Anda di halaman 1dari 15

PENANGANAN KELUHAN KONSUMEN BERKAITAN

DENGAN PEREDAAN PRODUK PANGAN KADALUARSA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Perlindungan Konsumen

DOSEN PEMBIMBING:
LAILAN NAHARI, SH, M.H

Oleh:

1. Rahmelia Khoirunnisa
2. Riski Safitri

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

MANDAILING NATAL

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua


tentang pembinaan kancah umat dalam kehidupan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Aamiin.

Panyabungan, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Produk


Makanan dan Minuman bagi Konsumen ........................................3
B. Sanksi Yang Dikleluarkan Pemerintah Terhadap BPOM Terkait
Barang Atau Makanan Kadaluarsa...................................................5
C. Masalah Yang Diadukan Konsumen Terkait Produk Pangan
Kadaluarsa........................................................................................7
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam suatu kegiatan bisnis, banyak masalah yang kadang-kadang muncul


begitu saja. Persaingan dalam kegiatan usaha senafas dengan kegiatan usaha itu
sendiri. Pada prinsipnya, setiap orang berhak menjual atau membeli barang atau
jasa “apa”, “dengan siapa”, “berapa banyak” serta “bagaimana cara” produksi,
inilah apa yang disebut dengan ekonomi pasar. Sejalan dengan itu, perilaku dan
struktur pasar terkadang tidak dapat diprediksi, sehingga tidak jarang
menimbulkan kecurangan. Salah satu bentuk kejahatan bisnis yang dilakukan oleh
sebagian pengusaha yang tidak bertanggung jawab adalah memproduksi,
mengedarkan, menawarkan produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan
manusia (konsumen). Ulah para pengusaha yang hanya mementingkan
keuntungan tanpa memperhatikan akibat bagi konsumen tersebut telah menelan
banyak korban. Hak-hak konsumen yang disebutkan diatas terlihat bahwa masalah
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling
utama dalam persoalan perlindungan konsumen.

Peraturan yang mengatur hak-hak konsumen seharusnya dapat


membentengi konsumen dari penyalahgunaan yang dilakukan pelaku usaha.
Informasi bagi konsumen adalah hal yang sangat penting, karena jika tidak
memadainya informasi yang disampaikan kepada konsumen juga merupakan
salah satu cacat produk yang dikenal dengan cacat instruksi atau informasi yang
tidak memadai agar terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam
mengkonsumsi produk yang ada. Hak tersebut dapat dikaitkan pula dengan hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam konsumen barang atau jasa
khususnya terhadap produk pangan kemasan yang kadaluwarsa. Peredaran
makanan kadaluwarsa ini juga dapat ditemui peredarannya di pasar-pasar modern
seperti supermarket atau swalayan serta warung-warung kios makanan. Pedagang
yang menjual pangan berkilah, mengaku tidak mengetahui jika ada barang-barang

1
yang dijualkan tak layak jual. Pedagang tersebut hanya meminta maaf kepada
pembeli dan bersedia mengganti makanan tersebut dengan yang baru. Dengan,
demikian perlindungan hukum terhadap konsumen yang diberikan oleh negara
harus segera diimplementasikan dalam kerangka kehidupan ekonomi dalam
kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang harus pula diimbangi dengan campur
tangan atau inisiatif baik dari pelaku usaha dan konsumen.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Produk
Makanan dan Minuman bagi Konsumen ?
2. Bagaimana sanksi yang dikleluarkan pemerintah terhadap BPOM terkait
barang atau makanan kadaluarsa?
3. Bagaimana masalah yang diadukan konsumen terkait produk pangan
kadaluarsa?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penerapan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Produk Makanan dan


Minuman bagi Konsumen
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen di antaranya adalah hak
atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan
jasa. Kemudian hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkannya sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan penggantian apabila barang dan
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya. Selain itu sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK) tersebut konsumen berhak mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut, serta berhak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.1
Sedangkan sesuai dengan Pasal 5 UUPK, konsumen wajib membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan jasa, demi keamanan dan keselamatan, beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan jasa, membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati, serta mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut. UUPK No.8 Tahun 1999 hingga kini masih belum
diterapkan sebagaimana mestinya. Pengusaha sebagai penyedia barang dan jasa
kurang memperhatikan kewajibannya dan hak-hak konsumen begitu juga
masyarakat tidak terlalu memperdulikan haknya sebagai konsumen. Padahal
dalam UUPK dinyatakan secara rinci hak-hak masyarakat selaku konsumen dan
apa saja yang harus dipatuhi pelaku usaha atau produsen. Untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat umum dan pelaku usaha mengenai UUPK itu,
1
Abdul Halim Barakatulah, (2008), Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis
dan Perkembangan Pemikiran) ctk. Pertama, Penerbit Nusa Media, Bandung

3
dalam beberapa tahun terakhir gencar dilakukan kegiatan sosialisasi dan seminar.
Melalui kegiatan itu diharapkan pengusaha sebagai penyedia barang dan jasa lebih
memperhatikan hak-hak konsumen dan masyarakat sebagai konsumen tidak
membiarkan tindakan pengusaha yang tidak menjunjung tinggi aturan yang telah
ditetapkan pemerintah. Masyarakat selaku konsumen juga diharapkan bisa
terhindar mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi standar kesehatan, serta
menggunakan produk barang dan jasa yang tidak memenuhi standar nasional
Indonesia (SNI) atau illegal. Selain melindungi masyarakat, sosialisasi yang kerap
digencarkan juga bertujuan untuk mengingatkan pedagang dan pelaku usaha
dalam menjual atau menghasilkan produk barang dan jasa agar memperhatikan
kualitas, keamanan konsumen, dan sesuai ketentuan hukum. Masyarakat yang
menjadi target pemasaran produk barang dan jasa harus dilindungi dengan
dibekali pemahaman yang cukup mengenai UU Perlindungan Konsumen (UUPK)
No.8 Tahun 1999.
Dengan memahami UUPK diharapkan masyarakat cerdas berbelanja
khususnya untuk produk konsumsi yang bisa memberikan efek gangguan
kesehatan. Jika merasa diperlakukan kurang baik oleh produsen atau penyedia
barang dan jasa, masyarakat harus bereaksi melakukan upaya hukum sesuai
dengan UUPK tersebut.7 Masyarakat selaku konsumen jangan takut melapor jika
merasa dirugikan oleh pihak perusahaan penyedia barang, jasa, dan makanan.
Hingga kini, masyarakat terkesan tidak mau repot berurusan dengan hukum atau
menggugat perusahaan penyedia barang dan jasa sesuai aturan hukum yang
berlaku, karena sampai sekarang belum ada pengusaha yang ditindak tegas atau
perusahaannya dikenakan sanksi berat, bahkan ditutup usahanya karena
merugikan konsumennya.
Akibat kurang perduli dan seriusnya masyarakat menggugat produsen
yang telah melakukan pelanggaran UUPK, masih banyak perusahaan penyedia
barang dan jasa yang jelas-jelas merugikan konsumen terkesan dibiarkan saja.
Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang bahwa perlindungan terhadap
konsumen harus menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah khususnya pada
produk pangan yang beredar di lingkungan masayarakat, sehingga para konsumen

4
dan masyarakat pada umumnya tidak menjadi korban dari pihak produsen yang
tidak bertanggungjawab. Pemenuhan pangan yang aman dan bermutu merupakan
hak asasi setiap manusia. Oleh Karena itu, pemerintah wajib memberi perhatian
khusus pada kegiatan perdagangan nasional. Undang-undang Perindungan
Konsumen diharapkan dapat menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang adil
tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha, melainkan secara langsung untuk
kepentingan konsumen, baik selaku pengguna, pemanfaat maupun pemakai
barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Perlindungan terhadap
konsumen maka setiap produk pangan khususnya produk makanan dan minuman
wajib memenuhi standard keamanan dan mutu pangan, sebagaimana diatur dalam
undang-undang kesehatan Pasal 111 bahwa makanan dan minuman yang
dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standard dan/atau
persyaratan kesehatan. Hal ini dilakukan untuk memenuhi hak konsumen yakni
berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang
dan/atau jasa.
B. Peran BPOM Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Yang Beredar di
Masyarakat
Umumnya makanan yang tanpa izin berasal dari negara lain yang bebas
masuk melalui daerah perbatasan dan pelabuhan tikus. Sedangkan untuk makanan
kadaluarsa atau tak terdaftar banyak ditemukan dalam produksi usaha kecil dan
menengah yang menjadi tumpuan perekonomian rakyat. Mungkin tidak salah
apabila prinsip kehatihatian dalam setiap kita berbelanja. Dalam hal ini perlunya
pembinaan oleh pemerintah daerah dan pengawasan berkelanjutan dari BPOM
akan membantu masyarakat, sehingga implementasi perlindungan hukum
terhadap konsumen dan pelaku usaha benar-benar tercapai. Berdasakan gambaran
diatas memberikan dasar bahwa peredaran produk makanan bermasalah teryata
berdampak luas terhadap kemaslahatan kehidupan masyarakat, tanpa kita sadari
bahwa perilaku sehari-hari sering meremehkan hal-hal yang berhubungan dengan
produk makanan. Kita kembali tersadar apabila mendengar si Fulan meninggal
akibat keracunan produk makanan X. Berapa banyak sebenarnya korban akibat
mengkonsumsi produk yang bermasalah, tentu ini memerlukan penelitian yang

5
mendalam, diakibatkan banyaknya korban yang tidak terekpose oleh media cetak
dan media elektronik. Pentingnya optimalisasi peran bersama antara Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dengan berbagai lembaga terkait untuk
melakukan pengawasan terhadap produk makanan kadaluarsa, produk berformalin
dan berkeqamasan rusak terutama pada saat menjelang Ramadhan dan lebaran.
Lembaga terkait ini mempuyai peran yang strategis dalam penanggulangan
makanan dan obat-obatan yang kadaluarsa, berformalin dan berkemasan rusak,
misalnya dilibatkannya lembaga Kepolisian dan Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Disperindag) yang tersebar Kabupaten/Kota Provinsi guna untuk
melakukan penyitaan dan pencabutan izin usaha apabila ketentuan keamanan
mengenai pengan dilanggar.
Operasi pasar secara sebagai salah satu upaya untuk meminimalisir
penyimpangan dan tindak pidana yang dilakukan dalam perdagangan. Upaya ini
tentu sangat berpengaruh terhadap intensitas peredaran produk makanan yang
bermasalah. BPOM harus senantiasa mengembangkan pemantauan dan
pengawasan terhadap makanan dan obat-obatan yang beredar luas di masyarakat.
Pencegahan sejak dini harus dilakukan agar tidak ada korban.2
Program-program BPOM juga harus berintegrasi agar hasilnya juga
maksimal. Sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan obat
dan makanan BPOM diharapkan memiliki kebijakan strategis dan tindakan
kongkrit yang langsung menyentuh ke masyarakat. Permasalahan makanan
kadaluwarsa bukan hanya menjadi isu kelas menengah ke atas, namun hampir
menyentuh seluruh lapisan masyarakat, dan tak jarang, masyarakat yang
menengah ke bawah lah yang sering menjadi korban. Kewenangan terbesar
penertiban makanan bermasalah ada di BPOM, disamping lembaga lain yang juga
berwenang. Untuk itu diharapkan BPOM mengambil inisiatif untuk koordinasi
dengan instansi lain, meskipun harus diakui terkadang ada kendala teknis
pengawasan terkait tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi. Begitupun

2
Zaeni Asyadie, (2005), Hukum Bisnis (Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia),
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 90

6
lanjutnya, dalam situasi frekuensi transaksi kebutuhan pokok begitu melonjak dan
tingkat kehati-hatian masyarakat menurun, maka BPOM dan instansi lain perlu
memperkuat koordinasi pengawasan.
Bagaimanapun masih adanya dugaan makanan kadaluarsa di pasaran atau
pusat perbelanjaan perlu perhatian serius dari pemerintah. Artinya jangan sampai
masyarakat dirugikan. Untuk mengatasi maraknya peredaran makanan yang
kadaluarsa, berformalin dan berkemasan rusak, Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 111 ayat (1) menyatakan bahwa makanan
dan minuman yang digunakan masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau
persyaratan kesehatan. Terkait hal tersebut di atas, Undang-Undang tersebut
menjelaskan bahwa makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan
standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk
diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Untuk itu kita berharap
semoga BPOM dapat melakukan penertiban terhadap produk makanan yang
ditenggarai bermasalah dan berpotensi menimbulkan korban jiwa.3
C. Pelaksanaan Sanksi Dari Badan POM Terhadap Pelaku Yang Menjual
Produk Kadaluarsa
Pasal 8 Undang-undang No.8 Tahun 1999 Tentang perlindungan
Konsumen, menjelaskan :
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/ atau memperdagangkan
barangdan/jasa yang: (g). Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau
jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang baik atas barang tertentu.

Menurut pasal 79 ayat 4 Peraturan Badan Pengwas Obat dan Makanan no


27 tahun 2017 tentang pendaftaran Pangan Olahan menyatakan Pangan Olahan
yang masa berlaku Izin Edarnya telah habis dilarang diproduksi dan/atau
diedarkan.

3
Az. Nasution, (1999), Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Daya
Widya. Hal. 120

7
Menurut pasal 4 ayat (1) Kepmen Perindag 350/Mpp/Kep/12/2001,
penyelesaian sengketa konsumen oleh BPOM Kota Denpasar dan BPSK melalui
cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase dilakukan atas dasar pilihan dan
persetujuan para pihak yang bersangkutan.9 Undang-Undang Perlindungan
Kosumen melalui ketentuan Pasal 19 ayat (1) hanya menyebutkan pihak pelaku
usaha yang bertanggungjawab. Tidak diberikan penjelasan lebih rinci pelaku
usaha siapa yang dimaksud. Guna kepastian hukum, memang seharusnya ada
kejelasan siapa pelaku usaha yang harus bertanggungjawab atas kerugian
konsumen dalam hal produk makanan kadaluarsa.

Memperhatikan substansi Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan


Konsumen, bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi :

1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan.


2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran.
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.

Berdasarkan hal tersebut, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang
berupa makanan kadaluarsa bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggung
jawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha
meliputi segala kerugian yang dialami berkaitan dengan konsumsi dan
perdagangan barang dan/atau jasa di masyarakat. Selanjutnya memperhatikan
bentuk ganti rugi yang dapat diberikan terhadap konsumen yang dirugikan,
menurut ketentuan Pasal 19 ayat (2) dapat berupa:

1. Pengembalian uang
2. Penggantian barang dan/atau jasa yang setara nilainya.
3. Perawatan kesehatan.
4. Pemberian santunan.

D. Masalah yang Diadukan Konsumen tentang Pangan Kadaluarsa


Data Pengaduan Makanan dan Minuman di YLKI
Pengaduan komoditas makanan dan minuman ke YLKI dari tahun ke
tahun memang sangat kecil. Hal ini bukan berarti tidak ada masalah di lapangan.

8
Namun dengan sedikit yang masuk ke YLKI bisa menjadi indikator permasalahan
produk makanan-minuman di masyarakat masih dijumpai.
Permasalahan komoditas makanan – minuman yang kerap diadukan
konsumen kebanyakan mengenai: makanan/minuman rusak, yaitu makanan yang
belum masuk masa kadaluwarsa namun sudah terindikasi rusak lebih dulu.
Makanan/minuman tercemar yaitu sudah berubah warna, berubah bentuk dari cair
menjadi padat atau sebaliknya, berubah rasa, berbau dan terselip benda asing
didalam makanan. Selain itu permasalahan lain adalah tidak mencantumkan
tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa.
Pengaduan makanan dan Minuman  di YLKI dalam 5 tahun terakhir

Tahun Jumlah Persentase

2005 10 1,13

2006 8 1.44

2007 6 1.33

2008 12 2,8

2009 7 1,7

Juni 2010 6 1,4

Sumber:     Pengaduan dan Hukum YLKI


persentase dibandingkan jumlah pengaduan komoditas lain yang masuk
ke   YLKI.

9
Secara kuantitas, pengaduan permasalahan makanan dan minuman di YLKI
mengalami fluktuatif dengan jumlah tertinggi pada 2008 sebanyak 12 kasus
pengaduan. Kecilnya persentase pengaduan makanan dan minuman yang masuk
ke YLKI dibandingkan dengan pengaduan komoditas lain, bukan menjadi
simpulan peredaran makanan di Indonesia tidak memiliki banyak masalah.
Betapapun kecil, menjadi tengara bahwa masih terdapat permasalahan terkait
dengan makanan dan minuman yang beredar dipasaran.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perlindungan konsumen terhadap produk pangan kadaluarsa sebenarnya sudah


ditetapkan oleh Undang-Undang, namun pada kenyataannya masih banyak pelaku usaha
yang mengabaikan ketentuan-ketentuan tersebut sehingga dapat merugikan bagi pihak
konsumen yang mengkonsumsi terhadap produk yang diperjualkan oleh pelaku usaha.

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap pedagang makanan kemasan dalam
usaha melindungi konsumen adalah memenuhi kewajiban administratif, antara lain
terdaftarnya produk dan perusahan makanan kemasan di Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). Disamping kewajiban administratif tersebut kewajiban yang harus
dipenuhi pedagang adalah memberikan ganti kerugian sebagaimana diwajibkan oleh
UndangUndang Perlindungan Konsumen. Upaya penyelesaian sengketa antara konsumen
dengan pedagang dalam hal makanan kemasan yang telah kadaluwarsa adalah tidak ada
yang dilakukan di peradilan umum. Akan tetapi sebagaimana yang berlaku dalam
prakteknya, pelaku usaha dan konsumen hanya menempuh dengan cara-cara damai.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Barakatulah, (2008), Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran) ctk. Pertama, Penerbit Nusa Media, Bandung

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, (2004), Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali
Pers, Jakarta

Az. Nasution, (1999), Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Daya
Widya

Husin Syawali, Neni Sri Imamyati, (2000), Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan I,
Jakarta; Penerbit CV. Mandar Majis

Zaeni Asyadie, (2005), Hukum Bisnis (Prinsip dan Pelaksanaannya di


Indonesia), Jakarta: Raja Grafindo Persada

12

Anda mungkin juga menyukai