Anda di halaman 1dari 19

PRINSIP-PRINSIP METODE DAKWAH BERDASARKAN AL-

QUR’AN DAN HADITS

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Dakwah Digital Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Achmad Junaedi Sitika, S.Ag., M.Pd

Oleh:

Auliana Fitri Intam Mutiara Sari 2310632110006

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM (PAI)

FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Achmad Junaedi
Sitika, S.Ag., M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah Dakwah Digital
Pendidikan Agama Islam yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Karawang, 20 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3

A. Metode dan Teknik Dakwah Berdasarkan Al-Qur’an ............................ 3


B. Metode dan Teknik Dakwah Berdasarkan Hadits ................................... 6
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................ 15
B. Saran ....................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kitab suci Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman
hidup bagi setiap umat Islam. Al-Qur'an bukan sekedar memuat petunjuk tentang
hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan juga mengatur hubungan manusia
dengan sesamanya dan dengan alam sekitarnya. Selain itu, Al-Qur'an merupakan
kitab dakwah yang mencakup sekian banyak unsur-unsur dakwah, seperti da'i
(pemberi dakwah), mad'u (penerima dakwah),da'wah (unsur-unsur dakwah),
metode dakwah dan cara-cara menyampaikannya. Dakwah adalah tugas para
Rasul, merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan ummat beragama.
Dalam ajaran agama Islam, dakwah adalah salah satu di antara kewajiban umat
Islam yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya. Hal ini menunjukkan
bahwa agama ini senantiasa dijaga, dirawat dan dikembangkan oleh para
pemeluknya. Umat Islamlah yang berkewajiban menjaga dan memelihara agama
Islam, terutama para da'i yang memiliki kapasitas dan kapabilitas keilmuan,
akhlah, moral, dan kemampuan menyampaikan dakwah. Rasulullah merupakan
pendakwah pertama yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu kepada
ummat manusia Dalam menyampaikan dakwah, Kasulullah menghadapi
tantangan yang amat berat, terutama pada masa awal mula kemunculan Islam
beliau berhadapan dengan kaum kafir Quraish yang sangat kuat Rasulullah Saw
harus berdawah secara sembunyi sembunyi. Berkat kesabaran dan konsisten
dalam berdawah, sedikit demi sedikit dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah
membuahkan hasil dengan banyaknya kaum kafir Quraisy yang memeluk agama
Islam. Keberhasilan dakwah Rasulullah tidak serta merta diperoleh, melaikan
ada beberapa metode dakwah yang digunakan untuk mencapai keberhasilan
tersebut
Adapun metode dakwah yang digunakan oleh Rasulullah dapat diketahui
melalui ayat-ayat Al-Qur'an yang merupakan sumber pokok dakwah Dalam Al-
Qur'an terdapat beberapa metode dakwah untuk menghadapi statifikasi keilmuan

1
dalam masyarakat luas, di mana mereka pada dasarnya memiliki tingkat
keilmuan dan pemahaman yang berbeda. Di antara metode dakwah yang
ditawarkan Al-Qur'an adalah metode al-hikmah, al- mau'idzah, aljidal, dan al
qudwah Dengan adanya berbagai macam metode dakwah tersebut, maka
diharapkan proses penyebaran agama Islam sebagai rahmatan lil'alamin dapat
terealisasikan dengan baik
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode dan teknik dakwah berdasarkan al-qur’an?
2. Bagaimana metode dan teknik dakwah berdasarkan hadits?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui metode dan teknik dakwah berdasarkan al-qur’an?
2. Untuk mengetahui metode dan teknik dakwah berdasarkan hadits?

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Metode dan Teknik Dakwah Berdasarkan Al-Qur’an
Banyak metode dakwah yang disebutkan dalam Al- Qur’an dan
Hadist, akan tetapi pedoman pokok dari keseluruhan metode tersebut adalah
firman Allah surat An- Nahl ayat 125 :
َ
َْ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َْ َ ْ ْ ْ َ ٰ ُ ُْ
‫الحك َم ِة َوال َم ْو ِعظ ِة الح َسن ِة َوج ِادل ُه ْم ِبال ِت ْي ِه َي اح َس ُنُۗ ِان َربك ه َو اعل ُم‬
ِ ‫ادع ِالى َس ِب ْي ِل َر ِبك ِب‬

َ ْ َ ْ ُْ ُ َْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ
٥٢١ ‫ِبمن ضل عن س ِبي ِل ٖه وهو اعلم ِبالمهت ِدين‬

Artinya: “Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan


pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk
hikmah adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil.”
Dari ayat diatas secara garis besar ada tiga pokok metode (Thariqah)
dakwah yaitu :
1. Hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi
sasaran dakawah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka,
sehingga didalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya,
mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan. Berdakwah
dengan metode hikmah yaitu menguasai keadaan dan kondisi (zuruf)
mad’un-nya, serta batasan-batasan yang disampaikan tiap kali
dakwah dilaksanakan. Sehingga tidak memberatkan dan
menyulitkan mereka yang didakwahi sebelum mereka siap
sepenuhnya. Hikmah timbul dari budi pekerti yang halus dan
bersopan santun. Dakwah hendaklah ditempuh dengan segala
kebijaksanaan untuk membuka perhatian yang didakwahi sehingga
pikirannya tidak lagi tertutup. Bijaksana dalam berdakwah adalah

3
mampu menyesuaikan diri dengan kalangan yang sedang didakwahi,
yaitu tidak membeda-bedakan manusia yang didakwahi akan tetapi
yang berbeda adalah penyesuaian diri saat menghadapi mereka.
Mengajak orang lain kepada kebenaran dengan cara hikmah
senantiasa baik dan dapat diterima. Karena argumentasi yang
berlandaskan akal dan kebijaksanaan adalah kokoh dan menjadi
dasar bagi semua orang berakal dalam berdialog dan berinteraksi.
2. Mau’idzhah Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasehat-
nasehat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih
sayang, sehingga nasehat dan ajaran Islam yang disampaikan dapat
menyentuh hati mereka. Nasihat yang baik dapat menembus hati
manusia dengan lembut dan terserap oleh hati nurani dengan halus.
Bukan dengan bentakan dan kekerasan, juga tidak dengan
membeberkan cela yang ada. Karena kelembutan dalam memberikan
nasihat akan lebih banyak menunjukkan hati yang bimbang,
menjinakkan hati yang membenci, dan tentunya memberikan banyak
kebaikan. Hal ini dimaksudkan agar orang dapat menerimanya dengan
baik pula, pelajaran yang masuk di akal setelah ditimbang dengan baik.
Sebagai contoh adalah saat Rasulullah SAW diminta oleh seseorang
mengajarkan bagaimana agar ia dapat berhenti melakukan dosa terus-
menerus. Rasulullah SAW memberikan ajaran, “Janganlah berdusta!”.
Orang itu pun berjalan dengan besar hati karena yang dilarang
Rasulullah SAW hanya satu jenis dosa saja. Kemudian timbullah niat
hatinya untuk berbuat dosa, akan tetapi sebelum ia berbuat terpikir
olehnya, “jika aku perbuat dosa ini lalu besok aku berjumpa dengan
Rasulullah SAW kemudian beliau bertanya padaku sudah ke mana saja
aku bagaimana mungkin aku bisa berbohong menjawabnya, sedangkan
aku telah berjanji untuk tidak berdusta”. Inilah ajaran yang baik dan
tepat, meski hanya satu pesan saja, untuk tidak berdusta. Nasihat yang
baik yang dapat menembus hati manusia dapat disampaikan dengan
cara menceritakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an atau peristiwa-
4
peristiwa bersejarah yang mengandung nilai moral, ruhani, dan sosial.
Kisah kisah dalam AlQur’an memiliki daya tarik yang dapat menyentuh
perasaan sehingga memikat pendengar untuk mengikuti peristiwanya
dan merenungkan maknanya. Melalui kisah-kisah para Nabi, Rasul, dan
kaum terdahulu ada banyak hal yang dapat diambil untuk pelajaran
hidup bagi manusia yang ingin kembali ke jalan Allah. Tujuan khusus
berkisah dalam berdakwah adalah untuk memberikan motivasi
psikologis kepada para pendengarnya. Dengan demikian, cara
memberikan pelajaran atau nasihat dapat dinilai baik atau buruk. Oleh
karenanya berkaitan dengan nasihat, Allah memberikan penekanan
pada para penyeru atau pendakwah agar memberikan pelajaran dengan
cara yang baik dan lemah lembut. Karena nasihat yang baik, yang
melihat situasi dan kondisi kapan sebaiknya suatu nasihat disampaikan
pada seseorang, dan penyampainya tidak mengandung unsur paksaan
akan lebih mudah diterima dan dapat membekas di hati. Sehingga orang
yang diberi nasihat akan senang mengamalkan petuah yang telah
diberikan kepadanya.
3. Mujadalah, yaitu berdakwah dengan cara bertuka fikiran atau
membantah dengan sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-
tekanan dan tidak pula dengan menjelekkan orang yang menjadi sasaran
dakwahnya (Marsekan Fatawi, 1978 : 4-5). Metode berdakwah melalui
debat dengan cara yang paling baik (yujadilu billati hiya ahsan).
Berdebat tanpa bertindak zhalim terhadap lawan debat ataupun sikap
peremehan dan pencelaan terhadapnya. Sehingga jelas tujuan dari
berdakwah bukanlah untuk mengalahkan orang lain dalam debat, akan
tetapi untuk menyadarkan dan menyampaikan kebenaran kepadanya.
Dengan argumen dan ide yang berbobot tentunya dapat melunakkan
pertentangan dalam perdebatan, menundukkan jiwa yang sombong
tanpa meremehkan lawan debat. Jadi, debat dalam dakwah bukanlah
untuk menunjukkan siapa yang pandai bersilat lidah, akan tetapi untuk
mencapai tujuan dakwah yang utama, yaitu terbukanya pikiran dan
5
sampainya pengajaran. Allah memerintahkan memberikan bantahan
yang ahsan (terbaik). Karena sering terjadi bantahan yang disampaikan
disertai rasa bangga bahkan sombong dari orang yang memberikan
argumen dan menghina mereka yang didebat. Dalam kondisi yang
demikian, hasil yang diinginkan malah sebaliknya. Mereka yang diajak
kepada kebenaran bukan saja menjadi benci kepada yang memberikan
nasihat, bahkan boleh jadi malah membenci kebenaran. Al-Quran
mengajarkan umat Islam agar membantah pandangan orang lain dengan
cara terbaik. Karena tujuan yang diinginkan adalah menarik dan
menyeru orang pada kebenaran, bukan berdebat dan adu mulut yang
berujung pada semakin kuatnya sikap keras kepala dan penentangan
terhadap kebenaran. Membahas satu masalah dengan mereka yang
menentang harus berdasarkan kebenaran, keadilan dan kejujuran,
bukan kelicikan, kebohongan dan penghinaan.
B. Metode dan Teknik Dakwah Berdasarkan Hadits
Ada beberapa hadits yang menjelaskan mengenai metode dakwah
antara lain sebagai berikut:
1. Hadits tentang Dakwah Hikmah
َ َ َ
َ ْ َ ْ َ ُْ ُ ْ َ ُ ََ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ٌ ْ َ ُ َََ ْ َ َْ ُ َ َ َ َ
‫ان أخبرنا شعيب عن الز ه ِري قال أخبرِني حميد بن عب ِد الر حم ِن‬ ِ ‫حدثنا أبو اليم‬
ِ
َ َ َ ُ ُ ُ َْ َ ََْ َ َ ُ ْ َ َُ َ َ
َ‫النبي َصلى الل ُه َع َل ْي ِه َو َسل م‬َ َ ْ ٌ َ َ َ ََْ ُ َ َ
‫أن أبا هريرة ر ِضي الله عنه قال بينما نحن جلوس ِعند‬
ِ ِ
َ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ٌ ُ
َ َ َ ‫إ ْذ َج‬
‫اء ُه َرجل فقال َيا َر ُسول الل ِه هلكت قال َما لك قال َوقعت على ْام َرأِتي وأنا‬ ِ

ْ َ َ َ َ َ َ ُ ُْ ً َ ُ َ ْ َ َ ََ َُ َ َ َ ُ َ َ َ َ
‫ص ِائ ٌم فقال َر ُسول الل ِه صلى الل ه عل ْي ِه َو َسل َم هل ِتجد َرق َبة تع ِتق َها قال لا قال ف َهل‬

َ
ً َ َ ‫وم َش ْه َر ْين ُم َت َتاب َع ْين َق َال َلا َف َق َال َف َه ْل َتج ُد إ ْط َع‬
‫ام ِس ِتين ِم ْس ِكينا‬ ُ ‫تَ ْس َتط‬
َ ‫يع أ ْن َت ُص‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ

َ َ ُ َ َ َ َ
ُ َ َ َ َ َ َ ُ َْ َ َْ َ َ َ َ َْ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫قال لا قال ف َمكث النبي صلى الله علي ِه وسلم فبينا نحن على ذ ِلك أِتي النبي صلى‬
ِ ِ

6
َ َ ََ َ َ َ ُ َ ََْ َ َ َُ ْ ْ ُ َْ َ َ َ َ
َ َ َ َ ََْ ُ
َ
َ ٌ ْ َ
‫الل ه علي ِه وسلم ِبعر ٍق ِفيها تمر والعرق ال ِمكتل قال أين الس ِائل فقال أنا قال‬

َ َ َ َ َ
َ‫ول الله َف َوالله َما َب ْي َن َل َاب َت ْيها‬ ُ‫الر ُج ُل أ َع َلى أ ْف َق َر مني َيا َرس‬
َ ‫ُخ ْذ َها َف َت َص َد ْق به َف َق َال‬
ِِ
ِ ِ ِِ

َ َ َ َ َ َ
َ‫النب ُي َصلى الل ُه َع َل ْي ِه َو َسلم‬
َ َ َ َ ْ َ ْ ْ ُ َ ْ َْ ُ ْ ْ َ ََ ْ ُ ُ
‫ي ِريد الحرتي ِن أهل بي ٍت أفقر ِمن أه ِل بي ِتي فض ِحك‬
ِ
َ َ َ
َ َ ْ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ُ ُ َ ْ ْ ََ َ َ
‫حتى بدت أنيابه ثم قال أط ِعمه أهلك‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah


mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy berkata, telah
mengabarkan kepada saya Humaid bin 'Abdurrahman bahwa Abu
Hurairah radliallahu 'anhu berkata: "Ketika kami sedang duduk
bermajelis bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba- tiba datang
seorang laki-laki lalu berkata: "Wahai Rasulullah, binasalah aku".
Beliau bertanya: "Ada apa denganmu?". Orang itu menjawab: "Aku
telah berhubungan dengan isteriku sedangkan aku sedang berpuasa".
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Apakah kamu
memiliki budak, sehingga kamu harus membebaskannya?". Orang itu
menjawab: "Tidak". Lalu Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu
sanggup bila harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut?". Orang
itu menjawab: "Tidak". Lalu Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu
memiliki makanan untuk diberikan kepada enam puluh orang
miskin?". Orang itu menjawab: "Tidak". Sejenak Nabi shallallahu
'alaihi wasallam terdiam. Ketika kami masih dalam keadaan tadi, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam diberikan satu keranjang berisi kurma,
lalu Beliau bertanya: "Mana orang yang bertanya tadi?". Orang itu
menjawab: "Aku". Maka Beliau berkata: "Ambillah kurma ini lalu
bershadaqahlah dengannya". Orang itu berkata: "Apakah ada orang
yang lebih faqir dariku, wahai Rasulullah. Demi Allah, tidak ada
keluarga yang tinggal diantara dua perbatasan, yang dia maksud
adalah dua gurun pasir, yang lebih faqir daripada keluargaku".
7
Mendengar itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadi tertawa
hingga tampak gigi seri Beliau. Kemudian Beliau berkata: "Kalau
begitu berilah makan keluargamu dengan kurma ini"
Pada hadist di atas, menjelaskan tentang seorang pemuda dengan
segala kejujurannya menghampiri Rasulullah SAW. Dan bertanya
tentang hukum yang harus dia tanggung karena telah berhubungan
badan dengan istrinya pada siang hari di bulan suci Ramadhan.
Pemuda ini dengan penuh kesadaran bahwa apa yang telah ia perbuat
melanggar ketentuan agama.
Rasulullah SAW. Dengan segala kerendahan hatinya (tanpa
mengabaikan syari’at hukum Islam), menjelaskan dengan tanpa
mengabaikan kondisi sosial mad’unya. Beliau mendengarkan cerita
pemuda terkait, kemudian memutuskan hukum yang tepat untuk
kondisi mad’u tersebut. Dalam hal ini, Rasulullah SAW mengambil
hukum teringan, mengingat kondisi sosial mad’u memang
mengahuskan hal itu.
Menurut Ibn Hajar al 'Asyqalani dengan mengutip pendapat 'Abd al
Ghaniy dalam Mubhammat, laki-laki yang bertanya kepada Nabi
mengenai hukum kaffarat puasa ini adalah Sulaiman Ibn Sakhr al
Bayadli. Lelaki ini dalam hadist tersebut digambarkan sebagai mad'u
yang memiliki kondisi ekonomi amat fakir, namun memiliki
komitmen yang kuat terhadap agamanya. Hal demikian dibuktikannya
melalui pengakuannya (confession) ketika ia melakukan pelanggaran
terhadap hukum-hukum agama. Sesuai ketentuan yang baku, orang
yang berpuasa (wajib) diharamkan untuk melakukan persetubuhan
dengan istrinya di siang hari. Pelanggaran atas ketentuan hukum ini
seorang muslim diwajibkan untuk memerdekakan seorang budak
mukmin, jika tidak sanggup maka alternatifnya adalah puasa dua
bulan berturut-turut, dan jika tidak sanggup juga, maka alternatif
terakhir adalah memberi makan enampuluh fakir miskin. Dari ketiga
alternatif hukuman yang diberikan Nabi, orang tersebut mengaku
8
‫‪tidak sanggup menjalaninya. Sebagai da'i yang mengerti betul situasi‬‬
‫‪dan kondisi mad'u yang dihadapinya, Nabi bahkan berinisiatif untuk‬‬
‫‪memberikan makanan kepadanya agar dapat dijadikan sebagai‬‬
‫‪kaffarat. Namun demikian, diakhir pengakuannya ia mengatakan‬‬
‫‪bahwa diwilayah itu tidak ada orang yang lebih fakir darinya. Maka‬‬
‫‪keputusan yang diambil beliau adalah menyuruh orang tersebut untuk‬‬
‫‪mensedekahkan makanan pemberian beliau kepada keluarganya‬‬
‫‪sebagai kaffarat.‬‬
‫‪2. Hadits tentang Dakwah Mau’idzhah Hasanah‬‬
‫ُ َ َ َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ََ َ َ‬ ‫َ َ ََ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ ََ َ‬
‫حدثنا َي ِزيد ْب ُن ه ُارون حدثنا ح ِر ٌيز حدثنا ُسل ْي ُم ْب ُن ع ِام ٍر ع ْن ِأبي أ َم َامة قال ِإن ف ِني‬

‫َ ََْ َ َْ‬ ‫َْ ْ‬ ‫َ َ َُ ََْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ‬ ‫َ ً ََ َ‬


‫الزنا فأق َبل الق ْو ُم‬ ‫ب‬
‫ِ ِ ِ‬‫ي‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫ذ‬ ‫ائ‬ ‫الله‬
‫ِ‬ ‫ول‬ ‫س‬‫ر‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫م‬‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ‫ه‬
‫ِ‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫ه‬‫الل‬ ‫ى‬‫ل‬ ‫ص‬ ‫ي‬‫ب‬ ‫الن‬ ‫شابا أتى‬
‫ِِ‬
‫ََْ ََ َ ُ َ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ ُْْ َ ََ ْ ُ َ ً َ َ َ َ َ َ َ َ َُ ُ ُ ُ َ َ َ‬
‫علي ِه فزج ُروه قالوا مه مه فقال اذنه فدنا ِمنه ق ِريبا قال فجلس قال أ ِ‬
‫تحبه ِلأ ِمك قال‬

‫ْ َ َ َْ ُ ُ ُ َْ َ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ ُ َُ‬ ‫َ َ َ َ َ َ‬
‫يحبونه ِلأمه ِات ِهم قال أفت ِحبه ِلابن ِتك قال‬
‫لا والل ِه جعل ِني الله ِفداءك قال ولا الناس ِ‬

‫َ‬ ‫َ َ َ َ َ ُ َ‬
‫ُ َ َ َ َ َ ََ َ ُ ُ ُ َ ُ ََ ْ َ َ ْ ُ ُ ُ‬ ‫َ َ َ‬
‫يحبونه ِلبن ِات ِهم قال أفت ِحبه‬
‫الله جعل ِني الله ِفداءك قال ولا الناس ِ‬
‫لا والل ِه يا رسول ِ‬

‫َ َ‬ ‫ُ َ َ َ َ َ ََ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ‬ ‫َ َ َ َ‬ ‫ُْ َ َ َ َ‬
‫يحبونه ِلأخ َو ِات ِه ْم قال‬
‫ِلأخ ِتك قال لا َوالل ِه جعل ِني الله ِفداءك قال ولا الناس ِ‬

‫َ َ‬ ‫ُ َ َ َ َ َ ََ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ‬
‫َ‬ ‫َ َ َ َ‬ ‫َْ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َ‬
‫يحبونه ِلعم ِات ِه ْم قال‬
‫أفت ِجبه ِلعم ِتك قال لا َوالل ِه جعل ِني الله ِفداءك قال ولا الناس ِ‬

‫ْ َ َ‬ ‫ُ ُ َُ َ َ‬ ‫َُ َ َ َ َ َ ََ َ‬ ‫َْ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ‬
‫يحبونه ِلخال ِات ِهم قال‬ ‫ُ‬
‫أفت ِحبه ِلخال ِتك قال لا والل ِه جعل ِني الله ِفداءك قال ولا الناس ِ‬

‫ُ ْ ُ َ َ‬ ‫َ َ ُ ََ‬ ‫َْ ُ َ‬ ‫َْ ُ َ‬ ‫َ َ َ َ ْ‬ ‫َ َ َ ََ‬


‫ف َوض َع َيد ُه عل ْي ِه َوقال الل ُهم اغ ِف ْر ذن َبه َوط ِه ْر قل َبه َوح ِص ْن ف ْرجه فل ْم َيك ْن َبعد ذ ِلك‬

‫َ َ‬ ‫َ‬
‫ْال َف َتى َي ْل َتف ُت إلَى َش ْيء َح َدثَ َنا أ ُبو ْال ُمغ َ‬
‫يرة َح َدثَ َنا َجر ٌير َح َد َثني ُس َل ْي ُم ْب ُن َعامر أ َن أباَ‬
‫ِ ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ ِ‬

‫َ َ َ َ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َُ َ َ َ ََ ُ َ َ ُ َ ً َ ً ََ َ َ َ َ َُ ََ‬
‫َ‬
‫أمامة حدثه أن غلاما شابا أتى النبي صلى الله علي ِه وسلم فذكره‬
‫ِ‬

‫‪9‬‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah
menceritakan kepada kami Hariz telah menceritakan kepada kami
Sulaim bin 'Amir dari Abu Umamah berkata; Sesungguhnya seorang
pemuda mendantagi Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam lalu berkata;
Wahai Rasulullah! Izinkan aku untuk berzina. Orang-orang
mendatanginya lalu melarangnya, mereka berkata; Jangan, jangan.
Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Mendekatlah." Ia
mendekat lalu duduk kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam bersabda; "Apa kau menyukainya berzina dengan ibumu?"
pemuda itu menjawab; Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, semoga
Allah menjadikanku sebagai penebus tuan. Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda; Orang-orang juga tidak menyukainya berzina
dengan ibu- ibu mereka." Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam
bersabda; "Apa kau menyukainya berzina dengan putrimu?" Tidak,
demi Allah wahai Rasulullah semoga Allah menjadikanku sebagai
penebus Tuan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Orang-
orang juga tidak menyukai berzina dengan putri-putri mereka."
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda; "Apa kau
menyukainya berzina dengan bibimu dari pihak ayah?" Tidak, demi
Allah wahai Rasulullah semoga Allah menjadikanku sebagai penebus
Tuan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; Orang-orang juga
tidak menyukainya berzina dengan bibi-bibi mereka." Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda; "Apa kau menyukainya berzina
dengan bibimu dari pihak ibu?" Tidak, demi Allah wahai Rasulullah
semoga Allah menjadikanku sebagai penebus tuan. Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda; Orang-orang juga tidak menyukainya
berzina dengan bibi-bibi mereka." Kemudian Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam meletakkan tangan beliau pada pemuda
itu dan berdoa; "Ya Allah! Ampunilah dosanya, bersihkan hatinya,
jagalah kemaluannya." Setelah itu pemuda itu tidak pernah melirik apa
pun. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Mughirah telah
10
menceritakan kepada kami Jarir telah menceritakan kepadaku Sulaim
bin 'Amir bahwa Abu Umamah menceritakan padanya bahwa seorang
pemuda mendatangi Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, lalu ia
menyebutkan hadits tersebut.”
Pada kasus hadist di atas, seorang pemuda menemui Rasulullah untuk
meminta izin untuk berzina. Secara sadar, sebenarnya pemuda tersebut
paham bahwa bersina adalah sesuatu yang diharamkan oleh agama.
Rasulullah, tidak serta merta melarang dan mengklaim bahwa berzina
merupakan perbuatan yang dibenci Allah. Beliau kemuidian mengajak
pemuda (mad’u) untuk berpikir sejenak dengan bertanya jika zina
menghampiri ibu dan saudara-saudaranya. Tanpa menyinggung
perasaan, mad’u memahami bahwa berzina adalah perbuatan yang
hina.
Mau'izah hasanah juga mengharuskan adanya ajakan untuk berpikir
tentang kebenaran melalui alur logika tamtsil (perumpamaan) yang
efesien. Rasul menanggapi pertanyaan pemuda dengan logika tamtsil
(perumpamaan) tanpa memberi jawaban baik positif maupun negatif.
Jika ditelaah lebih jauh, ditemukan dua tujuan pokok dari sikap
demikian ini. Pertama, memahamkan mad'u akan tujuan dan esensi
ajaran agama. Kedua, menghidupkan naluri kebaikan yang sebetulnya
telah ada dan tertanam dalam jiwa manusia (intlegible self).
Pada awal perbincangan, Rasulullah ingin menunjukkan kepada
mad’u bahwa ada alasan rasional dibalik perintah dan larangan agama
terhadap suatu hal. Ajaran Islam tidak hadir serta merta tanpa alas an
yang rasional. Lebih dari itu ajaran Islam didasarkan pada alas an-
alasan logis yang berorientasi pada kemaslahatan. Artinya Islam tidak
hanya menyuruh atau melarang, tapi ada tujuan-tujuan mulia dibalik
semua perintah dan larangan tersebut.
Sedangkan mengeni potensi kebaikan, sebetulnya pada diri manusia
telah ada naluri kebaikan sejak awal penciptaannya (fitrah). Naluri itu,
pada kondisi normal naluri itu akan membimbing setiap individu
11
untuk menentukan kebaikan dan keburukan secara otomatis. Dalam
ilmu psikologi, potensi diri pada manusia itu sering disebut dengan
super ego, yaitu kebenaran yang dapat menuntun individu dalam
menentukan sikap (ego).
Super Ego itulah yang ingin dihadirkan Rasul melalui pertanyaan-
pertanyaan, sehingga tanpa disadari pertanyaan itu mampu dijawab
sendiri oleh mad’u (si pemuda) tanpa perlu lagi mengatakan "ya" atau
"tidak". Dengan penjelasan yang sangat santun tersebut, maka dakwah
mau'izah hasanah berhasil mengubah pemikiran dan perilaku positif
mad'u seperti diceritakan di akhir hadits.
3. Hadist Tentang Metode Dakwah Mujadalah Hasanah

َ ََ ُ َ َ ََ
َ َ َ َ َ َ ََ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ ََ َ َ
‫حدثنا أ ُبو ك َر ْي ٍب حدثنا ع ْبدة ْب ُن ُسل ْيمان ع ْن محم ِد ْب ِن ع ْم ٍرو حدثنا أ ُبو َسل َمة ع ْن‬

َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ ْ ُ َ
ُ ْ ُ َ ْ َ َْ ْ ُ َ َ َ َْ َ ُ
‫ال أفضل أو أي‬ ِ ‫ر َرة قال س ِئل رسول‬
ِ ‫الله صلى الله علي ِه وسلم أي الأعم‬ ‫أ ِبي ه َي‬

َ َ ُ
َ
َ َْ ُ َ َ ُ َ ْ َ َ ْ َ ُ َ ُ َ ُ ‫ان بالله َو َر‬ َ َ َ ٌْ َ َ َْ
‫الجهاد سنام العم ِل ِقيل‬ِ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ء‬
ٍ ‫ي‬ ‫ش‬ ‫ي‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ث‬ ‫يل‬‫ق‬ِ ‫ه‬
ِ ‫ل‬
ِ ‫و‬‫س‬ ِ ِ ‫يم‬‫إ‬ِ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫خ‬ ‫ال‬
ِ ‫الأع‬
‫م‬

َ َ َ َ ُ َ َ ُ
ٌ
ٌ‫يث َح َسن‬ َ َ َ َ ُ ٌ ُ ْ َ ٌ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ
ْ
‫الله قال ثم حج مبرور قال أبو ِعيسى هذا ح ِد‬ ِ ‫ثم أي شي ٍء يا رسول‬

َ ََ ُ َ َ َ َ َ
َ َ َ ُ َ ْ ْ َ ٌ َ
‫رْ َرة ع ْن النبي صلى الله عل ْي ِه َو َسل َم‬
‫ص ِحيح قد ُر ِو َي ِم ْن غ ْي ِر َوج ِه ع ْن أ ِبي ه ي‬
ِ ِ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib berkata,


telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman dari
Muhammad bin Amru berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Salamah dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah ditanya, "Amal apa yang paling utama, atau ia
mengatakan, "Amal apa yang paling baik?" beliau menjawab:
"Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Dikatakan, "Lalu apa lagi?"
beliau menjawab: "Jihad, ia adalah puncak sebuah amal." Dikatakan,
"Wahai Rasulullah, lalu apa lagi?" beliau menjawab: "Haji mabrur."
12
Abu Isa berkata, "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini telah
diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam dengan banyak jalur.”
Syakh Muhammad Abduh mengemukakan bahwa Thariqah dakwah
mujadalah atau diskusi dapat digunakan berdakwah pada golongan
yang tingkat kecerdasannya dalam kategori pertengahan antara
golongan awam dan golongan yang tingkat kecerdasannya dalam
kategori tinggi. Mereka bertukar pikiran untuk mendorong mereka
berpikir sehat danmengihilangkan kesalahpahaman dalam
memahami sesuatu. Sementara Abdullah Arraisi menjelaskan
Dakwah bil mujadalah adalah bertukar pikiran dengan cara yang
terbaik dalam upaya menguak tentang kebenaran yang dapat diambil
nilai kebenarannya secara utuh, terutama hal ini yang berhubungan
dengan nilai Islam, juga dapat diaplikasikan di dalam kehidupan
sehari- hari di bermasyarakat.
Dalam berdiskusi terjadi interaksi yang saling membantu dan
menguatkan untuk memahami suatu hal. Tidak diperkenankan
kepada pihak-pihak yang berdiskusi memiliki niat untuk saling
menjatuhkan. Sebagaimana Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya
Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar
fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi
yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta
mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-
menolong dalam mencapai kebenaran26 Dengan kata lain,
Mujadalah bi al-lati Hiya Ahsan adalah suatu bentuk metode dakwah
dengan tujuan memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan
yang diajukan oleh mad’u sehingga mereka memahami persoalan-
persoalan secara mendalam tanpa menyinggu perasaannya.
Pada kasus hadist di atas, Rasulullah SAW., sebagai da’i menerima
pertanyaan dari seorang mad’u yang mengingikan pemahaman lebih
mendalam tentang amalan yang paling utama. Rasulullah yang
13
berpedoman pada prinsip dakwah mujadalah hasanah, melakukan
dialog demokratis. Dialog demokratis, berarti tidak menghendaki
adanya pemaksaan pemahamn kepada orang lain. Kedemokratisan
itu juga ditunjukkan dengan kesabaran dalam menjelaskan amalan
yang paling utama itu sedikit demi sedikit, sehingga mad’u
memahami dan memperoleh jawaban secara mendalam.

14
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Al-Qur'an sebagai sumber utama ajaran Islam tersusun sedemikian rupa
menjadi petunjuk dalam menjalani waktu kehidupannya. Kandungan al-qur'an
tidak terbatas pada ajaran nilai, hukum sejarah dan sebagai ilmu pengetahuan
saja, tapi juag mengandung usnur metodologi berbagai ilmu pengetahuan,
bahkan susunan kata, kata yang dipilih dalam bahasa arab, susunan kalimat,
hubungan masalah yang di bicarakan, semua sarat dengan informasi, ilmu dan
metodologi
Dakwah dalam al-quran berarti ajakan kepada kebaikan, yaitu ajakan
kepada agama Islam, membangun masyarakat madani yang qur'ani, selalu dalam
amar ma'ruf nahi mungkar. Dakwah merupakan seperangkat aktifitas yang
dilakukan oleh setiap muslim sesuai dengan kemampuannya, bertujuan
menjadikan seluruh umat manusia meyakini dan mengamalkan ajaran Islam
dengan baik dan bertanggung jawab serta duringi dengan akhlak mulia demi
memperoleh kebahagiaan sekarang dan yang akan datang
Dahwah sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para Rasul terdahulu Untuk
mencapai tujuan dakwah dibutuhkan metode khusus yang mampu membantu
keberhasilan dakwah. Metode dakwah Islam dalam perspektif Al-Qur'an secara
garis besar terbagi menjadi tiga macam yaitu dengan al hikmah, al mau'izhah,
dan mujadalah. Metode hukmah merupakan metode yang sudah dapat
menjelaskan unsur ureur dakwah baik dari segi da mad'u, media, Metode dan
tujuan dakwah sehingga dapat digunakan dalam tantanan praktis dalam
pelaksanaan dakwah
B. SARAN
Demikianlah pembahasan makalah kami, semoga dapat bermanfaat bagi
para pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan untuk
perbaikan makalah kami selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Muhammad Qadaruddin. 2019. Pengantar Ilmu Dakwah. Penerbit
Qiara Media

Abdullah. 2019. Ilmu Dakwah: Kajian Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, Dan


Aplikasi Dakwah. Depok: Rajawali

Amin, Muliaty. 2013. Metodologi Anak. Makassar: Alauddin University Press

Hasan, Muhammad. 2013. Metodologi Dan Pengembangan Ilmu Dakwah.


Surabaya:Pena Salsabila

16

Anda mungkin juga menyukai