Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FIQH DAKWAH

TENTANG
FAKTOR-FAKTOR KESUKSESAN DAI DALAM BERDAKWAH

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. DATUK IMAM MARZUKI, M.A

OLEH :
1. Amalia Risky 21140004
2. Riadhoh Amalia 21140005
3. Muhammad Alawi 21140010

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat hidayah dan taufiq-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami
dengan tepat waktu. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kesehatan dan
kesempatan kepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya
Sholawat dan salam ke Ruh junjungan nabi Besar muhammad SAW yang
telah membawa risalah islam ke tengah-tengah ummatnya, guna mengeluarkan
ummatnya dari alam kebodohan menuju alam yang berilmu pengetahuan yang
disertai iman dan islam sebagaiman yang kita rasakan saat sekarang ini.
Akhirnya hanya kepada Allahlah kami berserah diri dan memohon ampun
atas kesalahan yang diperbuat, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi
penulis khususnya, pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Panyabungan, November 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

A. Faktor Kesuksesan Da’i Dalam Berdakwah..................................2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Pada zaman modern ini, sudah banyak sekali bermunculan para da’i-da’i
di tanah air. Bahkan untuk saat ini, da’i sudah menjadi bagian dari sebuah
profesionalisme. Yang sehingga berbagai macam gaya, berbagai macam slogan,
berbagai macam sifat antara satu da’i dengan da’i lain menjadikan mad’u semakin
memilih, siapa da’i  yang enak dipanggil? Siapa da’i yang memiliki bayaran
murah? Siapa da’i yang memiliki kualitas terbaik? Dan lain-lain macamnya.
            Ketika para da’i sudah terfokus pada sebuah kata “profesionalisme”,
mereka pun terkadang lupa dengan target dakwah mereka. Mereka melupakan
yang namanya retorika atau bahkan mereka sendiri tidak mengetahui ilmu retorika
itu seperti apa. Dan tidak hanya sampai pada ilmu retorika, mereka pun terkadang
pula melupakan aturan dalam kaidah ilmu dakwah.
            Ketika dakwah sudah dapat dikatakan sebagai ilmu dakwah, seharusnya
pada da’i pun dituntut untuk berdakwah dengan kaidah ilmu dakwah, bukan hanya
sekedar berdakwah sebagai kewajiban “profesionalisme” saja. Pada dasarnya
banyak sekali untuk zaman sekarang ini para da’i yang berdakwah, namun mereka
lupa akan kaidah ilmu dakwah. Da’i tidak mengetahui bagaimana berdakwah pada
mad’u yang bernotabene masyarakat perkotaan, pedesaan, kaum industri dan lain-
lain. Da’i lupa akan aturan penyampaian dakwah yang sistematis, dari pembuka,
isi, dan kesimpulan. Yang sehingga semua itu menyebabkan miss
communication antara da’i dengan mad’u. Atau kita sebut saja, dakwah yang sia-
sia, da’i menggugurkan kewajibannya sebagai pendakwah, dan mad’u hanya
duduk diam tanpa mengetahui apa yang disampaiakan oleh da’i tersebut.
            Oleh karenanya, dalam observasi ini, saya akan memberikan sebuah
gambaran mengenai da’i yang sebenar-benarnya. Da’i yang mengetahui kaidah-
kaidah ilmu dakwah, dan da’i yang mengetahui kaidah ilmu retorika.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya seorang dai dalam
berdakwah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Pendukung Kesuksesan Dakwah


            Ketika kita ingin menilai seorang da’i, apakah ia sudah dapat disebut
sebagai da’i atau belum, maka kita harus melihat pada faktor pendukung seorang
da’i. Karena, faktor pendukung inilah yang akan menjadikan suksesnya seorang
da’i dalam menyampaikan dakwahnya. Seperti yang sudah saya katakan pada
bagian pendahuluan, utnuk saat ini begitu banyak para da’i yang bermunculan,
bahkan sekarang da’i sudah dikatakan sebagai profesionalisme. Namun, da’i yang
benar-benar da’i inilah yang sekarang semakin sulit untuk ditemukan. Sehingga,
coba kita lihat kembali apa saja faktor pendukung tersebut yang menjadikan da’i
adalah seorang da’i sukses:
1. Da’i
a. Memiliki kemampuan dalam ilmu (khususnya agama)
b. Memiliki akhlak yang baik
c. Pandai bergaul
d. Memiliki persiapan yang cukup
e. Memiliki kemampuan dalam menggunakan media dakwah
2. Mad’u (pendengar)
Objek yang jelas untuk terlaksananya dakwah. Wajib hukumnya untuk
seorang da’i mencari tahu kondisi mad’u sebelum ia memberikan
tausiyahnya. Karena dengan mengetahui kondisi mad’u lah da’i akan dapat
menentukan materi serta metode apa yang cocok untuk mad’unya.1
3. Materi dakwah
a. Materi yang disampaikan sesuai dengan objek dakwah
b. Materi yang disampaikan sistematis (sesuai dengan kaidah retorika).
Sering kita melihat Ustad ataupun ustazah yang menyampaikan tausiyah
dengan sangat matang. Saking matangnya dai pun lupa akan waktu, tak terasa

1
Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 130

2
sudah satu jam. Namun apa daya, da’i yang berpidato satu jam ternyata tidak
menarik simpatik mad’u karena materi yang disampaikan oleh da’i tidaklah cocok
dengan mad’u, entah mad’u tidak mengerti dengan materi yang disampaikan
ataupun mad’u merasa tausiyah yang disampaikan terlalu dasar sehingga mad’u
cuek dengan apa yang disampaikan oleh da’i.
Lebih parah lagi, sering kita melihat da’i yang berbicara pannjang lebar,
namun tidak memiliki tujuan yang jelas atas tausiyah yang disampaikan. Isi materi
yang disampaikan sudah melebar jauh dari tema yang ditetapkan seolah
menunjukan da’i tersebut memiliki ilmu yang sangat banyak. Hal ini jelas salah.
Dalam berdakwah sebaiknya da’i menahan diri, serta harus menguasai betul yang
namanya beretorika. Ia harus paham bagaimana berdakwah yang baik, dimulai
dengan pembuka, isi, kesimpulan dan penutup. Sehingga tausiyah yang
disampaikan pun akan mudah diserap oleh mad’u dan memiliki tujuan yang jelas
atas materi yang disampaikan.2
4. Media dakwah
a. Media yang dapat digunakan dalam dakwah (majalah, tv, mikrofon dan
lain-lain).
5. Metode
Dapat menggunakan metode dakwah dengan baik yang sesusai
kondisi mad’u.
Kerap kali kita mendengar bahwa dakwah humoris, dakwah santai,
merupakan sebuah metode agar menarik mad’u. Faktanya bukan, buat apa
humoris kalau mad’u tidak mengerti, merasa dilecehkan, atas cara da’i
menyampaikan dakwahnya. Maka, dalam al-Qur’an Allah telah berfirman pada
surat An-Nahl ayat 125  yang menyatakan bahwa metode dakwah ada tiga. yakni:
1) Metode bil hikmah : yakni disampaikan kepada golongan cendekiawan
yang cinta kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang mampu berfikir
secara keritis serta cepat dalam menangkap arti persoalan. Sehingga

2
Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: kencana. Hal. 40

3
mereka harus dipaggil dengan metode bil hikmah yakni, dengan alasan-
alasan, dalil, dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
2) Metode mau’idzah hasanah: yakni disampaikan kepada golongan orang-
orang awam. Mereka adalah orang-orang yang belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka dipanggil dengan mau’idzah
hasanah yakni, dengan memberikan kisah-kisah teladan, perumpamaan-
perumpamaan yang menyentuh jiwa, dengan anjuran-anjuran serta didikan
baik yang mudah dipahami.
3) Metode mujadallah billati hiya ahsan: yakni disampaikan kepada ahli
kitab dan penganut agama lain. Yaitu berdakwah
dengan mujadallah (perdebatan) dengan cara yang baik. Perdebatan
dengan menggunakan logika yang benar dan retorika yang halus, lepas
dari kekerasan dan umpatan-umpatan. Metode ini mengajak mereka
bertukar fikiran, guna mendorong agar mereka dapat berfikir secara sehat
dan dengan cara yang lebih baik.
            Itulah kelima faktor pendukung seorang da’i. Seorang da’i tidak hanya
memikirkan dirinya sendiri, melainkan ia harus memikirkan kondisi mad’u,
materi dakwah, media apa yang akan membantunya dalam berdakwah, serta
metode apa yang sekiranya tepat digunakan pada kondisi mad’u tersebut.3
Semoga, dengan apa yang sudah saya sampaikan di atas, mampu
memberikan gambaran kepada kita semua, khususnya da’i-da’i agar dapat
berdakwah sesuai dengan apa yang sudah saya sampaikan di atas. Dengan
beginilah da’i dapat dikatakan sebagai da’i, yang memeberikan pengetahuan
kepada mad’unya dan dapat diterima, bukan hanya sekedar menggugurkan
kewajiban atas amplop yang sudah diterima oleh da’i (mengingat da’i pada saat
ini sudah dikatakan sebagi profesionalisme).

3
Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo Persada.
Hal. 25

4
Jadi, dapat disimpulkan, da’i seperti inilah mampu memenuhi syarat faktor
pendukung seorang da’i. Yang dimana faktor pendukung itulah yang akan
membawanya pada keberhasilan dakwah, yakni:
a. Memiliki tujuan yang jelas
b. Subjek yang memenuhi syarat
c. Metode yang tepat
d. Materi yang sistematis
e. Media yang memenuhi syarat
f. Serta mad’u (keinginan untuk berubah menjadi lebih baik)

Metode yang efektif yang digunakan adalah metode yang sudah


dijelaskan dalam surat An Nahl ayat 125, yaitu metode bi al hikmah; metode
al mauidza al hasanah; dan metode al mujadalah. Perlunya teknik al hikmah
dalam hal ini karena keadaan penduduk yang masih mempercayai
paranormal, sehingga pendakwah harus mempunyai kemampuan untuk
menjelaskan ajaran islam dengan mengkaji realitas serta memberikan
argumentasi yang logis. Dengan penggunaan teknis al hikmah yang benar,
diperlukan juga bahasa yang komunikatif agar mad’ u mampu mengkaji
materi dengan baik. Materi disampaikan dengan penuh kasih sayang, tidak
membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain, sebab
kelemahlembutan dalam menasehati sering kali dapat meluluhkan hati
yang keras dan menjinakkan hati yang liar, ia lebih mudah melahirkan
kebaikan dari pada larangan dan ancaman. Setelah memberikan materi
dengan memperhatikan kondisi mad’u, tukar pendapat atau tanya jawab perlu
dilakukan secara sinergis agar masalah-masalah yang berhubungan dengan
materi tersampaikan dan mengena di hati mad’u.4
Sedangkan metode yang efektif yang diperlukan dilihat dari cara
Rasullulah dalam berdakwah adalah metode konseling, yaitu metode
4
Aripudin. 2011. Pengembangan Metode Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo Persada.
Hal. 81

5
ceramah, diskusi dan konseling. Ceramah dilakukan oleh pendakwah yang
berilmu dan mendalami islam serta memiliki kemampuan berkomunikasi
yang baik. Setelah ceramah, mad’u harus melontarkan pertanyaan sebagai
bentuk respon terhadap dakwah yang telah disampaikan. Dengan adanya
tanya jawab antara mad’u dan pendakwah, maka pendakwah dapat
mengetahui siapa saja yang harus mendapat perhatian lebih diluar diskusi.
Setelah memahami permasalahan dan kebutuhan rohani mad’u mengenai
agama, maka pendakwah dapat melakukan pembicaraan antara dua orang
individu (konseling). Hal ini dilakukan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi mad’u serta pendakwah dapat memberikan doktrin tentang agama
islam dengan benar.

BAB III

PENUTUP

6
A. Kesimpulan
Untuk zaman modern ini, problematika dakwah dihadang oleh
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin mempermantap
terjadinya globalisasi dalam segala bidang kehidupan. Dampak yang ditimbulkan
oleh globalisasi tersebut bisa bebentuk positif, tapi juga negatif terhadap
pelaksanaan dakwah. Segi positifnya antara lain adalah mempermudah
penyampaian dakwah melalui jaringan-jaringan alat komunikasi canggih seperti,
telepon, telefax, radio, televisi, internet dan selainnya. Segi negatifnya antara lain
adalah munculnya gejala mendewakan perangkat-perangkat canggih tersebut,
sehingga kegiatan dakwah dalam arti tablīg dengan cara bertatap muka secara
langsung, akan berkurang frekuensinya.
Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti di atas, maka kegiatan
amar ma’rūf dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan kata lain, aktifitas
dakwah harus senantiasa digalakkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya di
kalangan generasi muda.

DAFTAR PUSTAKA

Aripudin. 2011. Pengembangan Metode Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo


Persada.

7
Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: kencana.
Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo
Persada.

Anda mungkin juga menyukai