Disusun Oleh:
Kelompok 6
Dosen Pengampu:
1444 H/ 2023M
1
KATA PENGANTAR
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 14
B. Saran .................................................................................................................. 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Da‟wah berasal dari kata: Da‟aa, Yad‟uu, Du‟aa, Da‟wah. Suka
berhimpun, memeberin nama, sumpah, panggilan/seruan dan permohonan.
Secara istilah Da‟iyah adalah orang islam yang secara syari‟ah mendapat
beban dakwah mengajak kepada agama Allah mencakup seluruh lapisan
dari Rasul, ulama, penguasa, dan seluruh muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengawali dari yang terpenting?
2. Bagaimana berdakwah dengan hikmah?
3. Bagaimana tidak malu mengatakan “saya tidak tahu”?
4. Bagaimana memiliki akhlak yang mulia?
5. Bagaimana menampakkan kemudahan islam dan menyampaikan
Busyraa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami mengawali dari yang terpenting
2. Untuk mengetahui dan memahami berdakwah dengan hikmah
3. Untuk mengetahui dan memahami tidak malu mengatakan “saya tidak
tahu”
4. Untuk mengetahui dan memahami memiliki akhlak yang mulia
5. Untuk mengetahui dan memahami menampakkan kemudahan islam
dan menyampaikan Busyraa
1
BAB II
PEMBAHASAN
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), „Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut.” (An-Nahl:
36).
فَاخْ خ َانَخْ ُٓى عٍ دٌُٓى، ٍٍُْ اط َّ َٔ ِإََّ ُٓ ْى أَحَخْ ُٓ ُى ان، ٔإَّی َخهَ ْمجُ ِعبَادِي ُحَُفَا َء ُكهَّ ُٓ ْى
ِ ٍَش
1
Sarbeni, B. Usus Manhaj as-Salaf fi ad-Da’wah Ilallah. (Jakarta: Darul Haq,
2013)
2
ٌْ َسى أ
َ ٍسى َٔ ِع
َ ٍِٕى َٔ ُي َ َٔ صى بِ ِّ َُٕ احا َٔانَّرِي أ َ ْٔ َح ٍَُْا إِنٍَْكَ َٔ َيا
َ ْض ٍَُْا بِ ِّ إِب َْسا َّ َٔ ٌٍِ َياِ ّع نَ ُكى ِ ّيٍَ اندَ ش ََس
ِّ ٍْ َأَلٍِ ًُٕا اندٌٍَِّ َٔ ًَل حَخَفَ َّسلُٕا فً َكب َُس َعهَى ْان ًُ ْش ِسكٍٍَِ َيا ََدْعُٕ ُْ ْى إِن
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu, dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat -bagi orang-orang musyrik- agama yang mana
kamu seru mereka kepadanya.” (Asy-Syura: 13).
Itulah dakwah para Nabi, yang para pokoknya adalah Ulul Azmi.
Mereka semua menempuh jalan dakwah dengan manhaj dan landasan yang
sama, yaitu tauhid. Ia adalah masalah dan dasar paling utama yang dipikul
manusia, pada setiap generasi mereka, dan berbagai lingkungan, daerah,
dan zaman mereka. Ini semua menunjukkan bahwa tauhid adalah satu-
satunya jalan yang mesti ditempuh ketika berdakwah kepada Allah, dan
salah satu sunnah yang telah digambarkan oleh Allah untuk para Nabi, dan
para pe ngikutnya, tidak dibenarkan mengganti dan menyimpang dari jalan
tersebut.”
3
tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami Al-Qur'an, dan mendalami
Syariat-syariat Islam serta hakikat iman.
َّ ك ْان ًُ ِز ٌْ ُم ِنه
شبٓت ِ ْنه َح
2
Munir, M. (2009). METODE DAKWAH. Jakarta: Kencana.
4
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah
dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang sangat penting, yaitu dapat
menentukan sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad‟u yang
beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para
da‟i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang
hati para mad‟u dengan tepat. Oleh karena itu, para da‟i dituntut untuk
mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar
belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu
yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.
Rada satu saat boleh jadi diamnya da‟i menjadi efektif dan berbicara
membawa bencana, tetapi di saat lain terjadi sebaliknya, diam malah
mendatangkan bahaya besar dan berbicara men-datangkan hasil yang
gemilang. Kemampuan da‟i me-nempatkan dirinya, kapan harus berbicara
dan kapan harus memilih diam, juga termasuk bagian dari hikmah dalam
dakwah.
5
... ًٌَُٕ َّللاُ ٌَ ْعهَ ُى َٔأََخ ُ ْى ًل ح َ ْع َه
َّ َٔ سى أٌَ ححبٕا شٍا ا َْٔ َُٕ ش ٌَّس نَ ُك ْى
َ شٍْا َْٔ َُٕ خَ ٍْس نَ ُك ْى َٔ َع
َ َٔ َعسى أٌ حكسْٕا
(٦١٢ )انبمسة.
“Jangan engkau sangka apa yang buruk menurut pandanganmu itu adalah
merugikanmu, padahal dimata Allah justru itu akan membawa kebaikan
bagimu. Jangan pula engkau sangka apa yang baik dalam pandanganmu itu
menguntung kan, pada hal dimata Allah justru yang engkau sangka baik
itu akan merugikan bagimu”. (Q.S. Al-Baqarah: 216)
١۸۱( ٌ ( آل عًسا... ََّللاِ ِن ُْجَ نَ ُٓ ْى َٔنٕ كُج فظا غهٍظ انماب انًصٕا ِي ٍْ َح ْٕنِك
َّ ٍَ)فَ ًَا َزحْ ًَ ٍت ِ ّي
3
Tasmara, T. Komunikasi Dakwah. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hal 65.
6
memaksa. Dengan demikian pengertian hikmah dilihat dari komunikasi
berarti suatu pendekatan persuasive yang artinya :
7
Seorang Imam Malik saja pendiri madzhab Maliki yang kealimannya
sudah terakui di seantero jagat, ketika disodori lima puluh masalah beliau
dengan rendah hati menjawab, “tidak ada daya dan upaya selain Allah
SWT”.
Kali lain, Kholid bin Khodas datang jauh-jauh dari Irak menghadap
Imam Malik, ia menyetorkan empat puluh kasus, dan hanya lima yang bisa
dijawab, selebihnya beliau berkata la adri (aku tidak tahu). Kesaksian ini
dikuatkan juga oleh Abu Nuaim al-Fadhl:
8
Imam Syafi‟i menanyakan kasus fiqih terkait mut‟ah, adakah perlu talak,
hak waris, kewajiban menafkahi dan butuh saksi. Imam Syafi‟i hanya
menjawab pendek, La, Wa Allahi ma adriy (demi Allah, saya tidak
mengetahuinya).
Lain kisah namun dengan muatan nilai yang sama datang dari cerita
Imam Ahmad bin Hambal. Tidak terhitung sudah beliau ditanya perihal
masalah khilafiyah, tetapi beliau hanya membalas singkat la adriy (aku
tidak tahu). Momen lain, Imam Ahmad berkata, tanyakanlah kepada
selainku (orang lain), adukanlah keapada para ulama yang lain.
Dengan merujuk kepada dai pertama, yaitu Rasulullah saw, dan dai
dari generasi Tabi'in seperti imam Hasan al- Bashri, pakar ilmu dakwah,
Abu Bakar Zakri menegaskan bahwa seorang dai harus melengkapi diri
dengan ilmu dan sifat-sifat mulia atau akhlak yang terpuji. Di antara sifat-
sifat itu, ialah sifat memelihara diri dari keburukan ('iffah), be- nar atau
jujur (shidq), berani (syaja 'ah), tulus (ikhlash), ren- dah hati (tawadlu '),
bersih hati, adil, luwes, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Seorang dai, menurut Zakri, harus memiliki kualifikasi moralitas dan
keluhuran budi pekerti seperti Rasulullah saw atau paling tidak
mendekatinya. Tidak bisa tidak!"
9
Keluhuran budi pekerti ini menjadi salah satu pendorong yang
memungkinkan masyarakat (mad'u) dapat meng- ikuti jalan kebenaran
yang diserukan sang dai. Sifat-sifat yang mulia itu adalah sifat-sifat yang
harus dimiliki semua kaum muslim. Namun bagi seorang dai, sifat-sifat ini
haruslah memiliki nilai lebih. Dengan perkataan lain, sifat-sifat yang mulia
itu bagi seorang dai harus tampak lebih mantap, lebih sempurna, dan lebih
menonjol, sehingga ia dapat menjadi dakwah yang hidup dan menjadi
teladan yang bergerak.4
Jadi, dalam soal ini, ada semacam tuntutan yang lebih tinggi
kepada seorang dai dibandingkan dengan kaum mus- limin pada
umumnya. Tuntutan ini logis, karena dai adalah orang yang berusaha
mewujudkan sistem Islam bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga
untuk orang lain (umat). Untuk itu, keimanan seorang dai harus memiliki
semangat melimpah. Dalam jiwanya harus ada kadar yang melimpah dari
keyakinan, komitmen keislaman, dan kemuliaan, yang dapat mengalir
kepada orang lain. Dengan begitu, orang lain dapat mengambil manfaat
dan faedah daripadanya.
4
Ismail, I & Prio, H. Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam.
(Jakarta: Rendy, 2013), hal 79.
10
Artinya :
“Sesungguhnya aku (Rasulullah) diutus (oleh Allah di dunia ini) tak lain
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak (budi pekerti) yang Mulia”
(hadist riwayat Ahmad).
ج أ َ ْخ ََلَُ ُٓ ْى ذْبٕا
ْ َ َٔإِ ٌْ ًُْٕ ذَ َْب: ج
ْ ٍَ األخَلف َيا بَ ِم
ُ اًَا األيى
“Sebenarnya suatu ummat akan tetap jaya dan terhormat selama memiliki
akhlak yang luhur”.
"Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan dalam
agama suatu kesempitan. " (Al-Hajj: 78). Rasulullah bersabda,
5
Syukir, A. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983),
hal 44.
11
"Sesungguhnya kamu sekalian diutus untuk memberikan kemudahan dan
bukan untuk membuat kesulitan."
ِإ ٌَّ هللاَ نَ ْى ٌَعًُ يعُا َٔ ًَل ُيخ َ َعخُا ٔنكٍ َب َعثَ ًُِ ُي َع ِهًّا يٍسسا.
Tatkala Rasulullah Saw. Mengutus Abu Musa Al-„Asyari dan Mu‟adz bin
Jabal ke Yaman, dia memberikan nasihat yang sangat pendek namun
padat.
6
Rahman, S. MANHAJ DAKWAH YUSUF AL-QARADHAWI. (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2001), hal 54.
12
Dia bersabda dan memberi pelajaran kepada umatnya,
7
Saputra, W. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001), hal 267.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang da‟i harus bisa menyampaikan ilmu, dengan begitu sangat
dibutuhkannya bekal. Da‟i pun akan berperan sebagai seorang pemimpin
di tengah masyarakat walau tidak pernah disebut secara resmi sebagai
pemimpin. Sebelum da‟i memberi petunjuk maka ia mesti mengerti dan
memahami terlebih dahulu mana jalan yang benar atau pun salah untuk
dilalui oleh seorang muslim. Ini yang menyebabkan kedudukan seorang
da‟i di tengah masyarakat menempati posisi penting.
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15