Anda di halaman 1dari 13

METEDOLOGI DAKWAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Manajemen Dakwah

Dosen Pembimbing : Dr. Dzulfikar Rodafi Lc

Disusun Oleh :

Rifki Alauddin Rahmat 21801012034

Achmad Syarifuddin 21801012067

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah memberi rahmat
dan hidayah-nya sehingga kami dapat mempersembahkan sebuah makalah
Manajemen Dakwah dengan judul “Metedologi Dakwah”.
Ucapan terimakasih kami yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang
telah bersedia dalam pembuatan makalah kami ini:
1. Dosen mata kuliah Manajemen Dakwah yaitu: Dr. Dzulfikar Rodafi Lc.
2. Teman-teman sekelompok yang telah bekerja dengan sebaik-baiknya dalam
pembuatan makalah ini.
            Kami berharap, semoga makalah ini dapat menjadi bahan ajar yang
baik, berguna, dan bermanfaat untuk kita semua yang mempelajarinya. Dan juga
kritik dan saran kalian atas kekurangan makalah ini sangat-sangat kami harapkan
dalam penyempurnaan pembuatan makalah kami yang selanjutnya.

Malang, 10 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama dakwah dan dakwah adalah watak dari ajaran Islam.
Dalam rangka pengaktualisasian konsep ajarannya inilah Islam mengembangkan
metode  dan strategi dakwah yang secara historis telah diteladankan oleh
Rasulullah saw. yang kemudian, dalam rangka mencapai tujuan dakwah ini
haruslah dengan metode dakwah yang berisikan ilmu pengetahuan dengan
mempelajari cara-cara berdakwah yang efektif dan efesien yang sesuai dengan
kondisi dan situasi saat itu.
Pentingnya mempelajari metodologi ilmu dakwah karena esensi dakwah ialah
menyeru manusia kepada al-Haq, memerintahkan segala sesuatu bentuk
kemungkaran dari seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Yang
selanjutnya menciptakan suatu umat terbaik (Khairuh Ummah) menjadi muslim
yang berkualitas, yang nantinya oleh Allah dijanjikan akan memperoleh ridho dan
surga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Metedo Dakwah?
2. Bagaiamana Bentuk-Bentuk Metode Dakwah?
3. Bagaiamana Metode Dakawah Rasulullah SAW?
4. Apa Sumber-Sumber Metode Dakwah?
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Metedo Dakwah.
2. Menjelaskan Bentuk-Bentuk Metode Dakwah.
3. Menjelaskan Metode Dakawah Rasulullah SAW
4. Menjelaskan Sumber-Sumber Metode Dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Dakwah


Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan
“hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah
cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain
menyebutkan bahwa metode bersal dari bahasa Jerman methodica, artinya ajaran
tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos yang
artinya jalan. Dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode berarti cara yang telah
diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.
Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuan
adalah sebagai berikut:
1. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses menghidupkan
peraturan-peraturan Islam dengan dimaksud memindahkan umat dari suatu
keadaan kepada keadaan lain.
2. Pendapat syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk
mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat
baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka dapat
kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat
al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi mungkar adalah inti gerakan dakwah
dan penggerak dalam dinamika masyarakat islam.
3. Menurut Al-Bayanuni definisi metode dakwah (asalib alda’wah) sebagai
berikut “yaitu cara-cara yang di tempuh oleh pendakwah dalam berdakwah
atau menerapkan strategi dakwah”.
Dari pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah adalah
cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u
untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini
mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu
pandangan human oriented menempatkan hargaan yang mulia atas diri manusia.
B. Bentuk Bentuk Metode Dakwah
‫ع ِإلَ ٰى َسبِي ِل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة ۖ َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي َأحْ َسنُ ۚ ِإ َّن َربَّكَ ه َُو َأ ْعلَ ُم‬
ُ ‫ا ْد‬
١٢٥﴿ َ‫ض َّل ع َْن َسبِيلِ ِه ۖ َوه َُو َأ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين‬ َ ‫﴾بِ َم ْن‬

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran


yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (an-Nahl:
125)
Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu
meliputi tiga cakupan, yaitu:
1. Al-Hikmah (( ‫الحكمة‬
Bentuk madsarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya
adalah mencegah, jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman,
dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal hal yang kurang
relavan dalam melaksakan tugas dakwah.
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang
mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada
agama atau Tuhan.
Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah
seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefenisikan bahwa
hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalaman. Hal ini tidak bisa
dicapai kecuali dengan memahami Al-Qur’an, dan mendalami syariat islam serta
hakikat iman.
Menurut Imam Abdullah bin Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu:
“Dakwah bil-hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar
dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Menurut Syeikh Zamakhasyari dalam kitabnya “al-Kasyaf”, al-Hikmah adalah
perkataan yang pasti dan benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan
menghilangkan keraguan atau kesamaran. Selanjutnya, Syeikh Zamakhasyari
mengatakan hikmah juga diartikan sebagai Al-Qur’an yakni ajaklah mereka
(manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al-Hikmah adalah
merupakan kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objectif mad’u. Al-Hikmah
merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin islam serta
realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh
karena itu, al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan
teoritis dan praktis dalam berdakwah.
2. Al-Mau’idza Al-Hasanah (( ‫الموعظة الحسنة‬
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’izhah dan
hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang
berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara hasanah
merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawanmya kejelekan.
Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:
1) Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.
Hasanuddin adalah sebagai berikut :“al-Mau’izhah al-Hasanah”
adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka,
bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada
mereka atau dengan al-Quran.
2) Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan
suatu manhaj (metode) dalam berdakwah untuk mengajak kejalan Allah
denganmemberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut
agar meraka mau berbuat baik.
Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung
unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan,
pesan-pesan positif (wasyiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar
mendapatkan keselamatan dunia akhirat.
Dari beberapa definisi diatas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklarifikasi
dalam beberapa bentuk:
1) Nasihat atau Petuah
2) Bimbingan pengajaran (pendidikan)
3) Kisah-kisah
4) Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)
5) Wasiat (pesan-pesan positif)
Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan
mengandung arti kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang
dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau
membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah lembutan dalam menasihati
sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia
lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman.
3. Al-Mujadalah Bi-al-lati Hiya Ahsan ( ( ‫المجادلة بالتي هي احسن‬
Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala”
yang bermakna memintal, memilit. Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan
mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitab
Adab al-Hiwar wa-almunadzarah, mengartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa
bermakna pula “Datang untuk memilih kebenaran” dan apabila berbentuk isim
“al-jadlu” maka berarti“ pertentangan atau perseteruan yang tajam”. Al-Jarisyah
menambahkan bahwa, lafalz “al-jadlu” musytaq dari lafalzh “al-Qotlu” yang
berarti sama-sama pertentangan, seperti halnya terjadi perseteruan antara dua yang
saling bertentangan sehingga saling melawan/menyerang dan salah satu menjadi
kalah.
Dari segi istilah (terminologi) terdapat bahwa pengertian al-mujadalah
(alhiwar). Al-mujadalah (al-hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan
oleh dua pihak secara senergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya
permusuhan diantara keduaanya. Sedangkan menurut Dr.Sayyid Muhammad
Tantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan
dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.
Menurut tafsiran an-Nasafi, kata ini mengandung arti :
Berbantahan yang baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam
bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak
dengan ucapan yang kasar, atau yang mempergunakan sesuatu (perkataan) yang
bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini
merupakan penolakan bagi orang-orang yang enggan melakukan perdebadatan
dalam agama.
Dari pengertian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa al-mujadalah
merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang
tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang
di ajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dan
lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang pada
kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman
kebenaran tersebut.
Selain menggunakan pendekatan yang disebutkan dalam A-Qur’an, dalam
sebuah haditis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:
‫من راى منكم منكرا قاليغيره بيده فان لم يستطع فبلسا† نه وان لم يستطع فبقلبه وذالك اضعف‬
‫االيمان‬
“Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka cegahlah dengan
tanganmu, jika tidak mampu, maka cegahlah dengan lisanmu, jika tidak mampu,
maka cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah
pertanda selemah-lemah iman” )H.R. Muslim(.
Dari hadits dapat disimpulkan ada 3 (tiga) tahapan metode, yaitu:
1. Metode dengan tangan (bil yad). Tangan secara tekstual diartikan sebagai
tangan yang digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Secara
tekstual kata “tangan” dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan (power).
Metode ini efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dengan lisan (bil lisan). Maksudnya dengan perkataan yang baik,
lemah lembut dan dapat dipahami oleh penerima dakwah (mad’u), bukan
dengan kata-kata sukar apalagi menyakitkan hati.
3. Metode dengan hati (bil qalb). Tahapan ini digunakan dalam situasi yang
sangat berat. Ketika mad’u sebagai penerima pesan menolak pesan yang
disampaikan, mencemooh bahkan mendzalimi da’i, yang sebaiknya
dilakukan oleh da’i ialah bersabar serta terus mendo’akan agar pesan
dakwah dapat diterima suatu saat nanti.
C. Sekilas Metode Dakwah Rasulullah SAW
Dakwah Rasulullah terbagi kedalam tiga metode:
1. Metode BI Lisanil Maqal
Metode dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan
pesan dakwahnya. Yang penting di catat dari metode ini adalah nabi tidak
pernah menampilkan kelucuan yang berlebih-lebihan. Metode ini merupakan
dasar acuan dari metode lisan seeperti yang diungkapkan diatas, namun tidak
menampilkan aspek humornya.
2. Metode Bi Lisanil Maktub
Metode ini dilaksanakan nabi Muhammad melalui korespondensasi atau
penyampaian surat ke berbagai pihak. Dalam sejarah dakwah Rasulullah ada
sekitar 105 surat Nabi, dan dapat dibagi kedalam tiga kategori:
a) Surat yang berisi seruan masuk islam kepada nonmuslim (Yahudi,
Nasrani, dan Majusi), Musyrikin, baik raja, amir, maupun perorangan.
b) Surat berisi ajaran islam (misalnya tentang zakat, sadaqah, dan lainnya).
Sasarannya muslim yang jauh dari Madinah yang memerlukan penjelasan
tentang ajaran islam.
c) Surat berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan nonmuslim terhadap
pemerintah islam (seperti tentang jizyah). Sasarannya adalah orang
Yahudi dan Nasrani yang telah membuat perjanjian damai dengan Nabi.
3. Metode Bi Lisanil Hal
Sebuah metode berdakwah melalui perbuatan dan prilaku konkret yang
dilakukan secara langsung oleh Rasulullah. Rasulullah dalam kesehariannya
biasa memberi hidangan makanan kepada para sahabat atau orang yang
tampak kelaparan, meskipun seringkali Nabi sendiri dalam keadaan lapar. Hal
ini sebagai indikasi Rasulullah memiliki sifat sosioligis yang tinggi. Dan hal
ini dilakukan Rasulullah sebagai aktualisasi dan realisasi.
Menutup dari bagian ini perlu ditegaskan bahwa semua metode
dakwah, kecuali metode lisan dengan humor yang terlalu mengedepankan
kelucuan sehingga menghilangkan tujuan dakwah. Untuk itu perlu
kemampuan yang baik, kesabaran dalam melakukannya serta keuletan dalam
penerapannya. Sudah barang tentu penerapan suatu atau beberapa metode
dalam suatu kegiatan dakwah harus mempertimbangkan situasi dan kondisi,
tampat dan waktu serta faktor psikologis objek dakwah.
D. Sumber-Sumber Metode Dakwah
Sumber-sumber metode dakwah:
1. Al-quran
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah
dakwah. Di antara ayat-ayat tersebut ada yang berhubungan dengan para rasul
dalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat yang ditujukan kepada
Nabi Muhammad Saw ketika beliau melanjarkan dakwahnya. Semua ayat-
ayat tersebut menunjukkan metode yang harus dipahami dan dipelajari oleh
setiap muslim. Karena Allah tidak akan menceritakan melainkan agar menjadi
suri tauladan dan dapat membantu dalam rangka menjalankan dakwah
berdasarkan metode-metode yang tersurat dan tersirat dalam Al-qur’an, Allah
Swt berfirman:
َ ُ‫ُون هَّللا ِ ِم ْن َأوْ لِيَا َء ۘ ي‬
‫ضا َعفُ لَهُ ُم‬ ِ ‫ض َو َما َكانَ لَهُ ْم ِم ْن د‬ِ ْ‫ك لَ ْم يَ ُكونُوا† ُم ْع ِج ِزينَ فِي اَأْلر‬ َ ‫ُأو ٰلَِئ‬
َ‫صرُون‬ ِ ‫ْال َع َذابُ ۚ َما َكانُوا يَ ْستَ ِطيعُونَ ال َّس ْم َع َو َما َكانُوا يُ ْب‬

Dan semua kisah-kisah dari rasul-rasul yng kami ceritakan kepadamu ialah
kisahkisah yang dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan dalam surat ini
datang kedamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-
orang yang beriman. (QS. Hud: 120)
2. Sunnah Rasul
Didalam sunnah rasul banyak kita temui hadits-hadits yang berkaitan dengan
dakwah. Begitu juga dalam sjarah hidup dan perjuangannya dan cara-cara
beliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya baik ketika beliau berjuang di
makkah maupun di Madinah. Semua ini memberikan contoh dalam metode
dakwahnya. Karena setidaknya kondisi yang di hadapi Rasulllah Saw ketika
itu dialami juga oleh juru dakwah sekarang ini.
3. Sejarah Hidup Para Sahabat dan Fuqoha’
Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fuqaha cukuplah
memberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah. Karena
mereka adalah orang yang expert dalam bidang agama. Muadz bin jabal dan
para sahabat lainya merupakan figur yang patut dicontoh sebagai kerangka
acuan dalam mengembangkan misi dakwah.
4. Pengalaman
Experience Is The Best Teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar
bagi orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru
dakwah merupakan hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala
dijadikan reference ketika berdakwah. Setelah kita mengetahui sumber-
sumber metode dakwah sudah sepantasnya kita menjadikannya sebagai
pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus disesuaikan
dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesempulan yang dapat kita peroleh dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i
(komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah
dan kasih saying dengan langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan
atau menyeru umat ke jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus
bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan hargaan yang
mulia atas diri manusia.
2. Metode dakwah terdiri atas metode dakwah bil hikmah, bi mauidzatil hasanah,
dan bil lati hiya ahsan (sumber ayat Al-Qur’an) serta bil yad (tangan), bil lisan
(ucapan) dan bil qalb (hati). Ini mengacu pada hadits nabi.
3. Sumber metode dakwah terdiri dari: Al-Qur’an, sunah Nabi, sejarah hidup
para sahabat dan fuqoha’, serta pengalaman seorang da’i dalam
menyampaikan pesan pesan dakwah.
4. Kesuksesan dalam menyampaikan pesan dakwah ialah bukan pada jumlah
perndengar atau pemirsanya, juga bukan pada semarak, gelak tawa, dan tepuk
tangan dari kelucuan dai, melainkan pada tercapainya tujuan dakwah yaitu
seberapa banyak manusia yang kembali ke jalan Allah SWT.
B. Saran
Penulis menyadari terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas
ini, namun penulis telah berupaya dan berusaha atas terselesainya tugas ini. Suatu
yang sangat di harapkan adalah saran dan kritikan yang membangun demi
memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kekurang-kekurangan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai