Anda di halaman 1dari 32

CSS Osteoporosis

Pembimbing: dr. Sumartini Dewi, SpPD-KR, M.Kes, CCD, Finasim

Nadya Ayudiawati Nurbasari


Sondi Robianto
Definisi
 Suatu keadaan klinis yang ditandai dengan nilai massa tulang yang di bawah
normal / berkurang dan terdapat defek pada struktur tulang. Kombinasi ini dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan meningkatkan resiko patah tulang.
 Osteoporosis memiliki karakteristik yaitu masa tulang yang rendah serta
perubahan mikro asitektur pada jarngan tulang.
 Definisi BMD menurut WHO adalah sebagai berikut:
Etiologi
 Secara umum, etiologi osteoporosis adalah:
 Gangguan pada metabolisme tulang
 Pada keadaan normal, sel-sel tulang, yaitu osteoblast dan osteoclast akan bekerja
secara seimbang sehingga tulang terjadi utuh.
 Apabila osteoclast bekerja melebihi osteoblast, maka kepadatan tulang akan
berkurang dan keropos
Etiologi
 Congenital  Sedentary lifestyle
 osteogenesis yang tidak sempurna, myotonia  Merokok
congenital, Werdnig-Hoffmann disease, gonadal
dysgenesis
 Penggunaan obat-obatan  kortikosteroid,
anti kejang, antasida
 Acquired  Malignancy (multiple myeloma,
 General disseminated carcinoma)
 Idiopathic  pada perempuan premenopausal
 Endocrine disorder
atau pada usia dewasa muda ; juvenile
osteoporosis  Localized
 Post-menopausal
 OA
 Usia  proses degenerative
 Bone healing yang tidak sempurna
 Malnutrisi  defisiensi kalsium, defisiensi
vitamin D  Paralisis muscular
 Faktor risiko yang dapat diubah

Faktor Risiko  Kebiasaan merokok


 Hormon estrogen rendah
 Faktor risiko yang dapat diubah
 Obat-obatan
 Kurang aktivitas fisik
 Glukortikoid, heparin, siklosporin dosis
 Dapat menghambat proses tinggi, methotrexat dan
terbentuknya osteoblast medroxyprogesteron  peningkatan
 Asupan kalsium rendah resorpsi tulang.
 Kekurangan protein, Kekurangan  Steroid  penekanan osteblas sehingga
paparan sinar matahari, Kurang meghambat pembentukan tulang baru
asupan vitamin D
 Konsumsi minuman tinggi kafein dan
tinggi alkohol
 Penyakit
 Hipertiroid  meningkatkan proses
romedelling tulang (resorbsi >
deposisi)
 Hiperparatiroid  mobilisasi
kalsium dan fosfat dari tulang
meningkat
 Defisiensi vit D  absorbsi kalsium
menurun  PTH meningkat
Faktor Risiko
 Faktor Risiko yang tidak dapat diubah:
 Riwayat keluarga
 Jenis kelamin perempuan
 Usia
 Ras asia dan kaukasia
 Menopause
 Ukuran badan
Klasifikasi
 Osteoporosis primer
 Berkurangnya massa tulang yang disebabkan oleh peningkatan proses resorpsi di
tulang trabekula yang berkaitan dengan usia dan menopause
 Tipe I
 Osteoporosis pasca menopause, terjadi pada perempuan
menopause kisaran 50-65 tahun
 Tipe II
 Ostroporosis senil, terjadi pada usia lanjut, pasien kisaran umur
>= 70 tahun
 Osteoporosis sekunder
 osteoporosis yang disebabkan berbagai penyakit atau sebab lain (kronik rheumatoid,
TBC spondilitis, osteomalacia,hipertiroid, pengobatan steroid jangka panjang, dll)
Manifestasi Klinis
 Tidak ada keluhan yang spesifik pada pasien dengan osteoporosis, keluhan yang
ada sebagai berikut:
 Patah tulang akibat trauma ringan
 Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang
 Gangguan otot (kaku dan lemah)
 Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran yang khas
Diagnosis
 Anamnesis
 Keluhan utama pasien
 Fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang
tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan
yang teratur yang bersifat weight bearing
 Obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang
 Alkohol dan merokok
 Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan osteoporosis
 Riwayat hadi, umur menarche dan menopause, penggunaan obat-obat kontraseptif
 Riwayat keluarga
 Pemeriksaan Fisik
 Tinggi badan dan berat badan
pasien
 Leg-length inequality
 Nyeri spinal
 Inspeksi:
 Gaya berjalan penderita
 Deformitas tulang
 Kifosis dorsal atau gibbus
(dowager’s hump)
 Jaringan parut/scar
 Pemeriksaan Penunjang
 Tes laboratorium
 Complete Blood Count
 Kadar 25 (OH) vitamin D
serum
Normal : ≥ 30 ng/mL
Insufisiensi : 11 – 29
ng/mL
Defisiensi vit D : < atau
sama dengan 10 ng/mL
 Ca, P, fosfatase alkali,
kreatinin, alumin, protein
total
 Pertanda biokimia tulang:
 Pemeriksaan radiologis
 Penipisan korteks
 Daerah trabekuler yang lebih
lusen (hilangnya gambaran
tulang trabekular dan
kortikal  ghost vertebrae)
 Tulang – tulang vertebra
yang memberikan gambaran
picture – frame vertebra
 Dowager’s hump:
 Pemeriksaan Densitas Massa Tulang  Penderita dengan abnormalitas tulang belakang
 Densitas massa tulang berhubungan atau secara radiologik didapatkan osteopenia,
dengan kekuatan tulang dan risiko untuk mendiagnosis osteoporosis spinal dan
fraktur menentukan angkah diagnosis dan terapi
selanjutnya.
 Densimoteri tulang:
 Penderita yang memperoleh glukokortikoid
 Single-photon absorptiometry (SPA)
jangka panjang, untuk mendiagnosispenurunan
dan single-energy X-ray densitas massa tulang dan penentuan
absorptiometry (SPX) lengan bawah langkahterapi selanjutnya.
dan tumit; dual-photon
 Pada penderita dengan hiperparatiroidisme
absorptiometri (DPA) dan dual-
energy X-ray absorptiometry (DPX) primer asimtomatik, untuk menilai penurunan
lumbal dan proksimal femur; dan densitas massa tulang dan menentukan tindakan
quantitative computed tomography pembedahan pada paratiroid.
(QCT).
 Indikasi densitometri tulang:  Evaluasi penderita-penderita

 Wanita  Penurunan densitas massa tulang yang cepat,


dengan defisiensi
estrogen, untuk menilai evaluasi penderita-penderita dengan risiko
penurunan densitas massa tulang tinggi osteoporosis, amenore,
dan keputusan pemberian terapi hiperparatiroidisme sekunder, anoreksi
pengganti hormonal. nervosa, alkoholisme, terapi antikonvulsan,
fraktur multipel atraumatik.
 Hasil pemeriksaan densitas massa tulang:
 Tindakan berikutnya
sesuai dengan hasil
BMD:
Tatalaksana
Edukasi dan Pencegahan
 Aktivitas fisik untuk mengurangi risiko terjatuh. Berjalan 30-60 menit/sehari

 Asupan kalsium 1000 – 1500 mg/hari, baik dari makanan atau suplemen

 Hindari merokok dan minum alcohol

 Kenali penyakit dan obat – obatan yang bisa membuat osteoporosis

 Hindari mengangkat barang berat

 Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita terjatuh (contoh : lantai licin, obat
– obat sedatif, dll)
 Hindari defisiensi vitamin D, bila terdapat defisiensi vitamin D : suplementasi vitamin D
400 IU/hari
 Pada pasien dengan konsumsi glukokortikoid, usahakan pemberian glukokortikoid pada
dosis rendah dan singkat
Latihan dan Program Rehabilitasi
 Pada penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah
pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah
osteoporosis, maka latihan dimulai dengan latihan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan beban yang adekuat
 Pemberian alat bantu seperti korset lumbal pada penderita yang mengalami
fraktur korpus vertebra, tongkat atau alat bantu jalan lainnya
 Mencegah risiko terjatuh
Terapi Farmakologis
 Bisfosfonat
 Dapat diberikan apabila terdapat kontraindikasi terapi hormonal atau pada osteoporosis
pada laki – laki, maka bisfofonat merupakan pilihan pengobatan berikutnya.
 MOA
 analog pirofosfat yang memiliki efek menghambat kerja osteoklas
 Farmakodinamik
 absorpsi bisfosfonat sangat buruk sehingga harus diberikan dalam keadaan perut
kosong dan posisi tegak selama 30 menit
 Efek samping
 GERD, dan hipokalsemia (sehinga harus diperhatikan asupan kalsiumnya)
Opsi Bisfosfonat
Terapi farmakologis
Selective Esterogen Receptor Modulator (SERM) : Raloksifen
 Anti esterogen yang memiliki efek seperti esterogen pada tulang dan lipid tapi
tidak menyebabkan perangsangan endometrium dan payudara.
 MOA : Mekanisme raloksifen pada tulang sama dengan esterogen namun tidak
sepenuhnya diketahui secara pasti, diduga melibatkan TGF beta 3 yang
dihasilkan oleh osteoblast dan osteoklas dan berfungsi menghambat difrensiasi
osteoklas dan kehilangan masa tulang.
 Dosis dan Sedian : Sedian tablet 60mg, diberikan dengan dosis 60 mg/hari
Terapi Farmakologis
 Terapi Pengganti Hormonal
 Pada wanita pasca menopause : esterogen terkonjugasi 0.3125 – 1.25 mg/hari
dikombinasi dengan medroksiprogresteron asetat 2.5-10mg/hari, setiap hari secara
kontinu. Untuk mendeteksi kemungkinan kanker payudara harus dilakukan mamografi
sebelum pemberian terapi hormonal kemudian diulang setiap tahun.
 Pada wanita pra-menopause : Estrogen terkonjugasi diberikan pada hari 1 - 25 siklus
haid, medroksiprogesteron diberikan pada hari 15 - 25 siklus haid. Kedua obat tersebut
dihentikan pada hari 26 -28 siklus haid, sehingga terjadi haid. Hari 29, dianggap
sebagai hari 1 siklus berikutnya dan pemberian obat dapat diulang kembali
 Pada laki – laki yang jelas menderita defisiensi terstosteron dapat dipertimbangkan
pemberian testosteron
Dosis dan Sediaan
Terapi Farmakologis
 Strontiun Ranelat
 Merupakan obat osteoporosis yang memiliki efek ganda yaitu meningkatkan kerja
osteoblast dan menghambat kerja osteoklas.
 MOA : diduga berhubungan dengan perangsangan CaSR (calcium sensing receptor)
pada permukaan sel tulang.
 Dosis : 2 gram/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan pada malam hari sebelum
tidur atau 2 jam sebelum/sesudah makan. Tidak boleh diberikan bersamaan dengan Ca
dan Vitamin D
 Efek samping : dispepsia
Terapi Farmakologis
 Kalsitonin
 Obat yang telah direkomendasikan FDA untuk pengobatan penyakit yang
meningkatkan resorpsi tulang. Terdapat 1 rial besar menunjukan bahwa pemberian
kalsitonin dapat menurunkan risiko fraktur sebesar 21%, dan tidak ada bukti yang
menunjukan bahwa kalsitonin dapat menurunkan risiko fraktur non vertebral.
 Dosis : 200 IU intranasal/hari
Terapi Farmakologis
 Terapi tambahan
Evaluasi
 Evaluasi dilaksanakan setelah 1-2 tahun setelah pengobatan.

 Dilakukan pemeriksaan densitometry, apabila dalam kurun waktu 1 tahun tidak


terjadi peningkatan maupun penurunan densitas maka pengobatan dianggap
berhasil, karena mampu menekan resorpsi tulang
KOMPLIKASI

FRAKTUR

KIFOSIS
PROGNOSIS
 Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika terapi
farmakologi dengan estrogen atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan bila
terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang (bertahun-
tahun). Penggunaan bifosfonat dapat memperbaiki keadaan osteoporosis pada
penderita, serta mampu mengurangi risiko terjadinya patah tulang.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai