ANGGOTA KELOMPOK 4
PEMBAHASAN
DEFINISI
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah penyakit
skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan di mana
terjadi penurunan massa tulang total.
ETIOLOGI
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan
obat obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang, dan hormon tiroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk
keadaan ini.
PATOFISIOLOGI
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol). dan aktivitas
memengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan massa tulang mulai terjadi setelah
tercapainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami
perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat
menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung
terus selama tahun-tahun pascamenopause.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan
remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi
selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA: recommended daily allowance)
meningkat pada usia 11-24 tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari,
untuk memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi
pada perempuan pascamenopause 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan
mengonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas, karena penyerapan kalsium kurang
efisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat
menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindrom Cushing,
hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang. Obat-obatan
seperti isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung aluminium, furosemid,
antikonvulsan, kortikosteroid, dan suplemen tiroid memengaruhi penggunaan tubuh dan
metabolisme kalsium.
Imobilitas juga memengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips,
paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya
sehingga terjadi osteoporosis.
MANIFESTASI KLINIS
Osteoporosis sering kali baru ditemukan pada orang yang mengalami fraktur. Jenis fraktur
yang berbeda memiliki gejala yang berbeda pada tempat yang berbeda. Contohnya deformitas
vertebra torakalis menyebabkan tinggi badan dan juga nyeri dengan atau tanpa fraktur yang
nyata.
KOMPLIKASI
1) Patah tulang
2) Osteoarthtritis
3) Jantung koroner
4) Depresi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sejumlah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada osteoporosis yaitu pemeriksaan sinar
X, CT scan densitas tulang, Rontgen, pemeriksaan laboratorium, dan penilaian massa tulang.
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih
menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu, juga
dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy (HRT) yaitu
menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non hormonal antara lain
suplemen kalsium dan vitamin D.
1. Terapi medis.
Sebenarnya belum ada terapi yang secara khusus dapat mengembalikan efek dari
osteoporosis. Hal yang dapat dilakukan adalah upaya-upaya untuk menekan atau
memperlambat menurunnya massa tulang serta mengurangi rasa sakit.
2. Obat pereda sakit
Pada tahap awal setelah terjadinya patah tulang, biasanya diperlukan obat pereda sakit
yang kuat, seperti turunan morfin. Namun, obat tersebut memberikan efek samping
seperti mengantuk, sembelit dan linglung. Bagi yang mengalami rasa sakit yang
sangat dan tidak dapat diredakan dengan obat pereda sakit, dapat diberikan suntikan
hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulai mereda, tablet pereda rasa sakit seperti paracetamol atau codein
ataupun kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co- codramol, atau co-proxamol
bagi banyak pasien cukup memadai untuk menghilangkan rasa sakit sehingga pasien
dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Efek lain yang juga dapat timbul dalam pemberian terapi hormone, diantaranya adalah
pembesaran payudara, kembung, retensi cairan, mual, muntah, sakit kepala, gangguan
pencernaan, dan gangguan emosi. Namun, demikian, efek tersebut biasanya hanya
terjadi pada awal terapi dan kondisi berangsur membaik dengan sendirinya. Dapat
juga dilakukan pemberian hormone estrogen dan progesterone secara bertahap, dosis
kecil diberikan pada awal terapi dilihat dulu reaksinya terhadap tubuh. Bila dosis
dapat diterima tubuh, dosis kemudian dinaikkan secara bertahap.
5. Kalsitonin.
Selain hormone estrogen dan progesterone, hormone lain yang biasa digunakan dalam
pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah kalsitonin. Kalsitonin turut menjaga
kestabilan struktur tulang dengan mengaktifkan kerja sel osteoblast dan menekan
kinerja sel osteoclast.
Kalsitonin juga berperan dalam mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul pada
keadaan patah tulang. Hormone ini secara normal dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang
memiliki sifat meredakan rasa sakit yang cukup ampuh. Kalsitonin biasanya diberikan
dalam bentuk suntikan yang diberikan setiap hari atau dua hari sekali selama dua atau
tiga minggu. Hormone ini juga dapat menimbulkan efek samping berupa rasa mual
dan muka merah, mungkin pula terjadi muntah dan diare serta rasa sakit pada bekas
suntikan.
6. Testosterone
Testosterone adalah hormone yang biasa dihasilkan oleh tubuh pria. Penggunaan
hormone testosterone pada wanita dengan osteoporosis pasca menopause mampu
menghambat kehilangan massa tulang. Namun, dapat muncul efek maskulinasi seperti
penambahan rambut secara berlebihan di dada, kaki, tangan, timbulnya jerawat
dimuka dan pembesaran suara seperti yang biasa terjadi pada pria.
7. Terapi non-hormonal
Terapi hormone selama ini memang dianggap sebagai jalan yang paling baik untuk
mengobati osteoporosis. Namun, karena banyaknya efek samping yang dapat
ditimbulkan dan tidak dapat diterapkan pada semua pasien osteoporosis, maka
sekarang mulai dikembangkan terapi non-hormonal.
8. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan golongan obat sintetis yang saat ini sangat dikenal dalam
pengobatan osteoporosis non-hormonal. Efek utama dari obat ini adalah
menonaktifkan sel-sel penghancur tulang (osteoclast) sehingga penurunan massa
tulang dapat dihindari. Obat-obat yang termasuk golongan bisfosfonat adalah
etidronat dan alendronat.
9. Etidronat.
Etidronat adalah obat golongan bisfosfonat pertama yang biasa digunakan dalam
pengobatan osteoporosis. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis satu
kali sehari selama dua minggu. Penggunaan obat ini harus dikombinasikan dengan
konsumsi suplemen kalsium. Namun, perlu diperhatikan agar konsumsi suplemen
kalsium harus dihindari dalam waktu dua jam sebelum dan sesudah mengkonsumsi
etidronat karena dapat mengganggu penyerapannya. Kadang kala konsumsi etidronat
memberikan efek samping,tetapi relative kecil. Misalnya timbul mual, diare, ruam
kulit dan lain-lain.
10. Alendronat
Alendornat mempunyai fungsi dan peran yang serupa dengan etidronat, perbedaannya
adalah pada penggunaannya tidak perlu dikombinasikan dengan konsumsi suplemen
kalsium, tetapi bila asupan kalsium masih rendah, pemberian kalsium tetap
dianjurkan. Efek samping yang mungkin ditimbulkan pada konsumsi alendronat
adalah timbulnya diare, rasa sakit dan kembung pada perut, serta gangguan pada
tenggorokan.
Terapi alamiah adalah terapi yang diterapkan untuk mengobati osteoporosis tanpa
menggunakan obat-obatan atau hormone. Terapi ini berhubungan dengan gaya hidup
dan pola konsumsi. Beberapa pencegahan yang dapat diberikan yaitu dengan
berolahraga secara teratur, hindari merokok, hindari minuman beralkohol dan
menjaga pola makan yang baik.
PATHWAY
DIAGNOSA
BIODATA PASIEN
Nama : Ny. P
Usia : 55 tahun
Alamat : -
Riwayat penyakit sekarang: pasien datang dengan keluhan nyari pada tulang belakang, sering
terbangun pada malam hari karena nyerinya.
PEMERIKSAAN FISIK
3. Move : Normal
DAFTAR PUSTAKA
Ester, Monica, & Wuri Praptiani, (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Defenisi Dan
Klasifikasi 2018-2020. (11th ed). Jakarta: EGC.
Haryono, Rudi, &Maria Putri Sari Utami. (2020). Keperawatan Medikal Bedah 2.
Yogyakarta: Pustaka Baru Pres.
Moorhead, Sue, Elizabeth Swanson, Marion Johnson, &Meridean L. Maas. (2018). Nursing
Outcomes Classification (NOC). 6th ed. (I. Nurjannah, Penerjemah). Jakarta: Mocomedia.
Ningsih, N. Lukman. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda, & Hardhi Kusuma.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. (Edisi Revisi Jilid 3). Yogyakarta: Mediaction
Publishing