Anda di halaman 1dari 18

METODE DAKWAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dakwah

Dosen pengampu : Dra. Hj. Jundah Sulaeman, M.A.

Disusun oleh :

Kelompok 5

Rifdahhul Husna (11210530000088)

Siti Azkia Fadilla (11210530000092)

Farhan Adilah Fahrezi (11210530000096)

Muhammad Irgi Nazhif (11210530000101)

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021

i
KATA PENGANTAR

‫للا الرحمن الرحيمه‬


‫بسم ه‬

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah,
taufiq, serta inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam
semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah saw yang membimbing kita menuju jalan
yang diridhoi oleh-Nya. Makalah yang dapat kami selesaikan. Penyusunan makalah ini
diharapkan dapat memberikan informasi tentang ilmu terkait Metode Dakwah.
Dalam pembuatan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada, dosen
pengampu kami yang telah berkenan mengizinkan pembuatan makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Demikian makalah ini kami hadirkan dengan segala kesungguhan dan kekurangan
kami. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini sangat
kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi
pembaca.

Ciputat, 4 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

.
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

A. Pengetian metode dakwah.......................................................................................... 3


B. Bentuk-bentuk Metode Dakwah ................................................................................ 5
C. Sekilas Metode Dakwah Rasulullah SAW ...................................................... ...10
D. Sumber-sumber metode dakwah...............................................................................12

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 14

A. Kesimpulan .................................................................................................. ..14


B. Saran ............................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Berdakwah merupakan kegiatan wajib yang harus dijalankan oleh umat


Islam. Hal ini dipahami secara sempit oleh beberapa kalangan sehingga esensi
dakwah sering tidak tersampaikan akibat tidak memadainya seorang da’i dalam
berperan sebagai penyampai pesan dakwah.

Adaun hakikat metode al hikmah (hikmah) menjadi syarat mutlak


suksesnya dakwah. Penyebab kesuksesan dakwah bukan pada jumlah perndengar
atau pemirsanya, juga bukan pada semarak, gelak tawa, dan tepuk tangan dari
kelucuan dai, melainkan pada tercapainya tujuan dakwah yaitu seberapa banyak
manusia yang kembali ke jalan Allah SWT. Untuk mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan keluasan pengetahuan dakwah, baik yang bersumber dari Al-Qur’an,
Al-Hadits maupun sejarah dakwah, mulai dari periode Rasulullah, Khulafaur
Rasyidin, dan seterusnya. Apa makna dan bagaimana hikmah tersebut hanya dapat
diperoleh darisumber-sumber tersebut.

Suatu diantara bagian yang harus ada hikmah dalam dakwah ialah metode
dakwah. Penggunaan metode yang hikmah akan memudahkan suksesnya dakwah.
Untuk itu dai harus (1) memilih metode dakwah yang sesuai tingkat kebudayaan
dan kecerdasan objek dakwahnya, (2) memilih tempat, keadaan, dan waktu dakwah
dilaksanakan. Jika dai tidak memperhatikan hal ini, maka dakwahnya akan
ditanggapi dengan apatis atau tertawa karena lucu sementara substansinya tidak di
perhatikan.

Dalam makalah ini akan memaparkan bagaimana cara menerapkan metode-


metode dalam berdakwah agar apa yang disampaikan dapat dipahami, diambil
hikmahnya untuk di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode dakwah?
2. Apa saja bentuk-bentuk metode dakwah?
3. Bagaimana metode dakwah Rasulullah SAW?
4. Apa saja sumber-sumber metode dakwah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengetian metode dakwah


Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan
“hodos” (jalan, cara)1.Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah
cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain
menyebutkan bahwa metode bersal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran
tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos yang
artinya jalan. Dalam bahasa Arab disebut thariq2. Metode berarti cara yang telah
diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuan


adalah sebagai berikut:

1. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses menghidupkan


peraturan-peraturan Islam dengan dimaksud memindahkan umat dari suatu
keadaan kepada keadaan lain3.
2. Pendapat syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat
baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka dapat
kebahagiaan dunia dan akhirat4. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat
al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah inti gerakan dakwah
dan penggerak dalam dinamika masyarakat islam.
3. Menurut Al-Bayanuni (1993: 47) definisi metode dakwah (asalib al-
da’wah) sebagai berikut “yaitu cara-cara yang di tempuh oleh pendakwah
dalam berdakwah atau menerapkan strategi dakwah”.

1
M. Arifin, Ilmu pendidikan islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1991, Cet. 1, h. 61.
2
Drs. H. Hasanuddin, hukum Dakwah, Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya, 1996, Cet. Ke-1, h. 35.
3
Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, Malaysia; Nur Niaga SDN. BHD, 1996,
Cet. 1, h. 5.
4
Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf, Dirasah Fid Dakwah al-Islamiyah, Kairo; Dar El-Tiba’ah al-
Muhammadiyah, 1987, Cet. 1, h. 10.

3
Dari pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah
adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada
mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang5. Hal ini
mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan
human oriented menempatkan hargaan yang mulia atas diri manusia.

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta; Gaya Media Pramata,1998 Cet. 1, h. 43.

4
B. Bentuk Bentuk Metode Dakwah

َ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ِه‬


َ ‫ي ا َ ْح‬
‫س ُن ا َِّن‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ا ُ ْدعُ ا ِٰلى‬
َ ‫سبِ ْي ِل َربِ َك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬
َ‫س ِب ْي ِله َو ُه َو ا َ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْهت َ ِديْن‬
َ ‫ع ْن‬ َ ‫َرب ََّك ُه َو ا َ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬
َ ‫ض َّل‬
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (an-Nahl: 125)

Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu
meliputi tiga cakupan, yaitu:

1. Al-Hikmah ( ‫) ِب ْال ِح ْك َم ِة‬

Bentuk madsarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya


adalah mencegah, jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman,
dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal hal yang kurang
relavan dalam melaksakan tugas dakwah.
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang
mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada
agama atau Tuhan.
Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah
seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefenisikan bahwa
hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalaman. Hal ini tidak bisa
dicapai kecuali dengan memahami Al-Qur’an, dan mendalami syariat islam serta
hakikat iman6.
Menurut Imam Abdullah bin Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu:
“Dakwah bil-hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar
dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Menurut Syeikh Zamakhasyari dalam kitabnya “al-Kasyaf”, al-Hikmah
adalah perkataan yang pasti dan benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran

6
Ibnu Qoyyim, At Tafsiru Qoyyim, h. 226

5
dan menghilangkan keraguan atau kesamaran. Selanjutnya, Syeikh Zamakhasyari
mengatakan hikmah juga diartikan sebagai Al-Qur’an yakni ajaklah mereka
(manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah7.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al-Hikmah adalah
merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objectif mad’u. Al-Hikmah
merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin islam serta realitas
yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu,
al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan
praktis dalam berdakwah.

َ ‫ظ ِة ْال َح‬
2. Al-Mau’idza Al-Hasanah( ‫سنَ ِة‬ َ ‫) َو ْال َم ْو ِع‬

Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’izhah dan
hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang
berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan8. Sementara hasanah
merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawanmya kejelekan.

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:

a. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.


Hasanuddin adalah sebagai berikut :
“al-Mau’izhah al-Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak
tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan
menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran9.
b. Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan suatu
manhaj (metode) dalam berdakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan
memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar meraka
mau berbuat baik.

7
M. Munir dkk, Metode dakwah,(Jakarta; Kencana, 2006) Cet ke-3 h. 10.
8
Lois Ma’luf, Munajid al-Lughah wa A’lam (Beirut: Dar Fikr. 1996) h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan
al-Arab, Jilid VI (Beirut: Dar Fikr. 1990) h. 446.
9
Hasanuddin, SH.,Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya 1996) h. 37.

6
mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung
unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan,
pesan-pesan positif (wasyiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar
mendapatkan keselamatan dunia akhirat.

Dari beberapa definisi diatas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklarifikasi


dalam beberapa bentuk:

1. Nasihat atau petuah


2. Bimbingan pengajaran (pendidikan)
3. Kisah-kisah
4. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)
5. Wasiat (pesan-pesan positif)

Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan mengandung
arti kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam
perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan
kesalahan orang lain sebab kelemah lembutan dalam menasihati sering kali dapat
meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah
melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.

َ ‫) َو َجاد ِْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ه‬


َ ْ‫ِي اَح‬
3. Al-Mujadalah Bi-al-lati Hiya Ahsan ( ُ‫سن‬

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang
bermakna memintal, memilit. Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan
mengikatnya guna menguatkan sesuatu.

Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitab Adab al-Hiwar wa-almunadzarah,


mengartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa bermakna pula “Datang untuk
memilih kebenaran” dan apabila berbentuk isim “al-jadlu” maka berarti
“pertentangan atau perseteruan yang tajam”10. Al-Jarisyah menambahkan bahwa,
lafalz “al-jadlu” musytaq dari lafalzh “al-Qotlu” yang berarti sama-sama

10
Ali al-Jarisyah, Adab al-Khaiwar wa al-Mudhorah, (al-Munawarah: Dar al-Wifa, 1989) Cet. Ke-
1, h. 19.

7
pertentangan, seperti halnya terjadi perseteruan antara dua yang saling bertentangan
sehingga saling melawan/menyerang dan salah satu menjadi kalah.

Dari segi istilah (terminologi) terdapat bahwa pengertian al-mujadalah (al-


hiwar). Al-mujadalah (al-hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh
dua pihak secara senergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya
permusuhan diantara keduaanya11. Sedangkan menurut Dr.Sayyid Muhammad
Tantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan
dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.

Menurut tafsiran an-Nasafi12, kata ini mengandung arti :

Berbantahan yang baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam


bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak
dengan ucapan yang kasar, atau yang mempergunakan sesuatu (perkataan) yang
bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini
merupakan penolakan bagi orang-orang yang enggan melakukan perdebadatan
dalam agama.

Dari pengertian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa al-mujadalah


merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang tidak
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang di
ajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dan
lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang pada
kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman
kebenaran tersebut.

11
Etika diskusi, Era Inter Media, 2001, Cet. Ke-2, h. 21.
12
Hasanuddin, S.H., op.cit, h. 38.

8
Selain menggunakan pendekatan yang disebutkan dalam A-Qur’an, dalam
sebuah haditis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:

َ ‫ فَإِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِ ِل‬،‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َك ًرا فَ ْليُغَيِ ْرهُ بِيَ ِد ِه‬
،‫سانِ ِه‬
‫ان‬ ِْ ‫ف‬
ِ ‫اْلي َم‬ ْ َ‫ َوذَ ِل َك أ‬،‫فَإِ ْن لَ ْم َي ْستَ ِط ْع فَ ِبقَ ْل ِب ِه‬
ُ ‫ض َع‬

“Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka cegahlah


dengan tanganmu, jika tidak mampu, maka cegahlah dengan lisanmu, jika tidak
mampu, maka cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati
adalah pertanda selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim: 49 ].

Dari hadits dapat disimpulkan ada 3 (tiga) tahapan metode, yaitu:


1. Metode dengan tangan (bil yad). Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan
yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Secara tekstual kata
“tangan” dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan (power). Metode ini efektif
bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dengan lisan (bil lisan). Maksudnya dengan perkataan yang baik, lemah
lembut dan dapat dipahami oleh penerima dakwah (mad’u), bukan dengan kata-kata
sukar apalagi menyakitkan hati.
3. Metode dengan hati (bil qalb). Tahapan ini digunakan dalam situasi yang sangat
berat. Ketika mad’u sebagai penerima pesan menolak pesan yang disampaikan,
mencemooh bahkan mendzalimi da’i, yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah
bersabar serta terus mendo’akan agar pesan dakwah dapat diterima suatu saat nanti.

9
C. Sekilas Metode Dakwah Rasulullah SAW
Dakwah Rasulullah terbagi kedalam tiga metode13:
1. Metode BI Lisanil Maqal
Metode dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan
pesan dakwahnya. Yang penting di catat dari metode ini adalah nabi tidak
pernah menampilkan kelucuan yang berlebih-lebihan. Metode ini merupakan
dasar acuan dari metode lisan seeperti yang diungkapkan diatas, namun tidak
menampilkan aspek humornya.

2. Metode Bi Lisanil Maktub


Metode ini dilaksanakan nabi Muhammad melalui korespondensasi atau
penyampaian surat ke berbagai pihak. Dalam sejarah dakwah Rasulullah ada
sekitar 105 surat Nabi, dan dapat dibagi kedalam tiga kategori:
• Surat yang berisi seruan masuk islam kepada nonmuslim (Yahudi, Nasrani, dan
Majusi), Musyrikin, baik raja, amir, maupun perorangan.
• Surat berisi ajaran islam (misalnya tentang zakat, sadaqah, dan lainnya).
Sasarannya muslim yang jauh dari Madinah yang memerlukan penjelasan
tentang ajaran islam.
• Surat berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan nonmuslim terhadap
pemerintah islam (seperti tentang jizyah). Sasarannya adalah orang Yahudi dan
Nasrani yang telah membuat perjanjian damai dengan Nabi.

3. Metode Bi Lisanil Hal


Sebuah metode berdakwah melalui perbuatan dan prilaku konkret yang
dilakukan secara langsung oleh Rasulullah.
Rasulullah dalam kesehariannya biasa memberi hidangan makanan kepada
para sahabat atau orang yang tampak kelaparan, meskipun seringkali Nabi
sendiri dalam keadaan lapar. Hal ini sebagai indikasi Rasulullah memiliki sifat

13
Makhfuld, Ki Musa A. Ilmu dakwah dan penerapannya, (Jakarta; Bulan Bintang, 2004), h. 108

10
sosioligis yang tinggi. Dan hal ini dilakukan Rasulullah sebagai aktualisasi dan
realisasi dari firman Allah dalam surat al-Maa’un:

ْ ‫( فَ ٰذ ِل َك الَّذ‬1) ‫الدي ِْن‬


(2)‫ِي يَدُع ْاليَتِي َْم‬ ْ ‫ْت الَّذ‬
ُ ‫ِي يُ َكذ‬
ِ ‫ِب ِب‬ َ ‫ا َ َر َءي‬
َ ‫ع ٰلى‬
(3)‫طعَ ِام ْال ِم ْس ِكي ِْن‬ َ ‫َو َل يَ ُحض‬
“ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama (1) .Itulah orang yang
menghardik anak yatim (2). Dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin (3) . (QS. Al-maa’un: 1-3)

Karena pribadi Rasulullah sendiri mengandung suri teladan. Dalam Al-


Qur’an ditegaskan,

َ َّ‫ل َ ق َ د ْ كَ ا َن ل َ كُ ْم ف ِ ي َر سُ و ِل ّللاَّ ِ أ ُس َْو ة َح سَ ن َة لِ َم ْن كَ ا َن ي َ ْر ُج و ّللا‬


ْ ‫َو الْ ي َ ْو َم‬
‫اْل ِخ َر َو ذ َكَ َر ّللاَّ َ كَ ث ِ ي ًر ا‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamatdan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21)

Seluruh pribadi Rasulullah juga dihiasi dengan akhlak mulia. Karena itu
seluruh sikap dan prilakunya dalam semua aspek kehidupan menjadi suri
teladan bagi umat islam.

Menutup dari bagian ini perlu ditegaskan bahwa semua metode dakwah,
kecuali metode lisan dengan humor yang terlalu mengedepankan kelucuan
sehingga menghilangkan tujuan dakwah. Untuk itu perlu kemampuan yang
baik, kesabaran dalam melakukannya serta keuletan dalam penerapannya.
Sudah barang tentu penerapan suatu atau beberapa metode dalam suatu kegiatan
dakwah harus mempertimbangkan situasi dan kondisi, tampat dan waktu serta
faktor psikologis objek dakwah.

11
D. Sumber-sumber metode dakwah

Sumber-sumber metode dakwah14:


a) Al-quran
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah
dakwah. Di antara ayat-ayat tersebut ada yang berhubungan dengan para rasul
dalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat yang ditujukan kepada Nabi
muhammad Saw ketika beliau melanjarkan dakwahnya. Semua ayat-ayat tersebut
menunjukkan metode yang harus dipahami dan dipelajari oleh setiap muslim.
Karena Allah tidak akan menceritakan melainkan agar menjadi suri tauladan dan
dapat membantu dalam rangka menjalankan dakwah berdasarkan metode-metode
yang tersurat dan tersirat dalam Al-qur’an, Allah Swt berfirman:

‫س ِل َما نُثَ ِبتُ ِب ٖه فُ َؤا َد َك‬ ُّ ‫علَي َْك ِم ْن اَ ْۢ ْنبَ ۤا ِء‬


ُ ‫الر‬ َ ‫ص‬ُّ ُ‫َو ُك اًّل نَّق‬
َ‫ظةٌ َّو ِذ ْك ٰرى ِل ْل ُمؤْ ِمنِيْن‬َ ‫َو َج ۤا َء َك فِ ْي ٰه ِذ ِه ْال َح ُّق َو َم ْو ِع‬

Dan semua kisah-kisah dari rasul-rasul yng kami ceritakan kepadamu ialah kisah-
kisah yang dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan dalam surat ini datang
kedamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman. (QS. Hud: 120)
a. Sunnah Rasul
Di dalam sunnah rasul banyak kita temui hadits-hadits yang berkaitan
dengan dakwah. Begitu juga dalam sjarah hidup dan perjuangannya dan cara-cara
beliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya baik ketika beliau berjuang di makkah
maupun di Madinah. Semua ini memberikan contoh dalam metode dakwahnya.
Karena setidaknya kondisi yang di hadapi Rasulllah Saw ketika itu dialami juga
oleh juru dakwah sekarang ini.

14
M. Munir dkk, Metode dakwah, (Jakarta; Kencana, 2006), Cet. Ke-3, h. 19.

12
b. Sejarah Hidup Para Sahabat dan Fuqoha’
Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fugaha cukuplah
memberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah. Karena mereka
adalah orang yang expert dalam bidang agama. Muadz bin jabal dan para sahabat
lainya merupakan figur yang patut dicontoh sebagai kerangka acuan dalam
mengembangkan misi dakwah.

c. Pengalaman
Experience Is The Best Teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi
orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru dakwah
merupakan hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala
dijadikan reference ketika berdakwah.
Setelah kita mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah sepantasnya kita
menjadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus
disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesempulan yang dapat kita peroleh dalam pembahasan makalah ini adalah:

1. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang


da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas
dasar hikmah dan kasih saying dengan langkah-langkah sistematis
dalam menyampaikan atau menyeru umat ke jalan Allah SWT sehingga
dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini mengandung arti bahwa
pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human
oriented menempatkan hargaan yang mulia atas diri manusia.
2. Metode dakwah terdiri atas metode dakwah bil hikmah, bi mauidzatil
hasanah, dan bil lati hiya ahsan (sumber ayat Al-Qur’an) serta bil yad
(tangan), bil lisan (ucapan) dan bil qalb (hati). Ini mengacu pada hadits
nabi.
3. Sumber metode dakwah terdiri dari: Al-Qur’an, sunah Nabi, sejarah
hidup para sahabat dan fuqoha’, serta pengalaman seorang da’i dalam
menyampaikan pesan pesan dakwah.
4. Kesuksesan dalam menyampaikan pesan dakwah ialah bukan pada
jumlah perndengar atau pemirsanya, juga bukan pada semarak, gelak
tawa, dan tepuk tangan dari kelucuan dai, melainkan pada tercapainya
tujuan dakwah yaitu seberapa banyak manusia yang kembali ke jalan
Allah SWT.

B. Saran

Kami menyadari tentu masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan


baik dari penulisan serta penyajian dalam Makalah ini, oleh sebab itu kami
mengharapkan masukan-masukan dari Dosen Pembimbing Serta teman-teman
guna kesempurnaan makalah yang akan datang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf, Dirasah Fid Dakwah al-Islamiyah, Kairo; Dar El-Tiba’ah al-
Muhammadiyah, 1987.

Ali al-Jarisyah, Adab al-Khaiwar wa al-Mudhorah, (al-Munawarah: Dar al-Wifa, 1989).Etika

diskusi, Era Inter Media, 2001.

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, Malaysia; Nur Niaga SDN. BHD, 1996.

Hasanuddin, hukum Dakwah, Jakarta; Pedoman Ilmu Jaya, 1996.

Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, Jilid VI (Beirut: Dar Fikr. 1990).Ibnu

Qoyyim, At Tafsiru Qoyyim, tth.

Lois Ma’luf, Munajid al-Lughah wa A’lam (Beirut: Dar Fikr. 1996.

M. Arifin, Ilmu pendidikan islam, Jakarta; Bumi Aksara, 1991.

M. Munir dkk, Metode dakwah, Jakarta; Kencana, 2006.

Makhfuld, Ki Musa A. Ilmu dakwah dan penerapannya, Jakarta; Bulan Bintang, 2004.Moh.

Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Jakarta; Kencana, 2009

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta; Gaya Media Pramata,1998

Anda mungkin juga menyukai