TENTANG
FAKTOR-FAKTOR KESUKSESAN DAI DALAM BERDAKWAH
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. DATUK IMAM MARZUKI, M.A
OLEH :
1. Amalia Risky 21140004
2. Riadhoh Amalia 21140005
3. Muhammad Alawi 21140010
1
KATA PENGANTAR
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman modern ini, sudah banyak sekali bermunculan para da’i-da’i
di tanah air. Bahkan untuk saat ini, da’i sudah menjadi bagian dari sebuah
profesionalisme. Yang sehingga berbagai macam gaya, berbagai macam slogan,
berbagai macam sifat antara satu da’i dengan da’i lain menjadikan mad’u semakin
memilih, siapa da’i yang enak dipanggil? Siapa da’i yang memiliki bayaran
murah? Siapa da’i yang memiliki kualitas terbaik? Dan lain-lain macamnya.
Ketika para da’i sudah terfokus pada sebuah kata “profesionalisme”,
mereka pun terkadang lupa dengan target dakwah mereka. Mereka melupakan
yang namanya retorika atau bahkan mereka sendiri tidak mengetahui ilmu retorika
itu seperti apa. Dan tidak hanya sampai pada ilmu retorika, mereka pun terkadang
pula melupakan aturan dalam kaidah ilmu dakwah.
Ketika dakwah sudah dapat dikatakan sebagai ilmu dakwah, seharusnya
pada da’i pun dituntut untuk berdakwah dengan kaidah ilmu dakwah, bukan hanya
sekedar berdakwah sebagai kewajiban “profesionalisme” saja. Pada dasarnya
banyak sekali untuk zaman sekarang ini para da’i yang berdakwah, namun mereka
lupa akan kaidah ilmu dakwah. Da’i tidak mengetahui bagaimana berdakwah pada
mad’u yang bernotabene masyarakat perkotaan, pedesaan, kaum industri dan lain-
lain. Da’i lupa akan aturan penyampaian dakwah yang sistematis, dari pembuka,
isi, dan kesimpulan. Yang sehingga semua itu menyebabkan miss
communication antara da’i dengan mad’u. Atau kita sebut saja, dakwah yang sia-
sia, da’i menggugurkan kewajibannya sebagai pendakwah, dan mad’u hanya
duduk diam tanpa mengetahui apa yang disampaiakan oleh da’i tersebut.
Oleh karenanya, dalam observasi ini, saya akan memberikan sebuah
gambaran mengenai da’i yang sebenar-benarnya. Da’i yang mengetahui kaidah-
kaidah ilmu dakwah, dan da’i yang mengetahui kaidah ilmu retorika.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya seorang dai dalam
berdakwah?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 130
2
sudah satu jam. Namun apa daya, da’i yang berpidato satu jam ternyata tidak
menarik simpatik mad’u karena materi yang disampaikan oleh da’i tidaklah cocok
dengan mad’u, entah mad’u tidak mengerti dengan materi yang disampaikan
ataupun mad’u merasa tausiyah yang disampaikan terlalu dasar sehingga mad’u
cuek dengan apa yang disampaikan oleh da’i.
Lebih parah lagi, sering kita melihat da’i yang berbicara pannjang lebar,
namun tidak memiliki tujuan yang jelas atas tausiyah yang disampaikan. Isi materi
yang disampaikan sudah melebar jauh dari tema yang ditetapkan seolah
menunjukan da’i tersebut memiliki ilmu yang sangat banyak. Hal ini jelas salah.
Dalam berdakwah sebaiknya da’i menahan diri, serta harus menguasai betul yang
namanya beretorika. Ia harus paham bagaimana berdakwah yang baik, dimulai
dengan pembuka, isi, kesimpulan dan penutup. Sehingga tausiyah yang
disampaikan pun akan mudah diserap oleh mad’u dan memiliki tujuan yang jelas
atas materi yang disampaikan.2
4. Media dakwah
a. Media yang dapat digunakan dalam dakwah (majalah, tv, mikrofon dan
lain-lain).
5. Metode
Dapat menggunakan metode dakwah dengan baik yang sesusai
kondisi mad’u.
Kerap kali kita mendengar bahwa dakwah humoris, dakwah santai,
merupakan sebuah metode agar menarik mad’u. Faktanya bukan, buat apa
humoris kalau mad’u tidak mengerti, merasa dilecehkan, atas cara da’i
menyampaikan dakwahnya. Maka, dalam al-Qur’an Allah telah berfirman pada
surat An-Nahl ayat 125 yang menyatakan bahwa metode dakwah ada tiga. yakni:
1) Metode bil hikmah : yakni disampaikan kepada golongan cendekiawan
yang cinta kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang mampu berfikir
secara keritis serta cepat dalam menangkap arti persoalan. Sehingga
2
Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: kencana. Hal. 40
3
mereka harus dipaggil dengan metode bil hikmah yakni, dengan alasan-
alasan, dalil, dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
2) Metode mau’idzah hasanah: yakni disampaikan kepada golongan orang-
orang awam. Mereka adalah orang-orang yang belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka dipanggil dengan mau’idzah
hasanah yakni, dengan memberikan kisah-kisah teladan, perumpamaan-
perumpamaan yang menyentuh jiwa, dengan anjuran-anjuran serta didikan
baik yang mudah dipahami.
3) Metode mujadallah billati hiya ahsan: yakni disampaikan kepada ahli
kitab dan penganut agama lain. Yaitu berdakwah
dengan mujadallah (perdebatan) dengan cara yang baik. Perdebatan
dengan menggunakan logika yang benar dan retorika yang halus, lepas
dari kekerasan dan umpatan-umpatan. Metode ini mengajak mereka
bertukar fikiran, guna mendorong agar mereka dapat berfikir secara sehat
dan dengan cara yang lebih baik.
Itulah kelima faktor pendukung seorang da’i. Seorang da’i tidak hanya
memikirkan dirinya sendiri, melainkan ia harus memikirkan kondisi mad’u,
materi dakwah, media apa yang akan membantunya dalam berdakwah, serta
metode apa yang sekiranya tepat digunakan pada kondisi mad’u tersebut.3
Semoga, dengan apa yang sudah saya sampaikan di atas, mampu
memberikan gambaran kepada kita semua, khususnya da’i-da’i agar dapat
berdakwah sesuai dengan apa yang sudah saya sampaikan di atas. Dengan
beginilah da’i dapat dikatakan sebagai da’i, yang memeberikan pengetahuan
kepada mad’unya dan dapat diterima, bukan hanya sekedar menggugurkan
kewajiban atas amplop yang sudah diterima oleh da’i (mengingat da’i pada saat
ini sudah dikatakan sebagi profesionalisme).
3
Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo Persada.
Hal. 25
4
Jadi, dapat disimpulkan, da’i seperti inilah mampu memenuhi syarat faktor
pendukung seorang da’i. Yang dimana faktor pendukung itulah yang akan
membawanya pada keberhasilan dakwah, yakni:
a. Memiliki tujuan yang jelas
b. Subjek yang memenuhi syarat
c. Metode yang tepat
d. Materi yang sistematis
e. Media yang memenuhi syarat
f. Serta mad’u (keinginan untuk berubah menjadi lebih baik)
5
ceramah, diskusi dan konseling. Ceramah dilakukan oleh pendakwah yang
berilmu dan mendalami islam serta memiliki kemampuan berkomunikasi
yang baik. Setelah ceramah, mad’u harus melontarkan pertanyaan sebagai
bentuk respon terhadap dakwah yang telah disampaikan. Dengan adanya
tanya jawab antara mad’u dan pendakwah, maka pendakwah dapat
mengetahui siapa saja yang harus mendapat perhatian lebih diluar diskusi.
Setelah memahami permasalahan dan kebutuhan rohani mad’u mengenai
agama, maka pendakwah dapat melakukan pembicaraan antara dua orang
individu (konseling). Hal ini dilakukan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi mad’u serta pendakwah dapat memberikan doktrin tentang agama
islam dengan benar.
BAB III
PENUTUP
6
A. Kesimpulan
Untuk zaman modern ini, problematika dakwah dihadang oleh
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin mempermantap
terjadinya globalisasi dalam segala bidang kehidupan. Dampak yang ditimbulkan
oleh globalisasi tersebut bisa bebentuk positif, tapi juga negatif terhadap
pelaksanaan dakwah. Segi positifnya antara lain adalah mempermudah
penyampaian dakwah melalui jaringan-jaringan alat komunikasi canggih seperti,
telepon, telefax, radio, televisi, internet dan selainnya. Segi negatifnya antara lain
adalah munculnya gejala mendewakan perangkat-perangkat canggih tersebut,
sehingga kegiatan dakwah dalam arti tablīg dengan cara bertatap muka secara
langsung, akan berkurang frekuensinya.
Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti di atas, maka kegiatan
amar ma’rūf dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan kata lain, aktifitas
dakwah harus senantiasa digalakkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya di
kalangan generasi muda.
DAFTAR PUSTAKA
7
Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: kencana.
Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo
Persada.