Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMAKOTERAPI

OSTEOPOROSIS

Dosen pembimbing :

Irma Susanti, S.Farm.,M.Farm.,Apt

Disusun oleh :

Nama : LINA NURNA KHUMAIRO

NIM : 18.02.05.0194

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

Jl. Raya Plalangan, Plosowahyu, Lamongan

Telp : 0322-323457

Website : www.umla.ac.id
OSTEOPOROSIS

I. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit tulang progresif yang
ditandai dengan menurunnya densitas tulang (bone mineral density =
BMD) disertai kerusakan mikroarsitektur tulang, akibatnya fragilitas
tulang meningkat hingga mudah fraktur meski hanya dengan trauma
ringan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
osteoporosis, antara lain : usia yang menyangkut kadar hormon steroid
kelamin endogen, genetik, kebiasaan berolah raga, konsumsi alkohol,
rokok, kualitas diet, dan penggunaan kronis obat (glukokortikoid dan
tiroid). (Gunawan, 2016)
Osteoporosis juga merupakan masalah umum (10-20%) bagi
penderita penyakit lupus yang terutama disebabkan oleh penggunaan
glukokortikoid, selain faktor usia, gender, keturunan, kadar vitamin D
yang rendah, dan gaya hidup. (Rahardja, 2015)
Gambaran klinis osteoporosis yaitu tidak terdapat gejala klinis
yang mendahului terjadinya fraktur. Konsekuensi fraktur yang disebabkan
osteoporosis (terutama pada tahun pertama setelah terjadinya fraktur)
adalah nyeri akut dan kronik, mendaya nyata pada kualitas hidup,
mendaya nyata pada mobilitas pasien, dan angka mortalitas yang tinggi.
(Tarau dan Brust, 2009)
Sepanjang hidup, tulang terus-menerus mengalami proses
peremajaan yang disebut pembentukan tulang kembali (bone
remodelling). Pada wanita menopause, sel-sel yang memecah tulang
dengan cepat melubangi tulang, sementara sel-sel yang membuat tulang
tidak bisa mengimbanginya. (Cosman, 2009)
Tulang utama yang diserang oleh osteoporosis adalah spinal,
pelvis, dan panggul. Tanda dan gejala khas osteoporosis meliputi
perubahan spinal seperti peningkatan kifosis toraks, penurunan tinggi
badan, nyeri punggung bawah, leher, pergelangan tangan, dan panggul.
(Lescher, 2017)
Osteoporosis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
a. Osteoporosis primer
Terdapat pada wanita pasca menopause (post menopause
osteoporosis) dan pada pria atau wanita yang berusia lanjut (senile
osteoporosis). Menopause umumnya terjadi pada usia 50 tahun.
Dengan bertambahnya usia, baik wanita maupun pria, akan
mengalami pengurangan massa tulang sebanyak 0,4-1,8 persen
setiap tahun sampai usia mencapai 80 tahun. (Tandra, 2009)
b. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh penyakit atau kelainan
tertentu, bisa pula akibat tindakan pembedahan atau pemberian
obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contohnya adalah
penyakit hipertiroid (hormon gondok yang berlebihan), penyakit
hiperparatiroid (hormon paratiroid yang meningkat), gangguan hati
kronis, pemakaian hormon steroid jangka lama, dan gagal ginjal
kronis. (Tandra, 2009)
II. PENGGOLONGAN OBAT
a. Bifosfonat
 Mekanisme kerja :
Inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. (Sukandar dkk,
2013)
 Indikasi :
Pencegahan osteoporosis pasca menopause, osteoporosis
akibat kortikosteroid, dan untuk penanganan keganasan
dengan hiperkalsemia. (Battista, 2015)
 Kontraindikasi :
Pasien dengan hipersensitivitas terhadap bifosfonat,
hipoksalemia (alendronat dan risedronat), abnormalitas
eshopagus yang menunda pengosongan eshopagus
(alendronat), dan osteomalacia (etiodronat). (Sukandar dkk,
2013)
 Efek samping :
Mual-mual, nyeri abdomen, dan dispepsia. Iritasi, perforasi,
ulserasi, pendarahan pada esophagus, lambung, atau
duodenum dapat terjadi jika aturan pemberian tidak dipatuhi
atau jika bifosfonat diberikan pada pasien yang kontraindikasi.
(Sukandar dkk, 2013)
 Dosis terapi :

Obat Dosis Terapi


Alendrona 5 mg setiap hari (pencegahan); 10 mg setiap
t hari; tablet 70 mg atau dosis oral pemakaian
tunggal 70 ml setiap minggu (pengobatan).
(Sukandar dkk, 2013)
Risedronat 5 mg setiap hari, 35 mg setiap minggu.
(Sukandar dkk, 2013)
Ibandronat 2,5 mg setiap hari, 100-150 mg setiap bulan,
intravena 3 mg setiap 3 bulan. (Sukandar dkk,
2013)
Zoledronat Setahun 1x5 mg injeksi (pencegahan).
(Herawati, 2013)

b. Kalsitonin
 Mekanisme kerja :
Kalsitonin bekerja dengan berikatan pada reseptor spesifik
pada osteoklas menghambat mobilisasinya dari tulang, dan
bekerja pada ginjal untuk membatasi reabsorpsi kalsium dari
tubulus proksimal. (Battista, 2015)
 Indikasi :
Kalsitonin diindikasikan untuk pengobatan osteoporosis untuk
wanita 5 tahun setelah menopause, hiperkalsemia, penyakit
paget, dan nyeri tulang atau sindrom kompresi. (Sukandar dkk,
2013)
 Kontraindikasi :
Hati-hati pada riwayat alergi atau gangguan ginjal. (Battista,
2015)
 Efek samping :
Mual, muntah, flushing, kecapan tak enak, kedutan di tangan,
dan reaksi radang lokal. (Sukandar dkk, 2013)
 Dosis terapi :
- 200 unit setiap hari intranasal. (Sukandar dkk, 2013)
- Injeksi 100 UI SK atau IM setiap selang sehari. (Herawati,
2013)
- Obat kalsitonin adalah protein sehingga tidak dapat
diberikan dalam bentuk tablet oral karena tidak dapat
diserap dengan baik oleh usus. (Waluyo, 2009)
c. Kalsium
 Mekanisme kerja :
Kalsium berfungsi sebagai kofaktor enzim dan mempengaruhi
aktivitas sekresi kelenjar endokrin dan eksokrin serta
menggantikan defisiensi kalsium. (Sukandar dkk, 2013)
 Indikasi :
Defisiensi kalsium, osteoporosis, osteomalacia, dan
hipokalsemia. (Sukandar dkk, 2013)
 Kontraindikasi :
Kalsium dikontraindikasikan pada pasien dengan
hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikular. (Sukandar dkk, 2013)
 Efek samping :
Gangguan gastrointestinal ringan, bradikardia, aritmia, dan
iritasi setelah injeksi intravena. (Sukandar dkk, 2013)
 Dosis terapi :
200-1500 mg/hari. (Sukandar dkk, 2013)

d. Vitamin D
 Mekanisme kerja :
Menstimulasi transport kalsium usus dan fosfat. (Sukandar
dkk, 2013)
 Indikasi :
Defisiensi vitamin D yang disebabkan malabsorpsi intestinal
atau penyakit hati kronis, hipokalsemia karena
hipoparatiroidism, dan osteoporosis pasca menopause.
(Sukandar dkk, 2013)
 Kontraindikasi :
Hiperkalsemia, bukti adanya toksisitas vitamin D, sindrom
malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal
terhadap efek vitamin D, dan penurunan fungsi ginjal.
(Sukandar dkk, 2013)
 Efek samping :
- Jangka pendek : Rasa lelah, sakit kepala, mual-mual,
muntah, mulut kering, konstipasi, nyeri otot, nyeri tulang,
dan rasa logam. (Sukandar dkk, 2013)
- Jangka panjang : Poliuria, polidipsia, anoreksia, iritabilita,
hiperkalsiuria, anemia, azotemia reversible,
nefrokalsinosis, konjungtivitis, pancreatitis, fotofobia,
rhinorrhea, pruritus, hipertermia, penurunan libido,
hiperkolesterolemia, hipertensi, dan aritmia kardiak.
(Sukandar dkk, 2013)
 Dosis terapi :
Vitamin D2 atau D3 = 200-1000 UI/hari. (Sukandar dkk, 2013)
e. Estrogen
 Mekanisme kerja :
Estrogen menurunkan aktivitas osteoklas, menghambat PTH
secara periferal, meningkatkan konsentrasi kalsitriol serta
absorpsi kalsium di usus, dan menurunkan ekskresi kalsium
oleh ginjal. (Sukandar dkk, 2013)
 Indikasi :
Terapi pengganti hormon (HRT) dan osteoporosis pasca
menopause. (Sukandar dkk, 2013)
 Kontaindikasi :
Kehamilan, kanker yang estrogen-dependent, tromboflebitis
aktif atau tromboemboli, gangguan fungsi hati, pendarahan
vagina yang belum jelas sebabnya, dan wanita menyusuhi.
(Sukandar dkk, 2013)
 Efek samping :
Meningkatkan resiko kejadian tromboemboli dan kanker
payudara. (Sukandar dkk, 2013)
 Dosis terapi :
Estrogen terkonjugasi = 0,3 mg/hari oral kontinu atau dalam
siklus rejimen 30 hari (misal : 25 hari minum estrogen, 5 hari
berhenti, dst). (Herawati, 2013)
f. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMS)
 Mekanisme kerja :
Raloxifen merupakan reseptor estrogen selektif yang
mengurangi resorpsi tulang dan menurunkan pembengkokan
tulang. (Sukandar dkk, 2013)
 Indikasi :
Osteoporosis, pencegahan dan pengobatan osteoporosis pada
wanita post menopause. (Sukandar dkk, 2013)
 Kontraindikasi :
Wanita menyusui, wanita yang sedang atau akan hamil, wanita
dengan kejadian aktif atau memiliki sejarah tromboembolik
vena, termasuk trombosis vena dalam, embolisme pulmonari,
dan thrombosis vena retina, hipersensitivitas terhadap
raloxifen atau konstituen obat lainnya. (Sukandar dkk, 2013)
 Efek samping :
Tromboembolisme vena, tromboflebitis, hot flush, kram
tungkai, edema perifer, dan gejala flu-like. (Battista, 2015)
 Dosis terapi :
60 mg/hari dosis tunggal oral. (Sukandar dkk, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Sukandar, Elin Yulinah dkk. 2013. ISO Farmakoterapi. Jakarta Barat: PT. ISFI.

Battista, Elisabetta. 2015. Farmakologi. Jakarta: Departemen Farmakologi


Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Gunawan, Sulistia Gan (Ed.). 2016. Farmakologi dan Terapi Edisi 6. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

Tarau, Liliana dan Mechthilde Burst. 2009. Nyeri Kronis. Jakarta: EGC.

Lescher, Penelope J. 2017. Patologi Untuk Fisioterapi. Jakarta: EGC.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2015. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.

Cosman, Felicia. 2009. Osteoporosis. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Tandra, Hans. 2009. Osteoporosis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Waluyo, Srikandi. 2009. 100 Question & Answers Osteoporosis. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo.

Herawati, Fauna. 2013. Farmakoterapi Osteoporosis Vol 10 No 4. Surabaya:


Universitas Surabaya.
HASIL DISKUSI

Pertanyaan :

1. Bagaimana diet yang tepat bagi remaja untuk menghindari faktor risiko
terserang osteoporosis di hari tua?
2. Apakah pada ibu hamil yang mengalami osteoporosis dapat
menyebabkan bayi yang dilahirkan juga memiliki risiko terserang
osteoporosis?

Jawaban :

1. Diet yang tepat untuk menghindari faktor risiko terserang osteoporosis di


hari tua :
a. Mengonsumsi makanan yang mengandung nutrisi seimbang dan
sesuai untuk kebutuhan kesehatan tulang, seperti : kalsium, fosfor,
mangan, boron, dan vitamin D. Nutrisi tersebut dapat diperoleh dari
susu, yogurt, ikan, udang, tahu, tempe, buah-buahan, dan sayuran
(bayam dan brokoli).
b. Pembatasan konsumsi garam, karena konsumsi garam berlebih dapat
meningkatkan pembuangan kalsium melalui urin. Anjuran ahli adalah
3-8 gram per hari atau sekitar ½-1 ½ sendok teh per hari.

Pustaka :

Waluyo, Srikandi. 2009. 100 Question & Answers Osteoporosis. Jakarta:


PT. Elex Media Komputindo.

2. Salah satu faktor penyebab terjadinya osteoporosis yaitu faktor genetik


atau keturunan. Jika seorang ibu yang sedang mengandung mengalami
osteoporosis maka bayi yang dilahirkan akan memiliki risiko tinggi
terserang osteoporosis. Salah satu gen yang berpengaruh terhadap
kejadian osteoporosis yaitu gen BMP2, gen ini mengkode bone
morphogenic protein 2 yang berperan sebagai regulator diferensiasi
osteoblast. Hal ini dapat menyebabkan massa dan kepadatan tulang pada
bayi sangat rendah sehingga rentan terserang osteoporosis. Namun
faktor risiko tersebut dapat dicegah sejak dini dengan meningkatkan
asupan nutrisi yang kaya akan kalsium, fosfor, dan vitamin D. Untuk
mendapatkan asupan vitamin D dapat dilakukan terapi berjemur dibawah
sinar matahari pada pukul 09.00 selama 30 menit.
Pustaka :
Cosman, Felicia. 2009. Osteoporosis. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai