Anda di halaman 1dari 16

Nama : MELANA RINI SUTRA WARNI

NIM : 1802050241

Kelas : 4B-D3 Farmasi

TM_10

METODE DAKWAH
A. PENDAHULUAN
Hakikat metode al hikmah (hikmah) menjadi syarat mutlak suksesnya dakwah. Indikator
kesiksesan dakwah bukan pada jumlah perndengar atau pemirsanya, juga bukan pada semarak,
gelak tawa, dan tepuk tangan dari kelucuan dai, melainkan pada tercapainya tujuan dakwah
yaitu seberapa banyak manusia yang kembali ke jalan Allah SWT. Untuk mencapai tujuan
tersebut dibutuhkan keluasan pengetahuan dakwah, baik yang bersumber dari Al-Qur’an, Al-
Hadits maupun sejarah dakwah, mulai dari periode Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, dan
seterusnya. Apa makna dan bagaimana hikmah tersebut hanya dapat diperoleh dari sumber-
sumber tersebut.
Suatu diantara bagian yang harus ada hikmah dalam dakwah ialah metode dakwah.
Penggunaan metode yang hikmah akan memudahkan suksesnya dakwah. Untuk itu dai harus
(1) memilih metode dakwah yang sesuai tingkat kebudayaan dan kecerdasan objek dakwahnya,
(2) memilih tempat, keadaan, dan waktu dakwah dilaksanakan. Jika dai tidak memperhatikan
hal ini, maka dakwahnya akan ditanggapi dengan apatis atau tertawa karena lucu sementara
substansinya tidak di perhatikan.

B. PENGETIAN METODE DAKWAH


Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan,
cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus
dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode bersal dari
bahasa Jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode
berasal dari kata methodos yang artinya jalan. Dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode
berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.
Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuan adalah sebagai
berikut:
1. Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah suatu proses menghidupkan peraturan-
peraturan Islam dengan dimaksud memindahkan umat dari suatu keadaan kepada
keadaan lain.
2. Pendapat syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan
kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang
mereka dari perbuatan jelek agar mereka dapat kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi mungkar
adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat islam.
3. Menurut Al-Bayanuni (1993: 47) definisi metode dakwah (asalib alda’wah) sebagai
berikut “yaitu cara-cara yang di tempuh oleh pendakwah dalam berdakwah atau
menerapkan strategi dakwah”.
Dari pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah adalah cara-cara
tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu
tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang5. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan
dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented menempatkan hargaan yang
mulia atas diri manusia.

C. PENGERTIAN DAKWAH
Dari segi bahasa dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti seruan, ajakan, panggilan,
undangan, pembelaan, permohonan (do’a).
Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi dakwah, antara lain:
Ya’qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk
mengikuti petunjuk Allah dan Rasul Nya. Menurut Anshari (1993: 11), dakwah adalah semua
aktifitas manusia muslim di dalam berusaha merubah situasi kepada situasi yang sesuai dengan
ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya
sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT.
D. RUANG LINGKUP DAKWAH
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa ruang lingkup ilmu dakwah adalah:
1. Manusia sebagai pelaku dakwah dan manusia sebagai penerima dakwah.
2. Agama Islam sebagai pesan dakwah yang harus disampaikan.
3. Allah yang menciptakan manusia dan alam sebagai Rabb yang memelihara alam dan
menurunkan agama Islam, serta menentukan proses terjadinya dakwah.
4. Lingkungan alam tempat terjadinya proses dakwah.

Sebagai ilmu yang mempelajari proses penyampaian ajaran Islam kepada umat, ilmu
dakwah memiliki ruang lingkup pembahasan yang sangat luas. Dakwah itu identik dengan
pembangunan fisik dan non fisik, dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu. Ilmu itu
keseluruhannya termasuk bagian dari ilmu Allah yang mencakup wilayah yang amat luas. Ilmu
Allah yang amat luas itu terdiri dari konsep-konsep yang apabila ditulis dengan tinta sebanyak
air lautan dan pulpen sebanyak ranting-ranting pepohonan, ilmu Allah tersebut tidak akan
selesai atau tidak akan habis ditulis.

E. BENTUK BENTUK/MACAM-MACAM METODE DAKWAH


Banyak metode dakwah yang disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits akan tetapi yang
dijadikan pedoman pokok dari keseluruhan metode dakwah tersebut adalah firman Allah dalam
surah an Nahl ayat 125:

‫ع ِإلَ ٰى َسبِی ِل َربِّكَ بِ ۡٱل ِح ۡك َم ِة َو ۡٱل َم ۡو ِعظَ ِة ۡٱل َح َسنَ ۖ ِة َو َٰ َٰج ِد ۡلھُم بِٱلَّتِي ِھ َي أَ ۡح َس ُۚۚنإِ َّن‬
ُ ‫ۡٱد‬
١٢٥ َ‫ض َّل عَن َسبِیلِ ِھ َوھُ َو أَ ۡعلَ ُم بِ ۡٱل ُم ۡھتَ ِدین‬ َ ‫ك ھُ َو أَ ۡعلَ ُم بِ َمن‬ َ َّ‫َرب‬
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahl: 125).

Berdasarkan QS. An- Nahl: 125 di atas metode dakwah terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
metode bi al Hikmah, mau’idzah hasanah, dan mujadalah. Adapun penjelasan metode tersebut
sebagai berikut:
1. Al-Hikmah (‫)االح ْك َم ة‬
ِ
Hikmah bentuk masdar dari ihkam yang artinya memperbaiki perkataan atau perbuatan.

Dakwah bi al hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang


dilakukan atas dasar persuasif. Artinya dakwah di sini dilakukan tanpa adanya paksaan. Kata
hikmah bermakna arif dan bijaksana. Metode al-hikmah merupakan kemampuan
penyampai dakwah (da’i) dalam menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi mad’u,
sesuai situasi dan kondisi. Sehingga pesan dapat diterima oleh mad’u dengan baik.

Bentuk madsarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah
mencegah, jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan
dengan dakwah maka berarti menghindari hal hal yang kurang relavan dalam melaksakan
tugas dakwah.
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang
lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
Ibnu Qoyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti
yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefenisikan bahwa hikmah adalah
pengetahuan tentang kebenaran dan pengalaman. Hal ini tidak bias dicapai kecuali dengan
memahami Al-Qur’an, dan mendalami syariat islam serta hakikat iman.
Menurut Imam Abdullah bin Mahmud An-Nasafi, arti hikmah, yaitu: “Dakwah bil-
hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil
yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.
Menurut Syeikh Zamakhasyari dalam kitabnya “al-Kasyaf”, al-Hikmah adalah perkataan
yang pasti dan benar. Ia adalah dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan
keraguan atau kesamaran. Selanjutnya, Syeikh Zamakhasyari mengatakan hikmah juga
diartikan sebagai Al-Qur’an yakni ajaklah mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat
hikmah.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al-Hikmah adalah merupakan
kemampuan dan ketepatan da’i dalam memilih, memilih dan menyelaraskan teknik dakwah
dengan kondisi objectif mad’u. Al-Hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan
doktrin-doktrin islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang
komunikatif. Oleh karena itu, al-hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara
kemampuan teoritis dan praktis dalam berdakwah.

َ ‫وع ظَ ِة الْ َح‬


2. Al-Mau’idza Al-Hasanah ( ‫س نَة‬ ِ ‫) اَل َم‬
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’izhah dan hasanah.
Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang berarti; nasihat,
bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara hasanah merupakan kebalikan dari
sayyi’ah yang artinya kebaikan lawanmya kejelekan.
Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain:
a. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanuddin
adalah sebagai berikut :
“al-Mau’izhah al-Hasanah” adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi
bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat
kepada mereka atau dengan al-Quran.
b. Menurut Abdul Hamid Al Bilali, mauidzah hasanah merupakan salah satu metode
dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau
membimbing dengan lemah lembut agar mereka (mad’u) mau berbuat baik. Dari
pendapat ini dapat dirumuskan bahwa mauidzah hasanah terdiri dari beberapa
model, di antaranya nasihat, tabsyir wa tanzir dan wasiat.

mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur


bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-
pesan positif (wasyiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar
mendapatkan keselamatan dunia akhirat.
Dari beberapa definisi diatas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklarifikasi dalam
beberapa bentuk:
1. Nasihat atau petuah
2. Bimbingan pengajaran (pendidikan)
3. Kisah-kisah
4. Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)
5. Wasiat (pesan-pesan positif)
a. Nasihat
Nasihat adalah cara yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti
ada sanksi dan akibat. Secara terminologi berarti memerintah atau melarang atau
menganjurkan yang disertai dalil motivasi dan ancaman.

b. Tabsyir wa tanzir
Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar
yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Sedang tandzir ialah
penyampaian dakwah di mana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang
adanya kehidupan setelah kematian beserta konsekuensinya. Tujuan tabsyir wa tanzir
yaitu:
a) Memperkuat/memperkokoh iman
b) Memberikan harapan
c) Menumbuhkan semangat beramal
d) Menghilangkan sifat ragu-ragu
e) Memberi peringatan agar waspada
c. Wasiat
Secara etimologi wasiat berasal dari bahasa Arab washa-washia-washiyatan yang
berarti pesan penting. Dalam konteks dakwah, wasiat diartikan sebagai ucapan atau
arahan kepada orang lain (mad’u), terhadap sesuatu yang belum dan akan terjadi.
Jadi, kalau kita telusuri kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan mengandung arti
kata-kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam perasaan
dengan penuh kelembutan; tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain
sebab kelemah lembutan dalam menasihati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada
larangan dan ancaman.

3. Al-Mujadalah Bi-al-lati Hiya Ahsan ( ‫)المجادلة با لتي ھي احسن‬


Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak
secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara
keduanya. Sedangkan menurut Sayyid Muhammad Thantawi metode dakwah ialah suatu
upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan
argumentasi dan bukti yang kuat (Saputra, 2012: 254). Dapat disimpulkan bahwa mujadalah
berarti metode dakwah dengan berdialog dengan lemah lembut, tanpa paksaan untuk
mencapai suatu kebenaran.
Adapun beberapa contoh metode yang dipraktekkan oleh Nabi saw (dalam Pimay, 2006:
44-46) adalah sebagai berikut:
1) Metode ceramah
Metode ceramah yang dilakukan oleh Rasulullah saw cukup sederhana. Sasarannya
adalah qalbu (hati) dan akal manusia. Karena qalbu dan akal manusia bertempat dalam
lubuk jiwa manusia. Ceramah Rasul tersebut dilakukan dengan cara memperhitungkan
suatu segi yang praktis yaitu mempertimbangkan objek secara tepat dengan alasanalasan
yang kuat.
2) Metode Tanya Jawab
Dalam hal ini, Rasul menjawab segala macam permasalahan sahabat-sahabatnya dengan
sabar dan senang hati.
3) Metode Musyawarah
Metode musyawarah ini dinilai sebagai metode dakwah dalam menjinakkan hati para
sahabatnya dan memberi contoh agar senantiasa masyarakat mengikutinya.
4) Face to face
Dalam hal ini, Rasul menyeru keluarga dan sahabat-sahabatnya yang terdekat satu demi
satu atau disebut dakwah al-afrad yaitu secara diam-diam dari rumah ke rumah.
5) Metode Teladan
Nabi berdakwah dengan jalan memberikan teladan agar dicontoh oleh masyarakat.
Meskipun seorang Rasul, Nabi Muhammad tidak pernah menempatkan dirinya dengan gaya
orang berkuasa. Metode ini dilakukan Nabi dengan harapan agar para sahabatnya
menirunya.
6) Metode Ishlah
Dalam hal ini, Nabi membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan pihak
lain yang terkenal dengan kompromi, seperti yang terjadi dalam perjanjian Hudaibiyyah.
7) Dengan Cara Memberikan Harta
Dengan cara memberikan harta, cara ini dilakukan untuk membantu orang yang
berekonomi lemah. Menurut Sayyid Qutb bahwa dalam menerapkan metode mujadalah ini
perlu diterapkan hal-hal sebagai berikut:
a) Tidak merendahkan pihak lawan atau menjelekjelekkan, mencaci, karena tujuan
diskusi untuk mencapai sebuah kebenaran.
b) Tujuan diskusi semata-mata untuk mencapai kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
c) Tetap menghormati pihak lawan sebab setiap jiwa manusia mempunyai harga diri
(human dignity) (Pimay, 2006: 37).
Pimay (2006: 38-39), menambahkan bahwa Nabi Muhammad saw telah
mengaplikasikan tiga kerangka dasar metode dakwah tersebut melalui enam pendekatan
dalam berdakwah, yaitu:
(1) Pendekatan personal dari mulut ke mulut (manhaj alsirri)
(2) Pendekatan pendekatan (manhaj al-tablus)
(3) Pendekatan penawaran (manhaj al-ardh)
(4) Pendekatan missi (manhaj al-bi’tsah)
(5) Pendekatan korespondensi (manhaj al-mukatabah) 6) Pendekatan diskusi (manhaj al-
mujada)
Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna
memintal, memilit. Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna
menguatkan sesuatu.
Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitab Adab al-Hiwar wa-almunadzarah, mengartikan
bahwa “al-Jidal” secara bahasa bermakna pula “Datang untuk memilih kebenaran” dan
apabila berbentuk isim “al-jadlu” maka berarti “pertentangan atau perseteruan yang
tajam”. Al-Jarisyah menambahkan bahwa, lafalz “al-jadlu” musytaq dari lafalzh “al-Qotlu”
yang berarti sama-sama pertentangan, seperti halnya terjadi perseteruan antara dua yang
saling bertentangan sehingga saling melawan/menyerang dan salah satu menjadi kalah.
Dari segi istilah (terminologi) terdapat bahwa pengertian al-mujadalah (alhiwar). Al-
mujadalah (al-hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara
senergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara
keduaanya. Sedangkan menurut Dr.Sayyid Muhammad Tantawi ialah, suatu upaya yang
bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan
bukti yang kuat.

Menurut tafsiran an-Nasafi12, kata ini mengandung arti :


Berbantahan yang baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah,
antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar,
atau yang mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati,
membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang-
orang yang enggan melakukan perdebadatan dalam agama.

Dari pengertian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa al-mujadalah merupakan


tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis yang tidak melahirkan
permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang di ajukan dengan
memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dan lainnya saling menghargai
dan menghormati pendapat keduanya berpegang pada kebenaran, mengakui kebenaran
pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.
Selain menggunakan pendekatan yang disebutkan dalam A-Qur’an, dalam sebuah
haditis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:
ْ ‫ك ًر افَ ْالیُ َغ یٍرْ ه بِیَ ِد ِه فَا ِ ْن لَ ْم یَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسا نِ ِھ َو‬
‫ان لَ ْم‬ َ ‫ك ْم ُم ْن‬ ُ ‫َم ْن َر اَى ِم ْن‬
‫ك اَ ضْ َعفُ ْا ِال یْ َما ْن‬ َ ‫یَ ْستَ ِط ْع فَبِق لْ بِ ِھ َو ذ ا ِل‬
“Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, jika
tidak mampu, maka cegahlah dengan lisanmu, jika tidak mampu, maka cegahlah dengan
hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemah iman.”
[ H.R. Muslim ].

Dari hadits dapat disimpulkan ada 3 (tiga) tahapan metode, yaitu:


1. Metode dengan tangan (bil yad). Tangan secara tekstual diartikan sebagai tangan yang
digunakan dalam menggunakan situasi kemungkaran. Secara tekstual kata “tangan”
dapat diartikan sebagai kekuatan kekuasaan (power). Metode ini efektif bila dilakukan
oleh penguasa yang berjiwa dakwah.
2. Metode dengan lisan (bil lisan). Maksudnya dengan perkataan yang baik, lemah lembut
dan dapat dipahami oleh penerima dakwah (mad’u), bukan dengan kata-kata sukar
apalagi menyakitkan hati.
3. Metode dengan hati (bil qalb). Tahapan ini digunakan dalam situasi yang sangat berat.
Ketika mad’u sebagai penerima pesan menolak pesan yang disampaikan, mencemooh
bahkan mendzalimi da’i, yang sebaiknya dilakukan oleh da’i ialah bersabar serta terus
mendo’akan agar pesan dakwah dapat diterima suatu saat nanti.

F. SEKILAS METODE DAKWAH RASULULLAH SAW


Dakwah Rasulullah terbagi kedalam tiga metode :
1. Metode BI Lisanil Maqal ( ‫)بلسان المقال‬
Metode dengan menggunakan tutur kata secara lisan dalam menyampaikan pesan
dakwahnya. Yang penting di catat dari metode ini adalah nabi tidak pernah
menampilkan kelucuan yang berlebih-lebihan. Metode ini merupakan dasar acuan dari
metode lisan seeperti yang diungkapkan diatas, namun tidak menampilkan aspek
humornya.
2. Metode Bi Lisanil Maktub ( ‫)بلسان المكتوب‬
Metode ini dilaksanakan nabi Muhammad melalui korespondensasi atau
penyampaian surat ke berbagai pihak. Dalam sejarah dakwah Rasulullah ada sekitar 105
surat Nabi, dan dapat dibagi kedalam tiga kategori:
 Surat yang berisi seruan masuk islam kepada nonmuslim (Yahudi, Nasrani, dan
Majusi), Musyrikin, baik raja, amir, maupun perorangan.
 Surat berisi ajaran islam (misalnya tentang zakat, sadaqah, dan lainnya). Sasarannya
muslim yang jauh dari Madinah yang memerlukan penjelasan tentang ajaran islam.
 Surat berisi tentang hal-hal yang wajib dikerjakan nonmuslim terhadap pemerintah
islam (seperti tentang jizyah). Sasarannya adalah orang Yahudi dan Nasrani yang
telah membuat perjanjian damai dengan Nabi.
3. Metode Bi Lisanil Hal ( ‫)بلسان ا لحا ل‬
Sebuah metode berdakwah melalui perbuatan dan prilaku konkret yang dilakukan
secara langsung oleh Rasulullah. Rasulullah dalam kesehariannya biasa memberi
hidangan makanan kepada para sahabat atau orang yang tampak kelaparan, meskipun
seringkali Nabi sendiri dalam keadaan lapar. Hal ini sebagai indikasi Rasulullah memiliki
sifat sosioligis yang tinggi. Dan hal ini dilakukan Rasulullah sebagai aktualisasi dan
realisasi dari firman Allah dalam surat al-Maa’un,
‫ َواَل یَحُضُّ َعلَ ٰى‬٢ ‫ك ٱلَّ ِذي یَ ُد ُّع ۡٱلیَتِی َم‬َ ِ‫ فَ َٰ َٰذل‬١ ‫أَ َر َء ۡیتَٱلَّ ِذي یُ َك ِّذبُ بِٱلدِّی ِن‬
٣‫طَ َع ِام ۡٱل ِم ۡس ِكی ِن‬
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama. Itulah orang yang menghardik anak
yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al-maa’un: 1-3)

Karena pribadi Rasulullah sendiri mengandung suri teladan. Dalam Al- Qur’an
ditegaskan,
‫ُوا ٱ َو ۡٱلیَ ۡو َم ل‬
ْ ‫ ة لِّ َمن َكانَ یَ ۡرج‬ٞ َ‫لَّقَ ۡد َكانَ لَ ُكمۡ فِي َرسُو ِل ٱ أُ ۡس َوةٌ َح َسن‬

ٗ ِ‫األ ِخ َر َو َذ َك َر ٱ َكث‬
٢١ ‫یرا‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)
Seluruh pribadi Rasulullah juga dihiasi dengan akhlak mulia. Karena itu seluruh sikap
dan prilakunya dalam semua aspek kehidupan menjadi suri teladan bagi umat islam.
Menutup dari bagian ini perlu ditegaskan bahwa semua metode dakwah, kecuali
metode lisan dengan humor yang terlalu mengedepankan kelucuan sehingga
menghilangkan tujuan dakwah. Untuk itu perlu kemampuan yang baik, kesabaran dalam
melakukannya serta keuletan dalam penerapannya. Sudah barang tentu penerapan
suatu atau beberapa metode dalam suatu kegiatan dakwah harus mempertimbangkan
situasi dan kondisi, tampat dan waktu serta faktor psikologis objek dakwah.
G. SETIAP MUSLIM ADALAH DA,I
“Kita adalah da’i sebelum menjadi apapun”. Dari kalimat tersebut dapat kita simpulkan
bahwa pada dasarnya, kita adalah seorang da’i sebelum kita menjabat suatu profesi apapun.
Perkataan Hassan Al-Banna tersebut dapat menjadi cerminan, bahwa pada hakikatnya, seorang
muslim adalah pendakwah. Ketika seseorang menuntut ilmu dan memiliki pengetahuan, saat
itu pula ia memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan ilmu yang dimilikinya tersebut. Ketika
seseorang sadar bahwa ia telah memiliki bekal untuk mengamalkan sunnah, saat itu pula ia
berkewajiban menyeru orang lain kepada Islam. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk
mengaktualisasikan amanah dalam kita menjadi seorang da’i, salah satunya adalah menjadi
seorang murobby.
Murobby merupakan sumber atau penyalur ilmu dari sumber untuk disampaikan dan
dipahamkan kepada mad’u atau sang murobby.

H. DAKWAH BIL HAL MELALUI PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN IPTEK


Dakwah bi al-hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan dengan tindakan nyata
atau amal nyata terhadap kebutuhan penerima dakwah, sehingga tindakan nyata tersebut
sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah.
Kemajuan IPTEK pada era globalisasi ini pasti akan mewarnai pembangunan yang membawa
fenomena. Batas-batas system nasional disemua Negara hampir hilang dan orang diseluruh
dunia saling mempengaruhi meskipun tidak bertemu muka. Dari sekian gejala sosial yang
ditimbulkan oleh globalisasi diatas, ada fenomena umum yang dapat dirasakan atau dilihat
dewasa ini apabila dikaitkan dengan dakwah, maka hal tersebut merupakan tantangan dan juga
“pekerjaan rumah” bagi para da’i (juru dakwah). Artinya para da’i harus tampil dengan jurus-
jurus jitu dalam menyampaikan bahasa agama pada kehidupan masyarakat yang sudah
terkontaminasi dengan era globalisasi itu. Bila para da’i masih tampil dengan gaya lama,
sementara kondisi kekinian tampil dengan problema globalisasi yang serba menantang, maka
mau tidak mau, suka tidak suka pasti gaya lama akan “tergusur”. Akibatnya upaya-upaya untuk
membumikan ajaran islam ditengah-tengah masyarakat, baik masyarakat kota maupun
masyarakat pedesaan pasti mengalamai hambatan.
I. BEKERJA ADALAH DAKWAH
Di dalam dunia pekerjaan, seorang Muslim adalah bertanggung jawab untuk berdakwah.
Tidak kiralah apa kategori pekerjaan, bekerja sebagai pejabat, bekerja di kantor, bekerja di
ladang dan sawah sekalipun, tanggung jawab sebagai Da’i itu terletak di bahu kita. Kita perlu
dakwah di tempat kerja. Ia selaras dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surah Ali
Imran ayat 110 yang artinya:
‘Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah daripada yang munkar, dan beriman kepada Allah.’
Sebagai seorang tenaga kefarmasian kita wajib membagi ilmu kita kepada sesama tenaga
farmasi lainnya, memberikan informasi dan edukasi pada pasien yang kurang mengerti, serta
memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai informasi yang berkaitan dengan
kesehatan dan ruang lingkup profesi kita.

J. SUMBER-SUMBER METODE DAKWAH


a. Al-quran
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang masalah dakwah. Di
antara ayat-ayat tersebut ada yang berhubungan dengan para rasul dalam menghadapi
umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat yang ditujukan kepada Nabi muhammad Saw ketika
beliau melanjarkan dakwahnya. Semua ayat-ayat tersebut menunjukkan metode yang harus
dipahami dan dipelajari oleh setiap muslim. Karena Allah tidak akan menceritakan
melainkan agar menjadi suri tauladan dan dapat membantu dalam rangka menjalankan
dakwah berdasarkan metode-metode yang tersurat dan tersirat dalam Al-qur’an, Allah Swt
berfirman:
ُ ‫َو ُكاّٗل نَّقُصُّ َعلَ ۡیكَ ِم ۡن أَ ۢنبَٓا ِء ٱلرُّ ُس ِل َما نُثَب‬
ُّ ‫ِّت بِ ِھ فُ َؤاد ََۚۚكَ َو َجٓا َءكَ فِي ٰھَ ِذ ِه ۡٱل َح‬
‫ق‬
١٢٠ َ‫ ة َو ِذ ۡك َر ٰى لِ ۡل ُم ۡؤ ِمنِین‬ٞ َ‫َو َم ۡو ِعظ‬
“Dan semua kisah-kisah dari rasul-rasul yng kami ceritakan kepadamu ialah kisahkisah yang
dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan dalam surat ini dating kedamu kebenaran
serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Hud: 120)
b. Sunnah Rasul
Di dalam sunnah rasul banyak kita temui hadits-hadits yang berkaitan dengan dakwah.
Begitu juga dalam sjarah hidup dan perjuangannya dan cara-cara beliau pakai dalam
menyiarkan dakwahnya baik ketika beliau berjuang di Makkah maupun di Madinah. Semua
ini memberikan contoh dalam metode dakwahnya. Karena setidaknya kondisi yang di
hadapi Rasulllah Saw ketika itu dialami juga oleh juru dakwah sekarang ini.

c. Sejarah Hidup Para Sahabat dan Fuqoha’


Dalam sejarah hidup para sahabat-sahabat besar dan para fugaha cukuplah memberikan
contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah. Karena mereka adalah orang yang
expert dalam bidang agama. Muadz bin jabal dan para sahabat lainya merupakan figur yang
patut dicontoh sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan misi dakwah.

d. Pengalaman
Experience Is The Best Teacher, itu adalah motto yang punya pengaruh besar bagi
orang-orang yang suka bergaul dengan orang banyak. Pengalaman juru dakwah merupakan
hasil pergaulannya dengan orang banyak yang kadangkala dijadikan reference ketika
berdakwah. Setelah kita mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah sepantasnya
kita menjadikannya sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus
disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.

K. KESIMPULAN
1. Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i
(komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih
saying dengan langkah-langkah sistematis dalam menyampaikan atau menyeru umat ke
jalan Allah SWT sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini mengandung
arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented
menempatkan hargaan yang mulia atas diri manusia.
2. Metode dakwah terdiri atas metode dakwah bil hikmah, bi mauidzatil hasanah, dan bil
lati hiya ahsan (sumber ayat Al-Qur’an) serta bil yad (tangan), bil lisan (ucapan) dan bil
qalb (hati). Ini mengacu pada hadits nabi.
3. Sumber metode dakwah terdiri dari: Al-Qur’an, sunah Nabi, sejarah hidup para sahabat
dan fuqoha’, serta pengalaman seorang da’i dalam menyampaikan pesan pesan dakwah.
4. Kesuksesan dalam menyampaikan pesan dakwah ialah bukan pada jumlah perndengar

atau pemirsanya, juga bukan pada semarak, gelak tawa, dan tepuk tangan dari kelucuan
dai, melainkan pada tercapainya tujuan dakwah yaitu seberapa banyak manusia yang
kembali ke jalan Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai