NIM : 1802050241
TM_10
METODE DAKWAH
A. PENDAHULUAN
Hakikat metode al hikmah (hikmah) menjadi syarat mutlak suksesnya dakwah. Indikator
kesiksesan dakwah bukan pada jumlah perndengar atau pemirsanya, juga bukan pada semarak,
gelak tawa, dan tepuk tangan dari kelucuan dai, melainkan pada tercapainya tujuan dakwah
yaitu seberapa banyak manusia yang kembali ke jalan Allah SWT. Untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan keluasan pengetahuan dakwah, baik yang bersumber dari Al-Qur’an, Al-
Hadits maupun sejarah dakwah, mulai dari periode Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, dan
seterusnya. Apa makna dan bagaimana hikmah tersebut hanya dapat diperoleh dari sumber-
sumber tersebut.
Suatu diantara bagian yang harus ada hikmah dalam dakwah ialah metode dakwah.
Penggunaan metode yang hikmah akan memudahkan suksesnya dakwah. Untuk itu dai harus
(1) memilih metode dakwah yang sesuai tingkat kebudayaan dan kecerdasan objek dakwahnya,
(2) memilih tempat, keadaan, dan waktu dakwah dilaksanakan. Jika dai tidak memperhatikan
hal ini, maka dakwahnya akan ditanggapi dengan apatis atau tertawa karena lucu sementara
substansinya tidak di perhatikan.
C. PENGERTIAN DAKWAH
Dari segi bahasa dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti seruan, ajakan, panggilan,
undangan, pembelaan, permohonan (do’a).
Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi dakwah, antara lain:
Ya’qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk
mengikuti petunjuk Allah dan Rasul Nya. Menurut Anshari (1993: 11), dakwah adalah semua
aktifitas manusia muslim di dalam berusaha merubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan
ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya
sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT.
D. RUANG LINGKUP DAKWAH
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa ruang lingkup ilmu dakwah adalah:
1. Manusia sebagai pelaku dakwah dan manusia sebagai penerima dakwah.
2. Agama Islam sebagai pesan dakwah yang harus disampaikan.
3. Allah yang menciptakan manusia dan alam sebagai Rabb yang memelihara alam dan
menurunkan agama Islam, serta menentukan proses terjadinya dakwah.
4. Lingkungan alam tempat terjadinya proses dakwah.
Sebagai ilmu yang mempelajari proses penyampaian ajaran Islam kepada umat, ilmu
dakwah memiliki ruang lingkup pembahasan yang sangat luas. Dakwah itu identik dengan
pembangunan fisik dan non fisik, dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu. Ilmu itu
keseluruhannya termasuk bagian dari ilmu Allah yang mencakup wilayah yang amat luas. Ilmu
Allah yang amat luas itu terdiri dari konsep-konsep yang apabila ditulis dengan tinta sebanyak
air lautan dan pulpen sebanyak ranting-ranting pepohonan, ilmu Allah tersebut tidak akan
selesai atau tidak akan habis ditulis.
ع ِإلَ ٰى َسبِی ِل َربِّكَ بِ ۡٱل ِح ۡك َم ِة َو ۡٱل َم ۡو ِعظَ ِة ۡٱل َح َسنَ ۖ ِة َو َٰ َٰج ِد ۡلھُم بِٱلَّتِي ِھ َي أَ ۡح َس ُۚۚنإِ َّن
ُ ۡٱد
١٢٥ َض َّل عَن َسبِیلِ ِھ َوھُ َو أَ ۡعلَ ُم بِ ۡٱل ُم ۡھتَ ِدین َ ك ھُ َو أَ ۡعلَ ُم بِ َمن َ ََّرب
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahl: 125).
Berdasarkan QS. An- Nahl: 125 di atas metode dakwah terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
metode bi al Hikmah, mau’idzah hasanah, dan mujadalah. Adapun penjelasan metode tersebut
sebagai berikut:
1. Al-Hikmah ()االح ْك َم ة
ِ
Hikmah bentuk masdar dari ihkam yang artinya memperbaiki perkataan atau perbuatan.
Bentuk madsarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah
mencegah, jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan
dengan dakwah maka berarti menghindari hal hal yang kurang relavan dalam melaksakan
tugas dakwah.
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang
lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti
yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefenisikan bahwa hikmah adalah
pengetahuan tentang kebenaran dan pengalaman. Hal ini tidak bias dicapai kecuali dengan
memahami Al-Qur’an, dan mendalami syariat islam serta hakikat iman.
Menurut Imam Abdullah bin Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu: “Dakwah bil-
hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil
yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Menurut Syeikh Zamakhasyari dalam kitabnya “al-Kasyaf”, al-Hikmah adalah perkataan
yang pasti dan benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan
keraguan atau kesamaran. Selanjutnya, Syeikh Zamakhasyari mengatakan hikmah juga
diartikan sebagai Al-Qur’an yakni ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat
hikmah.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al-Hikmah adalah merupakan
kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilih dan menyelaraskan teknik dakwah
dengan kondisi objectif mad’u. Al-Hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan
doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang
komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara
kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.
b. Tabsyir wa tanzir
Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar
yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Sedang tandzir ialah
penyampaian dakwah di mana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang
adanya kehidupan setelah kematian beserta konsekuensinya. Tujuan tabsyir wa tanzir
yaitu:
a) Memperkuat/memperkokoh iman
b) Memberikan harapan
c) Menumbuhkan semangat beramal
d) Menghilangkan sifat ragu-ragu
e) Memberi peringatan agar waspada
c. Wasiat
Secara etimologi wasiat berasal dari bahasa Arab washa-washia-washiyatan yang
berarti pesan penting. Dalam konteks dakwah, wasiat diartikan sebagai ucapan atau
arahan kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi.
Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan mengandung arti
kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam perasaan
dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain
sebab kelemah lembutan dalam menasihati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada
larangan dan ancaman.
Karena pribadi Rasulullah sendiri mengandung suri teladan. Dalam Al- Qur’an
ditegaskan,
ُوا ٱ َو ۡٱلیَ ۡو َم ل
ْ ة لِّ َمن َكانَ یَ ۡرجٞ َلَّقَ ۡد َكانَ لَ ُكمۡ فِي َرسُو ِل ٱ أُ ۡس َوةٌ َح َسن
ٗ ِاأل ِخ َر َو َذ َك َر ٱ َكث
٢١ یرا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Seluruh pribadi Rasulullah juga dihiasi dengan akhlak mulia. Karena itu seluruh sikap
dan prilakunya dalam semua aspek kehidupan menjadi suri teladan bagi umat islam.
Menutup dari bagian ini perlu ditegaskan bahwa semua metode dakwah, kecuali
metode lisan dengan humor yang terlalu mengedepankan kelucuan sehingga
menghilangkan tujuan dakwah. Untuk itu perlu kemampuan yang baik, kesabaran dalam
melakukannya serta keuletan dalam penerapannya. Sudah barang tentu penerapan
suatu atau beberapa metode dalam suatu kegiatan dakwah harus mempertimbangkan
situasi dan kondisi, tampat dan waktu serta faktor psikologis objek dakwah.
G. SETIAP MUSLIM ADALAH DA,I
“Kita adalah da’i sebelum menjadi apapun”. Dari kalimat tersebut dapat kita simpulkan
bahwa pada dasarnya, kita adalah seorang da’i sebelum kita menjabat suatu profesi apapun.
Perkataan Hassan Al-Banna tersebut dapat menjadi cerminan, bahwa pada hakikatnya, seorang
muslim adalah pendakwah. Ketika seseorang menuntut ilmu dan memiliki pengetahuan, saat
itu pula ia memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya tersebut. Ketika
seseorang sadar bahwa ia telah memiliki bekal untuk mengamalkan sunnah, saat itu pula ia
berkewajiban menyeru orang lain kepada Islam. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
mengaktualisasikan amanah dalam kita menjadi seorang da’i, salah satunya adalah menjadi
seorang murobby.
Murobby merupakan sumber atau penyalur ilmu dari sumber untuk disampaikan dan
dipahamkan kepada mad’u atau sang murobby.
d. Pengalaman
Experience Is The Best Teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi
orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru dakwah merupakan
hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala dijadikan reference ketika
berdakwah. Setelah kita mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah sepantasnya
kita menjadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus
disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.
K. KESIMPULAN
1. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i
(komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih
saying dengan langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat ke
jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini mengandung
arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented
menempatkan hargaan yang mulia atas diri manusia.
2. Metode dakwah terdiri atas metode dakwah bil hikmah, bi mauidzatil hasanah, dan bil
lati hiya ahsan (sumber ayat Al-Qur’an) serta bil yad (tangan), bil lisan (ucapan) dan bil
qalb (hati). Ini mengacu pada hadits nabi.
3. Sumber metode dakwah terdiri dari: Al-Qur’an, sunah Nabi, sejarah hidup para sahabat
dan fuqoha’, serta pengalaman seorang da’i dalam menyampaikan pesan pesan dakwah.
4. Kesuksesan dalam menyampaikan pesan dakwah ialah bukan pada jumlah perndengar
atau pemirsanya, juga bukan pada semarak, gelak tawa, dan tepuk tangan dari kelucuan
dai, melainkan pada tercapainya tujuan dakwah yaitu seberapa banyak manusia yang
kembali ke jalan Allah SWT.