Anda di halaman 1dari 13

ASKEP OSTEOPOROSIS

CHANDRA BUANA

A. Definisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh


penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah (sudoyo,2006).

Osteoporosis adalah ganguan metabolisme tulang berhubungan dengan


usia ditandai adanya demineralisasi tulang yang berakibat menurunnya
kepadatan tulang dan fraktur (padila,2013)

Osteoporosis merupakan penurunan massa tulang, perburukan matriks


tulang, dan penurunan kekuatan arsitektur tulang. Kecepatan resorpsi tulang
lebih tinggi dari pada kecepatan pembentukan tulang. Tulang menjadi
semakin keropos, rapuh, dan renta, dan tulang akan mudah patah atau fraktur
(brunner&suddarth 2016)

B. Etiologi

Osteopororsis (skunder dan fraktur osteoporotic) disebabkan oleh


glukortikoid yang mengganggu absorbsi kalsium diusus dan peningkatan
ekstraksi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabakan hipokalsemia,
hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan kerja osteoklas. Terhadap
osteoblas glukokortikoid akan menghambat kerjanya, sehingga formasi tulang
menurun. Dengan adanya peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas dan
penurunan formasi tulang oleh osteoblas, maka akan terjadi osteoporosis yang
progresif (amin,hardi,2015).

Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis :


1. Umur, sering terjadi pada usia lanjut
2. Ras, kulit putih memiliki resiko paling tinggi
3. Faktor ketutrunan, ditemujan riwayat keluarga dengan keropos tulang

1
4. Adanya keranggka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra. Terutama
terjadi pada wanita umur 50-60 tahun dengan dengan itensitas tulang
yang rendah dan diatas umur 70 tahun dengan BMI yang rendah. (BMI
=mody mass index yaitu berat badan dibagi kuadrat tinggi badan)
5. Aktifitas fisisk yang kurang
6. Tidak pernah melahirkan
7. Menopouse dini (menopouse yang terjadi pada umur 46 tahun)
8. Gizi (kekurangan protein dan kalsium dalam masa kanak-kanak dan
remaja)
9. Hormonal yaitu kadar estrogen plasma yang kurang
10. Obat misalnya korrtikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin
11. Kerusakan tulang akibat kelemahan fisik
12. Jenis kelamin, 3 kali lebih sering terjadi pada wanita (amin,hardi,2015).

C. Klasifikasi
klasifikasi osteoporosis
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primser terbagi Ts 2 tipe, yaitu :
- Tipe 1 : tipe yang timbul pada wanita yang pasca menopouse
- Tipe 2: terjadin pada orang lanjut usia baik pada pria maupun wanita
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif (misalnya myeloma
multiple, hipertiroidisme, hiperparatiroidisme) dan akibat obat-obatan
yang toksik untuk tulang (misalnya glikokortikoid).
3. Osteoporosis diopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebab dan ditemukan pada :
- usia kanak-kanak (juvenil)
- usia remaja (adolesen)
- wanita-pria menopouse
-pria usia pertengahan (amin,hardi,2015).

2
D. manifestasi klinik
1. Manifestasi umum : penurunan tinggi badan, lordosis, nyeri pada
tulang, atau fraktur, biasanya pada vertebra, pinggul atau lengan bagian
bawah.
2. Nyeri tulang : terutama pada tulang belakang yang intensitas
serangannya meningkat pada malam hari
3. Deformitas tulang : dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis anguler yang dapat menyebabkan medulla
spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
4. Nyeri fraktur akut dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur
kronis dimanifestasikan sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat
dengan tempat patahan.
5. (tanda mcconkey) didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot
paravertebra dan kulit yang tipis (amin,hardi,2015).

E. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen polos
2. CT-scan : dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostic dan terapi fllow up
3. Pemeriksaaan DEXA : digunakan untuk mengukur densitas tulang dan
menghitng derajat osteopenia (Kehilangan tulang ringan ) atau
osteoporosis(Kehilangan tulang berat)
4. Pemeriksaan laboratorium
 Kadar Ca,P,Post Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan nyata
 Kadar HPT(pada pasca menoupose kadar HPT meningkat) Dan CT
terapi Estrogen merangsang pembentukan CT
 Kadar 1,25-(OH) 2-D3 absorbsi Ca menurun
 Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya) (amin,hardi,2015).

3
F. Penatalaksanaan
a. penatalaksanaan medis
Beberapa hal yang disorot dalam duideine NOGG (National Osteoporosis
Guideline Group) 2013 :
1. Terapi farmakologi yang dapat menurunkan resiko terjadinya fraktur
vertebra (dan beberapa kasus fraktur tulang panggul) seperti
bisphosphonate,denosumab,rekombinanhormon
parathyroid,raloxifene,dan strontium non vertebra dan fraktur tulang
panggul hanya alendronate ,risedronate,zoledronate,dan terapi sulih
hormon
2. Alendronate generik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
karena kerja spektrum luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga
terjangkau.
3. Ibandronate,risedronate,zoledronic acid,denosumab,raloxifene atau
srotium ranelate digunakan sebagai terapi pilihan jika alendronate
dikontraindikasikan atau tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh
pasien
4. Karena harga yang mahal,maka rekombinan hormon parathyroid hanya
diberikan pada pasien dengan resiko sangat tinggi fraktur terutama
pada vertebra.
5. Wanita postmenoupose dapat mendapatkan manfaat dari calcitrol,
eridronate, dan terapi hormon pengganti.
6. Terapi untuk pria dengan resiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai
dengan alendronate, risdronate, zoledronate, atau teriparatide.
7. Bagi wanita post menoupose, terapi yang diakui untuk pencegahan dan
pengobatan osteoporosis akibat glukokortikoid yaitu alendronate,
etidronate dan risedronate,sementara itu terapi pilihan yang diakui baik
untuk wanita dan juga pria adalah teriparatide dan zolendronate.
8. Suplemen calsium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk
para lansia dan sebagai terapi osteoporosis.

4
9. Efek potensial pada kardiovaskuler akibat pemberian suplemen
calcium masih kontroversial, namun sangat bijaksana jika asupan
calcium melalui makanan ditingkatkan dan menggunakan suplemen
vitamin D saja daripada mengkonsumsi suplemen calsium dan vitamin
D bersamaan.
10. Penghentian mendadak bisphosphonat dihubungkan denga penurunan
BMD dan bone turn over setelah 2-3 tahun diterapi dengan alendronate
dan risedronate.
11. Terapi bisphophonate dilanjutkan meskipun tanpa evaluasi lebih lanjut
terutama pada pasien dengan resiko sangat tinggi terjadi fraktur ,
dimana review terapi dan evaluasi fungsi ginjal cukup dilakukan tiap 5
tahun sekali.
12. Jika bisphophonat dihentikan ,resiko fraktur di evaluasi ulang tiap kali
setelah terjadinya fraktur baru,atau setelah 2 tahun jika tidak terjadi
fraktur baru.
13. Stelah 3 tahun diterapi dengan zolendronate,manfaat yang timbul
padaBMD akan tetap ada sampai dengan 3 tahun setelah terapi
dihentikan.kebanyakan pasien harus menghentikan pengobatan setelah
terapi selama 3 tahun,dan dokter harus melakukan evaluasi ulang akan
kebutuhan untuk melanjutkan terapi dalam 3 tahun mendatang.
14. Pasien denga fraktur vertebra sebelumnya atau terapi awal osteoporosis
tulang panggul dengan skor T BMD ≤ -2,5 SD dapat megalami
peningkatan risiko fraktur vertebra jika zoledronate dihentikan.
Rekomendasi pada guideline ini dimasukkan untuk membantu dalam
keputusan tatalaksana osteoporosis dengan tidak mengenyampingkan
keputusan klinik bagi pasien.
b. penatalaksanaan keperawatan
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera

5
G. patofisiologi (pathway)

Usia lanjut (menopouse)

Defisiensi vitamin D, sekresi estrogen Aktifitas fisik


aktifitas 1-idroksilase
resistensi vitamin D
-bonne marrow stroma
-Pe reabsorpsi cell & mononuclear
kalsium di ginjal (IL-1, IL-6 dan TNF-a)
-Pe absorpsi - Sekresi GH dan
Kalsium di usus IGF-1

Hipokalsemia
Gangguan fungsi
osteoblas
PTH (paratiroid
hormone)

hiperparathiroidisme
skunder

resorpsi tulang

osteoporosis

fraktur Kurang informasi Gangguan


keseimbangan
Penurunan aktifitas
pergeseran frakmen Defisist pengetahuan Kekuatan otot
tulang Ansietas
Resiko jatuh

nyeri akut Deformitas

Gang.fungsi
ekstremitas

Hambatan mobilitas
fisik
Defisit perawatan diri

6
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data atau informasi dari pasien baik yang bersifat
objektif dan subjektif agar mempermudah dalam menentukan masalah
keperawatan.
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi :nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan dan
sebagainya
2) Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita
pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik,
Diabetes Mellitus,  hipertiroid, hiperparatiroid dan lain sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien sehingga ia dibawa
ke Rumah Sakit, seperti nyeri pada punggung.
4) Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian, kita juga perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga
pasien, yaitu apakah sebelumnya ada salah satu keluarga pasien yang
memiliki penyakit yang sama.

b. Pengkajian bio-psiko-sosisal dan spiritual


1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
- Kebiasaan minum alkohol, kafein
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
- Penggunaan steroid jangka panjang

7
2) Pola nutrisi metabolik
- Inadekuat intake kalsium
3) Pola aktivitas dan latihan
- Fraktur
- Badan bungkuk
- Jarang berolah raga
4) Pola tidur dan istirahat
-Tidur terganggu karena adanya nyeri
5) Pola persepsi kognitif
-Nyeri pada punggung
6) Pola reproduksi seksualitas
-Menopause
7) Pola mekanisme koping terhadap stres
- Stres, cemas karena penyakitnya

c. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dilakuakan mulai dari ujung rambut sampai dengan


ujung kaki dengan menggunakan 4 teknik yaitu, inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi.

1. Keluhan yang dirasakan saat ini


2. Vital sign : tekanan darah, pernafasan, nadi, suhu tubuh
a. Kepala,
Bentuk, Rambut, Mata, Hidung, Mulut.
b. paru-paru
Inspeksi :
Palpasi :
Perkussi :
Auskultasi :

c. jantung

8
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada Dan tulang
belakang. Palpasi : Taktil Fremitus seimbang kanan Dan kiri.
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : pada kasus lansia biasanya didapatkan suara ronki.
d. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
e. Tulang : Pada Inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis,
klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau ngibbus
(dowager’s hump) Dan penurunan tinggi badan Dan berat badan.
Ada gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality, Dan
nyeri spinal. Lokasi fraktur sering terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 Dan lumbalis 3.
f. Ekstremitas :Meliputi ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.
g. eliminasi :. Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak
adaa keluhan pada system perkemihan

3.Pemeriksaaan penunjang
a. Test laborat
Tidak ada test laborat definitive untuk menegakkan diagnosa
osteoporosis primer. Test yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosa osteoporosis sekunder atau gangguan metabolisme tulang
adalah serum calcium ,vit D, posfor, alkaline phosfatase,calcium
dalam urine, serum protein, fungsi thypoid.
b. Test radiology(ct)
Biopsi tulang

B. Diagnosa keperawatan

9
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuluskletal,
penurunan kekuatan otot
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan proses osteoporosis dan
program terapi
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake calcium
6. Gangguan body image berhubungan dengan kelainan tulang belakang
7. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan aktifitas dan kekuatan otot

C. Intervensi keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 jam, diharapkan nyeri
klien berkurang dengan kriteria hasil:
 Mampu mengontrol nyeri
(tau penyebab nyeri, mampu mengguanakan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mengguanakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, itensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi
1) Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk
mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di
tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama
beberapa hari.

10
3) Beri kasur  padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4) Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi
otot.
5) Berikan kompres hangat  intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi
otot.
6) Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh
sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan  tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7) Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
R/. Agar terpenuhi kebutuhan mobilitas
8) Pasang  korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi
sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan
kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
R/. Membantu imobilisasi pasien
9) Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar
tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk
mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur
abnormal pada otot yang melemah.
R/. Agar pasien nyaman dan mengurangi stes
10) Opioid  oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah
awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid
dapat mengurangi nyeri.
R/. Untuk mengurangi nyeri pada pasien

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuluskletal,


penurunan kekuatan otot
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
melakukan mobilitas fisik Kriteria Hasil :

11
 Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
 klien mampu melakukan aktivitas normal secara mandiri.
 Bantu untuk mobilisasi (walker)

Intervensi
1) memonitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat reskon
klien saat latihan
R/. Untuk mengetahui vital sign pasien dan respon saat melakukan
latihan
2) konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
R/. Untuk mengetahui ambulasi yang sesuai dengan pasien
3) bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah agar
terhadap cedera
R/. Untuk memudahkan klien saat berjalan
4) ajarkan pasien atau tenaga medis kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
R/. Agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri
5) kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
R/. Untuk mengetahui perkembangan pasien dalam mobilisasi
6) latih pasien dalam pemenuhan ADLs secara mandiri sesuai kempuan
R/. Untuk membantu melatih otot pasien agar tidak kaku
7) dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
kebutuhan ADLs pasien.
R/. Agar tidak terjadi cedera dan tetap terkontrol saat pasirn
melakukan ADLs

8) berikan alat bantu jika klien memerlukan


R/. Untuk memudahkan pasien dalam melakukan ADLs
9) ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

12
R/. Agar pasien dapat merrubah posisi secara mandiri

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan proses osteoporosis dan


program terapi
Tujuan : meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara
pencegahan dan program tindakan

Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis. Ajarkan pada
klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
oeteoporosis.
2) Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3) Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup
seperti Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4) Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan
klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan
tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya
oestoeporosis.
5) Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D,
sinar matahari.
R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang
memadai dapat  meminimalkan efek oesteoporosis.
5) Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat.
Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping
yang sering terjadi pada suplemen kalsium.

13

Anda mungkin juga menyukai