dhaman al-hailulah adalah ganti rugi pada jasa penitipan barang
(alwadi) jika terjadi kerusakan atau hilang, baik kerusakan atau hilangnya itu
disebabkan karena kelalaian atau kesengajaan orang yang dititipi. Dhaman al-
maghrur adalah ganti rugi akibat tipu daya. Dhaman al-maghrur sangat efektif
dapat merugikan orang lain pelakunya harus membayar ganti rugi sebagai
45
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 101.
46
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Dalam Islam (Jakarta: Kencana, 2013), h. 3.
42
ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَطِ ْيعُوا هّٰللا َ َواَطِ ْيعُوا الرَّ س ُْو َل َواُولِى ااْل َم ِْر
ازعْ ُت ْم ِفيْ َشيْ ٍء َف ُر ُّد ْوهُ ِا َلى هّٰللا ِ َوالرَّ س ُْو ِل ِانْ ُك ْن ُت ْم َ ِم ْن ُك ۚ ْم َف ِانْ َت َن
ࣖ ُت ْؤ ِم ُن ْو َن ِباهّٰلل ِ َو ْال َي ْو ِم ااْل ٰ خ ۗ ِِر ٰذلِ َك َخ ْي ٌر وَّ اَحْ َسنُ َتأْ ِو ْياًل
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah SWT dan taatilah Rasul
(nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah SWT
(Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah SWT dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa : 59)
Negara dalam mengatur dan mengawasi kondisi prekonomian masyarakat
melalui sebuah lembaga yang bernama “al-hisbah”. Melalui lembaga al-hisbah ini
lembaga al-hisbah ini memiliki tugas dan kewenangan untuk mengawasi industri,
barang, praktik riba, dan perantara (calo-calo atau makelar). 47 Pejabat yang
agama dan bekerja untuk pemerintah. Ada beberapa fungsi ekonomis yang
47
Ahmad Mustaq, Etika Bisnis Dalam Islam (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2003), h. 15.
43
DAFTAR RUJUKAN
Abul Futuh habiri, Sukses Bisnis Berkat Wasiat Nabi, Jakarta: Pustaka Al-Kausar,
2007.
Ahmad Mustaq, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2003.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Rajawali
Pers, 2010.
Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode dan Penelitian Hukum, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003.
Ana Rokhmatusa’dyah, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Jakarta: Sinar Grafika,
2009.
Celina Tri Siwi Kristianti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika,
2009.
Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Kencana, 2013.
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakata: Balai Pustaka,
1986.
Karen Amstrong, Muhammad Prophet For Our Time, Bandung: Mizan, 2007. Kartini
Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mundur Maju, 1996.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.
Moh Pabundu Tika, Metodologi Riset Bisnis, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
45
Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi, Jakarta:
Bank Muamalat, 1996.
Sami bin Abdullah al-Maghlust, Atlas Perjalanan Hidup Nabi Muhammad, Jakarta:
AlMahira, 2009
Sisi Susanti, wawancara dengan penulis, Bandar Lampung, 1 Juli 2020. Suci Pratiwi,
wawancara dengan penulis, 1 Juli 2020.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.
Susiadi, Metodologi Penelitian Hukum, Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbit LP2M
IAIN Raden Intan Lampung, 2015.